BAB 2
LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan tentang teori-teori yang digunakan untuk dijadikan
sebagai referensi dan dasar penulisan tugas akhir. Teori-teori yang digunakan
berkaitan dengan topik yang dibahas, yakni perancangan interior perpustakaan.
2.1
Perpustakaan
2.1.1
Pengertian Perpustakaan
Perpustakaan Menurut Undang-Undang No 43. Tahun 2007 (Pasal 1)
Perpustakaan adalah  institusi pengelola koleksi karya  tulis, karya cetak,
dan/atau karya  rekam  secara  profesional  dengan  sistem  yang  baku  guna 
memenuhi  kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi
para pemustaka.
Perpustakaan Menurut Sulistyo-Basuki (1991:3)
Perpustakaan ialah sebuah ruangan, bagian sebuah gedung.ataupun gedung
itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang
biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan
untuk dijual. Dalam pengertian buku dan terbitan lainnya termasuk di dalamnya
semua bahan cetak, buku, majalah, laporan, pamflet, prosiding, manuskrip (naskah),
lembaran musik, berbagai karya musik, berbagai karya media audiovisual
seperti
film, slid (slide), kaset, piringan hitam, bentuk mikro seperti mikrofilm, mikrofis, dan
mikroburam (microopaque). 
Dengan demikian, perpustakaan dapat diartikan secara luas sebagai salah satu
unit kerja yang berupa tempat untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola, dan
mengatur koleksi bahan pustaka secara sistematis, untuk digunakan oleh pemakai
sebagai sumber informasi sekaligus sebagai sarana belajar yang menyenangkan.
  
2.1.2
Sejarah dan Perkembangan Perpustakaan
2.1.2.1 Sejarah dan Perkembangan Perpustakaan di Dunia
Sejarah perkembangan perpustakaan telah dimulai jauh sebelum
Masehi. Perkembangan perpustakaan diwarnai dengan perkembangan
peradaban dan kebudayaan manusia itu sendiri (Nurhadi, 1983:15).
Perpustakaan yang kita kenal seperti sekarang ini adalah lebih tua daripada
kertas, buku dan mesin cetak. Sebab perpustakaan telah ada jauh sebelum
benda-benda tersebut ditemukan orang. Perkembangan perpustakaan
diperkirakan diawali dengan berkembangnya budaya dan pengenalan bentuk
huruf-huruf sebagai formulasi suara atau bahan komunikasi. Huruf-huruf
tersebut kemudian dirangkai menjadi kata-kata yang mengandung arti
tertentu. Sementara kata-kata dirangkai menjadi kalimat, kalimat yang
sempurna disusun menjadi alinea, tulisan baik berupa artikel, kumpulan
tulisan naskah, deskripsi maupun buku sebagai formulasi yang lengkap. Pada
awal mulanya koleksi perpustakaan terdiri dari tulisan-tulisan pada papirus,
perkamen, daun lontar, tablet tanah liat, gulungan-gulungan tulisan dan
benda-benda lain. Berbagai macam tulisan itulah yang dikumpulkan,
disimpan, dan dipergunakan oleh masyarakat sebagai sumber ilmu
pengetahuan dan informasi bagi masyarakat. Hal tersebut kemudian berproses
dan berkembang secara bertahap sesuai dengan perkembangan kebudayaan
manusia yang kemudian perkembangan perpustakaan dapat kita lihat dan
digunakan seperti sekarang ini. Dengan melihat perkembangan perpustakaan
dapat dikatakan bahwa perpustakaan menjadi rantai masa lalu, pijakan bagi
kehidupan manusia di masa sekarang dan merupakan pembimbing untuk
melangkah ke masa depan (Sutarno, 2006:13-15). Sejarah mencatat, bahwa
terdapat sejumlah perpustakaan yang pernah didirikan oleh manusia yaitu:
1. Masa Sebelum Masehi
Perpustakaan yang paling awal ada di kota Nivine dibangun
sekitar tahun 669-636 SM. Kemudian perpustakaan kerajaan
Babylonia dan Assyria yang memiliki kira-kira 10.000 bahan
pustaka berupa tablet tanah liat karya Raja Ashurbanipal Raja
Assyiria. Selanjutnya
perpustakaan di kuil Horus, Mesir yang
didirikan sekitar tahun 337 SM yang koleksinya berupa gulungan
  
papyrus
yang berisi tentang ilmu astronomi, agama dan perburuan
(Sutarno, 2003:3).
Gambar 2.1  Perpustakaan Kota Nivine
Sumber : Google Image
2. Masa Yunani Kuno
Peradaban Yunani mengenal tulisan Mycena sekitar 1500 SM,
kemudian tulisan tersebut lenyap. Sebagai penggantinya, orang
Yunani menggunakan 22 aksara temuan orang Phoenicia,
kemudian dikembangkan menjadi 26 aksara seperti yang kita kenal
sekarang. Perkembangan perpustakaan Yunani mencapai
puncaknya pada masa Abad Hellenisme yang ditandai dengan
penyebaran ajaran dan kebudayaan Yunani. Perpustakaan yang
terkenal adalah perpustakaan Alexandria yang memiliki 700.000
gulungan koleksi pada abad pertama SM yang koleksinya adalah
teks Yunani dan manuskrip segala bahasa dari semua penjuru
dunia. Semua gulungan papyrus
ini disunting, disusun menurut
bentuknya, dan diberi catatan untuk disusun menjadi sebuah
bibliografi sastra Yunani yang semuanya itu disusun oleh semua
pustakawan perpustakaan Alexandria yang mereka adalah ilmuwan
ulung yang ahli dalam bidangnya (Sulistyo-Basuki, 1991:23).
  
Gambar 2.2  Perpustakaan Alexandria
Sumber :  Google Image
3. Masa Roma dan Byzantium
Kebudayaan Yunani mempengaruhi kehidupan budaya orang
Roma, ini terbukti banyak orang Roma yang mempelajari sastra,
filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani. Pada waktu itu, Julius
Caesar memerintahkan agar perpustakaan terbuka untuk umum,
sehingga perpustakaan tersebar ke seluruh kerajaan Roma. Saat itu,
muncul bentuk buku baru yaitu codex yang merupakan kumpulan
parchmen, diikat serta dijilid menjadi satu seperti buku yang kita
kenal sekarang. Codex digunakan secara besar-besaran pada abad
ke-4. Perpustakaan Roma mengalami kemunduran tatkala kerajaan
Roma mulai mundur, perpustakaan lenyap karena serangan orang-
orang barbar yang tersisa hanya perpustakaan biara.
Ketika Kaisar Konstantin Agung menjadi raja Kerajaan Roma
Barat dan Timur pada tahun 324. Raja memilih ibukota di
Byzantium, yang diubah menjadi Konstantinopel yang kemudia
didirikan perpustakaan kerajaan yang menekankan karya Latin
karena bahasa Latin menjadi bahasa resmi hingga abad ke-6.
Koleksi perpustakaan menjadi bertambah dengan adanya karya
Kristen dan non-Kristen baik dalam bahasa Yunani maupun Latin
yang mencapai 120.000 buku (Sulistyo Basuki, 1991:23-24).
  
Gambar 2.3  Perpustakaan Celsus di kota Roma - Italia
Sumber :  Google Image
4. Masa Arab
Agama Islam muncul pada abad ke-7 yang kemudian Islam
menyebar kedaerah sekitar Arab dan dengan cepat pula pasukan
Islam menguasai Syria, Babylonia, Mesopotamia, Persia, Mesir,
seluruh bagian utara Afrika serta sampai di Spanyol. Dalam abad
ke-8 dan ke-9, ketika Konstantinopel mengalami kemandegan
dalam karya sekuler, maka Baghdad berkembang menjadi pusat
kajian karya Yunani. Ilmuwan Muslim mulai mempelajari dan
menerjemahkan karya filsafat, pengetahuan, dan kedokteran
Yunani ke dalam bahasa Arab, juga dari versi bahasa Syriac
ataupun Aramaic (Sulistyo-Basuki, 1991:24) .
Perpustakaan pada waktu itu, disamping menjadi tempat
penyimpanan buku dan pelayanan publik, juga berfungsi sebagai
pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan pengetahuan.
Perpustakaan yang terkenal yaitu perpustakaan Bait al-Hikmah
yang mengalami masa kejayaan pada
pemerintahan Khalifah al-
Ma’mun pada tahun 815 Masehi (Qalyubi dkk, 2007:51).
Kemunduran perpustakaan diawali dengan kevakuman dan
kemunduran Islam, juga karena serangan dari pihak musuh-musuh
Islam seperti tentara Mongol dan Tar-Tar yang merampas dan
menghancurkan perpustakaan Islam, sehingga perpustakaan hancur
  
dan umat Islam mengalami kemerosotan dalam berbagai bidang
ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang sangat signifikan.
Gambar 2.4  Perpustakaan Persia
Sumber :  Google Image
2.1.2.2 Sejarah dan Perkembangan Perpustakaan di Indonesia
Sejarah dan perkembangan perpustakaan di Indonesia berawal sejak
jaman sebelum penjajahan.
1.
Era Sebelum Penjajahan
Bangsa Indonesia sejak lama telah mengenal peradaban baca
tulis. Prasasti Yupa di Kutai Kalimantan Timur yang diperkirakan
berasal dari abad ke V Masehi, merupakan bukti sahih tentang
keberadaan peradaban tersebut (Almasyari, 2007).
Pada era kerajaan Hindu-Budha, banyak lahir mahakarya para
empu seperti Negarakertagama, Arjunawiwaha, Mahabharata,
Ramayana, Sutasoma dll. Karya-karya tersebut merupakan hasil
interaksi antara kebudayaan khas Indonesia dengan budaya asing,
utamanya India. Pada saat itu kerajaan-kerajaan telah memiliki
semacam pustaloka, yakni tempat untuk menyimpan beragam karya
sastra ataupun kitab-kitab yang ditulis oleh para pujangga. Hanya
saja, pemanfaatan naskah-naskah tersebut bukan untuk konsumsi
masyarakat umum, melainkan lebih banyak untuk keperluan raja
dan para kerabatnya (Sumiati dan Arief, 2004).
  
Perkembangan perpustakaan mengalami pasang naik di era
kerajaan Islam. Masuknya budaya Arab termasuk baca dan tulis, 
yang kemudian berinteraksi dengan kebudayaan Melayu semakin
memperkaya khasanah budaya Indonesia. Pada masa ini banyak
dihasilkan karya-karya besar para pujangga, seperti kitab Bustanus
Salatin, Hikayat Raja-Raja Pasai, Babad Tanah Jawi dll. Kitab-
kitab tersebut biasanya disimpan di dekat keraton atau masjid, yang
menjadi pusat aktivitas kerohanian dan kebudayaan.
2. Era Pemerintahan Hindia- Belanda
Masuknya bangsa Belanda dengan membawa teknologi bidang
percetakan, semakin mempercepat  perkembangan budaya baca
tulis di Indonesia. Di samping mendatangkan mesin cetak, mereka
membangun gedung perpustakaan di beberapa daerah. Salah satu
yang sampai sekarang masih eksis, adalah Kantoor voor de
Volkslektuur  yang kemudian berganti nama menjadi Balai Pustaka.
Gambar 2.5  Kios Balai Poestaka di Purwokerto pada masa Hindia
Belanda
Pada tahun 1778, Bataviaasch Genootschap voor Kunsten en
Wetenschappen
mendirikan perpustakaan yang mengkhususkan
pada bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan, yang kemudian
pada tahun 1950 diambil alih oleh Pemerintah Indonesia, dan
dinamakan Lembaga Kebudayaan Indonesia. Dalam
perkembangannya, pada tahun 1989 organisasi ini melebur menjadi
bagian dari Perpustakaan Nasional Indonesia.  Perpustakaan lain
  
yang didirikan adalah Bibliotheca Bogoriensis, dengan fokus pada
bidang biologi dan pertanian praktis. Perkembangan perpustakaan
di beberapa daerah, antara lain dijumpai di Probolinggo (1874),
Semarang (1876), Yogyakarta (1878), Surabaya (1879), Bandung
dan Salatiga (1891). Pada tahun 1916, perpustakaan-perpustakaan
yang ada disatukan menjadi Vereeniging tot bevordering van het
bibliotheekwezen,  atau perkumpulan untuk memajukan
perpustakaan di Hindia Belanda.
Semasa pemerintah Belanda menjalankan politik etis,
Commissie voor de Volkslektuur
merupakan lembaga yang
berperan dalam pemberdayaan perpustakaan. Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan, antara lain menambah jumlah perpustakaan di desa
dan sekolah kelas dua di Jawa dan Madura, melengkapi koleksinya
dengan terbitan-terbitan dalam bahasa Jawa, Sunda, Melayu dan
Madura. Dalam perkembangannya, hal tersebut kemudian memicu
para pengusaha pribumi untuk membentuk lembaga penerbitan,
yang dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan
perpustakaan di Indonesia (Almasyari, 2007).
3.
Era Pemerintahan Jepang
Ketika Jepang menguasai Indonesia, mereka mengeluarkan
kebijakan berupa larangan penggunaan buku-buku yang ditulis
dalam bahasa Inggris, Belanda dan Perancis di sekolah-sekolah.
Akibatnya, banyak buku terutama yang menggunakan bahasa
Belanda dimusnahkan. Kondisi ini justru menguntungkan bagi
perkembangan perpustakaan di Indonesia, karena dengan kebijakan
tersebut buku yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia jumlahnya
menjadi semakin meningkat. Beberapa surat kabar yang terbit
dengan menggunakan bahasa Indonesia pada saat itu, antara lain
Suara Asia, Cahaya Asia dll.
  
Gambar 2.6  Surat Kabar Suara Asia
Sumber :  http://triharyo.com/
Gambar 2.7  Surat Kabar Cahaya Asia
4. Era Pemerintahan Republik Indonesia
Setelah Indonesia merdeka, di tengah konsentrasi untuk
mempertahankan kemerdekaan dari invasi pasukan Inggris dan
Belanda, serta kesibukan menghadapi pemberontakan di beberapa
daerah, pada tahun 1948 pemerintah mendirikan Perpustakaan
Negara Republik Indonesia di Yogyakarta. Banyaknya
permasalahan yang harus dihadapi, mengakibatkan lambatnya
perkembangan perpustakaan di Indonesia. Ketika kondisi negara
mulai mapan, pada kurun waktu tahun 1950-1960 pemerintah
Republik Indonesia mulai mengembangkan perpustakaan melalui
pendirian Taman Pustaka Rakyat /TPR (Sumiati dan Arief, 2004).
Ada tiga tipe Taman Pustaka Rakyat :
a.
Tipe A untuk pedesaan, dengan komposisi koleksi 40 % bacaan
setingkat SD dan 60% setingkat SMP.
  
b.
Tipe B untuk kabupaten, dengan komposisi koleksi 40 % bacaan
setingkat SMP dan 60% bacaan setingkat SMA
c.
Tipe C untuk provinsi, dengan komposisi koleksi 40 % bacaan
stingkat SMA dan 60% bacaan setingkat SMA.
Pada tahun 1956, berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 29103, Pepustakaan
Negara didirikan di beberapa wilayah di Indonesia. Pendirian
perpustakaan tersebut dimaksudkan antara lain untuk membantu
perkembangan perpustakaan dan menyelenggarakan kerjasama
antar perpustakaan yang ada. Perhatian Pemerintah terhadap
pengembangan perpustakaan terus meningkat, dan pada tahun 1969
dialokasikan dana untuk mendirikan Perpustakaan Negara di 26
Provinsi. Lembaga
tersebut difungsikan sebagai Perpustakaan
Wilayah, di bawah binaan Pusat Pembinaan Perpustakaan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia No. 0164/0/1980, pada tahun 1980
didirikan
Perpustakaan Nasional, sebagai Unit Pelaksana Teknis bidang
perpustakaan di lingkungan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Kartosedono (Sumiati dan Arief, 2004) menyatakan
bahwa Perpustakaan Nasional merupakan hasil integrasi dari
Perpustakaan Sejarah Politik dan Sosial, Bidang Bibliografi dan
Deposit  Pusat Pembinaan Perpustakaan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Perpustakaan Museum Nasional dan
Perpustakaan Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Dalam perkembangannya, melalui Keputusan Presiden
Republik Indonesia No.11 Tahun 1989, Perpustakaan Nasional
yang kala itu merupakan unit pelaksana teknis di lingkungan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, berubah menjadi
Lembaga Pemerintah Non Departemen, yang langsung
bertanggung jawab kepada Presiden. Pembentukan organisasi ini
merupakan penggabungan antara Perpustakaan Nasional dengan
Perpustakaan Wilayah yang ada di 27 provinsi. Pada tahun 1997
  
berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 50,
Perpustakaan Nasional diubah namanya menjadi Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia, yang berlaku sampai dengan saat ini.
Seiring dengan diberlakukannya Otonomi Daerah, berdasarkan
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 67 Tahun 2000,
Perpustakaan Nasional Provinsi menjadi perangkat daerah, dengan
sebutan Perpustakaan Umum Daerah. Mulai saat itu
penyelenggaraan perpustakaan diserahkan kepada kebijakan
Pemerintah Daerah masing-masing. Kemudian dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang
Perpustakaan, diharapkan perkembangan perpustakaan di Indonesia
menjadi semakin meningkat, karena adanya payung hukum yang
kokoh.
2.1.3
Tujuan dan Fungsi Perpustakaan
Sebagai unsur penunjang perguruan tinggi dalam mencapai visi dan misinya,
perpustakaan perguruan tinggi memiliki tujuan, menurut Sulistyo-Basuki (1993 : 52)
tujuan perpustakaan perguruan tinggi adalah:
1.
Memenuhi keperluan informasi masyarakat perguruan tinggi , lazimnya
staf pengajar dan mahasiswa. Sering pula mencakup tenaga kerja
administrasi perguruan tinggi.
2.
Menyediakan bahan pustaka (referensi) pada semua tingkatan akademis,
artinya mulai dari mahasiswa tahun pertama hingga ke mahasiswa pasca
sarjana dan pengajar.
3.
Menyediakan ruangan belajar bagi pemakai perpustakaan.
4.
Menyediakan jasa peminjaman yang tepat guna bagi berbagai jenis
pemakai.
5.
Menyediakan jasa informasi aktif yang tidak saja terbatas pada lingkungan
perguruan tinggi juga lembaga indusri lokal.
  
Adapun fungsi perpustakaan perguruan tinggi menurut Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi (2004: 3) adalah sebagai berikut :
1.
Fungsi Edukasi 
Perpustakaan merupakan sumber belajar para sivitas akademika, oleh
karena itu koleksi yang disediakan adalah koleksi yang mendukung
pencapaian tujuan pembelajaran, pengorganisasian bahan pembelajaran
setiap program studi, koleksi tentang strategi belajar mengajar dan materi
pendukung pelaksanaan evaluasi pembelajaran.
2.
Fungsi Informasi 
Perpustakaan merupakan sumber informasi yang mudah diakses oleh
pencari dan pengguna informasi.
3.
Fungsi Riset 
Perpustakaan mempersembahkan bahan-bahan primer dan sekunder yang
paling mutakhir sebagai bahan untuk melakukan penelitian dan pengkajian
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Koleksi pendukung penelitian di
perpustakaan perguruan tinggi adalah menghasilkan karya-karya penelitian
yang dapat di aplikasikan untuk kepentingan pembangunan masyarakat
dalam berbagai bidang. 
4.
Fungsi Rekreasi
Perpustakaan harus menyediakan koleksi rekreatif yang bermakna untuk
membangun dan mengembangkan kreativitas, minat dan daya inovasi
pengguna perpustakaan. 
5.
Fungsi Publikasi
Perpustakaan selayaknya juga membantu melakukan publikasi karya yang
dihasilkan oleh warga erguruan tingginya yakni sivitas akademika dan staf
non-akademik. 
6.
Fungsi Deposit
Perpustakaan menjadi pusat deposit untuk seluruh karya dan pengetahuan
yang dihasilkan oleh warga perguruan tingginya. 
7.
Fungsi Interpretasi 
Perpustakaan sudah seharusnya melakukan kajian dan memberikan nilai
tambah terhadap sumber-sumber informasi yang dimilikinya untuk
membantu pengguna dalam melakukan dharmanya.
  
2.1.4
Jenis-jenis Perpustakaan
Perpustakaan dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan jenis koleksi dan
sasaran pengunjungnya. Berdasarkan buku Pengantar Ilmu Perpustakaan (1991),
beberapa jenis perpustakaan yang ada dewasa ini adalah sebagai berikut :
1.
Pepustakaan Internasional
Perpustakaan
yang didirikan oleh dua negara atau lebih atau perpustakaan
yang merupakan bagian dari sebuah organisasi internasional. Contohnya :
United Nation (UN) Library, Jenewa; Perpustakaan Dag Hammarsjkuld,
New York; dan Perpustakaan Sekretariat ASEAN, Jakarta.
Gambar 2.8  Perpustakaan Freedom Jakarta
Sumber :  Google Image
2.
Perpustakaan Nasional
Perpustakaan yang menyimpan semua bahan pustaka yang tercetak dan
terekam yang diterbitkan si suatu negara. Contoh : Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia, Jakarta; Bibliotheque Nationale, Paris; dan The
British Library, London.
Gambar 2.9 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Sumber :  Google Image
  
3.
Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Keliling
Perpustakaan yang diselenggarakan oleh dana umum dengan tujuan
melayani umum. Ciri-ciri perpustakaan umum adalah terbuka untuk
umum, dibiayai oleh dana umum, dan jasa yang diberikan pada hakekatnya
bersifat cuma-cuma. 
Yang termasuk dalam kelompok perpustakaan umum adalah :
a.
perpustakaan wilayah 
b.
perpustakaan propinsi 
c.
perpustakaan umum kotamadya 
d.
perpustakaan umum kabupaten 
e.
perpustakaan umum kecamatan 
f. perpustakaan umum desa
g.
perpustakaan umum untuk anggota masyarakat yang memerlukan
media khusus
h.
perpustakaan umum untuk anggota masyarakat yang memerlukan
bacaan khusus karena faktor usia, dan
i. perpustakaan keliling
Gambar 2.10  Perpustakaan umum Kota Malang
Sumber : Google Image
  
Gambar 2.11  Mobil Perpustakaan Keliling (MPK) milik Perpusnas
Perpustakaan Swasta (Pribadi)
Sumber : Google Image
Perpustakaan yang dikelola pihak swasta atau pribadi dengan tujuan
melayani keperluan bahan pustaka bagi kelompok, keluaga, atau individu
tertentu. Karena semuanya dibiayai oleh swasta maka perpustakaan sejenis
ini hanya melayani keperluan kelompok terbatas pula. Perpustakaan sewa
merupakan kelompok dari perpustakaan swasta / pribadi. Perpustakaan
sewa adalah perpustakaan yang memungut uang sewa setiap kali
meminjam koleksi, atau memungut uang iuran per periode tertentu.  Salah
satu contohnya ialah Kios Komik.
4.
Perpustakaan Khusus
Perpustakaan khusus merupakan sebuah departemen, lembaga negara,
lembaga penelitian, organisasi massa, militer, industri, maupun perusahaan
swasta. Ciri utama perpustakaan khusus adalah memiliki buku yang
terbatas pada satu subjek, keanggotaan terbatas, peran utama pustakawan
adalah melakukan penelitian kepustakaan untuk anggota, koleksi tidak
ditekankan pada buku saja, dan jasa yang diberikan mengarah kepada
minat anggota perorangan.  
Beberapa kelompok perpustakaan khusus :
a.
Perpustakaan departemen dan lembaga non departemen 
b.
Perpustakaan bank
c.
Perpustakaan surat kabar dan majalah
d.
Perpustakaan industri dan badan komersial
e.
Perpustakaan lembaga penelitian dan lembaga ilmiah
  
f. Perpustakaan perusahaan
g.
Perpustakaan militer
h.
Perpustakaan organisasi massa, dan
i. Perpustakaan perguruan tinggi.
Meski perpustakaan khusus tuna netra termasuk kelompok perpustakaan
umum,  dapat juga masuk dalam kelompok perpustakaan khusus.
Gambar 2.12  Perpustakaan Kantor Pusat Pertamina
Sumber : Google Image
5.
Perpustakaan Sekolah
Perpustakaan yang tergabung pada sebuah sekolah, dikelola sepenuhnya
oleh sekolah yang bersangkutan. Contoh :
a.
Perpustakaan Taman Kanak-Kanak,
b.
Perpustakaan Sekolah Dasar, 
c.
Perpustakaan Sekolah Menengah Pertama, dan
d.
Perpustakaan Sekolah Menengah Atas.
Gambar 2.13  Perpustakaan SD Negeri Indro
Sumber : Google Image
  
6.
Perpustakaan Perguruan Tinggi
Perpustakaan yang terdapat pada perguruan tinggi, badan bawahannya,
maupun lembaga yang berafliasi dengan perguruan tinggi, dengan tujuan
utama membantu perguruan tinggi mencapai tujuannya dengan memenuhi
kebutuhan informasi pengajar dan mahasiswa di perguruan tinggi. Tujuan
perguruan tinggi di Indonesia dikenal dengan nama Tri Dharma perguruan
tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Yang
termasuk dalam perpustakaan perguruan tinggi antara lain : 
a.
Perpustakaan Jurusan,
b.
Perpustakaan Fakultas, 
c.
Perpustakaan Bagian,
d.
Perpustakaan Institut,
e.
Perpustakaan Sekolah Tinggi,
f. Perpustakaan Politeknik,
g.
Perpustakaan Akademi, dan
h.
Perpustakaan program non-gelar.
Gambar 2.14  Perpustakaan Universitas Bina Nusantara
Sumber : Google Image
Perpustakaan perguruan tinggi sebenarnya termasuk dalam kelompok
perpustakaan khusus. Dalam berbagai terbitan berupa direktori
perpustakaan khusus, perpustakaan perguruan tinggi juga dimasukan ke
dalam kelompok perpustakaan khusus. Namun berdasarkan tradisi,
perpustakaan perguruan tinggi digolongkan sebagai kelompok sendiri.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Tentang Pedoman
Pendirian Perguruan Tinggi pasal 12 ayat 2, perihal persyaratan perguruan
  
tinggi,  perguruan tinggi harus memiliki ruang perpustakaan dengan buku
pustaka:
1.
Program Diploma dan Program S1
-
buku mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK) 1 judul per
mata kuliah;
-
buku mata kuliah ketrampilan dan keahlian (MKK) 2 judul per
mata kuliah;
-
jumlah buku sekurang-kurangnya 10% dari jumlah mahasiswa
dengan memperhatikan komposisi jenis judul;
-
berlangganan jurnal ilmiah sekurang-kurangnya 1 judul untuk
setiap program studi.
Perpustakaan Perguruan Tinggi, diselenggarakan dengan
tujuan untuk
menunjang pelaksanaan program PT sesuai dengan Tri Dharma Perguruan
Tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian serta pengabdian kepada
masyarakat yang dijabarkan sbb :
1.
Sebagai penunjang pendidikan dan pengajaran maka PPT bertujuan
untuk mengumpulkan, mengolah, menyimpan, menyajikan dan
menyebarluaskan informasi untuk mahasiswa dan dosen sesuai
dengan kurikulum yang berlaku
2.
Sebagai penunjang penelitian maka kegiatan PPT adalah
mengumpulkan, mengolah, menyimpan, menyajikan dan
menyebarluaskan informasi bagi peneliti baik intern institusi atau
ekstern di luar institusi
3.
Sebagai penunjang pengabdian kepada masyarakat maka PPT
melakukan kegiatan dengan mengumpulkan, mengolah, menyimpan,
menyajikan dan menyebarluaskan informasi bagi masyarakat
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi dan
budaya serta peningkatan kebutuhan pemustaka maka fungsi PPT
dikembangkan lebih rinci sebagai berikut :                     
1)
Studying Center, artinya bahwa perpustakaan merupakan pusat
belajar maksudnya dapat dipakai untuk menunjang belajar
(mendapatkan informasi sesuai dengan kebutuhan dalam
jenjang pendidikan)
  
2)
Learning Center, artinya berfungsi sebagai pusat pembelajaran
(tidak hanya belajar) maksudnya bahwa keberadaan
perpustakaan di fungsikan sebagai tempat untuk mendukung
proses belajar dan mengajar. (Undang-undang No 2 Tahun
1989 Ps. 35: Perpustakaan harus ada di setiap satuan
pendidikan yang merupakan sumber belajar).
3)
Research Center, hal ini dimaksudkan bahwa perpustakaan
dapat
dipergunakan sebagai pusat informasi untuk
mendapatkan bahan atau data atau nformasi untuk menunjang
dalam melakukan penelitian.
4)
Information Resources Center, maksudnya bahwa melalui
perpustakaan segala macam dan jenis informasi dapat
diperoleh karena fungsinya sebagai pusat sumber informasi.
5)
Preservation of Knowledge center, bahwa fungsi perpustakaan
juga sebagai pusat pelestari ilmu pengetahuan sebagai hasil
karya dan tulisan bangsa yang disimpan baik sebagai koleksi
deposit, local content atau grey literatur
6)
Dissemination of Information Center, bahwa fungsi
perpustakaan tidak hanya mengumpulkan, pengolah,
melayankan atau melestarikan namun juga berfungsi dalam
menyebarluaskan atau mempromosikan informasi.
7)
Dissemination of Knowledge Center,
bahwa disamping
menyebarluaskan informasi perpustakaan juga berfungsi untuk
menyebarluaskan pengetahuan (terutama untuk pengetahuan
baru)
Berdasarkan Libraries and Learning Resource Centres
(2002),
perencanaan perpustakaan universitas memiliki beberapa standar ruang,
antara lain : 
-
Area perpustakaan adalah 8-10% dari luas total area universitas,
-
Ruang kantor perpustakaan adalah 12% dari total luas perpustakaan,
-
Satu ruang pembaca untuk setiap 3-4 pelajar masing-masing sekitar 1
m2 per orang, 
-
Untuk fasilitas komputer sekitar 20-25% dari total area perpustakaan,
  
-
Rak sepanjang 1 meter untuk memuat sekitar 100 buku,
-
75% dari total koleksi berada di rak terbuka pada area belajar, 50-60%
pada area penelitian,
-
Area sirkulasi sebesar 20% dari total luas ruang perpustakaan.
Juga beberapa poin standar fisik berdasarkan Standar Nasional Indonesia
(SNI) Bidang Perpustakaan (2010), antara lain :
-
Gedung
Perpustakaan menyediakan gedung dengan ruang yang cukup untuk
koleksi, staf, dan penggunanya. Perpustakaan harus menyediakan
ruang sekurang-kurangnya 0.5 m2 untuk setiap mahasiswa.
-
Ruang koleksi
Area koleksi seluas 45% yang terdiri dari ruang koleksi buku,
multimedia, dan majalah ilmiah.
-
Ruang pengguna
Ruang pengguna seluas 30% yang terdiri dari ruang baca dengan meja
baca penyekat, ruang baca khusus, ruang diskusi, lemari
katalog/komputer, meja sirkulasi, tempat penitipan tas, dan toilet.
-
Ruang staf
Ruang staf perpustakaan seluas 25% terdiri dari ruang pengelolahan,
ruang penjilidan, ruang pertemuan, ruang penyimpanan buku yang
baru diterima, dapur, dan toilet. 
2.1.5
Tipe-tipe Perpustakaan
Berdasarkan buku Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi (2007), 
perpustakaan dibagi menjadi tipe-tipe yang berbasis pada penggunaan teknologi,
antara lain: 
a.
Perpustakaan Kertas (Paper Library
Konsep perpustakaan ini mempunyai teknik operasional dan bahan pustaka
berbasis kertas/karton. 
b.
Perpustakaan Terotomatisasi (Automated Library
Mulai berbasis teknologi komputer namun bahan pustaka masih berbentuk
kertas sebagai medianya. 
  
c.
Perpustakaan Elektronik (Electronic Library
Bahan pustaka maupun teknik operasional berubah ke dalam bentuk media
elektronik. 
d.
Perpustakaan Hibrida (Hybrid Library
Tipe ini merupakan konsep dimana perpustakaan bermaksud 
mempertahankan koleksi tercetak dan tidak menggantikan semua bahan 
pustaka ke elektronik/digital. Koleksi bervariasi, yang tercetak setara
dengan  koleksi elektronik/digital lainnya.
2.1.6
Koleksi dan Klasifikasi Buku
Perpustakaan perguruan tinggi menyediakan bahan bacaan wajib dan bahan
bacaan pengaya, yang dalam pengembangan koleksinya disesuaikan dengan kegiatan
dharma perguruan tinggi. Perpustakaan perguruan tinggi menyediakan bahan bacaan
mata kuliah yang ditawarkan di perguruan tinggi. Masing-masing judul bahan bacaan
tersebut di sediakan tiga eksemplar untuk tiap seratus mahasiswa, di mana satu
eksemplar untuk pinjaman jangka pendek dan dua eksemplar lainnya untuk pinjaman
jangka panjang.
            Adapun jenis koleksi yang disediakan selain buku juga terbitan pemerintah;
terbitan perguruan tinggi; terbitan badan internasional; bahan referensi; dll.
            Dalam UU no 43 tahun 2007 pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa Koleksi
Perpustakaan adalah semua informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau
karya rekam dalam bentuk berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan, yang
dihimpun, diolah dan dilayankan. Selain itu koleksi perpustakaan juga dikatakan
sebagai bahan pustaka yang dikumpulkan, diolah, dilayankan, disebarluaskan kepada
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan informasinya ataupun disimpan sebagai
deposit penerbitan yang telah diterbitkan sebagai koleksi preservasi untuk
memudahkan dalam temu kembali terhadap informasi yang sewaktu-waktu
dibutuhkan.  
Adapun koleksi PPT diadakan melalui seleksi yang mengacu kepada
kebutuhan program-program studi yang diselenggarakan dan diorganisasikan
sedemikian rupa sehingga dapat menjamin efektivitas dan efisiensi layanan kepada
  
kebutuhan sivitas akademika PT ybs. Oleh karena itu pengadaan koleksi senantiasa
disesuaikan dengan tujuan yaitu menunjang pelaksanaan program pendidikan,
pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, sehingga pengadaan
koleksi tidak hanya disajikan untuk kepentingan civitas academika saja melainkan
juga untuk masyarakat luas yang memerlukannya.
Berdasarkan Keputusan MENDIKBUD Republik Indonesia No. 0696/U/1991
bab II Pasal 11 menetapkan persyaratan minimal koleksi PPT untuk program
Diploma dan S1:
Memiliki 1 (satu) judul pustaka untuk setiap mata kuliah keahlian dasar
(MKDK)
Memiliki 2 (dua) judul pustaka untuk tiap mata kuliah keahlian (MKK);
Melanggan sekurang-kurangnya 1 (satu) judul jurnal ilmiah untuk setiap
Program studi
Jumlah pustaka sekurang-kurangnya 10 % dari jumlah mahasiswa dengan
memperhatikan komposisi subyek pustaka.
Sedangkan untuk Program Pascasarjana dan Sp 1:
Memiliki 500 judul pustaka untuk setiap program studi
Melanggan sekurang-kurangnya 2 (dua) jurnal ilmiah untuk setiap
program studi
2.1.6.1 Koleksi Buku Perpustakaan
Menurut Yulia (1993 : 3) ada empat jenis koleksi perpustakaan yaitu :
1.
Karya cetak
Karya cetak adalah hasil pemikiran manusia yang dituangkan
dalam bentuk cetak, seperti :
a.
Buku 
Buku adalah bahan pustaka yang merupakan suatu kesatuan
utuh dan yang paling utama terdapat dalam koleksi
perpustakaan. Berdasarkan standar dari UNESCO tebal buku
paling sedikit 49 halaman tidak termasuk kulit maupun jaket
buku. Diantaranya buku fiksi, buku teks, dan buku rujukan.
  
b.
Terbitan berseri
Bahan pustaka yang direncanakan untuk diterbitkan terus
dengan 
jangka waktu terbit tertentu. Yang termasuk dalam
bahan
pustaka ini adalah harian (surat kabar), majalah (mingguan
bulanan dan lainnya), laporan yang terbit dalam jangka waktu
tertentu, seperti laporan tahunan, tri wulanan, dan sebagainya.
2. Karya noncetak
Karya noncetak adalah hasil pemikiran manusia yang dituangkan
tidak dalam bentuk cetak seperti buku atau majalah, melainkan
dalam bentuk lain seperti rekaman suara, rekaman video, rekaman
gambar dan sebagainya. Istilah lain yang dipakai untuk bahan
pustaka ini adalah bahan non buku, ataupun bahan pandang dengar.
Yang termasuk dalam jenis bahan pustaka ini adalah:
a.
Rekaman suara
Yaitu bahan pustaka dalam bentuk pita kaset dan piringan hitam. 
Sebagai contoh untuk koleksi perpustakaan adalah buku 
pelajaran bahasa inggris yang dikombinasikan dengan pita kaset.
b.
Gambar hidup dan rekaman video
Yang termasuk dalam bentuk ini adalah film dan kaset video.
Kegunaannya selain bersifat rekreasi juga dipakai untuk
pendidikan. Misalnya untuk pendidikan pemakai, dalam hal ini
bagimana cara menggunakan perpustakaan.
c.
Bahan Grafika
Ada dua tipe bahan grafika yaitu bahan pustaka yang dapat
dilihat langsung (misalnya lukisan, bagan, foto, gambar, teknik
dan sebagainya) dan yang harus dilihat dengan bantuan alat
(misalnya selid, transparansi, dan filmstrip).
d.
Bahan Kartografi
Yang termasuk kedalam jenis ini adalah peta, atlas, bola dunia,
foto udara, dan sebagainya.
  
3.
Bentuk mikro
Bentuk mikro adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menunjukkan semua bahan pustaka yang menggunakan media film
dan tidak dapat dibaca dengan mata biasa melainkan harus
memakai alat yang dinamakan microreader. Bahan pustaka ini
digolongkan tersendiri, tidak dimasukkan bahan noncetak. Hal ini
disebabkan informasi yang tercakup didalamnya meliputi bahan
tercetak seperti majalah, surat kabar, dan sebagainya. Ada tiga
macam bentuk mikro yang sering menjadi koleksi perpustakaan
yaitu:
a.
Mikrofilm
Bentuk mikro dalam gulungan film. Ada beberapa ukuran film
yaitu 16 mm, dan 35 mm.
b.
Mikrofis
Bentuk mikro dalam lembaran film dengan ukuran 105 mm x
148 mm (standar) dan 75 mm x 125 mm.
c.
Microopaque
Bentuk mikro dimana informasinya dicetak kedalam kertas yang
mengkilat tidak tembus cahaya. Ukuran sebesar mikrofis.
4.
Karya dalam bentuk elektronik
Dengan adanya teknologi informasi, maka infornasi dapat
dituangkan ke dalam media elektronik seperti pita magnetis dan
cakram atau disk. Untuk membacanya diperlukan perangkat keras
seperti komputer, CD-ROM player, dan sebagainya. 
2.1.6.2 Klasifikasi Buku 
 
Klasifikasi di perpustakaan berarti mengelompokkan bahan pustaka
ke dalam ciri-ciri yang sama sesuai dengan bahan tersebut.
Tujuan pemberian nomor klasifikasi ini supaya nantinya buku-buku dengan
subjek yang sama akan  tergabung dalam satu  jajaran di rak. Nomor
  
klasifikasi ini dicetak pada label yang kemudian ditempel pada punggung
buku. Di sinilah call number yang tadi diceritakan berada.
 
Dengan klasifikasi, semua buku-buku dengan subjek sama akan
berada berdekatan di rak. Misalnya semua buku dengan subjek “arsitektur
taman” akan berkumpul di rak nomor 7, sementara semua buku-buku dengan
subjek “filsafat” di rak nomor 1.
 
Sehingga jelas, inti utama dari pemberian nomor klasifikasi buku
adalah mengumpulkan subjek yang sama dalam satu jajaran dan memudahkan
pengguna perpustakaan (pemustaka) menemukan informasi atau buku yang ia
butuhkan.
 
Ada berbagai sistem penomoran klasifikasi yang digunakan di
berbagai perpustakaan di seluruh dunia. Standar internasional, istilah
kerennya. Sistem penomoran itu di antaranya adalah DDC (Dewey Decimal
Classification Number),
UDC (Universal Decimal Classification),
dan LCC
(Library of Congress Classification Scheme).
A)
DDC (Dewey Decimal Classification Number)
 
DDC merupakan salah satu bentuk klasifikasi yang banyak digunakan
di perpustakaan, diciptakan oleh Melville Louis Kossuth Dewey
atau biasa
disebut Melvil Dewey pada tahun 1876. DDC membagi ilmu pengetahuan
menjadi 10 kategori utama; yaitu
-
000 Ilmu pengetahuan umum
-
100 Filsafat dan Psikologi
-
200 Agama
-
300 Ilmu sosial
-
400 Bahasa
-
500 Sains
-
600 Teknologi
-
700 Seni dan rekreasi
-
800 Sastra
-
900 Sejarah dan geografi
  
 
Dari 10 kategori utama itu, DDC akan membagi lagi ke dalam 100
divisi lagi yang lebih spesifik. Dari 100 divisi itu kemudian akan dibagi lagi
menjadi 1000 bagian. Dari umum ke khusus, begitu inti utamanya. Sehingga
semakin panjang sebuah nomor klasifikasi, semakin spesifik lah cakupan dari
buku tersebut.
 
Meski DDC merupakan standar klasifikasi yang umum digunakan,
namun setiap perpustakaan tetap memiliki kebijakan masing-masing
mengenai sistem penomoran ini. Contoh lain lagi yaitu LCC atau Library of
Congress Classification. Berbeda dengan DDC yang menggunakan notasi
desimal, LCC menggunakan alfabet A-Z untuk setiap subjek.
B)
UDC (Universal Decimal Classification)
 
UDC adalah salah satu skema klasifikasi yang digunakan di
perpustakaan, bibliografi, dokumentasi dan pelayanan informasi di lebih dari
130 negara di seluruh dunia dan diterbitkan dalam lebih dari 40 bahasa.
Sistem UDC merupakan penyederhanaan dan perluasan system klasifikasi
DDC yang disusun oleh British Standard Institution (BSI),
dibawah
pengawasan International Federation for Documentation (FID).
Pemikiran
dadakan perluasan itu diprakarsai oleh Paul Otlet dan La Fontaine (keduanya
orang Belgia)
pada tahun 1895. Pada tahun 1905 terbit dalam edisi
international lengkap dalam bahasa
Prancis dengan judul Classification
Decimal Universaille. FID, bersama-sama dengan penerbit Belanda, Inggris,
Perancis, Jepang dan Spanyol edisi, menjadi anggota pendiri sebuah badan
baru: Konsorsium UDC (UDCC) . Konsorsium diasumsikan kepemilikan
UDC pada tanggal 1 Januari 1992.
Struktur kelas utama UDC sama halnya dengan DDC, yakni dengan angka
utama satu digit. Struktur kelas utama UDC sebagai berikut:
0        general bibliography, libraries, etc
1        Filsafat, metafisika, psikologi, logika, etika
2        Agama, theologi
3        Ilmu-ilmu sosial
4        (kini kosong, semula untuk linguistik, filologi)
5        Matematika dan ilmu-ilmu alam
6        Ilmu-ilmu terapan, kedokteran, teknologi
7        Seni, rekreasi, hiburan, olah raga
  
8        Linguistik, filologi, sastra,belles-lettres
9        Geografi, biografi, sejarah
2.1.7
Sistem Pelayanan Perpustakaan
Dalam merencanakan layanan di perpustakaan kita harus mempertimbangkan
kondisi yang ada di perpustakaan. Ada dua macam sistem pelayanan yang biasa
dilakukan oleh perpustakaan yaitu sistem pelayanan terbuka dan sistem pelayanan
tertutup. Masing-masing sistem pelayanan tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan.
1.
Sistem pelayanan terbuka
Sistem layanan terbuka merupakan bagian dari sistem layanan
perpustakaan. Menurut buku Pedoman Umum Pengelolaan Koleksi
Perpustakaan Perguruan Tinggi (1999: 33) “Sistem layanan terbuka
adalah sistem yang memberikan kebebasan kepada pengguna perpustakaan
memilih dan mengambil sendiri bahan pustaka yang dikehendakinya dari
ruang koleksi”. Sedangkan menurut Lasa (1994: 5) “Suatu layanan yang
memungkinkan pengguna untuk masuk ke ruang koleksi untuk memilih,
mengambil sendiri koleksi yang sesuai”.
Pada dasarnya setiap sistem memiliki keuntungan dan kerugian,
begitu juga yang terdapat pada sistem layanan terbuka ini yaitu
perpustakaan memiliki beberapa keuntungan dan kerugian dalam
pelaksanaannya. Menurut Darmono (2001: 139) keuntungan dan kerugian
sistem layanan terbuka antara lain:
            Keuntungan :
Pemakai dapat melakukan pengambilan sendiri bahan pustaka yang
dikehendaki dari jajaraan koleksi.
Pemakai dilatih untuk dapat dipercaya dan diberi tanggung jawab
terhadap terpeliharanya koleksi yang dimiliki perpustakaan
Pemakai akan merasa lebih puas karena ada kemudahan dalam
menemukan bahan pustaka dan alternatif lain jika yang dicari tidak
ditemukan.
  
Dalam sistem ini tenaga perpustakaan yang bertugas untuk
mengembalikan bahan pustaka tidak diperlukan sehingga bisa diberi
tanggung jawab di bagian lain.
            Kerugian :
Ada kemungkinan pengaturan buku di rak penempatan (jajaran)
menjadi kacau karena ketika mereka melakukan browsing. Buku yang
sudah dicabut dari jajaran rak dikembalikan lagi oleh pemakai secara
tidak tepat.
Ada kemungkinan buku yang hilang relatif lebih besar bila
dibandingkan dengan sistem yang bersifat tertutup.
Memerlukan ruangan yang lebih luas untuk jajaran koleksi agar lalu
lintas/mobilitas pemakai lebih leluasa.
Membutuhkan keamanan yang lebih baik agar kebebasan untuk
mengambil sendiri bahan pustaka dari jajaran koleksi tidak
menimbulkan berbagai akses seperti peningkatan kehilangan atau
perobekan bahan pustaka.
Dari uraian pendapat di atas dapat diambil kesimpulan dalam sistem
layanan terbuka pelayanaan perpustakaan yang memberi kebebasan
kepada pengguna secara langsung dalam mencari, memilih dan
menentukan koleksi yang sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian
sistem layanan terbuka ini memiliki keuntungan begitu juga sebaliknya
terdapat kerugian disebabkan terjadinya interaksi pengguna dengan koleksi
perpustakaan.
2.
Sistem pelayanan tertutup
 
Selain sistem layanan terbuka terdapat juga sistem layanan tertutup
pada sistem layanan perpustakaan. Adapun pengertian sistem layanan tertutup
menurut buku Pedoman Umum Pengelolaan Koleksi Perpustakaan
Perguruan Tinggi (1999: 33)
adalah: Pengguna perpustakaan harus
menggunakan katalog yang tersedia untuk memilih pustaka yang
diperlukannya. Pengguna tidak dapat mengambil sendiri bahan pustaka dari
ruang koleksi, akan tetapi akan dibantu oleh petugas bagian sirkulasi.
  
 
Dari penjelasan di atas hampir sama dengan pemaparan dari Lasa
yang mendefenisikan bahwa sistem layanan tertutup yaitu: Suatu layanan
yang tidak memungkinkan pengguna untuk memilih dan mengambil sendiri
akan koleksi perpustakaan. Koleksi yang
ingin dipinjam dapat dipilih melalui
daftar/ katalog yang tersedia koleksinya akan diambilkan oleh petugas (Lasa,
1994: 5).
 
Berdasarkan pernyatan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem
layanan tertutup adalah sistem layanan yang tidak memberikan kebebasan
para pengguna dalam mengambil sendiri koleksi yang dibutuhkan, akan tetapi
melalui Universitas Sumatera Utara
bantuan petugas perpustakaan. Dalam pelaksanaan sistem layanan tertutup
juga memiliki beberapa keuntungan dan kerugian dalam pelaksanaannya.
 
Menurut Lasa (1994: 5) keuntungan dan kerugian sistem layanan
tertutup antara lain:
Keuntungan:
Daya tampung koleksi lebih banyak, karena jajaran rak satu dengan
yang lain lebih dekat
Susunan buku akan lebih teratur dan tidak mudah rusak
Kerusakan dan kehilangan koleksi lebih sedikit bila dibandingkan
dengan sistem terbuka
Tidak memerlukan meja baca dan ruang koleksi.
Kerugian :
Banyak energi yang terserap di bagian sirkulasi ini
Terdapat sejumlah koleksi yang tidak pernah keluar/dipinjam
Sering menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan misalnya salah
pengertian antara petugas dan peminjam
Antrian meminjam maupun mengembalikan buku di bagian ini sering
berjubel. Keadaan ini berarti membuang waktu.
              Dari uraian di atas didapat kesimpulan bahwa layanan tertutup
(closed acces) merupakan suatu layanan yang tidak memungkinkan pengguna
  
memilih dan mengambil langsung bahan pustaka yang dibutuhkan akan tetapi
dibantu oleh petugas.
2.1.8
Persyaratan Perpustakaan
Berdasarkan Undang-undang Nomor 43 Tahun
2007 tentang "STANDAR
NASIONAL PERPUSTAKAAN" adapun persyaratan untuk mendirikan sebuah
perpustakaan adalah sebagai berikut :
1.
Mengenai Lingkup Standar Nasional Perpustakaan (Undang-undang Nomor
43 Tahun 2007 Pasal 4), yaitu meliputi:
a.
standar koleksi perpustakaan;
b.
standar sarana dan prasarana perpustakaan;
c.
standar pelayanan perpustakaan;
d.
standar tenaga perpustakaan;
e.
standar penyelenggaraan perpustakaan; dan
f.
standar pengelolaan.
2.
Mengenai Jenis Koleksi (Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 Pasal 6),
yaitu meliputi :
a.
Jenis koleksi perpustakaan berbentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau
karya rekam.
b.
Jenis koleksi perpustakaan nasional sekurang-kurangnya terdiri atas fiksi,
nonfiksi, referensi, terbitan berkala, peta, muatan lokal, naskah kuno,
koleksi deposit, koleksi khusus, dan hasil penelitian.
c.
Jenis koleksi perpustakaan umum sekurang-kurangnya terdiri atas fiksi,
nonfiksi, referensi, terbitan berkala, peta, alat peraga, muatan lokal, dan
alat permainan.
d.
Jenis koleksi perpustakaan sekolah/madrasah sekurang-kurangnya terdiri
atas buku teks pelajaran, fiksi, nonfiksi, referensi, terbitan berkala, peta,
alat peraga/praktik, muatan lokal, dan alat permainan.
e.
Jenis koleksi perpustakaan perguruan tinggi sekurang-kurangnya terdiri
atas fiksi, nonfiksi, referensi, terbitan berkala, peta, alat peraga/praktik,
muatan lokal, dan hasil penelitian.
f.
Jenis koleksi perpustakaan khusus sekurang-kurangnya terdiri atas
nonfiksi, referensi, terbitan berkala, peta, dan muatan lokal.
  
3.
Mengenai Jumlah Koleksi (Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 Pasal 7),
yaitu meliputi :
a.
Jumlah koleksi pada setiap perpustakaan umum dan perpustakaan khusus
paling sedikit memiliki koleksi 1000 judul.
b.
Jumlah koleksi pada setiap perpustakaan sekolah/madrasah paling sedikit
memiliki koleksi sesuai standar nasional pendidikan.
c.
Jumlah koleksi pada setiap perpustakaan perguruan tinggi paling sedikit
memiliki koleksi 2500 judul.
d.
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan
ayat (3) perpustakaan harus memenuhi rasio kecukupan antara koleksi
dan pemustaka.
4.
Mengenai Pengembangan Koleksi Perpustakaan (Undang-undang Nomor 43
Tahun 2007 Pasal 8), yaitu meliputi :
a.
Perpustakaan mempunyai kebijakan pengembangan koleksi dan harus
ditinjau sekurang-kurangnya setiap 3 (tiga) tahun.
b.
Kebijakan pengembangan koleksi sebagaimana dimaksud ayat (1)
mencakup seleksi, pengadaan, pengolahan, dan penyiangan bahan
perpustakaan.
c.
Kebijakan pengembangan koleksi disusun secara tertulis yang berfungsi
sebagai pedoman dalam perencanaan dan pengembangan koleksi.
d.
Perpustakaan harus menambah koleksi perpustakaan per tahun di luar
jenis dan/atau jumlah koleksi yang ada sesuai dengan kebutuhan
pemustaka.
e.
Perpustakaan harus menyediakan koleksi untuk kelompok pemustaka
khusus.
f.
Pengembangan koleksi pada setiap jenis perpustakaan akan diatur dengan
Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI.
5.
Mengenai Standar Sarana dan Prasarana (Undang-undang Nomor 43 Tahun
2007 Pasal 12, 13, 15, 25), yaitu meliputi :
Pasal 12
a.
Setiap perpustakaan wajib memiliki sarana dan prasarana perpustakaan.
b.
Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi aspek teknologi, ergonomik, konstruksi, lingkungan,
efektifitas, efisiensi dan kecukupan.
  
c.
Penyediaan sarana dan prasarana mempertimbangkan kebutuhan
pemustaka khusus.
Pasal 13
a.
Setiap perpustakaan wajib memiliki sarana penyimpanan koleksi, sarana
akses informasi, dan sarana layanan perpustakaan.
b.
Sarana penyimpanan koleksi sekurang-kurangnya berupa perabot sesuai
dengan bahan perpustakaan yang dimiliki.
c.
Sarana akses informasi sekurang-kurangnya berupa perabot, peralatan,
perlengkapan sistem temu kembali bahan perpustakaan dan informasi.
d.
Sarana layanan perpustakaan sekurang-kurangnya berupa perabot dan
peralatan sesuai dengan jenis layanan perpustakaan.
Pasal 15
a.
Setiap perpustakaan wajib memiliki lahan, gedung atau ruang.
b.
Lahan perpustakaan harus berlokasi yang mudah diakses, aman, nyaman
dan memiliki status hukum yang jelas.
c.
Gedung atau ruang harus memenuhi aspek keamanan, kenyamanan,
keselamatan dan kesehatan.
d.
Gedung perpustakaan sekurang-kurangnya memiliki ruang koleksi, ruang
baca, ruang staf yang ditata secara efektif, efisien dan estetik.
e.
Ruang perpustakaan sekurang-kurangnya memiliki area koleksi, baca,
dan staf yang ditata secara efektif, efisien dan estetik.
f.
Perpustakaan Nasional, perpustakaan umum provinsi dan
kabupaten/kota, serta perpustakaan perguruan tinggi memiliki fasilitas
umum dan fasilitas khusus.
Pasal 25
a.
Tenaga teknis perpustakaan terdiri atas tenaga teknis komputer, tenaga
teknis audio visual, tenaga teknis ketatausahaan, tenaga teknis asisten
perpustakaan, dan/atau tenaga teknis lainnya.
b.
Tenaga teknis perpustakaan memiliki kualifikasi akademik paling rendah
diploma II (D-II) ditambah pendidikan dan/atau pelatihan sesuai bidang
tugasnya.
  
6.
Mengenai Penyelenggaraan Perpustakaan Perguruan Tinggi (Undang-
undang Nomor 43 Tahun 2007 Pasal 40), yaitu meliputi :
a.
Penyelenggaraan perpustakaan perguruan tinggi menjadi tanggung jawab
rektor/direktur/kepala sekolah tinggi masing-masing perguruan tinggi.
b.
Penyelenggaraan perpustakaan perguruan tinggi dipimpin oleh seorang
kepala.
c.
Perpustakaan perguruan tinggi berfungsi sebagai sumber belajar,
penelitian, deposit internal, pelestarian, dan pusat jejaring bagi civitas
akademika di lingkungan perguruan tinggi.
d.
Perpustakaan perguruan tinggi dapat menyelenggarakan kerja sama
antarperpustakaan, serta kerja sama dengan civitas akademika dan
masyarakat.
2.2
Pergertian Desain
Desain adalah suatu kegiatan manusia untuk menciptakan lingkungan
perbendaan buatan yang diolah dari alam. Didalam perkembangannya pengertian
desain ditafsirkan oleh berbagai kelompok dan beberapa pengertian yang perlu
dicatat adalah :
a.
Desain adalah keterampilan, pengetahuan dan medan pengalaman manusia
yang tercermin dalam apresiasi serta penyesuaian hidup terhadap kebutuhan
spiritualnya (Analogus with humanities, science).
b.
Desain adalah kegiatan kreatif yang membawa pembaruan (Reswick, 1965).
Pengertian desain menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
pengertian desain adalah rancangan, sedangkan arti desain menurut professor Bruce
Archer (1977) adalah:
"Design is the area human experience, skill and knowledge that reflects
man's concern with the appreciation and adaption of his surounding in the
light of his material and spiritual needs. In particular, it relates with
configuration, composition, meaning, value, and purpose in man-made
fenomena".
Dari pengertian diatas jelaslah bahwa desain itu adalah bidang keterampilan,
pengetahuan dan pengalaman manusia yang mencerminkan keterikatannya dengan
apresiasi dan kebendaannya. Secara khusus
desain dikaitkan dengan konfigurasi,
  
komposisi, arti, nilai dan tujuan dari fenomena buatan manusia, sedangkan menurut
Imam Buchari Zainuddin seorang desainer Indonesia, berpendapat bahwa :
"Desain adalah mencari mutu yang lebih baik, mutu material, teknis,
performansi, bentuk dan semuanya baik secara bagian maupun keseluruhan"
Dalam Art Fundamentals : Theory and Practice (2005),
desain adalah
rencana yang mendasari sebuah karya seni.
Dari berbagai sumber tersebut, dapat disimpulkan bahwa desain adalah
kegiatan merancang atau menciptakan sebuah karya, baik itu karya seni maupun
karya teknik. Desain merupakan semua yang terlibat dalam kreativitas manusia.
Desain merupakan perkembangan seni yang dimulai pada pertengahan abad 19 dan
didominasi oleh Pergerakan Modern.  
Desain merupakan suatu hasil karya kreatif yang menggabungkan berbagai
seni dan teknik. Untuk menciptakan sebuah karya desain, prosesnya bukan hanya
sekadar perancangan bernilai estetika, tetapi juga dibutuhkan pertimbangan
pemikiran, rasa, gagasan juga pendapat dari pihak lain. Selain itu penting juga
melibatkan faktor internal (jiwa seni, ide dan kreativitas) atau pun faktor eksternal
(berupa hasil penelitian dari berbagai bidang ilmu, teknologi, lingkungan, budaya
dan sebagainya. Maka dapat dikatakan bahwa untuk menghasilkan suatu desain
dibutuhkan suatu proses pemikiran yang terstruktur rapi sehingga mendapatkan hasil
yang dapat diukur.
2.2.1
Sejarah dan Perkembangan Desain
Perkembangan seni rupa dapat dirunut sejak zaman purbakala hingga era
modern. Secara garis besar, sejarah seni rupa terbagi dalam beberapa periode sebagai
berikut:
a.
Prasejarah (1.7juta-4000 SM)
Seni pada zaman prasejarah dimulai dari lukisan gua di dinding-dinging
gua yang merupakan tempat tinggal manusia zaman prasejarah. Salah satu
tujuan lukisan pada zaman itu diperkirakan untuk untuk berkomunikasi,
memberi instruksi atau arahan kepada yang lain untuk memburu.
b.
Peradaban Awal (4000-750SM)
  
Peradaban awal dunia ini terletak pada Mesopotamia dan Mesir. Pada
zaman ini karya seni yang telah ada antara lain ornamen, segel silinder,
cap stempel, ukiran, patung, relief, mosaik dinding, dan kerajinan. Karya
seni tersebut diterapkan pada gelas, prasasti, alat musik (harpa), dan
bangunan (kuil, istana, gerbang kota). 
c.
Klasik (750 SM - 500 M)
Masuk zaman klasik, terdapat dua era yang sangat berkembang peradaban
dan kebudayaanya, yaitu Yunani dan Romawi.
Hasil kebudayaan Yunani mencerminkan ketertarikan mereka pada hal-hal
yang natural. Seni yang berkembang saat itu antara lain ornamen (motif
daun akantus, meander, egg & dart) dan ukiran (pada furnitur, kuil, seni
keramik, seni patung dan arsitektur).
Kebudayaan Romawi merupakan tonggak budaya Eropa modern. Dalam
bidang seni, bangsa Romawi banyak mengadaptasi karya Yunani. Karya-
karya seni yang dihasilkan pada masa ini antara lain seni lukis (lukisan
dinding rumah di Pompeii), ornamen, furnitur, tiang / kolom, seni patung
(Patung Augustus Prima Porta), serta arsitektur publik yang dimanfaatkan
secara praktis.
d.
Medieval (500-1400)
Masa awal Medieval berawal dari periode Nasrani Awal, kemudian
Byzantium, gaya Romanesk, dan pada akhirnya gaya Gothik. Karya-karya
besar pada zaman medieval berupa bangunan suci dan sakral seperti gereja
dan musoleum. 
Pada periode Nasrani Awal, kebutuhan sebuah tempat beribadah sangat
diperlukan. Basilika merupakan awal dari tempat ibadah tersebut. Karya
seni lainnya yaitu Musoleum dan elemen hias yang diterapkan pada
bangunan-bangunan tersebut seperti mosaik lantai dan dinding. 
Pada era Byzantium, kekaisaran Roma dipindah ke Konstantinopel
(sekarang Istambul, Turki). Elemen hias yang populer masih berupa
mosaik dan lukisan dinding.
  
Arsitektur gereja pada zaman Romanesk memiliki ciri khas seperti denah
berbentuk Salib Latin, didominasi bentuk lengkung setengah lingkaran
(semi circular arch), serta dekorasi pada jendela, pintu, dan lengkungan di
atas pintu. 
Selanjutnya ialah era Gothik. Karya-karya gaya Gothik antara lain seperti
arsitektur gereja, seni patung, seni relief dan seni lukis. Pada masa ini
teknik perspektif awal mulai digunakan. 
e.
Renaissance (1400-1600)
Masa Renaissance sering disebut sebagai masa pencerahan setelah masa-
masa sebelumnya yang sering disebut dengan masa kegelapan (The Dark
Ages).
Pada bidang seni, terdapat penemuan teknik perpektif yang dikembangkan
hingga menyerupai bentuk asli. Karya seni pada masa ini berupa arsitektur,
furnitur, seni patung, seni lukis, dan seni grafis. Pada masa Renaissance,
seniman memiliki pengaruh besar sehingga kesenian masa ini mencapai
puncaknya. Pada akhir zaman Renaissance, seni grafis berkembang pesat
seiring ditemukannya mesin cetak. 
f.
Modern Awal (1600-1800)
Seni Barok merupakan kelanjutan dari seni Renaissance. Karya-karya
Barok terwujud pada patung, lukisan, dan lebih populer pada furnitur,
elemen interior dan arsitektur. 
Rokoko yang merupakan kelanjutan dari Barok masih memiliki
karakteristik Barok. Perbedaannya dengan Barok terletak pada tema karya
yang ringan, indah, damai, fantasi, keanggunan, teknik pendekatan
naturalistik, dan penggambaran suasana yang feminin dan lembut. 
Neoklasik merupakan reaksi pertentangan artistik terhadap gaya Rokoko
yang dinilai gaya hidup yang berlebihan para bangsawan. Neoklasik
merupakan gaya yang cenderung membangkitkan kembali gaya-gaya
klasik yang bertema patriotisme dengan visualisasi formal dan tegas, garis-
garis bersih, serta mengesankan stabilitas dan kewibawaan. Unsur-unsur
klasik yang kembali digunakan yaitu tiang/kolom, kubah, pedimen, dan
  
detail kornis. Dan yang terakhir dari zaman ini ialah gaya Empire. Gaya ini
lebih banyak diterapkan pada interior dan furnitur. 
g.
Revolusi Industri (1800-1900)
Pada era ini, terjadi fenomena besar yang mempengaruhi beberapa bidang
kesenian, khususnya furnitur dan interior, yaitu Revolusi Industri.
Perkembangan seni ditemukan dalam produk, furnitur, interior, dan
arsitektur, terdapat gaya Victorian, Art & Craft dan Art Nouveau.
Pada zaman revolusi industri, status seni terbagi menjadi tiga kelompok,
yaitu seni tinggi (high art), seni menengah (middle art), dan seni rendah
(low art). 
Semasa pemerintahan Ratu Victoria di Inggris, seni lukis dan desain grafis
bersifat komersil, sehingga image yang diciptakan menggambarkan
kehidupan yang ideal dan indah. Namun karena banyaknya gaya yang
dipadu-padankan, produksi pabrik dipandang kurang estetis. Gaya ini pun
mendapat tantangan dari para pemikir yang membentuk gerakan Art &
Crafts.
Art & Crafts
merupakan suatu gerakan moral dan estetika. Gerakan ini
menentang penggunaan teknologi mesin dan mengutamakan teknologi
manual atau handmade dalam produksi. Tujuannya agar terdapat
penjiwaan dan nilai estetika dari desainer, seniman, dan pengrajinnya. 
Art Nouveau
muncul sebagai kelanjutan dari gerakan Art & Crafts. Art
Nouveau
lebih mengarah memperbaharui pikiran dan kualitas desain
seiring perkembangan industri pada masa itu. Gaya ini lebih banyak
diterapkan pada furitur, interior, dan arsitektur dibanding pada seni lukis.
h.
Zaman Modern (1900-1940)
Pada era modern ini, kesenian dan desain yang telah berkembang ke
berbagai negara, memunculkan berbagai gaya seni dan desain di waktu
yang bersamaan.  Dalam perkembangan seni rupa, muncul Fauvisme,
Ekspresionisme, Kubisme, Futurisme, Seni Fantasi, Dadaisme, Surealisme,
Art Deco, Konstruktivisme, de Stijl, Wiener Werkstatte, Bauhaus, dan
Internasional. 
  
Karakteristik seni rupa pada era ini umumnya abstrak, warna-warna lebih
cerah, dinamis, bentuk distorsi, emosional, dan absurd.
Pada desain
furnitur, produk, interior, dan arsitektur, karakteristik awal masih
mengikuti bentuk natural, dinamis, dan memiliki pola tertentu. Hingga
akhirnya bentuk menjadi lebih simpel, geometris, sederhana, dan tidak
memiliki pola tertentu. 
i.
Modern Akhir (1940-kini) 
Di era Modern Akhir, seni rupa memiliki gaya Abstrak Ekspresionisme,
Pop Art, Optical Painting (OP) Art / Illusion Optic, dan Fotorealisme.
Sedangkan desain produk, furnitur, interior, dan arsitektur memiliki gaya
Modern Midcentury, Skandinavian, Pop Art, Modern Italia, dan Pos
Modern.
2.2.2
Jenis-jenis Desain
Jenis-jenis desain yang ada hingga masa kini, adalah :
1.
Desain Grafis
Desain grafis adalah suatu bentuk komunikasi visual yang menggunakan
gambar untuk menyampaikan informasi atau pesan seefektif mungkin.
Dalam desain grafis, teks juga dianggap gambar karena merupakan hasil
abstraksi simbol-simbol yang bisa dibunyikan. Desain
grafis diterapkan
dalam desain komunikasi dan fine art. Seperti jenis desain lainnya, desain
grafis dapat merujuk kepada proses pembuatan, metoda merancang,
produk yang dihasilkan (rancangan), atau pun disiplin ilmu yang
digunakan (desain).
Seni desain grafis mencakup kemampuan kognitif dan keterampilan visual,
termasuk di dalamnya tipografi, ilustrasi, fotografi, pengolahan gambar,
dan tata letak.
2.
Desain Produk
Desain produk dapat didefinisikan sebagai generasi ide, pengembangan
konsep, pengujian dan pelaksanaan manufaktur (objek fisik) atau jasa.
Desainer produk konsep dan mengevaluasi ide-ide, membuat mereka nyata
melalui produk dalam pendekatan yang lebih sistematis. Peran seorang
  
desainer produk meliputi berbagai karakteristik manajer pemasaran,
manajer produk, industri dan desain insinyur perancang.
3.
Desain Arsitektur
Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian
yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun
keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan
kota, perancangan perkotaan, arsitektur lanskap, hingga ke level mikro
yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk. Arsitektur juga
merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut.
4.
Desain Interior
Desain interior adalah Ilmu yang mempelajari perancangan suatu karya
seni yang ada di dalam suatu bangunan dan digunakan untuk memecahkan
masalah manusia. Salah satu bidang study keilmuan yang didaarkan pada
ilmu desain, bidang keilmuan ini bertujuan untuk dapat menciptakan suatu
lingkungan binaan (ruang dalam) beserta elemen-elemen pendukungnya,
baik fisik maupun nonfisik. Sehingga kualitas kehidupan manusia yang
berada didalamnya menjadi lebih baik. Perancangan interior meliputi
bidang arsitektur yang melingkupi bagian dalam suatu bangunan. Contoh :
Perancangan interior tetap, bergerak, maupun decoratif yang bersifat
sementara
5.
Desain Furnitur
Desain furnitur adalah proses merancang atau menciptakan sebuah furnitur
yang nyaman dan fungsional bagi penghuni atau penggunanya. Seorang
desainer furnitur dapat mendesain meja, rak, tempat tidur, sofa, kursi,
lemari, dan berbagai furnitur lain.
6.
Desain Industri
Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau
komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan
daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang
memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi
atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk,
barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
  
2.3
Perpustakaan School of Design
2.3.1
Universitas Bina Nusantara
Universitas Bina Nusantara pada awalnya berasal dari sebuah institusi
pelatihan komputer Modern Computer Course yang didirikan pada 21 Oktober 1974.
Seiring dengan perkembangan, Modern Computer Course kemudian berkembang
menjadi Akademi Teknik Komputer (ATK) pada 1 Juli 1981. Akademi ini
menawarkan pendidikan manajemen informatika dan teknik informatika. Tiga tahun
kemudian pada 13 Juli 1984 ATK mendapatkan status terdaftar dan berubah menjadi
AMIK Jakarta. Pada 1 Juli 1985, AMIK membuka kursus di bidang komputerisasi
akuntansi. AMIK mulai menggunakan nama Bina Nusantara pada 21 September
1985. 
Universitas Bina Nusantara kemudian didirikan pada 8 Agustus 1996.
STMIK Bina Nusantara kemudian bergabung dengan Universitas Bina Nusantara
pada 20 Desember 1998. Saat ini, Universitas Bina Nusantara memiliki program
pendidikan: Sekolah Sistem Informasi, Sekolah Teknik Informatika, Fakultas
Teknik, Sekolah Bisnis dan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Komunikasi,
Sekolah Desain, Fakultas Humaniora, Magister Teknik Informatika, Magister
Manajemen Sistem Informasi, Magister Manajemen (Sekolah Bisnis), dan Doktor
Riset Manajemen.
2.3.2
Perpustakaan Fakultas
Perpustakaan fakultas merupakan salah satu bagian dari perpustakaan
universitas atau perpustakaan perguruan tinggi. Untuk itu, perpustakaan fakultas
memiliki tujuan yang sama dengan perpustakaan (pusat) perguruan tinggi.
Perpustakaan yang terdapat pada perguruan tinggi, badan bawahannya, maupun
lembaga yang berafliasi dengan perguruan tinggi, dengan tujuan utama membantu
perguruan tinggi mencapai tujuannya, Tri Dharma perguruan tinggi.  Perpustakaan
juga dapat dikategorikan sebagai kelompok perpustakaan khusus. Hal tersebut
dikarenakan koleksi dari perpustakaan fakultas hanya memiliki koleksi sesuai dengan
kebutuhan informasi pendidikan fakultasnya.
  
2.3.3
Standar Perancangan Perpustakaan Fakultas
Perpustakaan fakultas tidak memiliki standar tertentu, sebab perpustakaan
fakultas merupakan bagian dari perpustakaan universitas/perguruan tinggi.
Perpustakaan pada umumnya memiliki perlengkapan dan perabot khusus untuk
menunjang penyimpanan koleksi. Beberapa perlengkapan dan perabot tersebut antara
lain rak buku dan label penomorannya / label holder, rak surat kabar, rak majalah,
kabinet atau komputer katalog, bangku/stool, meja dan kursi, meja
peminjaman/sirkulasi, dan lainnya sesuai kebutuhan perpustakaan. Terdapat
beberapa standar untuk perlengkapan dan perabot perpustakaan seperti pada : 
-
Rak Buku
-
Berukuran tinggi 8 kaki (244 cm)
-
Papan harus bisa digeser atau dinaik-turunkan
-
Lebar papan 8-10 inch (20-25 cm)
-
Lebar rak 3 kaki - 1 meter (91-100 cm)
-
Kapasitas lemari adalah 150 buku untuk dua sisi atau 75 buku untuk satu sisi.