5
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
Value berasal dari bahasa Latin valare atau bahasa Prancis kuno valoir
yang artinya nilai. Sebatas arti denotatifnya, valare, valoir, value atau nilai dapat
dimaknai sebagai harga. Hal ini selaras dengan definisi value menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia yang diartikan sebagai harga.
Rokeach mendefinisikan value sebagai an enduring belief that a specific
mode of conduct or end-state of existence is personally or socially preferable to
an opposite or converse mode of conduct or end-state of existence. (Rokeach,
1973). Value menunjukkan alasan dasar bahwa cara pelaksanaan atau keadaan
tertentu lebih disukai secara pribadi atau sosial dibandingkan cara pelaksanaan
atau keadaan akhir yang berlawanan.
Value secara harfiah memiliki unsur isi dan intesitas, unsur isi dari value
menyampaikan bahwa cara pelaksanaan atau keadaan akhir dari prilaku adalah
sesuatu hal yang penting. Sedangkan unsur intesitas dari value menjelaskan betapa
pentingnya unsur isi dari value itu sendiri (Robbins & Judge, 2007). Atau dapat
juga dimisalkan, seseorang menganggap pentingnya bersikap jujur dalam keluarga
(unsur isi). Jika bersikap jujur dalam keluarga menjadi hal yang penting,
dibandingkan bersikap jujur di dalam pekerjaan (unsur intensitas) maka hal value
ini yang akan menjadi pedoman seseorang dalam berprilaku. Maka, ketika di
hadapkan dengan kerjaan menumpuk di kantor, alih-alih mengerjakan sebelum
melewati deadline, anak yang mengajak untuk berlibur akan lebih diutamakan,
karena menurutnya hal tersebut lah yang seharusnya dilakukan, dan menurut
orang tersebut bisa jadi ini adalah hal yang benar.
Value dalam kehidupan erat hubungannya dengan pola pikir dan emosi
yang sejalan sehingga menimbulkan keyakinan yang berakhir dengan suatu
perilaku yang konsisten. Keberadaan value yang memiliki unsur isi dan intensitas
|
6
membuat seseorang secara sadar atau tidak telah mengetahui apa yang sebenarnya
mereka anggap benar atau salah. Mendukung konsep value tersebut Smith dan
Schwartz (1997), juga menganggap value sebagai keyakinan yang mengacu pada
tujuan yang diinginkan, melampaui tindakan atau situasi tertentu, berfungsi
sebagai standar untuk memandu pemilihan atau evaluasi perilaku, orang dan
peristiwa, dan diperintahkan oleh kepentingan relatif untuk satu sama lain.
Meglino dan Ravlin (1998), juga mendefinisikan value sebagai keyakinan
tentang diinternalisasi sesuai perilaku, ini tergantung kepada bagaimana cara
individu untuk menafsirkan informasi yang diterima. Menurut Allport value
adalah suatu keyakinan yang melandasi seseorang untuk bertindak berdasarkan
pilihannya (dalam Rokeach, 1973). Robinson dkk. (1991), mengemukakan bahwa
keyakinan, dalam konsep Rokeach, bukan hanya pemahaman dalam suatu skema
konseptual, tapi juga predisposisi untuk bertingkah laku yang sesuai dengan
perasaan terhadap obyek dari keyakinan tersebut. Rokeach (1973), juga telah
menjabarkan bahwa sebagai keyakinan, value memiliki aspek kognitif, afektif dan
tingkah laku dengan penjelasan sebagai berikut;
1.
Value meliputi kognisi tentang apa yang diinginkan, menjelaskan
pengetahuan, opini dan pemikiran individu tentang apa yang diinginkan
2.
Value meliputi afektif, di mana individu atau kelompok memiliki emosi
terhadap apa yang diinginkan, sehingga value menjelaskan perasaan
individu atau kelompok terhadap apa yang diinginkan itu
3.
Value memiliki komponen tingkah laku, artinya value merupakan variabel
yang berpengaruh dalam mengarahkan tingkah laku yang ditampilkan
(Setyawan, 2012).
Value sendiri dalam lingkungan kerja ataupun sosial merupakan suatu
konsep yang secara sadar diinginkan dan dibutuhkan, yang mana value membantu
dan mengarahkan seseorang dalam berperilaku.
Schwartz (2001), berdasarkan hasil penelitiannya memaknai value sebagai
kriteria yang digunakan individu untuk memilih atau menjustifikasi tindakan-
tindakan dan mengevaluasi orang termasuk dirinya dan kejadian-kejadian
disekitarnya. Selanjutnya Schwartz menyatakan bahwa ada 10 tipe value yang
bersifat universal, yang ditemukan pada banyak kelompok masyarakat di dunia,
|
7
yaitu : self-direction, stimulation, hedonism, achievement, power, security,
conformity, tradition, benevolence, dan universalism.
2.2
2.2.1
Menurut Allport (dalam Suryabrata, 2008), value adalah suatu sifat, dan
mereka mewakili kepentingan dan motivasi.Penggunaan study of values dilakukan
untuk mengetahui value-value yang terkandung dalam setiap individu yang akan
mempengaruhi motivasi. Terdapat enam tipe value;
1.
Theoretical value : memfokuskan pada penemuan kebenaran dan memiliki
karakteristik empiris, intelektual, dan rasional
2.
Economic values : memfokuskan pada manfaat dan praktisnya
3.
Aesthetic values : berhubungan dengan pengalaman yang artistik dan
untuk membentuk keselarasan serta kesenangan
4.
Social Values : merefleksikan hubungan dalam bermasyarakat,
mementingkan kepentingan orang banyak dan kecintaan terhadap sesama
manusia
5.
Political values : kerjasama membentuk kekuatan, mempengaruhi dan
wibawa dalam setiap usaha yang dilakukan, tidak hanya dalam aktivitas
politik
6.
Religious values : memfokuskan pada hal-hal yang tak kelihatan mata
(gaib) serta dengan pengertian keseluruhan sebagai bentuk kesatuan
2.2.2
Roekach (1973), mendefenisikan bahwa value merupakan sesuatu yang
sudah ada di dalam diri setiap individu, dan menjadi keyakinan sehingga
mempengaruhi seseorang tersebut dalam berperilaku sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh individu ataupun secara sosial. Di dalam Rokeach Value Survey
(RVS), value dibagi menjadi dua, yaitu : (1) terminal value dan (2) instrumental
value. Terminal value merupakn tujuan akhir yang ingin di capai oleh seseorang
di dalam hidupnya, sedangkan instrumental value sendiri mengacu pada prilaku
|
8
yang sesuai dalam rangka untuk mencapai terminal value. Value memiliki unsur
isi dan unsur intensitas untuk melihat seberapa penting sesuatu tersebut dan
bagaimana perilaku yang dimunculkan untuk pencapaiannya.
2.2.3
Value as desirable transsituatioanal goal, varying in importance, that
serve as guiding principles in the life of a person or other social entity (Schwartz,
1994), yang berarti value sebagai tujuan transsituational yang diinginkan,
bervariasi menurut kepentingan nya, yang berfungsi sebagai prinsip dalam
kehidupan seseorang atau badan sosial lainnya. Lebih lanjut Schwartz (2006),
juga menjelaskan bahwa value kemudian menghasilkan enam karakteristik, yaitu;
1.
Value menjadi suatu keyakinan yang terkait dengan afeksi,
2.
Value berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu,
3.
Value Melampaui situasi dan tindakan spesifik,
4.
Value mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku,
5.
Value diurutkan berdasarkan derajat kepentingannya,
6.
Value relative dan beberapa value menjadi pendoman individu dalam
berprilaku.
2.3
Value memiliki fungsi yang penting, yaitu menjadi standar yang
mengarahkan tingkah laku, sehingga dapat dikatakan bahwa value mempengaruhi
tingkah laku. Rokeach (dalam Setyorini, Prabowo, & Suharsono, 2012), dan
Schwartz (192, 194, 205), mengungkapkan keberadan value dalam kehidupan
manusia memilki tiga fungsi utama, yakni;
1.
Value sebagai standar, pedoman atau ukuran baku dalam menentukan dan
mengarahkan suatu kegiatan. Value berfungsi memberikan arah dan posisi
bagi seseorang dalam menghadapi berbagai masalah sosial. Value
membantu individu dalam memberikan bobot tertentu atau kecenderungan
yang lebih kuat kearah ideologi maupun agama yang dianut. Value
|
9
membantu individu dalam menampilkan diri dengan cara tertentu ketika
berinteraksi dengan individu lain dan atau kelompok.
2.
Value sebagai rencana umum untuk menyelesaikan konflik dan mengambil
keputusan. Value menjadi pilihan sekaligus pedoman bagi seseorang untuk
dapat memilh diantara value-value yang pada sat dan situasi tertentu
diaktifkan. Dengan demikian seseorang dapat menghindari atau
menyelesaikan konflik yang ditmbulkan oleh tuntutan-tuntutan yang
bertentangan terhadap dirinya sendiri.
3.
Value juga berfungsi sebagai motivasi. Fungsi langsung dari value adalah
mengarahkan tingkah laku individu dalam situasi sehari-hari, sedangkan
fungsi tidak langsung dari value adalah untuk mengekspresikan kebutuhan
dasar sehinga value dikatakan memilki fungsi motivasional. Dalam
konteks ini, value dapat momotivasi seseorang untuk melakukan suatu
tindakan tertentu, memberi arah, dan intensitas emosional tertentu
terhadap tingkah laku.
2.4
Value bukan saja erat hubungannya dengan kepercayaan dari diri
seseorang. Namun value juga diterapkan dalam suatu organisai untuk mengikat
dan mengatur anggota dalam berpikir dan berperilaku. Value dalam suatu
organisai biasanya dibentuk dalam suatu budaya organisasi. Budaya organisasi
sendiri menurut pandangan Schein adalah pola asumsi dasar yang dibagikan oleh
sekelompok orang setelah sebelumnya mereka mempelajari dan meyakini
kebenaran pola asumsi tersebut sebagai suatu cara untuk menyelesaikan berbagai
persoalan yang berkaitan dengan adaptasi eksternal dan integrasi internal,
sehingga pola asumsi dasar tersebut perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru
sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir, dan mengungkapkan
perasaannya dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan organisasi (dalam
Sobirin, 2007).
Value sudah dimiliki oleh seorang individu jauh sebelum individu tersebut
bergabung di dalam suatu organisasi. Value yang diterapkan di dalam organisasi
|
10
belum tentu sejalan dengan value yang dimiliki oleh seorang individu, untuk itu
sebelum memasuki suatu organisasi, hal pertama kali yang harus dimengerti oleh
seorang invidu tersebut sebagai pekerja di dalam organisasi adalah value-value
yang terdapat didalamnya, karena hal ini akan sangat mempengaruhi kinerja
daripada pekerja.
Moelyono Djokosantoso (2003), mangatakan adanya keterkaitan
hubungan antara budaya korporat dengan kinerja organisasi yang dapat dijelaskan
dalam model diagnosis budaya organisasi Tiernay bahwa semakin baik kualitas
faktor-faktor yang terdapat dalam budaya organisasi makin baik kinerja organisasi
tersebut (dalam Soedjono, 2005). Secara umum, value sangat mempengaruhi pola
pikir dan perilaku baik secara individu maupun kelompok di dalam suatu
organisasi. Oleh sebab itu, proses untuk pencocokkan keduanya mempengaruhi
kinerja seorang pekerja dan kepuasaan terhadap pekerjaan yang dimiliki.
2.5
Selain menghasilkan enam karakteristik diatas, Schwartz (2006), juga
membagi value berdasarkan motivasi yang melatar belakanginya. Sepuluh value
tersebut sebagai berikut :
1.
Self-Direction, mengarah kepada kebebesan untuk berpikir, bertindak,
memilih, menciptakan, dan mengeksplorasi.
2.
Stimulation, kebahagian, pembaruan, dan tantangan dalam hidup
memotivasi value ini.
3.
Hedonism, pada value ini kepuasaan menjadi motivasi utama.
4.
Achievement, value ini menentukan tujuan keberhasilan personal dengan
melakukan kompetisi sesuai dengan standar sosial.
5.
Power, value ini mengutamakan status sosial, prestos, dan dominasi atas
orang ataupun barang menjadi hal yang sangat penting.
6.
Security, menjujung rasa aman, harmoni, dan stabilitas dari suatu
komunitas, hubungan, ataupun diri sendiri.
|
![]() 11
7.
Conformity, merupakan segala bentuk kekangan terhadap berbagai aksi
dan dorongan yang kiranya merugikan pihak lain dan melanggar norma
maupun harapan sosial.
8.
Tradition, berupa penghormatan, komitmen, dan penerimaan terhadap apa
yang ditentukan oleh budaya atau agama.
9.
Benevolance, yakni menjaga kesejahteraan mereka yang paling sering di
jumpai.
10. Universalism, menekankan pada pemahaman, apresiasi, toleransi, dan
perlindungan terhadap kesejahteraan semua makhluk hidup dan alam
sekitar.
Gambar 2.1 Dimensi Value Schwartz
Bedasarkan kesepuluh value yang telah dijabarkan oleh Schwartz,
kemudian Schwartz mencoba meringkasnya menjadi dua dimensi. Dimensi
pertama, Openness to Change vs Conservation. Openness to change
|
12
dideskrsipsikan sebagai motivasi untuk berpikir secara independen dan juga
keinginan untuk perubahan (self direction dan stimulation). Conservation, di sisi
lain dideskripsikan sebagai sebuah keinginan untuk selalu membatasi diri,
menjaga value tradisional, dan kestabilan (security, conformity, tradition).
Dimensi kedua, self transcendence merupakan value penerimaan bahwa orang
lain berada pada posisi yang sama dan juga terhadap kepedulian atas
kesejahteraan bersama (universalism, benevolence). Self enchancement memiliki
kepentingan yang selalu menekankan pada kesuksesan diri dan mendominasi
orang lain (power,achivement). Hedonism yang menekankan pada kepentingan
dan kesenangan terhadap diri sendiri berada diantara oppenes to change dan self
enchancement.
2.6
Pada karakteristik value yang telah di jelaskan sebelumnya, salah satu ciri
khas value ialah upaya untuk membuat peringkat berdasarkan intensitas penting
atau tidaknya suatu value. Menurut Schwartz (2012) pengurutan suatu value
bersifat relative anatara seorang individu dengan individu lainnya. Membuat
peringkat value individu berdasarkan intensitasnya ini disebut dengan sistem
value ( (Robbins & Judge, 2007). Sistem value ini yang memberikan ciri khas
bagi seorang individu. keberadaan hierarki dalam value ini pula yang
membedakan value dengan sikap dan norma.
2.7
Mengacu pada dimensi value menurut Schwartz, terlihat bahwa konflik
value bisa terjadi apabila, value yang dimiliki seseorang berseberangan dengan
kondisi di lingkungannya (value yang dimiliki seorang karyawan tidak sejalan
dengan value yang dimiliki oleh perusahaan). Value yang dimiliki seseorang unik,
namun potensi terjadinya konflik value tetap bisa di minimalisir dengan ketika
seorang individu memiliki value yang sejalan dengan perusahaan.
|
13
2.8
Menurut hasil Listing Sensus Ekonomi (SE06) yang dilakukan pada tahun
2006 tercatat bahwa terjadi peningkatan jumlah Perusahaan/Usaha sebesar 3,32%
per Tahun, dan 22,7 juta di luar sektor pertanian (Badan Pusat Statistik, 2007).
Diantara perusahaan besar dan kecil tersebut bergerak dalam bidang Teknologi
Informatika. Maka dapat dilihat bahwa semakin besar peluang pekerjaan yang
akan diperoleh oleh mahasiswa lulusan TI. Akan tetapi yang menjadi perhatian
adalah kualitas karyawan yang akan dipilih oleh perusahaan. Perusahaan TI yang
memiliki visi secara umumnya ingin selalu melakukan inovasi, mengembangkan
teknologi, dan harus selalu siap berkompetisi akan cenderung memilih karyawan
yang professional dan berkualitas yang memiliki value yang sejalan dengan visi
dan misi perusahaan, sehingga perusahaan TI tersebut akan semakin maju.
Dalam bagian ini di uraikan analisis utama mengenai penelitian, dimana
variable utama di dalam penelitian ini adalah value. Value menurut Rokeach
merupakan alasan dasar cara pelaksanaan atau keadaan tertentu lebih disukai
secara pribadi atau sosial dibandingkan cara pelaksanaan atau keadaan akhir yang
berlawanan. Oleh sebab itu, value mendasari seseorang dalam berpikir dan
berperilaku. Value di dalam suatu perusahaan yang bergerak di bidang TI cukup
menjadi perhatian. Value juga menjadi poin penting seseorang dapat diterima di
suatu perusahaan TI. Dan dilihat dari hasil survei yang dilakukan oleh salah satu
perusahaan informasi kompensasi PayScale yang menunjukkan bahwa diantara
perusahaan-perusahaan Fortune 500, perusahaan-perusahaan berbasis TI memiliki
pekerja yang paling tidak loyal (Anindita, 2014). kecenderungan karyawan di
perusahaan TI yang sering berpindah-pindah perusahaan ini membuat value makin
besar perannya untuk membuat karyawan dapat bertahan dan loyal terhadap
perusahaan.
Value yang dimiliki seseorang unik, namun potensi terjadinya konflik
value tetap bisa di minimalisir dengan ketika seorang individu memiliki value
yang sejalan dengan perusahaan. Merujuk dari fakta diatas, maka value menjadi
penting peranannya ketika seseorang bekerja, oleh sebab itu dalam penelitian kali
ini, dengan merujuk pada value menurut Schwart, peneliti akan menstrukturkan
|
![]() 14
value pekerja di perusahaan dalam bidang Teknologi Informatika di wilayah
Jakarta menggunakan analisis faktor.
Jika di gambarkan dalam bentuk skema
Pencari kerja lulusan TI yang
berkualitas
Value yang dimiliki
Karyawan di perusahaan TI dapat
bertahan dan loyal terhadap
perusahaan
Fenomena
Struktur value
|