BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Strategi
Strategi perusahaan adalah rencana tindakan management untuk menjalankan
bisnis dan operasi.
Konsep inti dari strategi perusahaan terdiri atas langkah langkah kompetitif
dan pendekatan - pendekatan bisnis yang diterapkan para manager untuk
menumbuh kembangkan
bisnis,
menarik
dan
memuaskan customer, sukses dalam
bersaing, menjalankan operasi, dan mencapai level performance organisasional
yang ditargetkan. (Thompson, Strickland, and Gamble, 2010, p6).
2.2. Pemasaran
2.2.1. Pengertian Pasar
Menurut
Kotler
dan
Keller
(2006,
p10),
pasar
adalah
tempat
fisik
dimana
pembeli dan penjual berkumpul untul membeli dan menjual produk.
Para ekonom mendeskripsikan pasar sebagai kumpulan pembeli dan penjual
yang bertransaksi atas produk produk tertentu atau kelas produk (product class).
7
|
8
2.2.2. Pengertian Pemasaran
Menurut
Kotler dan Keller (2009, p45), pemasaran didefinisikan sebagai
sebuah
fungsi
organisasional
dan
sebuah rangkaian
proses
untuk
menciptakan,
mengkomunikasikan, dan menyampaikan value kepada customers dan untuk
mengelola
customer
relationships
dengan cara yang memberikan keuntungan bagi
perusahaan dan stakeholders nya.
Menurut
Amalia (2009,
p25),
pemasaran
adalah
gabungan
antara
ilmu
(science) dan seni (art).
2.2.3. Pengertian Manajemen Pemasaran
Manajemen pemasaran adalah seni dan ilmu pengetahuan dalam memilih
target pasar
dan
mendapatkan,
menjaga,
dan
memperbanyak customer dengan cara
menciptakan,
menyampaikan,
dan
mengkomunikasikan
customer
value yang
lebih
superior.
2.3. Pengertian Strategic Marketing
Menurut
Cravens
(2003,
p31), strategic
marketing
adalah
sebuah
proses
pengembangan strategi
yang berfokus pada pasar yang
mempertimbangkan keadaan
|
9
lingkungan bisnis yang terus berubah dan pentingnya menyampaikan customer value
yang lebih superior.
2.3.1. Proses Strategi Pemasaran
Menurut Cravens (2003, p32), proses strategi pemasaran dibagi menjadi:
Strategy Situation Analysis.
Designing Marketing Strategy.
Marketing Program Development.
Implementing and Managing Marketing Strategy.
2.4.
Lima
Strategi
Kompetitif
Generik
(The
Five
Generic
Competitive Strategies)
Menurut Thompson, Strickland, dan Gamble, ada variasi yang tak terhitung
dalam strategi
kompetitif
yang
dilakukan
berbagai
perusahaan,
kebanyakan
pendekatan strategi setiap perusahaan mengikuti tindakan yang dikustomisasi (custom
designed actions) untuk menyesuaikan dengan keadaannya sendiri dan dengan
lingkungan industri. Walau demikian, perbedaan terbesar dan terpenting diantara
semua
strategi
kompetitif
berujung
pada:
(1)
Apakah
target
pasar
perusahaan
luas
atau sempit, dan (2) Apakah perusahaan mengejar keunggulan kompetitif yang
|
10
terhubung
pada
low
cost
atau
diferensiasi
produk.
Lima
strategi kompetitif
yang
berbeda pun muncul:
2.4.1. Strategi Low-Cost Provider
Strategi ini berjuang untuk mencapai overall cost yang lebih rendah dari pesaing dan
menarik
bagi
spektrum pelanggan
yang
lebih
luas,
biasanya
dilakukan
dengan
membuat harga yang lebih rendah dari pesaing.
2.4.2. Strategi Broad Differentiation
Strategi ini mengutamakan untuk mendiferensiasikan penawaran produk perusahaan
dari saingan dengan cara yang akan menarik spektrum pembeli yang lebih luas.
2.4.3. Strategi Best-Cost Provider
Strategi
ini
memberikan
nilai (value) yang
lebih
untuk
uang customer
dengan cara
menerapkan
atribut
produk
mulai
dari baik sampai sangat baik (good-to-excellent
product
attributes) dengan
harga
yang
lebih
rendah dari pesaing;
targetnya adalah
memiliki
biaya
dan
harga
terendah (terbaik)
dibandingkan dengan
pesaing dengan
menawarkan produk yang memiliki atribut yang dapat dibandingkan.
|
11
2.4.4. Strategi Focused (Market Niche) Berdasarkan Low-Cost
Strategi ini berkonsentrasi pada segmen pembeli yang lebih sempit dan mengalahkan
pesaing dengan cara memiliki biaya yang lebih rendah daripada pesaing dan pada
akhirnya dapat melayani niche members dengan harga yang lebih rendah.
2.4.5. Strategi Focused (Market Niche) Berdasarkan
Diferensiasi
Strategi ini berkonsentrasi pada segmen pembeli yang lebih sempit dan mengalahkan
pesaing dengan cara
menawarkan atribut
atribut
yang
dikustomisasi
(customized
attributes) kepada niche
members dimana atribut atribut tersebut
memenuhi selera
dan kebutuhan mereka secara lebih baik daripada produk milik pesaing.
Masing
masing dari pendekatan lima strategi kompetitif generik
memiliki
posisi market yang berbeda seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut:
|
![]() 12
Gambar 2.1. Five Generic Competitive Strategies.
2.5. Konsep Positioning
Menurut Cravens (2003, p212), konsep positioning dari produk atau brand
adalah
makna
umum
(general)
yang dipahami
oleh
customer dalam relevansinya
dengan kebutuhan dan preferensi customer.
Menurut Cannon, Perreault, dan McCarthy (2008, p101), pemosisian
(positioning)
merupakan
cara
berpikir
pelanggan
mengenai
brand
yang
diusulkan
atau yang ada saat ini dalam suatu pasar.
Menurut Lovelock dan Wirtz (2011, p90), strategi positioning yang kompetitif
didasarkan pada membangun dan menjaga tempat yang berbeda (distinctive) didalam
|
13
market
untuk penawaran
produk suatu
individu
dan/atau
perusahaan. Jack
Trout
menyaring esensi positioning kedalam empat prinsip berikut:
a). Sebuah perusahaan harus membangun posisi di dalam benak target customer nya.
b). Posisi tersebut harus bersifat singular, menyediakan satu pesan yang singkat dan
konsisten.
c). Posisi tersebut harus membedakan perusahaan dengan kompetitor.
d). Sebuah perusahaan tidak dapat menjadi segala hal untuk semua orang
perusahaan harus memfokuskan usaha (effort) nya.
Prinsip prinsip ini berlaku untuk semua tipe perusahaan yang bersaing untuk
mendapatkan pelanggan (customers).
2.5.1. Analisis Positioning
Positioning
menghubungkan analisis market dan kompetitor kepada analisis
internal perusahaan. (Lovelock dan Wirtz, 2011, p92 93).
Analisis market: Analisis
market
merujuk
pada
faktor
faktor
seperti
tingkatan keseluruhan (overall level) dan trend dari permintaan (demand) serta
lokasi geografis dari permintaan permintaan ini.
Analisis internal perusahaan: Di dalam analisis internal perusahaan, tujuannya
adalah mengidentifikasi sumber daya perusahaan (finansial, sumber daya
manusia dan pengetahuan, juga aset
fisik), keterbatasan, tujuan
(profit,
|
![]() 14
pertumbuhan,
preferensi
profesional,
dan sebagainya),
dan
bagaimana
nilai
nilai tersebut membentuk jalan untuk melakukan bisnis.
Analisis
kompetitor:
Identifikasi
dan
analisis
kompetitor
dapat
memberikan
pemahaman atas kekuatan dan kelemahan kompetitor kepada para marketing
strategist yang akhirnya dapat memberikan kesempatan untuk melakukan
diferensiasi.
Berikut adalah bagan
yang
meperlihatkan
hubungan dari ketiga analisis
tersebut:
Gambar 2.2. Mengembangkan sebuah Market Positioning Strategy.
|
15
2.5.2. Peta Pemosisian (Positioning Map)
Menurut Lovelock dan Wirtz (2011, p94 98) peta pemosisian (positioning
map) adalah alat
yang
baik
untuk
memvisualisasikan
pemosisian
kompetitif,
untuk
mengetahui posisi pengembangan seiring waktu, dan untuk mengembangkan skenario
dari respon yang potensial dari kompetitor.
Mengembangkan sebuah peta pemosisian (positioning map), suatu pekerjaan
yang sering disebut perceptual mapping, adalah suatu cara yang berguna untuk
merepresentasikan persepsi konsumen atas produk alternatif secara grafis.
Proses
mapping ini
biasanya
disusun
atas dua atribut untuk kemudahan
pemahaman, tetapi model dengan tiga dimensi dapat digunakan untuk
memperlihatkan tiga atribut. Ketika lebih dari tiga dimensi diperlukan untuk
menjelaskan performa produk di dalam market yang ada, maka sebuah bagan terpisah
juga diperlukan untuk tujuan presentasi visual.
Menurut Cannon, Perreault, dan McCarthy (2008, p102), kebanyakan dari
pendekatan ini mengharuskan riset pemasaran formal. Hasilnya biasanya
digambarkan pada grafik untuk membantu menunjukkan bagaimana konsumen
memandang
produk
produk
yang
berbeda
ini. Biasanya, posisi
produk
berkaitan
dengan dua atau tiga
fotur produk
yang penting bagi
target pelanggan. Peta
pemosisian
ini
dibuat
berdasarkan
persepsi
pelanggan,
tetapi
karakteristik
produk
yang
sesungguhnya
(yang
dapat ditentukan
melalui berbagai
macam test) bisa
jadi
berbeda dari persepsi pelanggan.
|
16
2.6. Bauran Pemasaran (Marketing Mix)
Bauran pemasaran menurut Armstrong dan Kotler (p52, 2007) adalah
seperangkat alat -
alat pemasaran taktis yang dipadukan perusahaan untuk
menanggapi keinginannya terhadap target pasar. Bauran pemasaran terdiri dari
semua hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan
(demand) terhadap produk yang dihasilkannya. Beberapa kemungkinan dapat
dikelompokkan dalam 4 variabel, yaitu: Product, Price, Place, dan Promotion.
1. Produk (Product).
Produk berarti kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada
target pasar.
2. Harga (Price).
Harga adalah
jumlah
uang
yang
harus dibayar
customer
untuk
mendapatkan
produk.
3. Tempat (Place).
Tempat termasuk aktivitas perusahaan yang membuat produk
menjadi
tersedia
kepada target konsumen.
4. Promosi (Promotion).
Promosi berarti kegiatan
yang mengkomunikasikan seberapa bernilainya suatu
produk dan mendorong target konsumen untuk membelinya.
|
17
2.7. Pembagian Pasar Konsumen (Consumer Segmentation)
Sebelum menyusun
suatu
strategi
marketing,
perusahaan
harus
mengidentifikasi pembagian pasar konsumen yang akan mempengaruhi
perkembangan perusahaan. Menurut Kotler dan Keller (2006, p231 - 238) pembagian
pasar konsumen dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Segmentasi Geografis.
Segmentasi geografis
untuk
membagi pasar dalam
unit geografis
yang berbeda
meliputi: negara, negara bagian, wilayah, kota, maupun pinggiran kota.
2. Segmentasi Demografis.
Dalam segmentasi demografis, pasar dibagi kedalam kelompok berdasarkan
variabel misalnya:
a)
Usia.
b)
Jumlah anggota keluarga.
c)
Jenis kelamin.
d)
Pendapatan.
e)
Pekerjaan.
f)
Pendidikan.
g)
Agama/keyakinan.
h)
Ras.
i)
Generasi.
j)
Kelas sosial.
|
18
3. Segmentasi Psychographic.
Psychographic adalah ilmu yang menggunakan psikologi dan demografis untuk
mendapatkan pengertian yang lebih mendalam mengenai konsumen.
Dalam segmentasi
Psikografi pembeli
dibagi
kedalam kelompok
yang
berbeda
berdasarkan karakteristik personal/psikologis, gaya hidup, atau values.
Orang
orang
yang
ada didalam demografi
yang sama dapat
memperlihatkan
profil psikografis yang sangat berbeda.
4. Segmentasi Perilaku.
Dalam segmentasi
perilaku
pembeli
dibagi
kedalam kelompok
berdasarkan
pengetahuan
mereka,
sikap
terhadap, penggunaan, atau tanggapan terhadap
produk.
2.8. Brand
2.8.1. Pengertian Brand
Pada bagian ini akan dijelaskan tentang definisi, istilah - istilah tentang
brand, dan tinjauan teoritis yang digunakan dalam menyusun karya ilmiah.
Menurut Kotler dan Keller (2009, p276), brand adalah sebuah nama, istilah,
tanda, simbol atau desain, atau kombinasi dari semuanya ini yang dimaksudkan untuk
mengidentifikasikan
barang
atau
jasa
dari
seorang
penjual
atau
kelompok
penjual
serta membedakannya dari barang atau jasa dari pesaing.
|
![]() 19
Brand juga
adalah
produk
atau
jasa
yang dimensinya berbeda dari produk
atau jasa lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama.
Perbedaan
ini
dapat
bersifat fungsional,
rasional,
atau
tangible
yang
berhubungan
dengan
performance produk
dari
brand.
Juga
dapat
bersifat
lebih
simbolis, emosional, atau
intangible
yang
berhubungan
dengan
apa
yang
direpresentasikan oleh brand.
2.8.2. Pengertian Branding
Menurut Duncan (2005, p71), branding merupakan suatu proses penciptaan
image
brand
yang
mempengaruhi
hati
dan
pikiran customer,
yang
membedakan
produk yang sejenis satu dengan yang lainnya.
Tabel 2.1: Tabel Karakteristik Brand (Sumber: Duncan, 2005, p72).
Tangible Attributes
Intangible Attributes
Design Performance
Ingredients/components
Size/Shape
Price
Marketing Communication
Value
Brand Image
Image of stores where sold
Perceptions of users of the brand
|
20
2.8.3. Enam Building Blocks Brand
Menurut Kotler dan Keller (2006, p262 - 263), proses implementasi keempat
tahap diatas membutuhkan enam building blocks yaitu:
1.
Brand Selience, berhubungan dengan aspek
aspek
awareness dari sebuah
brand, seperti seberapa sering dan mudah sebuah brand diingat dan dikenali
dalam berbagai situasi pembelian atau konsumsi.
2. Brand Performance, berhubungan dengan kemampuan produk dan jasa dalam
memenuhi kebutuhan fungsional konsumen.
3. Brand
Imagery,
menyangkut
extrinsic
property
produk
dan
jasa,
termasuk
cara brand dalam memenuhi kebutuhan psikologis atau sosial pelanggan.
4. Brand Judgement, berfokus pada pendapat dan penilaian personal konsumen
terhadap brand.
5. Brand Feelings, respon dan reaksi emosional konsumen terhadap brand.
6. Brand Resonance,
mengacu pada karakteristik relasi
yang dirasakan
pelanggan terhadap brand sampai kepada perasaan dimana pelanggan merasa
tersinkronisasi dengan brand.
Empat Langkah Membangun Brand:
Menyusun identitas brand yang tepat (Who are you?)
Menciptakan makna brand yang sesuai (What are you?)
Menstimulasi respon brand yang diharapkan (What about you?)
|
21
Menjalin
relasi
brand
yang
tepat
dengan
pelanggan
(What
about
you
and
me?)
2.9. Brand Personality
2.9.1. Pengertian Personality
Menurut
Kotler
dan
Keller
(2009,
p101), personality
mengacu
pada
perbedaan ciri ciri psikologis yang mengarah pada respon yang relatif konsisten dan
bertahan
lama
terhadap
rangsangan
lingkungan
(termasuk buying
behavior).
Personality sering dihubungkan dengan berbagai
istilah
yang berbeda beda
misalnya self confidence, dominance, autonomi, deference, sociability, defensiveness,
dan adaptability.
Personality dapat
berguna
dalam menganalisis consumer
behavior.
Dimana brand juga
memiliki personality dan konsumen
lebih sering memilih brand
yang memiliki personality yang cocok dengan personality mereka.
Menurut Armstrong dan Kotler (2011, p176), personality mengacu
pada
karakteristik
psikologikal
yang unik
yang
membedakan
seseorang
maupun
kelompok.
|
22
2.9.2. Pengertian Brand Personality
Brand personality adalah bauran yang spesifik dari perbedaan sifat manusia
yang dapat kita atributkan pada brand tertentu. (Kotler & Keller, 2009, p101).
Riset dari Jennifer Aaker telah mengidentifikasi lima dimensi brand
personality: sincerity, excitement, competence, sophictication, dan ruggedness. Studi
lintas budaya telah menemukan bahwa dimensi dimensi ini (walaupun tidak semua)
berlaku di berbagai negara.
Brand Personality adalah pengatributan dari perbedaan personality manusia
(seriousness, warmth, imagination, dan lainnya) kepada suatu brand sebagai suatu
cara untuk mencapai diferensiasi. Biasanya dilakukan melalui long-term above-the-
line advertising dan grafik serta packaging yang mendukung. Perbedaan perbedaan
ini menjelaskan behavior dari brand melalui komunikasi dan packaging yang
dipersiapkan dengan matang, dan lain sebagainya melalui orang orang yang
merepresentasikan brand tersebut yaitu para employee. (Brandcareers glossary,
2011).
Menurut Armstrong dan Keller (2011, p176), suatu brand personality adalah
bauran yang spesifik dari perbedaan sifat manusia yang dapat diatribusikan pada
suatu brand tertentu.
Seorang periset mengidentifikasikan lima dimensi brand personality yang
berbeda: sincerity (down to earth, honest, wholesome, dan cheerful); excitement
|
![]() 23
(daring, spirited, imaginative, dan up to date); competence (reliable, intelligent, dan
successful); sophistication (upper class dan charming); dan ruggedness (outdoorsy
dan tough).
2.9.3. Dimensi Persepsi Brand Personality
Dimensi dibawah ini adalah dimensi persepsi dari brand personality, dimensi
ini mengukur persepsi terhadap brand personality, kalau dalam konteks penelitian ini
adalah
persepsi
terhadap brand
personality
Jesslyn
Cake.
Dimensi
perception of
brand
personality
ini
dibentuk
berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan Aaker
(1997,
p347
356),
dalam penelitian
tersebut
Aaker
membagi
brand
personality
menjadi lima dimensi yang terbentuk dari 42 sifat pembentuk (indicator variable).
Kemudian
pada
tahun
2001,
Venable
mengembangkan
dimensi brand
personality
yang pernah dikemukakan oleh
Aaker dalam konteks brand personality
untuk mengukur persepsi terhadap pelayanan (service), menjadi total delapan dimensi
dan
54
sifat
pembentuk
(indicator
variable).
Perincian
mengenai
dimensi brand
personality dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.2: Brand Personality: Dimensi serta Variabel Indikator yang Membentuknya.
Dimensi brand
personality
Sifat - sifat brand
personality (Indicator
Variable)
Terjemahan dalam
bahasa Indoneia
Sincerity (tulus).
Down to earth*
Membumi
|
![]() 24
Aaker, 1997.
(merakyat)
Small town
Kuno
Honest
Jujur
Sincere
Tulus
Real
Sungguh - sungguh
Wholesome
Bermoral baik
Original*
Eksentrik
(individualitas)
Cheerful*
Riang
Sentimental
Perasa
Friendly*
Ramah (bersahabat)
Enduring
Bertahan lama
Excitement (gembira).
Aaker, 1997.
Up-to-date*
Mengikuti zaman
Unique*
Unik
Contemporary
Kontemporer (masa
kini)
Independent
Mandiri
Exciting*
Menyenangkan
(gembira)
Spirited*
Energik (semangat)
|
![]() 25
Cool*
Tenang
Young*
Muda
Imaginative*
Imajinatif (kreatif)
Trendy*
Trendi
Competence (cakap).
Aaker, 1997.
Reliable
Dapat dihandalkan
Hardworking
Pekerja keras
Secure
Aman
Intelligent
Cerdas
Successful
Sukses (berhasil)
Leader
Pemimpin
Confident
Percaya diri
Technical
Teknis
Corporate
Berbadan hukum
Sophistication
(terkemuka).
Aaker, 1997.
Glamorous
Elegan (glamor)
Upper class*
Kelas atas
Charming*
Memikat
Good looking
Mempesona
|
![]() 26
Feminine*
Feminin
Smooth
Lembut
Rugged (tangguh).
Aaker, 1997.
Outdoorsy
Senang dengan
kegiatan luar
Masculine*
Jantan
Tough
Tangguh
Rugged
Kasar
Western
Ngoboi berbudaya
barat
Nurturance
(perhatian).
Venable, 2001.
Loving
Penyayang
Compassionate
Rasa simpati
Kind
Baik hati
Helpful
Senang membantu
Caring*
Penuh perhatian
Effectiveness (efektif).
Venable, 2001.
Purposeful
Punya tekad (ambisi)
Accessible*
Bersahabat (mudah
ditemukan)
|
![]() 27
Committed to public good
Loyal untuk
kebaikan masyarakat
Reputable*
Bereputasi (nama
baik)
Efficient (efisien).
Venable, 2001.
Accountable
Bertanggung jawab
Financially stable
Mantap secara
finansial
Long-term orientation
Orientasi jangka
panjang
Cost-effective
Efektif dalam biaya
Venable
(2001),
berpendapat
bahwa brand
personality
memiliki
pengaruh
terhadap
kecenderungan
untuk
berkontribusi
pada
pelayanan (service).
Pengaruh
tersebut
terbentuk
akibat
persepsi
yang
dimiliki
oleh
individu
terhadap brand
personality yang ada.
|
28
2.10. Faktor Psikologis (Psychological Factors)
Pilihan
pembelian
seseorang
secara
lebih jauh
sebagian
besar
dipengaruhi oleh empat faktor psikologis: motivasi (motivation), persepsi
(perception),
pembelajaran
(learning),
serta
keyakinan
dan
sifat
(beliefs
and
attitudes). (Armstrong dan Kotler, 2011, p176).
2.10.1. Motivasi (Motivation)
Seseorang
memiliki
banyak kebutuhan
dalam setiap
waktu.
Beberapa
bersifat biologis,
yang
muncul dalam bentuk rasa
lapar (hunger), haus (thirst), atau
ketidak nyamanan (discomfort). Beberapa bersifat psikologis yang muncul dalam
bentuk kebutuhan untuk diperhitungkan (need for recognition), harga diri (esteem),
atau rasa memiliki (belonging).
Kebutuhan berubah menjadi motif ketika meningkat pada level
intensitas yang mencukupi.
Sebuah
motif (drive) adalah kebutuhan yang cukup untuk mendorong
seseorang untuk mencari kepuasan. (Armstrong dan Kotler, 2011, p176).
|
29
2.10.2. Persepsi (Perception)
Seseorang yang termotivasi siap
untuk
bertindak.
Bagaimana
orang
tersebut bertindak dipengaruhi oleh persepsi dirinya sendiri tentang situasi. Kita
semua belajar lewat aliran informasi melalui lima panca indra: penglihatan,
pendengaran, penciuman, sentuhan, dan perasaan.
Walaupun
demikian,
masing
masing dari kita menerima, mengatur, dan menginterpretasikan informasi sensorik ini
menurut cara kita masing masing.
Persepsi
adalah
proses dimana
seseorang
memilih,
mengatur,
dan
menginterpretasikan informasi untuk membentuk
suatu
gambaran
yang
berarti
dari
dunia.
Manusia dapat membentuk persepsi yang berbeda
beda walaupun
stimulusnya
sama karena adanya tiga proses perceptual: perhatian selektif (selective
attention), distorsi selektif (selective
distortion),
dan
retensi
selektif (selective
retention). (Armstrong dan Kotler, 2011, p177 - 178).
2.10.3. Pembelajaran (Learning)
Ketika manusia bertindak, mereka belajar. Pembelajaran menjelaskan
perubahan sifat individual yang muncul karena pengalaman. (Armstrong dan Kotler,
2011, p178).
|
30
2.10.4. Keyakinan dan Sifat (Beliefs and Attitudes)
Lewat belajar dan melakukan, manusia memperoleh keyakinan dan
sifat. Ini kemudian menjadi pengaruh bagi behavior membeli mereka.
Keyakinan (beliefs)
adalah
sebuah pemikiran deskriptif
yang
dimiliki
seseorang
mengenai sesuatu. Keyakinan dapat berdasarkan pada pengetahuan sebenarnya (real
knowledge), opini, atau kepercayaan (faith) dan dapat ataupun tidak membawa
pengaruh emosional.
Manusia
memiliki
sifat (attitudes)
yang
berhubungan
dengan
agama,
politik, pakaian, musik, makanan, dan dalam hampir semua hal lainnya.
Sifat
(attitudes) menjelaskan evaluasi
yang relatif konsisten, perasaan
(feelings), dan kecenderungan seseorang atas sebuah objek atau ide.
(Armstrong dan Kotler, 2011, p179).
2.10.5. Hirarki Kebutuhan Maslow
Seperti dijelaskan oleh Armstrong dan Kotler (2011, p178) juga McShane dan Von
Glinow (2010, p135 - 136) salah satu model psikologis dari motivasi manusia yang
dikenal
luas adalah
teori
hirarki
kebutuhan
Maslow
(Maslows
Needs
Hierarchy
Theory). Dikembangkan oleh seorang psikolog bernama Abraham Maslow pada
tahun 1940. Abraham Maslow menjelaskan mengapa orang terdorong oleh kebutuhan
tertentu
pada
waktu
tertentu.
Mengapa seseorang
menghabiskan
banyak
waktu
dan
tenaga
untuk keamanan
pribadi
sementara
yang
lain menginginkan
pengakuan
dari
orang lain. Jawaban Maslow yaitu karena kebutuhan manusia diurutkan dalam sebuah
|
31
hirarki, dari yang paling mendesak dibagian bawah piramid sampai yang kurang
mendesak pada puncak piramid.
Model ini memperlihatkan dan mengintegrasikan daftar kebutuhan yang panjang
yang telah dipelajari sebelumnya kedalam hirarki dari lima kategori utama (dari yang
paling rendah sampai yang paling tinggi):
Fisiologis (Physiological): Kebutuhan akan, makanan, udara, air, tempat
tinggal, dan semacamnya.
Keamanan (Safety): Kebutuhan
untuk rasa aman dan
lingkungan
yang stabil,
serta tiadanya rasa sakit (pain), ancaman, atau penyakit (illness).
Rasa memiliki/cinta (Belongingness/love): Kebutuhan akan cinta, ketertarikan
(affection), dan interaksi dengan orang lain.
Harga
diri (Esteem):
Kebutuhan
akan
penghargaan diri
(self
esteem) melalui
pencapaian personal (personal achievement) dan juga penghargaan sosial
(social esteem) melalui pengakuan dan respek dari orang lain.
Aktualisasi diri (Self actualization): Kebutuhan akan pencapaian diri (self
fulfillment), realisasi potensi sendiri (realization of ones potential).
Dibawah ini adalah piramida yang menggambarkan hirarki kebutuhan dari teori
Maslow:
|
![]() 32
Gambar 2.3: Maslows Hierarchy of Needs.
2.11. Perilaku Konsumen (Consumer Behavior)
Perilaku konsumen adalah studi mengenai
bagaimana
seseorang
(individu), kelompok, dan organisasi
memilih,
membeli,
menggunakan,
dan
mencampakkan barang, jasa, ide, atau pengalaman, untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan mereka. (Kotler & Keller, 2009, p190).
|
33
Pemasar harus mengerti secara penuh baik teori dan kenyataan dari
perilaku konsumen.
Perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor faktor kultural,
sosial, dan personal. (Kotler dan Keller, 2009, p190).
2.12. Consumer Insights
2.12.1. Pengertian Insights
Menurut Amalia (2009, p24 25), insights adalah sebuah pemahaman
yang jelas, dalam, dan kadang muncul
secara tiba
tiba atas sebuah problem atau
situasi
yang kompleks,
atau
kemampuan
untuk
memiliki
pemahaman seperti
itu.
Cambridge dictionary.
Yang menarik dari definisi tersebut adalah perpaduan dari tiga unsur yaitu:
Unsur deep atau kedalaman pemahaman materi.
Unsur complex yaitu
mencakup kompleksitas dari masalah yang
dibahas.
Unsur sudden dari segi waktu,
yaitu sesuatu yang dimengerti secara
tiba - tiba.
Sesuatu yang insightful berarti berisikan informasi yang mendalam pada suatu
objek
permasalahan
yang
kompleks,
dan
ditemukannya
tidak
setiap saat. Dalam
beberapa
kamus
lain
dijelaskan
bahwa
insights
ini
biasanya
bersifat original
dan
|
34
breakthrough. Lebih jauh dikatakan, insights merupakan sebuah flash, artinya suatu
pengetahuan yang brilian, yang muncul secara tiba - tiba. Kata kunci lainnya,
insights ini bersifat intuitif dan disejajarkan dengan sixth sense atau indera keenam.
Pengertian insights dalam konteks psikologi adalah mencari tahu secara
lebih
mendalam apa
latar
belakang dan
faktor
-
faktor
yang
mendorong perbuatan,
pemikiran dan perilaku seseorang.
2.12.2. Pengertian Consumer Insights
Definisi dari consumer insight adalah proses mencari tahu secara lebih holistic
tentang latar belakang perbuatan, pemikiran
dan
perilaku
seorang
konsumen
yang
berhubungan dengan produk dan komunikasi iklannya (Amalia, 2009, p25 - 26).
Analisis data statistik jelas sangat berguna, tetapi itu hanya sampai titik
tertentu saja. Dalam kondisi pasar yang
lebih kompleks, dimana banyak
faktor
yang
menyebabkan terjadinya sesuatu tidak bisa dikuantifikasi begitu saja dengan model
yang bersifat causal (sebab - akibat); pengetahuan secara kualitatif tentang pasar yang
lebih
mendalam mulai
dirasakan
sebagai
suatu
kebutuhan.
Ini
sejalur
dengan
pandangan bahwa pemasaran adalah
gabungan antara
ilmu (science) dan seni (art).
Consumer Insights adalah bagian
utama dari
seni tersebut! Intinya, berpikir kreatif
dan lebih luas dari menerjemahkan data secara kuantitatif. Menggali sesuatu yang
tidak tampak di permukaan.
|
35
Banyak
contoh
lahirnya
ide
produk
baru dan
ide
komunikasi
iklan
karena
kekuatan Consumer Insights. Dari ide sederhana seperti menambahkan sayuran
kering
atau bawang
goreng dalam produk
-
produk
mie
instant,
hingga
ide
slogan
brilian Just Do it oleh Nike. Bukan besar kecilnya ide yang penting, tetapi adalah
bagaimana ide tersebut dapat diterapkan dan menambahkan value bagi konsumennya.
Yang perlu diperhatikan tentang Consumer Insights:
Insights
tidak
harus
datang
dari
brand manager
saja,
melainkan
dari
semua
orang
yang
tergabung
dalam organisasi,
termasuk
pemilik
perusahaan.
Consumer insights perlu dibudayakan dalam perusahaan.
Adanya posisi consumer insights manager di organisasi adalah salah satu cara
untuk menghimpun semua insights yang relevan dan disalurkan sesuai dengan
kapasitasnya.
Insights tidak berguna apabila tidak actionable. Tantangannya adalah
bagaimana
membuat
informasi yang digali sebagai insights,
menjadi jelas dan
dimengerti
oleh
tim
pemasaran
(termasuk
di
dalamnya
product
development
dan research agency), dan kemudian diterjemahkan dalam suatu rencana yang
nyata.
|
![]() 36
2.12.3. Teknik Ethnography
Menurut Amalia (2009, p89 - 99), berikut adalah beberapa teknik yang
bisa dipertimbangkan untuk digunakan dan dikombinasi satu sama lainnya, atau
dikembangkan dan diadaptasi tergantung pada lingkup permasalahan studi
ethnography.
Tabel 2.3: Tabel Teknik Ethnography (Sumber: Amalia, 2009, p89).
Teknik Ethnography
Participatory Observation
Story Telling
Non-Participatory Observation
Netnography
Unstructured Interview
Photography and Videography
Contextual In-depth Interview
Subject Diaries
Shadowing/ Day-in-the-life
Creative Focus Group
Usability Interview
Activity Sessions
Dari berbagai teknik ethnography diatas, yang kami pertimbangkan untuk
digunakan dalam mendukung penelitian kami adalah menggunakan teknik :
Non-Participatory Observation
Non-Participatory
Observation merupakan
pengamatan
pasif, ethnographer
pada dasarnya hanya memperhatikan dan mencatat apa yang terjadi di
hadapannya. Teknik ini juga disebut Non-Interactive Observation. Misalnya,
mengamati bagaimana dinamika antara pembeli dan penjual dalam bertransaksi
pada
sebuah
toko bangunan atau
mengamati bagaimana
sebuah produk
anti-
|
37
bocor diaplikasikan oleh seorang
tukang pada tempat - tempat dimana
terjadi
masalah pada saat musim hujan. Tujuannya adalah mencari the telling moment,
yaitu hal-hal mendasar yang menjelaskan aspek keseharian produk di
lingkungan
naturalnya. Insights dari
the telling moment inilah
yang seringkali
menjadi kunci dari solusi permasalahan produk.
Story Telling
Story Telling
merupakan teknik yang bertujuan untuk menceritakan sebuah
peristiwa dengan bahasa konsumen sendiri. Mereka punya talenta yang cukup
baik
karena
dalam keseharian
konsumen
sudah
biasa
berbincang
-
bincang
menceritakan ihwal permasalahannya, apakah dengan teman, dengan pasangan,
atau dengan koleganya. Tugas seorang
enthnographer adalah secara kreatif
memancing konsumen agar menceritakan pengalaman atau perasaannya
terhadap merek tanpa tempelate pertanyaan - jawaban yang itu - itu saja.
Dengan
teknik
ini,
biasanya
konsumen akan lebih cepat untuk dituntun
membicarakan ketertarikan, ketidaksukaan, atau isu - isu lainnya seputar topik
yang kita kehendaki.
Dalam menanyakan keterikatan seorang pria eksekutif dengan merek mobilnya,
tidak mungkin lagi kita menanyakan pertanyaan yang langsung tembak seperti:
Faktor apa yang membuat Bapak memilih mobil dengan merek ini?
Pendekatan yang lebih jitu dan lebih ekploratif adalah pada saat kita
menyampaikan sebuah pernyataan yang membutuhkan komentar responden,
misalnya:
Pak, kata orang, you are what you drive! Setujukah
Bapak dengan
ungkapan itu? Pertanyaan yang menarik dan tak terduga seperti ini akan
|
38
mendorong
responden
untuk
bercerita
banyak tentang motif pembelian dan
pengambilan keputusan atas mobil tersebut.
Netnography
Ethnography
yang
awalnya
lebih
menekankan pada
faktor observasi
langsung
di
lokasi
asalnya, bisa difasilitasi dengan
bantuan
teknologi komunikasi
dan
internet sehingga muncul teknik - teknik baru.
Netnography atau disebut juga online ethnography atau virtual ethnography,
dipopulerkan oleh Robert Kozinets di
tahun
1997.
Teknik
ini
adalah
perkembangan baru di dalam teknik ethnography dengan bantuan Internet.
Dalam netnography,
tetap
dipertahankan
prinsip
kedalaman
dan
keluasan
informasi
yang
dihasilkan
dengan masuknya periset kedalam
sebuah
setting
kehidupan. Kegiatan netnography akan
menghasilkan
begitu banyak
deskripi
yang
sangat
tebal
melalui
catatan - catatan
yang dibuat
dari
hasil
menyelami
sebuah permasalahan. Walaupun banyak ahli masih berdebat tentang keharusan
sebuah
pertisipasi
aktif
dalam studi
netnography,
Amalia
sendiri
lebih
menekankan sebuah kombinasi aktif dan pasif jika dibutuhkan. Partisipasi aktif
bisa digunakan untuk klarifikasi sebuah isu yang ada kalanya belum bisa tergali
dengan baik dalam teknik netnography yang bersifat pasif.
|
39
Keunggulan
metode netnography adalah
kecepatan
dalam
mengumpulkan
informasi. Selain itu, biayanya juga sangat rendah dibandingkan dengan banyak
teknik ethnography lainnya. Metode ini juga dianggap lebih natural dan tidak
intrusif atau mengganggu keaslian dari apa yang yang terjadi atau bahasan yang
dipercakapkan.
Kelemahan
netnography
mungkin
terletak
pada seberapa ahli seorang
ethnographer dalam menginterpretasikan
informasi
yang diperoleh. Walaupun
hal ini bisa ditepis dengan menjelaskan bahwa dalam ethnography tanpa
internet
pun,
kelemahan
yang
sama
bisa saja menjadi kendala. Kelemahan
lainnya, dalam banyak kasus, identitas seseorang dalam alam virtual seringkali
tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Salah satu kerisauan akan hasil netnography adalah apabila komunitas online
yang
digunakan tidak mewakili keseluruhan khalayak sasaran
yang dipelajari.
Oleh karena itu, dianjurkan
untuk
mengkombinasikan netnography dengan
teknik - teknik lain yang dilakukan secara offline. Multiple
method
merupakan
sebuah cara untuk triangulasi dari hasil
riset.
Metode ini memang sebuah
prosedur yang umum dalam sebuah riset kualitatif.
Berbagai teknik netnography antara lain :
-
Online Participatory
-
Online Observational
-
Online chatting
-
E-mail history
|
40
-
Photography and Videography
Dalam hal ini kami hanya menggunakan salah satu teknik netnography yaitu:
-
Online Observational, yaitu membaca dan menyimpulkan catatan -
catatan diskusi yang lalu dari sebuah e-forum.
2.12.4. Observasi Ethnografis
Menurut para peneliti dari SmartRevenue, observasi ethnografis
menggunakan
keahlian
dan
pengalaman
para ahli
antropologi professional
untuk
menciptakan
metode shopper insights yang inovatif. Metode observasi ethnografis
dirancang,
diterapkan,
dan
dianalisis
untuk
menangkap behavior
yang
spesifik
terhadap channel, kategori, dan display.
Para
ethnographer
mengobservasi
behavior para
pembeli
untuk
menciptakan
suatu
gambaran
yang
lengkap mengenai kebutuhan, logika keputusan,
brand,
pemilihan toko
atau
channel, aisle
behavior,
dan
lainnya,
dari
pembeli
dan
mengelola hasil observasi tersebut menjadi sebuah framework (kerangka kerja) untuk
menentukan taktik dan strategi praktikal.
Pengembangan rencana penelitian observasi berdasarkan pada objektif
penelitian yang spesifik bagi client dan spesifikasi lingkungan (environment) dimana
penelitian terjadi. Bagi penelitian in-store, kriteria observasi mencakup:
|
41
Berapa lama waktu yang dihabiskan pembeli untuk browsing kategori
produk?
Dari arah mana pembeli memasuki aisle?
Berapa banyak pause dan browse?
Bagaimana pola browsing pada shelf? Misalnya, apakah mereka mulai
dari tengah, kiri, atau sebelah kanan?
Apakah mereka membaca label produk?
Apakah mereka membaca shelf signage? (Harga, promosi, dsb.).
Apakah mereka membandingkan produk satu dengan produk lainnya?
Jika ya, apa dasar perbandingan yang dapat diobservasi? (Harga,
ukuran, brand, features)?
Berapa banyak pengambilan dan pengembalian produk?
Berapa lama pembeli berinteraksi dengan shelf?
Apa konfigurasi kelompok dari pembeli? (Apakah dengan anak,
teman, orang tua, pasangan, dsb.)?
Di sebelah mana pembeli keluar dari toko? (Apakah dari kiri, kanan,
melalui aisle yang sejajar, melalui perimeter aisle, dsb.).
Bagaimana behavior dari non purchasers?
Masing
masing behavior
ini diukur,
membuat protokol observasi dapat bertindak
baik sebagai screener maupun driver bagi kuesioner terkait.
|
42
Observasi yang telah diukur dari setiap pembeli kemudian di record lalu
dihubungkan dengan interview dengan pembeli. Dengan mengintegrasikan observasi
dan interview, kita dapat mem provide sebuah gambaran kompleks dari pembeli yang
menerangkan konsistensi dan kontradiksi dari apa yang dilakukan,
dikatakan, dan
dibeli oleh pembeli.
Integrasi protokol observasional dan kuesioner dikelola dan dirancang
untuk mengekstraksi segmen, kebutuhan dan keadaan, pendorong (driver), dan hot-
spot, bagi pembeli.
2.13. Statistik
2.13.1. Pengertian Statistik
Statistik adalah cabang dari matematika yang mengubah data menjadi informasi yang
berguna bagi para pembuat keputusan.
Statistik adalah pengukuran numerikal yang menjelaskan sebuah karakteristik dari
sample. (Levine, Stephan, Krehbiel, dan Berenson, 2008, p2 5).
|
43
2.13.2. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah cabang dari statistik yang mengumpulkan, menyimpulkan,
dan mempresentasikan data. (Levine, Stephan, Krehbiel, dan Berenson, 2008, p3).
Statistik deskriptif ini biasanya menggunakan berbagai tabel dan chart untuk
mempresentasikan data misalnya: summary table, bar chart, pie chart, dan pareto
diagram.
Summary Table: Mengindikasikan frekuensi, jumlah, atau persentase
dari item item dalam suatu rangkaian kategori sehingga perbedaan
antara kategori dapat terlihat.
Bar Chart: Di dalam bar chart, setiap bar menunjukkan setiap
kategori. Panjang setiap bar merepresentasikan jumlah, frekuensi, atau
persentase dari nilai yang jatuh pada sebuah kategori.
Pie Chart: Pie chart adalah sebuah lingkaran yang dipecah menjadi
potongan potongan yang merepresentasikan kategori. Ukuran setiap
potongan pie beragam menurut persentase dalam setiap kategori.
Pareto Diagram: Dalam sebuah pareto diagram, respon respon yang
dikategorikan kemudian di plot dalam urutan menurun (descending),
menurut frekuensi yang ada, dan dikombinasikan dengan garis
persentase kumulatif dalam chart yang sama.
(Levine, Stephan, Krehbiel, dan Berenson, 2008, p33 - 35).
|