BAB II LANDASAN
TEORI
2.1
Fungsi Persediaan
Persediaan memiliki beberapa fungsi yang dapat memberikan fleksibilitas pada
sebuah operasional
perusahaan.
Menurut Heizer,
J. (2000, p
440),
Keenam fungsi
persediaan adalah:
1.
To provide a stock of goods
to
meet anticipated customer demand and
provide a selection of goods.
2.
To decouple suppliers from production and production from distribution.
3.
To take advantage of quality discounts, because purchases in larger
quantities may reduce the cost of goods or delivery.
4.
To hedge against inflation and upward price changes.
5.
To protect against delivery variation due
to weather,
supplier shortages,
quality problems, or
improper deliveries. Safety stocks - namely, extra
goods on hand - reduce the risk of shortages.
6.
To
permit
operations
to
continue
smoothly
with
the
use
of
work-in-
process
inventory
(goods
that
have been moved partway through
production). These
inventories exist because there may be disruptions in
various stages of the production process.
7
|
8
2.2
Tipe Persediaan
Persediaan dapat dikelompokkan menjadi empat tipe, yaitu:
1.
Raw
material
inventory
/
Persediaan
bahan
baku,
merupakan
barang-barang
telah dibeli tetapi belum diproses.
2.
Work-in-process (WIP) inventory / Persediaan barang setengah jadi, merupakan
komponen-komponen
atau
bahan
baku
yang
sedang
dalam proses perubahan
tetapi belum selesai.
3.
Maintenance/repair/operating (MROs) / Persediaan untuk keperluan perawatan,
perbaikan,
dan
operasi
yang
merupakaan persediaan yang dibutuhkan untuk
menjaga mesin-mesin dan seluruh proses tetap produktif.
4.
Finished
goods
inventory
/
Persediaan
barang
jadi
yang
merupakan
produk
yang telah siap untuk dikirim.
Heizer, J. (2000, p 440 - 441)
2.3
Manajemen Persediaan
Sebuah
operasional
perusahaan
memiliki
sistem untuk
mengelola
persediaan
dan
menurut Heizer,
J.
(2000, p
441) terdapat
dua
faktor penting
pada
sebuah
sistem
persediaan, yaitu:
1.
Bagaimana cara mengelompokkan barang-barang persediaan (yang disebut
dengan ABC analysis).
2. Seberapa akurat data persediaan dapat dipertahankan (maintained).
|
![]() 9
2.3.1
ABC Analysis
ABC analysis membagi persediaan menjadi tiga kelompok berdasarkan annual dollar
volume.
ABC
analysis merupakan aplikasi persediaan
yang
dikenal
sebagai
prinsip
Pareto. Tujuannya adalah untuk membangun kebijakan persediaan yang perhatiannya
tertuju
pada
bagian
persediaan
yang few critical
bukan
yang many
trivial.
Sangat
tidak realistis jika perhatian pada barang-barang yang murah memiliki bobot yang
sama untuk barang-barang yang mahal.
Gambar 2.1
Grafik Representasi dari ABC Analysis
Sumber
:
Heizer, J. (2000, p 441)
Untuk
menentukan annual
dollar
volume
untuk
ABC
analysis,
dihitung
permintaan
per
tahun
setiap
barang
lalu
dikalikan dengan biaya per unit. Kelompok A
diperuntukkan barang-barang yang memiliki nilai tinggi. Meskipun jumlah barangnya
|
10
hanya sekitar 15% total persediaan, tetapi nilainya mencapai 70% -
80% dari total
biaya.
Kelompok
B
adalah
barang-barang
dengan nilai tidak terlalu tinggi, yaitu
sekitar 10% - 25% total biaya dan berjumlah sekitar 30% total persediaan. Sedangkan
kelompok C adalah kelompok barang yang memiliki nilai rendah sekitar 5% total
biaya tetapi memiliki jumlah yang paling banyak, yaitu sekitar 55% total persediaan.
Pada umumnya, kondisi persediaan perusahaan akan tampak seperti gambar 2.1.
2.3.2
Record Accuracy
Kebijakan
persediaan
yang
baik
akan
tidak
memiliki
arti
apapun jika
manajemen
tidak
mengetahui
persediaan
apa
yang
dimilikinya.
Keakuratan
dalam pencatatan
adalah
faktor
terpenting
pada sistem
produksi
dan
persediaan, sehingga
perusahaan
dapat
fokus pada barang-barang
yang dibutuhkan, selain
membenahi segala sesuatu
yang berada pada persediaan. Ketika sebuah perusahaan dapat menentukan dengan
akurat apa yang dimilikinya maka ia akan membuat keputusan-keputusan yang tepat
mengenai
pemesanan
(ordering),
penjadwalan (schedulling), dan pengiriman
(shipping).
2.3.3
Cycle Counting
Meskipun sebuah perusahaan telah berusaha untuk melakukan pencatatan persediaan
dengan akurat, seluruh catatan tersebut harus diverisifikasi dengan dilakukan audit
secara terus-menerus. Audit yang demikian disebut dengan cycle counting.
|
11
Menurut Heizer, J. (2000, p 444), terdapat beberapa manfaat dengan melakukannya
cycle counting, yaitu:
1.
Eliminating
the
shutdown
and
interruption
of
production
necessary
for
annual physical inventories;
2.
Eliminating annual inventories adjustments;
3.
Providing trained personnel to audit the accuracy of inventory;
4.
Allowing the cause of the errors to be identified and remedial action to be
taken;
5.
Maintaining accurate inventory records.
2.4
Peramalan
Forecasting atau peramalan adalah langkah awal sebuah perencanaan. Sebelum
melakukan
perencanaan,
perusahaan
harus
memperkirakan
terlebih
dahulu
kondisi
apa yang mungkin terjadi di masa depan.
Banyak alasan mengapa sebuah perusahaan harus melakukan peramalan,
namun yang terpenting adalah peramalan merupakan sesuatu yang tidak dapat
dihindari
oleh
perusahaan-perusahaan yang
sedang
melakukan
perencanaan
untuk
memenuhi permintaannya di masa yang akan datang.
Tujuan utama sebuah perusahaan adalah untuk melayani pelanggan.
Pemasaran memiliki peranan untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan, sedangkan
operasional,
melalui
materials
management, berperan
untuk
menyediakan
sumber-
sumber
daya tersebut. Koordinasi dalam
melakukan
perencanaan pada
kedua
pihak
tersebut disebut dengan demand management.
|
12
Menurut Arnold, J.R. (1996, p 189):
Demand management
is the function of recognizing and managing all
demands
for products. It occurs
in the short,
medium, and long term. In
the
long
term,
demand
projections
are needed for strategic business
planning of such things as
facilities. In the
medium term, the purpose of
demand management is to project aggregate demand for production
planning. In the short run, demand management is needed for items and is
associated with master production scheduling.
Demand management termasuk
di
dalamnya
adalah forecasting, order entry, order
promising,
branch
warehouse
requirements,
interplant
orders,
dan service
parts
requirements. Ia menghubungkan antara perencanaan dan pengendalian manufaktur
dengan marketplace.
2.4.1
Karakteristik Permintaan
Jika data historis permintaan dipetakan pada sebuah skala waktu, maka akan
menunjukkan sebuah bentuk atau beberapa pola yang telah ada. Sebuah pola adalah
bentuk umum pada serangkaian waktu (time series).
Menurut Arnold, J.R. (1996, p 190), terdapat beberapa alasan terjadinya sebuah pola,
yaitu:
Trend.
That can be
level,
having
no change
from period to period, or it
can rise or fall.
Seasonality.
This
fluctuation
may be the
result of the
weather,
holiday
seasons, or particular events that take place on a seasonal basis.
Seasonality is usually thought of as occurring on a yearly basis, but it can
also occur on a weekly or even daily basis.
|
13
Random variation. Many
factors affect demand during
specific periods
and
occur
on a
random basis,
the
variation
may
be
small,
with
actual
demand falling close to the pattern, or it may be large, with points widely
scattered.
Cycle. Over a span of several years and even decades, wavelike increases
and decreases in the economy influences demand.
Pola-pola pada beberapa permintaan produk atau jasa dapat berubah-rubah setiap saat
dan ada beberapa yang tidak berubah. Pola-pola yang cenderung bertahan pada
bentuk
umum disebut
dengan
stable
dan
yang
tidak
disebut
dengan
dynamic.
Perubahan-perubahan
dinamis
dapat
mempengaruhi trend,
seasonality,
atau
keragaman pada permintaan aktual. Sehingga,
semakin
stabil
sebuah
permintaan,
maka semakin mudah ia untuk diramalkan.
2.4.2
Teknik Peramalan
Terdapat
banyak
metode
untuk
melakukan
peramalan,
namun
secara
umum dapat
dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Qualtitative Techniques
Teknik kualitatif bersifat subjektif dan
merupakan perkiraan
yang berdasarkan
penilaian, intuisi, dan opini-opini.
2. Extrinsic Techniques
Teknik
ekstrinsik
adalah
perkiraan yang berdasarkan indikator-indikator
eksternal (ekstrinsik) yang berhubungan dengan permintaan dari produk-produk
perusahaan.
|
14
3. Intrinsic Techniques
Sedangkan teknik instrinsik adalah peramalan dengan menggunakan data-data
historis.
Data-data
ini
umumnya tercatat dan telah tersedia pada perusahaan.
Peramalan teknik instrinsik berasumsi bahwa apa yang telah terjadi di masa lalu
akan terulang kembali di masa yang akan datang.
Setelah dibahas mengenai fungsi persediaan, tipe persediaan, manajemen persediaan,
dan
teknik-teknik
melakukan
peramalan,
pada topik selanjutnya akan dibahas
mengenai cara-cara melakukan manajemen persediaan.
Tujuan dari manajemen persediaan adalah untuk menentukan tingkat kebutuhan
setiap pelanggan perusahaan dan mengurangi biaya-biaya yang ditimbulkannya.
Untuk
mencapai
hal
tersebut,
terdapat
dua pertanyaan utama yang harus dijawab,
yaitu:
1. Berapa jumlah pesanan dalam satu kali pemesanan?
2. Kapan melakukan sebuah pemesanan?
Sebuah perusahaan harus memiliki kebijakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut, sehingga personel manajemen persediaan dapat memutuskan kapan dan
berapa jumlah yang harus dipesan.
Salah satu metode yang umum
digunakan untuk melakukan perhitungan
jumlah pesanan adalah economic-order quantity (EOQ).
|
![]() 15
2.5
Economic Order Quantity (EOQ)
Menurut Arnold, J.R. (1996, p 243), dalam menggunakan
metode
EOQ harus
diperhatikan asumsi-asumsi sebagai berikut:
1.
Demand is relatively constant and is known.
2.
The item is produced or purchased in lots or batches and not
continuously.
3.
Order preparation costs, inventory-carrying costs, and lead times are
constant and known.
4.
Replacement occurs all at once
Terdapat pula beberapa biaya yang berhubungan dengan metode EOQ, yaitu:
1.
Annual cost of placing orders.
2.
Annual cost of carrying inventory.
Pada saat jumlah pesanan meningkat, rata-rata jumlah persediaan dan biaya
penyimpanan persediaan per tahun pun akan meningkat, akan tetapi jumlah dan biaya
pemesanan
per
tahun
akan
berkurang.
Sehingga diperlukan sebuah langkah untuk
menentukan jumlah pesanan yang menghasilkan biaya penyimpanan dan biaya
pemesanan yang minimum.
Berikut
ini
adalah rumus
untuk
menentukan jumlah pesanan menggunakan
metode
EOQ:
EOQ
2
AS
ic
|
![]() 16
Dimana:
A = annual usage in units
S = ordering cost in dollars per order
i = annual carrying cost rate as decimal of a percentage
c = unit cost in dollars
Q = order quantity in units
Annual ordering cost = number of orders x cost per order
=
A
S Q
Annual carrying cost = average inventory x cost of carrying one unit for one year
= average inventory x unit cost x carrying cost
=
Q
c
i
2
Total annual cost = annual ordering costs + annual carrying cost
=
A
S +
Q
c
i
Q
2
Idealnya, total biaya yang akan diperoleh adalah
minimum. Dimana annual demand
(A), cost of ordering (S), dan cost of carrying inventory (i) diketahui, maka total biaya
akan tergantung pada jumlah pesanan (order quantity / Q).
|
17
Menurut
Arnold, J.R. (1996, p 257), terdapat beberapa pertimbangan dalam
menerapkan EOQ, yaitu:
Lumpy
demand.
The
EOQ
assumes
that
demand
is
uniform and
replenishment occurs all at once. When this is not true, the EOQ will not
produce the best results. It is better to use the period-order quantity.
Anticipation inventory. Demand is not uniform, and stock must be built
ahead. It is better to plan a buildup of inventory bases on capacity and
future demand.
Minimum order. Some suppliers require minimum order. This minimum
order
may be
bases
on
the
total order
rather
than on
individual
items.
Often these are C items where the rule is to order plenty, not an EOQ.
Transportation inventory.
, carriers give rates based on amount
shipped. A full load cost per ton to ship than a part load. This is similar to
the price break given by suppliers for large quantities. The same type of
analysis can be used.
Multiplies. Sometimes, order size is constrained by package size.
Setelah mengetahui berapa jumlah yang harus dipesan, selanjutnya adalah
menentukan
kapan
pesanan
tersebut
harus
dilakukan.
Jika
sebuah
persediaan
terlambat
dipesan
akan
menyebabkan
kekurangannya persediaan dan kemungkinan
kehilangan pelanggan. Sedangkan jika pesanan dilakukan lebih awal akan
menimbulkan tambahan biaya bagi perusahaan.
|
18
Pada
dasarnya
terdapat
tiga
buah
sistem untuk
menentukan
kapan
seharusnya
melakukan pemesanan, yaitu:
1.
Order point system.
2.
Periodic review system.
3.
Material requirement planning.
2.6
Independent Demand Ordering System
2.6.1
Order Point System
Pada saat jumlah suatu barang persediaan berada di bawah tingkat yang telah
ditentukan
sebelumnya,
maka
kondisi
tersebut
disebut dengan order point, dimana
pemesanan harus dilakukan. Untuk jumlah yang akan dipesan, umumnya telah
diperhitungkan sebelumnya dengan menggunakan konsep economic-order-quantity.
Dengan
menggunakan
sistem ini,
pemesanan
harus
dilakukan
pada
saat
kondisi persediaan yang tersisa hanya dapat memenuhi permintaan pada saat
dilakukannya pemesanan sampai dengan pesanan tersebut
diterima (yang disebut
dengan lead time). Seringkali permintaan yang terjadi selama periode lead time
sangat
bervariasi,
sehingga
perusahaan membutuhkan tindakan berjaga-jaga untuk
menghindari
tidak
tersedianya
persediaan
dengan
menambahkan
safety
stock pada
persediaan.
Pada gambar 2.2 dapat terlihat hubungan antara safety stock, lead time, order
quantity, dan order point.
|
![]() 19
Gambar 2.2
Hubungan antara safety stock, lead time, order quantity, dan order point
Sumber
:
Arnold, J.R. (1996, p 266)
Menurut Arnold, J.R. (1996, p 266), dengan digunakannya sistem order point:
1.
Order quantities are usually fixed.
2.
The
order
point
is
determined
by
the
average
demand
during
the
lead
time.
If
the average
demand
or
the lead
time
changes and
there
is
no
corresponding change in the order point, effectively there has been a
change in safety stock.
3.
The
intervals between replenishment are not constant but vary depending
on the actual demand during the reorder cycle.
4.
Average inventory = (order quantity / 2) + safety stock
= Q / 2 + SS
Dalam menentukan titik pemesanan (order point) tergantung dari tingkat permintaan
selama periode lead time dan jumlah safety stock yang dibutuhkan.
|
20
2.6.2
Menentukan Safety Stock
Jumlah safety stock yang dibutuhkan tergantung dari:
1.
Variasi tingkat permintaan selama periode lead time.
2.
Frekuensi pemesanan ulang.
3.
Tingkat layanan yang diharapkan.
4.
Lamanya
lead
time.
Semakin
lama
sebuah
lead
time,
semakin
banyak
pula
jumlah safety
stock yang dibutuhkan untuk memenuhi tingkat layanan yang
diharapkan. Hal
ini menjadi alasan penting
mengapa lead time perlu dikurangi
sebanyak mungkin.
5.
Kemampuan
untuk
meramalkan
atau
mengendalikan
lead
times.
Dikarenakan
pada
beberapa
produk,
lead
time
dapat
sangat
beragam dan
sulit
untuk
dikendalikan.
Tingkat keragaman, atau sebaran dari permintaan aktual dibandingkan dengan tingkat
rata-ratanya dapat dihitung dengan menggunakan beberapa cara sebagai berikut:
1.
As a range of the maximum minus the minimum value.
2.
As a standard deviation. This is a statistical value that measures how closely the
individual values cluster about the about the average.
3.
As the mean absolute deviation (MAD), which is measure of the average
forecast error.
|
![]() 21
Jumlah safety stock yang dibutuhkan sebuah perusahaan tergantung pada tingkat
layanan
(service
level) yang
diharapkan;
dan
suatu
tingkat
layanan,
berhubungan
langsung dengan nilai MAD guna menentukan jumlah safety stock, yang disebut
dengan safety factor.
Tabel 2.1
Safety Factor
Service
Level (%)
Safety Factor
50
75
80
85
90
94
95
96
97
98
99
99.5
99.99
0.00
0.84
1.05
1.30
1.60
1.95
2.06
2.19
2.35
2.56
2.91
3.20
5.00
Service level pada tabel 2.1 adalah persentase dari siklus pesanan
tanpa
terjadinya
kekurangan persediaan.
|
22
Contoh:
Jika MAD adalah 200 unit, tingkat layanan yang diharapkan adalah 90%, dan demand
during lead time (DDLT) adalah 1500 unit. Berapa safety stock yang harus disediakan
dan berapa order point-nya?
Jawab:
Dapat
dilihat
pada
tabel 2.1,
safety
factor pada tingkat layanan 90% adalah 1.60,
maka:
Safety stock
= MAD x safety factor
= 200 x 1.60
= 320 units
Order point =
DDLT + SS
= 1500 + 320
= 1820 units
Terdapat
dua
tipe
produk:
independen
dan dependen. Produk independen adalah
produk yang tidak memiliki hubungan dengan komponen atau produk lain, sehingga
dalam menentukan
tingkat
kebutuhannya
dilakukan
peramalan.
Sedangkan
untuk
produk dependen
yang tergantung pada tingkat kebutuhan produk lain, maka tingkat
kebutuhannya
dapat
ditentukan
dengan melakukan perhitungan; dan material
requirements planning dirancang untuk melakukan perhitungan tersebut.
|
23
2.7
Material Requirements Planning (MRP)
Material
Requirements
Planning
(MRP)
adalah
sistem yang
digunakan
untuk
menghindari
komponen-komponen
yang
terlewatkan. Ia menghasilkan penjadwalan
(perencanaan prioritas) yang menampilkan komponen-komponen yang dibutuhkan
pada setiap tingkat assembly, berdasarkan lead times, dan menghitung waktu dimana
komponen-komponen tersebut akan dibutuhkan.
Menurut Arnold, J.R. (1996, p 68), terdapat dua tujuan utama dari MRP:
Determine
requirements. The main objective of any manufacturing
planning
and
control
system is to
have
the
right
materials
in
the
right
quantities available at the right time to meet the demand for the firms
products. The material requirements plans objective is to determine what
components are needed to meet the master production schedule and,
based on lead time, to calculate the periods when the components must be
available. It must determine the following:
What to order.
Keep
priorities
current.
. In this ever-changing world, a material
requirements
plan
must
be
able
to reorganize priorities to keep plans
current.
It
must
be
able
to add and delete, expedite, delay, and change
orders.
|
24
Terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan menerapkan MRP. Menurut
Heizer, J. (2000, p 538), beberapa manfaat tersebut adalah:
1.
better response to customer orders as the result of improved adherence to
schedules,
2. faster response to market changes,
3. improved utilization of facilities and labor, and
4. reduced inventory levels.
Tingkat perhatian yang lebih baik kepada pelanggan dan pasar akan berdampak pada
jumlah pesanan dan pangsa pasar. Pemanfaatan fasilitas dan tenaga kerja yang lebih
baik akan berdampak tingkat produktivitas dan pengembalian modal yang lebih
tinggi.
Pengurangan
jumlah
persediaan
akan menyebabkan modal dan ruang yang
berlebih dapat dimanfaatkan untuk kegunaan-kegunaan lain.
2.7.1
Masukan MRP
Terdapat tiga masukan pada sistem MRP, yaitu:
1. Master production schedule (MPS)
Master production schedule adalah laporan mengenai produk akhir yang akan
diproduksi, jumlah yang akan diproduksi, dan tanggal selesai produksi.
2. Inventory records
Terdapat dua jenis
informasi
yang dibutuhkan MRP berhubungan dengan data
persediaan:
Pertama,
disebut
dengan planning
factors,
termasuk
informasi
seperti: order quantities, lead times, safety stock, dan scrap. Informasi seperti
|
25
ini tidak sering berubah, namun dibutuhkan dalam
melakukan perencanaan
berapa jumlah yang harus dipesan dan kapan harus melakukan pemesanan.
Kedua, informasi yang dibutuhkan adalah status dari setiap barang. MRP
membutuhkan informasi mengenai berapa yang tersedia, berapa yang akan
dialokasikan,
dan
berapa
yang
tersedia
di
masa yang
akan
datang. Informasi
yang demikian bersifat dinamis dan berubah-ubah sesuai dengan transaksi yang
terjadi.
3. Bill of material (BOM)
Sebuah BOM adalah daftar
mengenai jumlah komponen, ramuan, dan bahan-
bahan yang dibutuhkan untuk membuat satu unit produk.
Setelah mengetahui tiga masukan yang dibutuhkan oleh MRP, pada topik selanjutnya
akan dibahas mengenai cara menyusun MRP.
2.7.2
Proses MRP
Program MRP
beroperasi
dengan
memanfaatkan
informasi
dari
data
persediaan,
master schedule, dan bill of material. Proses penghitungan jumlah kebutuhan setiap
barang yang dilakukan oleh sistem sering disebut dengan proses explosion. Pekerjaan
dimulai dari tingkat teratas lalu turun kepada bill of materials, kebutuhan dari produk
utama
digunakan
untuk
menghitung
kebutuhan dari komponen lainnya. Kemudian
mempertimbangkan jumlah persediaan yang tersedia, lalu melakukan pemesanan
untuk setiap kebutuhan barang yang harus diterima di masa yang akan datang.
|
26
Berikut ini adalah proses explosion dari MRP menurut Chase, R. (2004, p 594):
1.
The
requirements
for
level
0
items,
typically
referred
to
as
end
items
are
retrieved from the master schedule. These requirements are referred to as gross
requirements by the MRP program. Typically, the gross requirements are
scheduled in weekly time buckets.
2.
Next, the programs use the current on-hand balance, together with the schedule
of orders that will be received in the future to calculate the net requirements.
Net requirements are the amounts that are needed
week by week
in
the future
over and above
what
is
currently
on
hand or committed to through an order
already released and scheduled.
3.
Using net requirements the program calculates when orders should be received
to
meet
these
requirements.
This
can
be
simple
process
of
just
scheduling
orders to arrive according to the exact net requirements or a more complicated
process where
requirements
are
combined
for
multiple
periods.
This schedule
of when orders should arrive is referred to as planned-order receipts.
4.
Since there is typically a lead time associated with each order, the next step is
to find a schedule for when orders are actually released. Offsetting the
planned-order receipts by the required lead time does this. This schedule
referred to as planned-order release.
5.
After
these
four
steps
have
been
completed
for
all
the
level
zero
items,
the
program moves to level 1 items.
6.
The gross requirements for each level 1 items are calculated from planned-order
release
schedule
for
the
parents
of
each
level
1
item.
Any
additional
independent demand also needs to be included in the gross requirements.
7.
After the gross requirements have been determined, net requirements, planned-
order
receipts, planned-order release are calculated as described
in step 2 - 4
above.
8.
This process is then repeated for each level in the bill of materials.
|
27
Proses
penghitungan
tersebut tidak
sekompleks seperti yang dideskripsikan di atas,
karena biasanya, proses penghitungan explosion dilakukan setiap minggu atau setiap
terjadi
perubahan
pada
master
schedule.
Pada
beberapa
program MRP
terdapat
beberapa
atribut
untuk
menghasilkan
penjadwalan dengan seketika, yang disebut
dengan net change schedule.
Sistem net
change
adalah
sistem yang
berdasarkan
aktivitas
dan
tingkat
kebutuhan persediaan dengan melakukan pembaharuan penjadwalan setiap terjadinya
transaksi
yang memiliki dampak pada barang-barang
tersebut. Net change memiliki
kemampuan untuk mencerminkan setiap kondisi persediaan yang dikelola oleh sistem
secara real-time.
Secara umum tahapan-tahapan dalam menggunakan MRP adalah:
1. Forecasting Demand
Peramalan dilakukan terhadap seluruh produk independen perusahaan, yang
umumnya merupakan produk akhir. Tingkat permintaan produk-produk
tersebut diramalkan dengan menggunakan salah satu teknik peramalan yang
telah diuraikan sebelumnya.
2. Developing a Master Production Schedule
Selanjutnya adalah menyusun perencanaan produksi terhadap tingkat
permintaan tersebut
dibandingkan
dengan
fasilitas
dan
kemampuan
yang
dimiliki
oleh
perusahaan, seperti:
kapasitas produksi, jumlah persediaan yang
tersedia, lead time produksi, dan sebagainya.
|
28
3. Bill of Materials (Product Structure) File
Bill of materials digunakan untuk mengetahui secara rinci dan pasti tingkat
kebutuhan komponen (dependen produk) dari tingkat permintaan produk
utamanya
(produk
independen). Umumnya struktur sebuah produk
menggunakan low-level coding.
4. Inventory Records (Item Master) File
MRP pun memanfaatkan informasi tambahan mengenai persediaan, seperti:
identitas pemasok, biaya, lead
time,
safety
stock,
jumlah
yang tersedia, status
pesanan yang telah dikeluarkan, dan sebagainya.
5. Performing the MRP Calculations
Logika perhitungan MRP dapat dilihat pada uraian sebelumnya mengenai
proses explosion. Secara umum MRP melakukan perencanaan dan penjadwalan
terhadap seluruh barang dan menyimpan seluruh data-data tersebut ke dalam
sistem.
Data-data
yang
terdapat
pada
MRP
terdiri
dari:
gross requirements,
scheduled
receipts,
projected
available balance, net requirements, planned-
order receipts, dan planned-order releases.
Setelah mengetahui persediaan dan proses manajemen persediaan, termasuk cara-cara
melakukan perhitungan persediaan yang dapat meningkatkan produktivitas
perusahaan,
selanjutnya
akan diuraikan
mengenai
sistem informasi dan
manfaatnya
bagi
operasi
perusahaan, khususnya
dalam meningkatkan
keefektifan
dan
efisiensi
manajemen persediaan.
|
![]() 29
2.8
Sistem Informasi Manajemen
Sistem
MRP
memanfaatkan berbagai
informasi dari
seluruh
perusahaan, sedangkan
untuk menghasilkan informasi dengan
cepat dibutuhkan sebuah sistem
yang
mengatur dan mengelola aliran informasi tersebut agar seluruh informasi dapat
diperoleh dengan mudah, cepat, dan akurat. Dan salah satunya adalah management
information system (MIS), dan menurut Raymond McLeod, Jr. (2001, p 239):
We define
a management
information
system
(MIS)
as a computer-
based system that makes information available to users with similar
needs.
Short
for management information
system
or
management
information
services,
and
pronounced
as
separate
letters, MIS refers broadly to a
computer-based
system
that
provides
managers
with
the
tools for
organizing, evaluating and efficiently running their departments. In order
to provide past, present and prediction information, an MIS can include
software that helps in decision making, data resources such as databases,
the
hardware
resources
of
a
system,
decision
support
systems, people
management and project management applications, and any
computerized processes that enable the department to run efficiently.
Secara
umum,
MIS adalah
sistem
yang
berhubungan
dengan
komputer
yang
bertujuan
untuk
mengelola
data-data
yang
terdapat di seluruh perusahaan yang
kemudian
diolah
sedemikian
rupa
menjadi
informasi
yang
dapat
bermanfaat
bagi
pengguna
di
mana dan kapan
pun
informasi
tersebut
dibutuhkan.
Apa sebenarnya
manfaat dari MIS? Pada topik selanjutnya akan diuraikan tentang manfaat MIS bagi
perusahaan.
|
![]() 30
Manfaat Sistem Informasi Manajemen
Menurut Raymond McLeod, Jr. (2001, p 253):
The MIS and its organizational subsystems contribute to problem
solving in two basic ways.
Organizational Information Resources. The MIS is an organization
wide effort
to
provide problem-solving information. The system is a
formal commitment by executives to make the computer available to all
managers.
The MIS sets the stage for accomplishments in the other areas DSS,
the virtual office, and knowledge-based systems.
Problem Identification and Understanding. The main idea behind the
MIS
is
to
keep
a
continuous
supply of information flowing to the
manager. The manager uses the MIS primarily to signal problems or
impending
problems,
and
then
to understand
them
by
pinpointing
locations and causes.
Pada Perusahaan Unisys yang bergerak di bidang kesehatan, MIS pun memiliki
beberapa manfaat, yang di antaranya adalah: pengurangan biaya, fleksibilitas dan
tanggap
terhadap
pasar,
efisiensi,
peningkatan teknologi, dan peningkatan layanan
pada pelanggan.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa MIS dapat memberikan manfaat
bagi perusahaan, khususnya dalam meningkatkan keefektifan dan efisiensi dari
operasi
perusahaan.
Dalam
topik
ini
maka
meningkatkan
operasi
perusahaan
dalam
manajemen
persediaan,
mulai
dari
cara
mengelola
barang,
melakukan
perencanaan
dan penjadwalan pesanan, sampai dengan integrasi dengan berbagai fungsi lain dalam
perusahaan, seperti keuangan, pemasaran, dan produksi.
|