BAB II
LANDASAN TEORI
II.1.   Supply Chain Management
Supply chain atau dapat diterjemahkan “rantai pasokan” adalah rangkaian
hubungan
antar
perusahaan
atau aktivitas yang
melaksanakan penyaluran pasokan barang atau
jasa dari
tempat
asal
sampai
ke
pembeli
atau pelanggan. Supply
chain
menyangkut
hubungan
yang
terus-menerus
mengenai
barang,
uang
dan
informasi. Barang
umumnya
mengalir
dari
hulu ke
hilir, uang
mengalir
dari
hilir
ke
hulu, sedangkan
informasi mengalir baik dari
hulu ke hilir
maupun dari
hilir ke
hulu. Dilihat secara
horizontal, ada lima komponen utama atau pelaku dalam supply chain, yaitu supplier
(pemasok),
manufacturer
(pabrik
pembuat
barang),
distributor
(pedagang besar),
retailer
(pengecer),
dan
customer
(pelanggan). Secara
vertikal,
ada
beberapa
komponen
utama
supply
chain,
yaitu
buyer
(pembeli), transporter
(pengangkut),
warehouse (penyimpan), seller (penjual), dan sebagainya. Hubungan
mata rantai ini
dapat dilukiskan seperti pada gambar 2.1.
10
  
11
Gambar 2.1. 
Komponen Supply Chain
Sumber: Eko Indrajit, Richardus and Djokopranoto, Richardus. 2005.
Dengan
demikian,
manajemen
supply
chain
pada
hakikatnya adalah
perluasan
dan
pengembangan konsep
dan
arti
dari
manajemen
logistik.
Kalau
manajemen logistik
mengurusi
arus
barang,
termasuk
pembelian,
pengendalian tingkat
persediaan,
pengangkutan, penyimpanan dan distribusi dalam satu perusahaan, maka
manajemen
supply
chain
mengurusi
hal
yang
sama
tetapi
meliputi dari bahan
mentah
sampai
dengan barang jadi yang dibeli dan digunakan oleh pelanggan.
Hakikatnya manajemen supply
chain
adalah
integrasi
lebih
lanjut dari
manajemen
logistik antar perusahaan yang terkait, dengan tujuan
lebih
meningkatkan kelancaran
arus
barang,
meningkatkan efisiensi
penggunaan
ruangan,
kendaraan,
dan
fasilitas
lainnya,
mengurangi tingkat
persediaan barang,
mengurangi
biaya,
dan
lebih
meningkatkan layanan lain yang diperlukan oleh pelanggan akhir.
  
12
Menurut
Wikipedia (2008),
seperti
yang
dikutip     
dari
halaman
,
definisi dari
supply
chain
management adalah sebagai berikut:
Rantai
suplai
rantai
pasokan, jaringan
logistik,
atau
jaringan
suplai
adalah
sebuah
sistem
terkoordinasi yang
terdiri
atas
organisasi,
sumber
daya
manusia,
aktivitas,
informasi, dan sumber-sumber daya lainnya yang terlibat secara bersama-sama dalam
memindahkan
suatu
produk
atau
jasa
baik dalam
bentuk
fisik
maupun
virtual
dari
suatu
pemasok
kepada
pelanggan.
Badan
usaha
yang
melaksanakan
fungsi
suplai
pada  umumnya  terdiri  dari  manufaktur,  penyedia  layanan  jasa,  distributor,  dan
saluran
penjualan (seperti: pedagang
eceran,
ecommerce,
dan
pelanggan (pengguna
akhir). Aktivitas rantasi suplai (rantai nilai dan proses siklus hidup) mengubah bahan
baku  dan  bahan  pendukung  menjadi  sebuah  barang  jadi  yang  dapat  dikirimkan
kepada
pelanggan
pengguna
akhir.
Rantai
suplai
menghubungkan rantai
nilai.
Ada
berbagai jenis
model
rantai
suplai,
yang
masing-masing
menghubungkan mulai dari
sisi hulu hingga hilir.
Tujuan
utama
supply
chain
management
adalah
untuk
memenuhi permintaan
pelanggan
melalui penggunaan sumber daya yang pailng efisien, termasuk kapasitas
distribusi, persediaan, dan sumber daya manusia.
Beberapa
perusahaan
memilih
untuk
mengalihdayakan
supply  chain  manegement
mereka dengan bekerja sama dengan penyedia jasa logistik pihak ketiga.
  
13
Menurut
Schroeder  
(2003),  
Supply   Chain  
Management  
adalah
perencanaan,
desain, dan control
akan aliran
informasi
dan
barang
sepanjang
supply
chain
yang
bertujuan untuk memenuhi persyaratan kebutuhan dari pelanggan secara efisien untuk
masa sekarang dan masa yang akan datang.
Menurut Burt-Dobler-Starling 
(2003),
definisi dari 
Supply
Chain
Management
,
adalah antara lain:
<
?
Suatu
filosofi
untuk
mengatur
keseluruhan
aliran
dari
sebuah
saluran
distribusi mulai dari supplier hingga ke pelanggan,
<
?
Suatu pendekatan sistem untuk mengatur keseluruhan aliran informasi barang
dan jasa mulai dari supplier bahan baku menuju ke pabrik produsen dan
gudang penyimpanan hingga ke pelanggan,
<                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    Koordinasi
?
yang
sistematik dan
strategik
dari
fungsi-fungsi bisnis tradisional
dalam sebuah perusahaan dan antar bisnis dalam sebuah supply chain, untuk
meningkatkan performa jangka panjang dari masing-masing perusahaan pada
khususnya dan supply chain tersebut pada umumnya.
<
?
Meliputi seluruh aktivitas yang berkaitan dengan aliran hulu dan hilir dan
perubahan barang dan informasi mulai dari tahap
pengambilan bahan baku
(extraction),  sampai
ke
pelanggan.
Supply  Chain  Management  adalah
  
14
integrasi dari seluruh aktivitas yang meliputi peningkatan hubungan di dalam
rangkaian supply chain, untuk mencapai kemampuan bersaing yang dapat
dipertahankan (sustainable).
<
?
Suatu usaha kolaborasi dari beberapa anggota supply chain untuk mendesain,
mengimplementasikan, dan mengatur proses peningkatan nilai secara otomatis
untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang sebenarnya. Pengembangan dan
integrasi dari sumber daya manusia dan teknologi dan juga manajemen aliran
barang, informasi, dan dana yang terkoordinasi akan menghasilkan integrasi
supply chain yang baik.
Menurut  Chaffey  (2007),  pengertian  supply chain management adalah  sebagai
berikut:
“Supply chain management (SCM), the coordination of all supply activities of an
organization from its suppliers and partners to its customers. Upstream supply chain,
transactions between an organization and its suppliers and intermediaries, equivalent
to
buy-side
e-commerce.
Downstream
supply chain, transactions between an
organization
and
its
customers
and
intermediaries, equivalent to sell-side e-
commerce”.
Upstream dan downstream supply chain dapat di lihat pada Gambar 2.2.
  
15
Gambar 2.2. Supply chain management
Sumber: Chaffey, Dave. 2007.
Supply
Chain
Management
masa
kini sudah
didukung oleh
sistem
informasi yang
bersifat 
menyeluruh  di 
penjuru 
perusahaan.  Biasanya 
sistem 
demikian
menggunakan
database
yang
standar
agar
dapat
menyediakan
fasilitas
penyebaran
data dan informasi sepanjang rangkaian entitas yang berada di dalam supply chain.
Melalui
fasilitas
ini,
aplikasi-aplikasi supply
chain
memiliki
potensi
untuk
meningkatkan  cepatnya  waktu  barang  sampai  ke  tangan  pelanggan,  mengurangi
biaya,  dan 
mengijinkan 
entitas-entitas 
yang 
berada 
pada  supply
chain 
untuk
mengatur sumber dayanya dan melakukan perencanaan untuk menghadapi kebutuhan
  
16
di
masa
yang
akan
datang.
Selanjutnya
di
masa
depan,
sistem
supply
chain
akan
dibuat
berlandaskan teknologi
internet
dengan
aplikasi
berbasiskan
web.
Ini
menggambarkan betapa
eratnya
hubungan
antara
e-commerce
dan
supply
chain
management.
II.2.   Procurement
Bagian
yang melakukan
fungsi pembelian kadang-kadang disebut bagian pembelian
atau
purchasing
department,
atau
sering
juga
disebut
bagian
pengadaan atau
procurement
department.
Kedua
istilah
ini
sebetulnya
mempunyai pengertian
yang
berbeda, namun seringkali dalam praktiknya dianggap sama.
Perkembangan pengertian
dan
cakupan
manajemen
pembelian
melahirkan
istilah-
istilah
pengganti.
Istilah-istilah seperti
purchasing,
procurement,
materials
management,
logistic
management,
supply
management,
dan supply
chain
management  sering kali saling di pertukarkan,  padahal sebetulnya  kalau diteliti
dengan
lebih
saksama,
ada
perbedaan-perbedaannya, meskipun
ada
juga
lingkup
kesamaannya. Untuk itu, mungkin perlu di kutip rumusan
yang umum mengenai apa
yang
dimaksud
dengan pembelian
atau
purchasing,
maupun
manajemen pembelian
atau purchasing management.
  
17
Purchasing describes the process of buying: learning of the need, locating and
selecting a supplier, negotiating prices and other pertinent terms, and following up to
ensure delivery. Leenders, Fearon, Flynn, Johnson  (2005)
Definisi
yang
lebih
terkini,
yang
menggambarkan juga
perkembangan
fungsi
pembelian
dalam perusahaan, dirumuskan
oleh
The
British
Chartered
Institude
of
Purchasing          Management          (CIPS)         (2005)         sebagai          berikut:
Purchasing is the process by the organizational unit which, either as a function or as
part of an integrated supply chain, is responsible both for procuring supplier of the
right quality, quantity, time and price and the management of the suppliers, thereby
contributing to the competitive advantages of the enterprise and the achievement of
corporate strategy.
Procurement
mempunyai pengertian
yang
lebih
luas
daripada
purchasing
karena
mengandung arti
pembelian,
penyewaan,
peminjaman, tukar
tambah,
transfer
dari
perusahaan 
lain, 
dan 
sebagainya.  Materials management
adalah 
integrasi  dari
berbagai fungsi
material untuk menyediakan material dengan biaya yang efisien bagi
perusahaan.   Sedangkan   logistics,   adalah   staf   yang   bertanggung   jawab   atas
pemasokan,
angkutan, pemilihan barang.
Supply
management
dirumuskan
sebagai
suatu sistem manajemen yang dirancang untuk optimalisasi biaya, mutu, dan layanan
material. Sedangkan supply chain management adalah suatu sistem untuk mengelola
seluruh aliran informasi, material, layanan dari pemasok bahan baku, melalui pabrik,
dan gudang penyalur, sampai ke pemakai akhir
  
18
Menurut
Wikipedia (2008),
seperti
yang
dikutip     
dari
halaman
http://en.wikipedia.org/wiki/Procurement , definisi dari procurement adalah sebagai
berikut:
“Procurement is the acquisition of goods or services at the best possible total cost of
ownership, in the right quantity and quality, at the right time, in the right place for
the direct benefit or use of the governments, corporations, or individuals generally
via, but not limited to a contract.”
Menurut Kerzner
(2003),  
procurement
didefinisikan
sebagai
akuisisi barang atau
jasa. Procurement (dan contracting) adalah sebuah proses yang melibatkan dua pihak
dengan
tujuan berbeda
yang berinteraksi satu sama
lain
pada sebuah segmen pasar.
Pelaksanaan procurement 
yang baik dapat
meningkatkan keuntungan   perusahaan
dari 
diskon 
pembelian  barang 
dalam  jumlah 
besar,
mengurangi
masalah aliran
kas,
dan   mencari supplier yang   berkualitas.   Karena procurement  memberikan
kontribusi
pada    keuntungan  
perusahaan,  
procurement  kadang 
disentralisasi,
sehingga
menyebabkan    
biaya    
dokumentasi    
menjadi     lebih 
murah  dan
pelaksanaannya terstandarisasi dari pusat.
Sedangkan
menurut
Bowersox-Closs-Cooper         (2002),  peranan procurement di
dalam   supply 
chain   management  
berevolusi 
seiring   dengan bertambahnya
perspektif  akan 
fokus  perusahaan 
menilai  procurement sebagai kapabilitas yang
terpenting
demi
majunya
perusahaan.
Penekanannya
mulai
berubah dari
negosiasi
yang berfokus pada transaksi dan hubungan jangka pendek dengan supplier -supplier
  
19
untuk 
memastikan  bahwa  perusahaan  berada  pada  posisi 
yang menguntungkan
untuk menjalankan proses manufaktur dan strategi  marketing-nya untuk  mendukung
basis 
supply 
perusahaan, 
khususnya 
berfokus 
utama 
untuk
mencapai kepastian
supply,
minimasi
inventory, peningkatan kualitas, pengembangan supplier, dan total
cost of ownership yang paling rendah.
Setiap organisasi, apakah
itu
produsen
ataupun pengecer,
membeli bahan, jasa, dan
supply dari supplier luar untuk mendukung operasi perusahaan. Sejak dahulu, proses
untuk
mendapatkan 
input–input yang   dibutuhkan
seringkali
sangat
menyulitkan
dibandingkan dengan aktivitas lain di dalam perusahaan. Dahulu, bagian purchasing
dibutuhkan
untuk
fungsi 
ini
sebagai
aktivitas
managerial
yang
pada
tingkat dasar
yang
diberikan
tanggung jawab
untuk
melaksanakan dan
memproses
pesanan
yang
diajukan dari bagian lain dalam perusahaan.
Peranan purchasing
adalah
untuk
mendapatkan sumber
daya
yang
dibutuhkan pada
harga beli
yang serendah
mungkin dari 
supplier.
Pandangan
lama akan purchasing
ini
lama
kelamaan berubah pada
beberapa
dekade
terakhir
ini.
Pandangan
modern
akan supply chain management dan penekanannya pada
hubngan antara pembeli dan
penjual mengangkat bagian purchasing ke tingkat  aktivitas  yang  lebih  tinggi  dan
lebih
strategik.
Peranan
strategik
ini
dibedakan
dari
pandangan lama
tadi
dengan
istilah baru yaitu procurement , namun pada kenyataannya banyak orang yang masih
rancu menggunakan istilah purchasing dan procurement secara bersamaan.
  
20
II.3.   E-Procurement
E-procurement
adalah salah satu
bentuk
e-commerce yang
mulai berkembang pada
akhir abad ke-20 ini dan tanpa ragu-ragu
lagi akan terus berkembang dengan pesat
pada permulaan abad ke-21.
Menurut
Wikipedia (2008),
seperti
yang
dikutip     
dari
halaman
,
definisi dari
E-procurement
adalah
sebagai berikut:
“e-Procurement (Electronic    Procurement) 
is 
the 
business -to-business purchase
and sale of supplies and services through the  Internet as well as other  information
and    networking    systems,    such    as    electronic    data  interchange  (EDI)  and
Enterprise Resource Planning (ERP). An important part of many B2B sites, e-
procurement is also sometimes referred to by other terms, such as supplier exchange.
Typically, e-Procurement Web sites allow qualified and registered users to look for
buyers or sellers of goods and services. Depending on the approach, buyers or sellers
may specify prices or invite bids. Transactions can be initiated and completed.
Ongoing purchases may qualify customers for volume discounts or special offers. e-
Procurement software   may   make   it   possible   to   automate   some   buying   and
selling. Companies participating expect to be able to control parts inventories more
effectively, reduce purchasing agent 
overhead, and improve  manufacturing cycles.
  
21
e-Procurement  is  expected  to  be  integrated  with  the  trend  toward  computerized
supply chain management .”
Menurut
Schroeder  
(2003),   E-procurement  memainkan   peranan penting   baik
untuk    penempatan
pesanan
dan  proses  pemenuhan.
E-procurement  mengijinkan
suatu  perusahaan  untuk  berinteraksi  secara  elektronis  dengan  para supplier-nya
melalui interkoneksi business-to-business (B2B).
Ada beberapa proses yang terdapat
pada
sistem
e-procurement
seperti
yang
terdapat
pada Gambar
2.3
dan
juga pada
Gambar 2.4.
Gambar 2.3. 
Proses-proses untuk E-procurement
Sumber: Schroeder, Roger G. 2004.
  
22
Gambar 2.4. 
Kunci Kegiatan Procurement
Sumber: Chaffey, Dave. 2007.
Masing-masing proses ini dapat dilakukan secara elektronik melalui koneksi internet.
Pada umumnya terdapat tiga macam pelayanan e-procurement :
1.   Katalog  online
yang 
menyediakan 
informasi 
mengenai 
produk, 
harga,
spesifikasi, detil penjualan dan pengiriman.
2.   Pelelangan bagi pembeli dan penjual.
3.   Tempat pertukaran yang disediakan oleh perusahaan-perusahaan besar.
  
23
Situs E-procurement dan B2B kian berkembang pesat. Perkembangan yang pesat ini
belum sempurna karena masih disertai oleh beberapa masalah seperti:
Terlalu berfokus pada perkembangan teknologi tanpa memperhatikan desain
ulang proses yang ada dan masalah koordinasi antar proses yang ada.
Belum ada perjanjian 
persamaan 
agar  semua  pihak  dari  masing masing
partner sama-sama diuntungkan dengan adanya tempat pertukaran B2B ini.
Terlalu banyak usaha yang tidak terintegrasi
secara baik antar-divisi
dalam
satu  perusahaan  yang  sama  dan  juga  pendekatan  yang  tidak terintegrasi
dengan baik antar perusahaan.
Masalah  pencatatan  yang  terlampau  banyak 
sehingga 
tidak  akurat  dan
masalah data yang mengganggu proses yang ada.
Walaupun masalah
di
atas
masih
menghantui sebagian
besar
sistem
yang
dibangun,
namun usaha pengintegrasian supply chain ke dalam sistem elektronik yang utuh tetap
memiliki masa depan yang cerah. E -procurement terus akan menjadi standar industri.
  
24
II.4.   Business Process
Menurut
Wikipedia (2008),
seperti
yang
dikutip     
dari
halaman
,definisi dari
proses
bisnis adalah sebagai
berikut:
Proses
bisnis
adalah
suatu
kumpulan pekerjaan yang
saling
terkait
untuk
menyelesaikan suatu
masalah
tertentu.
Suatu
proses
bisnis
dapat
dipecah
menjadi
beberapa
subproses
yang
masing-masing memiliki
atribut
sendiri
tapi
juga
berkontribusi untuk
mencapai
tujuan
dari
superprosesnya. Analisis
proses
bisnis
umumnya melibatkan pemetaan proses
dan subproses di dalamnya hingga
tingkatan
aktivitas atau kegiatan.
Beberapa  karakteristik  umum  yang  dianggap  harus  dimiliki  suatu  proses  bisnis
adalah:
1.   Definitif: Suatu proses bisnis harus memiliki batasan, masukan, serta keluaran
yang jelas.
2.   Urutan:
Suatu
proses
bisnis
harus
terdiri
dari
aktivitas
yang
berurut sesuai
waktu dan ruang.
3.   Pelanggan: Suatu proses bisnis harus mempunyai penerima hasil proses.
4.   Nilai tambah: Transformasi yang terjadi dalam proses harus memberikan nilai
tambah pada penerima.
  
25
5.   Keterkaitan: Suatu proses tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus terkait
dalam suatu struktur organisasi.
6.   Fungsi  silang:  Suatu  proses  umumnya,  walaupun  tidak  harus,  mencakup
beberapa fungsi.
Sering kali pemilik proses, yaitu orang yang bertanggung jawab terhadap kinerja dan
pengembangan
berkesinambungan dari
proses,
juga
dianggap
sebagai
suatu
karakteristik proses bisnis.
Banyak
definisi
yang
telah
dijabarkan oleh
para
ahli
manajemen
mengenai
proses
bisnis.
Menurut Khoo (1994), Business Process (BP) didefinisikan sebagai suatu rangkaian
aktivitas yang secara langsung memenuhi keinginan pelanggan atau inisiatif strategis.
BP 
dipicu 
oleh 
keinginan 
pelanggan 
dan/atau 
persyaratan  strategis 
serta
menghasilkan output yang dapat diukur. BP kadang memindahkan informasi dan/atau
barang
melewati
beberapa
unit
dan
fungsi
untuk
mencapai hasil
akhir
yang
telah
ditentukan.
Sedangkan
menurut
Laguna-Marklund (2005),
dari
sudut pandang
yang pragmatis,
suatu Business  Process  menggambarkan 
bagaimana   sesuatu   hal dijalankan   di
dalam   sebuah   organisasi.   Untuk   memahami   lebih   lanjut   mengenai Business
Process 
maka 
dapat 
kita 
mulai  dari 
mengartikan  kedua 
kata 
tadi: “business
dan “process”.  Pada  arti 
yang 
lebih  luas,  suatu “business ” 
dapat didefinisikan
sebagai  sebuah  entitas  organisasional  yang  menggunakan  sumber dayanya untuk
  
26
menyediakan barang atau jasa yang dibutuhkan oleh pelanggannya. Definisi  ini tidak
hanya
sesuai
dengan
tujuan
kebanyakan perusahaan
yang
pada
umumnya
memaksimalkan keuntungan
perusahaannya
dan
supply
chain-nya,
tetapi
juga
organisasi-organisasi non-profit dan badan-badan pemerintah pada umumnya.
Sedangkan untuk “process” sendiri ada banyak arti, bergantung pada konteks di mana
kata
itu
digunakan.
Process
dapat diartikan sebagai  
i) suatu
fenomena
natural
yang
ditandai
oleh perubahan
bertahap
menuju suatu
hasil
akhir,
ii)
suatu
aktivitas
atau
fungsi
natural
yang
berkelanjutan,
dan
iii)
serangkaian
tindakan
atau
operasi
yang
dilakukan untuk
mencapai suatu
tujuan
akhir.
Definisi
terakhir
cocok
untuk
memahami arti
business
process
di
mana
biasanya
definisi
umum
dari
suatu
process
yang digunakan pada buku-buku
operation
management
adalah sebagai
berikut : 
sebuah
process” 
menggambarkan  transformasi 
input 
menjadi 
output.
Dengan  begitu 
banyak 
yang 
menganalogikan 
suatu 
process” 
sebagai 
proses
produksi.
Untuk menghindari  hal  ini  maka  digunakanlah  istilah “business process ”  untuk
menggambarkan proses-proses
yang
dilakukan
oleh
perusahaan
dalam
melakukan
bisnisnya, 
tidak 
hanya
proses produksi
saja
tapi
juga
proses
lain,
seperti proses
pencatatan akuntansi, admisi, auditing, penagihan, perencanaan budget , perencanaan
bisnis,
akuisisi
klien,
perencanaan sumber
daya
manusia,
manajemen
inventory,
training, penilaian performa, pengembangan produk, purchasing, penerimaan barang,
pengiriman
barang,
pemenuhan
pesanan,
pengolahan proses
klaim
dan
garansi,
sertifikasi vendor, dan masih banyak lagi.
  
27
II.5.   Business Process Reengineering (BPR)
Menurut Tan
(1994), Business Process Reengineering (BPR) adalah suatu paradigma
baru
yang
digunakan
oleh
perusahaan-perusahaan yang    
sukses    
untuk
mengorganisasikan  dan 
melaksanakan  bisnis 
mereka  untuk
mencapai hasil
yang
memuaskan.
Business Process
Reengineering
(BPR)
secara
fundamental mengubah
cara suatu perusahaan 
mengkonversikan input   menjadi
output .
Business Process
Reengineering
(BPR)
berfokus
pada
inovasi,
kecepatan, pelayanan dan
kualitas.
Business
Process
Reengineering
(BPR)
menuntut
agar bisnis
proses
untuk
ditinjau
lebih
dalam
secara organisasional bukan
hanya secara
individual.
Business
Process
Reengineering
(BPR)
menawarkan proses
yang
super
efisien
untuk
peningkatan
performa yang radikal.
Sedangkan
Peppard-Rowland (1995)
menyatakan
bahwa
Business
Process
Reengineering
(BPR)
adalah
sebuah
filosofi
perbaikan yang
bertujuan untuk
mengambil
langkah-langkah
guna
memperbaiki
performa dengan
mendesain
ulang
proses-proses bisnis perusahaan,
memaksimalkan
nilai  tambah  dan  meminimalkan
unsur-unsur 
lain. Pendekatan ini dapat diterapkan pada tingkat
individual
atau pada
tingkat keseluruhan organisasi.    Dengan   mendesain 
ulang   proses-proses   dalam
perusahaan,  
Business Process Reengineering (BPR) memungkinkan 
untuk
timbulnya 
langkah-langkah 
perbaikan 
performa 
untuk
meningkatkan persaingan
dalam dunia bisnis.
  
28
Menurut
Wikipedia (2008),
seperti
yang
dikutip     
dari
halaman
Process Reengineering adalah sebagai berikut:
* "... the fundamental rethinking and radical redesign of business processes to
achieve dramatic improvements in critical contemporary measures of performance,
such as cost, quality, service, and speed."
* "encompasses the envisioning of new work strategies, the actual process design
activity,  and  the  implementation  of  the  change  in  all  its  complex  technological,
human, and organizational dimensions."
Menurut Hunt (1994),
ada
sembilan
dimensi
dalam
BPR
yaitu
Business
Direction,
Scoping  and  Targeting,  Process  Design,  Organization  and  People, Technology,
Physical 
Infrastructure, 
Policies, 
Implementation 
Planning 
and Financing, dan
Implementation.
Hubungan
antara
kesembilan dimensi
tersebut
dapat
dilihat
pada
Gambar 2.5 berikut ini:
  
29
Gambar 2.5.  Sembilan Dimensi BPR
Sumber: Hunt, Bruce. 1994.
Menurut Tan (1994, hal 41), BPR berusaha untuk mencapai hasil yang efektif melalui
empat elemen utama:
1.   Memaksimalkan nilai tambah yang bisa dicapai.
Aktivitas-aktivitas 
yang 
tidak 
memberikan nilai 
tambah pada hasil akhir,
seperti
redundansi
dan
persetujuan-persetujuan
yang
tidak
diperlukan
atau
  
30
pengecekan awal
dan
pengecekan
ulang
yang
tidak
diperlukan
harus
diidentifikasi dan dihilangkan.
2.   Mempersingkat waktu proses
Alur
kerja
yang
sejalan
dengan
aliran
barang
dan
informasi yang
berkesinambungan, lancar, dan sesuai dengan
jadwal dapat
membantu dalam
mempersingkat waktu. Hal ini dapat dicapai
melalui integrasi dan koordinasi
dari
aktivitas-aktivitas antar
fungsi.
Siklus
waktu
juga
dapat
dipersingkat
dengan
menjalankan aktivitas-aktivitas 
yang 
relevan 
secara 
efisien.
Produktivitas pegawai memberikan pengaruh pada waktu proses. Peningkatan
radikal dapat dicapai bukan
hanya
dengan kerja keras
namun juga bekerja
secara
smart,
dan
dengan
menerapkan keahlian
relevan
dan
pengetahuanpengetahuan khusus yang diperlukan.
3.   Memaksimalkan fleksibilitas
Kemampuan untuk
membuat
keputusan pada
waktu
yang
tepat
dapat
meningkatkan fleksibilitas. Perusahaan juga
dapat
meningkatkan fleksibilitas
dengan
menggunakan teknologi
informasi
untuk
memberikan
gambaran
kemungkinan
alternatif-alternatif yang
dapat
terjadi
sehingga
banyak
membantu dalam pengambilan keputusan. Sistem terintegrasi dan Local Area
Network (LAN)
dapat 
digunakan 
untuk 
menyalurkan 
informasi 
untuk
pengambilan keputusan
ke
berbagai
lokasi. 
Dengan
demikian,
persaingan
menjadi lebih ketat bukan hanya dari segi jumlah pilihan untuk peningkatan
  
31
pemenuhan keinginan  pelanggan  tetapi  juga  kecepatan  dan  kualitas  dari
pengambilan keputusan.
4.   Memenuhi kebutuhan pelanggan
Ketepatan customer
feedback 
dibutuhkan 
untuk 
memastikan 
suatu proses
menghasilkan output
yang
berkualitas.
Kunci
utama
untuk
peningkatan
kepuasan
pelanggan adalah
untuk mendesain proses-proses
customer-driven.
Hal
ini
hanya
dapat
dilakukan
dengan
tetap
memperhatikan kebutuhan
pelanggan
dan
secara
kritis
menganalisa proses
bisnis
berjalan
untuk
mengetahui
apakah
mereka
meningkatkan nilai
dari
barang
atau
jasa
yang
dianggap penting oleh pelanggan.
Inti
dari
mendesain proses
bisnis
yang sangat
baik  
ada  
pada
penyederhanaan,
pengotomatisasian, dan  pengintegrasian
macam-macam tugas yang menambah nilai
dan aktivitas-aktivitas yang inovatif dan sangat efisien.
Bagaimanapun  juga,  proses  bisnis  yang  terbaik  tidaklah  cukup 
untuk dikatakan
sukses.
Untuk
membuat
BPR
berhasil,
proses bisnis
harus
disejajarkan dengan
visi
perusahaan. Manajemen tingkat atas harus menyediakan dukungan, dari
tahap desain
ulang
hingga
tahap
implementasi. Perusahaan
juga
harus
dapat
melatih
dan
memotivasi  pegawainya 
untuk 
mengimplementasikan  proses-proses 
baru 
secara
benar. Mereka harus diberitahu apa saja
yang harus
mereka
lakukan dan perubahan
apa saja yang akan terjadi. Tujuan, keuntungan, dan tingkat kepentingan usaha desain
  
32
ulang
perlu
dikomunikasikan dengan
jelas
untuk
membuat
para
pegawai
merasa
diikutsertakan, dan mempersiapkan diri mereka untuk berubah.
Untuk  tetap  bersaing,  bisnis  harus  fleksibel,  inovatif,  dan  fokus  pada kebutuhan
pelanggan
serta
responsif
terhadap
perubahan
yang
cepat.
Perusahaan dapat
melakukan hal
ini
dengan
mendesain ulang
proses
bisnis
yang
baik
dengan
menggunakan BPR untuk mengatasi persaingan.
II.6    Customer Satisfaction
Customer 
satisfaction  dapat
didefinisikan 
sebagai 
respons 
pelanggan 
terhadap
evaluasi ketidaksesuaian antara tingkat
kepentingan
yang dirasakan sebelumnya dan
kinerja
aktual
yang
dirasakan
setelah
pemakaian. Atau
dengan
kata
lain,
tingkat
perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja yang ia rasakan terhadap tingkat
kepentingannya.
Kotler (2003)  mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai berikut:
“Customer Satisfaction   is   the   level   of   a   person’s   feeling   of   pleasure   or
disappointment 
resulting 
from 
comparing  a  company  product’s  perceived
performance (or outcome) in relation to his or her expectations.”
  
33
S
f (E, P)
Satisfaction (S)
merupakan
fungsi dari
expectation
(E)
dan perceived performance
(P), jika:
P<EÆ dissatisfied
P=EÆ satisfied
P>EÆ highly satisfied or delighted
Jika  kenyataan  yang  diterima  di  bawah  ekspektasi  maka  pelanggan akan merasa
tidak
puas.
Bila
kenyataan
sama
dengan
ekspektasi
maka pelanggan
akan
merasa
puas. 
Apabila 
perusahaan  dapat 
memberikan  sesuatu 
yang 
melebihi ekspektasi
maka pelanggan
akan
merasa sangat puas.
Proses
kepuasa pelanggan dapat dilihat
pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6. 
Proses Kepuasan Pelanggan
Sumber: Rangkuti, Freddy 2002.
  
34
II.7    Harapan Konsumen dan Kinerja Produk
Survey kepuasan pelanggan (customer satisfaction), sangat dibutuhkan untuk
mengetahui apa yang diinginkan pelanggan untuk masing-masing segmen. Caranya
adalah dengan menggunakan importance and performance analysis.
Dalam
konsep
ini
intinya
adalah
tingkat
kepentingan
pelanggan
(customer
expectation)
diukur
dalam kaitannya dengan
apa
yang
seharusnya
dikerjakan oleh
perusahaan agar menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas tinggi. Untuk
memperjelas konsep ini, istilah expectation sebaiknya diganti dengan importance atau
tingkat kepentingan menurut persepsi pelanggan. Dari berbagai persepsi tingkat
kepentingan
pelanggan,
kita
dapat
merumuskan tingkat kepentingan yang paling
dominan.
Diharapkan dengan
memakai konsep tingkat
kepentingan
ini, kita
dapat
menangkap persepsi
yang
lebih jelas
mengenai pentingnya
variabel tersebut di
mata
pelanggan. Selanjutnya, kita
dapat
mengkaitkan
pentingnya
variabel
ini
dengan
kenyataan  yang  dirasakan  oleh  pelanggan.  Importance dan  performance matriks
dapat dilihat pada Gambar 2.7.
  
35
Gambar 2.7.  Importance and performance matrix
Sumber: Rangkuti, Freddy 2002.
Matriks ini terdiri dari 4 kuadran: kuadran pertama terletak di sebelah kiri atas,
kuadran
kedua
di
sebelah
kanan
atas,
kuadran ketiga
di
sebelah
kiri
bawah,
dan
kuadran keempat di sebelah kanan bawah.
Strategi yang dapat dilakukan berkenaan dengan posisi masing-masing variabel pada
keempat kuadran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kuadran 1 (attributes to improve)
Ini adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan
tetapi
pada
kenyataannya
faktor-faktor
ini
belum
sesuai
seperti
yang
ia
harapkan
  
36
(tingkat  kepuasan  yang  diperoleh  masih  sangat  rendah).  Variabel-variabel  yang
masuk dalam kuadran ini harus ditingkatkan. Caranya adalah perusahaan melakukan
perbaikan secara terus-menerus sehingga performance variabel yang ada dalam
kuadran ini akan meningkat.
Kuadran 2 (maintain performance)
Ini adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan
dan faktor-faktor
yang dianggap
oleh pelanggan
sudah sesuai dengan yang
dirasakannya  sehingga  tingkat  kepuasannya  relatif  lebih  tinggi.  Variabel-variabel
yang termasuk dalam kuadran ini harus tetap dipertahankan karena semua variabel ini
menjadikan produk/jasa tersebut unggul di mata pelanggan.
Kuadran 3 (attributes to maintain)
Ini
adalah
wilayah
yang
memuat
faktor-faktor
yang dianggap
kurang penting oleh
pelanggan
dan pada kenyataannya
kinerjanya tidak terlalu istimewa.
Peningkatan
variabel-variabel
yang
termasuk
dalam kuadran
ini
dapat dipertimbangkan
kembali
karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan oleh pelanggan sangat kecil.
Kuadran 4 (main priority)
Ini
adalah
wilayah
yang
memuat
faktor-faktor
yang dianggap
kurang penting oleh
pelanggan dan dirasakan terlalu berlebihan. Variabel-variabel yang termasuk dalam
kuadran ini dapat dikurangi agar perusahaan dapat menghemat biaya.
  
37
II.8    Keterkaitan E-Business - Supply Chain Management
Berdasarkan jurnal penelitian yang di lakukan oleh Yuniarto (2005).
hariagungy-ugm.pdf ).
“KETERKAITAN E-BUSINESS DENGAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT
Perkembangan
E-Business
menunjukkan
gejala positif
yang significant
dalam satu
dasawarsa
terakhir
ini.       Termasuk
di
dalamnya, kemajuan teknologi informasi
tersebut
dalam dunia
industri.
Penelitian
ini
berfokus
pada
mengenali
adakah
keterkaitan sebagai pengaruh diterapkannya E-Business terhadap proses yang ada di
area Supply Chain Management.
Studi
empiris
ke
exploratory
study
beberapa
perusahaan
dalam berbagai
sektor
dilakukan untuk meneliti keterkaitan tersebut dalam 4 bidang proses bahasan, proses
pembelian, proses manajemen pelayanan konsumen, proses pemenuhan pesanan, dan
proses analisa pendapatan revenue.
Hasil   penelitian   menunjukkan   signifikansi   pengaruh   terhadap   empat   bidang
proses bahasan yang merepresentasikan area Supply Chain Management yang diteliti.
Perkembangan
yang
sangat pesat dari
sistem internet
beserta perangkat
keras
dan
lunaknya
dewasa
ini, sebagai
suatu
communication
channel,
telah
memberikan
kontribusi  besar  pada  perubahan  mendasar  dalam  hal  economics of information
  
38
systems. Evans dan Wurster (2000) menegaskan bahwa sistem
internet  memberi
peluang didapatkannya efisiensi perusahaan karena mampu menyediakan format baru
dalam hal bertransaksi, bekerjasama antar banyak pihak, serta kemudahan berafiliasi
antar  organisasi.  Sedangkan 
Tan (2001)  menyimpulkan  bahwa  e-business akan
mempengaruhi
supply chain
management
(SCM)
sedikitnya
dalam 4
bidang;
biaya
peningkatan performansi, kualitas pelayanan konsumen, kemampuan proses produksi,
dan produktifitas.
Beberapa penelitian lain yang juga dilakukan untuk melihat keterkaitan antara
ecommerce  dan  SCM  cukup  menunjukkan  peningkatan  konseptual  yang  berarti;
masih
banyak
potensi
penelitian
dalam bidang
e-SCM
(Van
Hoek,
2001;
Chandrashekar dan Schary, 1999; Cagliano et al., 2003), meningkatkan 
kinerja e-
SCM dengan pendekatan holistics (Croom et al., 2000), dan peningkatan produktifitas
SCM berdasarkan
sistem
pengendalian
pasokan
terintegrasi
(Muffatto
dan
Payaro,
2004).
Namun  disayangkan 
masih 
sedikit 
penelitian 
dalam 
bidang 
yang 
sama  yang
didasarkan pada performansi internal perusahaan sebagai parameter terukur dari
pengaruh
e-business
terhadap
SCM
itu
sendiri.
Walaupun
Croom (2005)
telah
mencoba mendasari  
penelitiannya  
pada 3 parameter  
SCM yaitu purchasing,
customer dan process akan  tetapi  di  dalamnya  belum  terakomodasi  aspek
revenue  dan  aspek integrated procurement yang mempunyai cakupan lebih luas.
  
39
Penelitian 
ini 
mendasarkan 
proses 
analisisnya 
pada 4 parameter utama yaitu
procurement, customer relationship management,
fulfilment
process, dan revenue
untuk   menyelidiki   pengaruh   e-business   pada   SCM.   Setelah   dianalisis,   maka
kemudian
hasil
analisis dirumuskan
sebagai
5
tahapan
evolusi
e-business
dalam
penerapannya di SCM. Perumusan  kerangka  five-stage evolution untuk  e-business
dalam 
SCM 
sangat diperlukan untuk dapat memberikan panduan teknis kepada
perusahaan baru yang ingin memulai penerapan e-business sebagai bagian dari sistem
SCM yang akan / sudah dijalankannya (Croom, 2005).
Penelitian 
ini 
menerapkan 
metode  exploratory
study  agar  dapat  dianalisis
kebijakan  beberapa  perusahaan  di  Indonesia  yang  menerapkan  e-business dalam
SCM.  Kombinasi    antara    open   &   closed   questions   dengan    pengumpulan
qualitative   & quantitative data, dirumuskan sebagai instrumen penelitian dalam
exploratory study.
Tahap
pertama,
dilakukan
preliminary
research terhadap 
10
perusahan
secara
random. Tahap ini digunakan hanya untuk merumuskan dan memvalidasi instrumen
penelitian, sehingga hasilnya tidak didokumentasikan.
Tahap kedua, dilakukan pengumpulan data dari  102 perusahaan di Indonesia sebagai
responden. Tabel  2.1 menunjukkan konfigurasi responden. Pengumpulan dan analisa
data diarahkan pada 4 parameter penilaian:
procurement, customer relationship
management, fulfilment process, dan revenue.
  
40
Tabel 2.1.
Konfigurasi Responden
Jenis Perusahaan
N
Retail
28
Manufaktur
35
Jasa Kurir
8
Perbankan
12
Business Service
5
Telekomunikasi
3
Pariwisata
11
Tahap ketiga,   hasil   pengolahan   serta   analisa   data   dari   tahap   kedua   di   atas
dirumuskan  ke  dalam  format  tahapan  evolusi  e-business dalam  penerapannya  di
SCM, dengan cara dilakukan cluster discriminant analysis menggunakan perangkat
lunak SPSS.
Untuk
memvalidasi tahapan evolusi
yang berhasil dirumuskan di atas,
dilakukan studi kasus terhadap 8 perusahaan lainnya. Sehingga total perusahaan yang
dilibatkan
dalam penelitian
ini
sejumlah
110
perusahaan.
Diagram alir
penelitian,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.8 berikut ini:
  
41
Tahap 1:
Penentuan instrumen penelitian
Tahap 2:
Pengumpulan, pengolahan, dan analisis data
responden
(fokus pada 4 paramater penilaian)
Tahap 3:
Perumusan, format tahapan E-Business dalam SCM menggunakan
metode cluster discriminant analysis
Gambar 2.8.  Diagram Alir Penelitian
Hasil   pengumpulan   serta   pengolahan   data   kuesioner   dari   responden,   dapat
dianalisis
yang
hasilnya dapat dilihat dalam
Tabel 2.2; Tabel 2.3;
Tabel 2.4;
Tabel
2.5; Tabel 2.6; Tabel 2.7; Tabel 2.8 di bawah ini.
Tujuan
strategis 
perusahaan
dalam menerapkan
e-supply
chain
management
menunjukkan
bahwa
integrasi
manajemen
merupakan main objective bagi sebagian
besar perusahaan responden (84%), seperti yang ditunjukkan oleh Tabel  2.2. Hal ini
mempunyai
sasaran
agar
upstream
supply
chain
links dapat
juga
diperhatikan
penanganannya  setara  dengan  yang  sudah  diperlakukan  dengan  baik  selama  ini
kepada downstream supply chain links.  Croom (2005) juga menekankan pentingnya
knowledge  development    and    learning    sebagai   salah   satu   tujuan   strategis
  
42
perusahaan,
agar
didapatkan
shared
information
systems.
Tabel
2.2
juga
menunjukkan the top 3 SCM strategic objectives.
Tabel 2.2.
Tujuan Strategis SCM
Tujuan Strategis SCM
Kemunculan (%)
Integrasi SCM pada downstream
84
Penurunan harga produk dan biaya
produksi
65
Pembelajaran dan pengembangan
pengetahuan
59
Business Process Reengineering
42
Lead time management
18
Tabel 2.3 menyimpulkan beberapa bentuk e-SCM infrastructure yang paling banyak
diminati oleh responden. Dimana EDI unit cost baru akan ekonomis bila terjadi high
volume communication, sehingga sesuai diperuntukkan bagi frequently trading
partners (eg. manufacturers and their major suppliers).
  
43
Tabel 2.3.
SCM Infrastructure
e-SCM Infrastructure
Kemunculan (%)
e-mail
79
Internet
75
Transfer moneter
74
Electronic Data Interchange (EDI)
72
Customer relationship management
60
Enterprise resource planning
58
Intranet
35
Analisa
penerapan customer relationship management
(CRM)
dalam perusahaan,
menunjukkan
kecenderungan
bahwa
sebanyak 
75% responden
menempatkan posisi
pentingnya konsumen sebagai alas an utama diadopsinya CRM. Salah satu contoh
sistem CRM
yang
cukup
fleksibel
penggunaannya
adalah
Siebel, seperti
yang juga
dilakukan oleh Avlonitis dan Karayanni (2000) dalam penelitiannya.
Proces fulfilment dalam SCM adalah sangat dipengaruhi oleh  2 karakteristik demand
-
stabil 
dan 
fluktuatif. 
Oleh 
karena 
itu 
perusahaan 
harus 
cermat 
dalam
menentukan pilihannya untuk cenderung mengadopsi efficient supply chain ataukah
responsive
supply
chain. Croom (2005)
mendefinisikan
kedua
hal
tersebut sebagai
lean supply chain
dan agile supply chain. Analisa tersebut di atas sejalan dengan
kesimpulan penelitian 
yang dilakukan oleh Fisher (1997) yang diilustrasikannya
dalam bentuk framework seperti yang ditunjukkan Gambar 2.9.
  
44
Gambar 2.9.  Fisher’s framework
Tabel 2.4 menyimpulkan beberapa
faktor keuntungan serta kerugian dalam process
fulfilment. Sebagian besar perusahaan (65%) menganggap bahwa process fulfilment
yang baik akan meningkatkan pelayanan kepada konsumen. Sedangkan 
40% dari
mereka percaya  bahwa biaya  produksi  yang  tinggi  dapat  mengakibatkan  process
fulfilment tidak dapat berjalan baik.
  
45
Tabel 2.4.
Keuntungan-Hambatan Fulfilment
Keuntungan
Kemunculan
(%)
Hambatan
Kemunculan
(%)
Peningkatan pelayanan
konsumen
65
Biaya operasional
terlalu tinggi
40
Lancarnya arus
komunikasi
35
Budaya perusahaan
35
Keuntungan finansial
32
Waktu operasi relatif
tinggi
15
Peningkatan kepuasan
konsumen
31
Pemahaman pasar dan
konsumen
25
Kurang
dari
setengah
responden
(45%)
yang
percaya
bahwa e-procurement
dapat
menguntungkan dari sisi
financial 
(harga produk dan total biaya produksi).
Hal
ini
disebabkan karena sebagian besar responden masih percaya bahwa dibutuhkan
investasi tinggi untuk membangun
infrastruktur
e-procurement,
seperti
dirangkum
dalam Tabel 2.5 di bawah ini.
  
46
Tabel 2.5.
Hambatan Sukses E-Procurement
Hambatan
Kemunculan (%)
Biaya investasi e-procurement
45
Dibutuhkan sistem terintegrasi
30
Budaya kerja
28
Waktu operasi cukup tinggi
18
Keamanan data transaksi
11
Berdasarkan
analisis
studi
kasus
di
8
perusahaan
responden,
menunjukkan
bahwa
ratio of process cost and order value
yang
nilainya di bawah 10% didapatkan dari
perusahaan yang menerapkan Just-In Time concept dan e-procurement (Tabel 2.6).
Tabel 2.6.
Ratio Process Cost of  Order Value
Perusahaan
Process Cost of
Order Value (%)
A
34
B
27
C
9
D
60
E
7
F
8
G
15
H
4
  
47
Pengaruh
terhadap
peningkatan revenue,
tidak
terlalu
significant
seperti  
yang
ditunjukkan pada Tabel 2.7 di bawah
ini. Hal ini dapat dijelaskan bahwa penerapan
e-SCM tidak berkaitan
langsung terhadap profit
margin perusahaan, namun bersifat
business ethics yang berkaitan secara long-term terhadap organization sustainability.
Tabel 2.7.
Pengaruh Terhadap Revenue
Peningkatan Revenue (%)
Kemunculan(%)
(<5)
75
(6-25)
25
(>26)
0
Keseluruhan analisis
hasil
di atas,
dirumuskan
menjadi 5-tahap
evolusi e-business
dalam  penerapannya 
di 
SCM 
dengan 
menggunakan 
metode 
SPSS 
cluster
discriminant analysis.
Dalam 
penelitian 
ini, 
pengembangan 
tahapan 
evolusi
dilakukan  terhadap evolution stage framework yang telah dideskripsikan oleh Croom
(2005). Deskripsi yang dimaksud dapat dilihat pada Tabel 2.8.
  
48
Tabel 2.8.
Lima Tahap Evolusi E-Business
Berdasarkan  analisis    survey    responden  yang  kemudian  dirumuskan  ke  dalam
tahapan evolusi e-business,  disimpulkan bahwa
terdapat 
5
fase perubahan aplikasi
infrastruktur
e-business
di
dalam supply
chain
management.
Pengelompokan
ini
dimungkinkan
setelah
dilakukan sorting
cakupan
SCM
terhadap
umpan
balik
perusahaan 
yang 
menjadi  responden  dan  hasil  dari  SPSS  cluster discriminant
analysis.
Rumusan tahapan evolusi ini dapat dijadikan pedoman bagi perusahaan dalam
usahanya
menerapkan
e-business
ke
dalam supply
chain
management,
disesuaikan
dengan kapabilitas dan karakteristik tertentu yang dimiliki perusahaan tersebut.
  
49
II.9    Penelitian Sebelumnya
Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Nerisa Pitrasari, Nuryani,Tony Pribadi
dan
Edi
Abdurrachman.
(2007) “EVALUASI
SISTEM
SMALL
SCALE
ELECTRONIC
PROCUREMENT DI
BRITISH PETROLEUM
(BP)
INDONESIA”.
Tujuan penelitian adalah
melakukan analisis dan
monitoring
sistem small scale
electronic
procurement
(SSeP)
serta
mengevaluasi
sistem yang
berkaitan
dengan
kepuasan pengguna. Penelitian menggunakan
metode pengumpulan data dengan
menyebarkan kuesioner kepada vendor BP Indonesia yang menggunakan sistem SSeP
tersebut.  Data  yang  terkumpul  dianalisa  dengan  uji  t-berpasangan  dan  analisis
harapan kinerja. Disimpulkan bahwa sistem SSeP sudah berjalan dengan baik namun
kinerjanya perlu lebih ditingkatkan dengan inovasi baru.
Seiring
dengan
perkembangan
teknologi
yang kian maju, perusahaan industri
mengalami
tekanan
persaingan
yang
semakin ketat. Hal
itu
juga dialami
oleh para
pelaku
industri
minyak
dan
gas
bumi.
Selain faktor tekanan
teknologi
tersebut,
perusahaan baru dalam industri ini pun banyak yang bermunculan,
terutama
yang
berasal   dari   China   dan   Korea.   Dengan   demikian   dalam   kegiatan   usahanya,
perusahaan
minyak
dan
gas
bumi
senantiasa
melakukan
berbagai upaya untuk
mempertahankan, bahkan meningkatkan kedudukan perusahaannya. Salah satu upaya
  
50
yang
dapat
dilakukan
adalah
dengan
meningkatkan
proses
bisnis,
guna
mencapai
efisiensi dan efektivitas perusahaan.
Procurement
merupakan
salah
satu
bidang
yang
berperan
dalam peningkatan
proses
bisnis
yang
didalamnya
terdapat proses pembelian
dan
pengontrolan
stok
barang.
Procurement
berperan
dalam mempersiapkan,
mengadakan,
dan
menyelesaikan
tender,
membantu
prose
evaluasi
dan
persetujuan
bersama
dengan
user,
dan track
order
ke
supplier
yang
dipilih.
Ada
beberapa
hal
penting
dalam
procurement, yakni waktu, biaya, dan risiko, serta sesuai dengan aturan dan kebijakan
procurement yang berlaku. Sebagai pelaku industri, waktu yang tepat adalah ketika
harga yang disetujui mencapai titik terendah dengan risiko yang minim. Meski sulit,
hal
tersebut
dapat
dicapai
dengan
penggunaan
sistem procurement
secara
efektif
sehingga 
dapat 
disimpulkan 
bahwa 
proses  procurement
adalah 
mengenai
pengambilan keputusan.
Untuk
meningkatkan
efisiensi
dan
efektivitas procurement
tersebut,
saat
ini
banyak
perusahaan
yang
beralih
ke E-Procurement, suatu
aplikasi
transaksi
procurement yang
berbasis
teknologi
informasi.
E-Procurement
merupakan
solusi
procurement yang
dapat
mengurangi
kegiatan
administrasi,
proses
purchase,
dan
invoice  sehingga proses procurement  berjalan
lebih  efisien.  Hal  tersebut  pada
akhirnya mampu mengurangi waktu, risiko, dan biaya,
serta
membuka
kesempatan
bisnis yang baru. Aplikasi teknologi
informasi
yang
baik
dapat
menyebabkan data
lebih cepat diproses dan terjaga akurasinya. Sifat
itu
diinginkan
untuk menjaga
transparansi.  Namun,  aplikasi  yang  salah  akan  menyebabkan  sistem  tidak  dapat
  
51
digunakan
secara efektif
dan efisien
serta
dapat
menimbulkan
harapan yang salah,
seperti adanya false sense of security. Di Indonesia, dasar dari E-Procurement adalah
Perpres Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah secara
elektronik.
British Petroleum (BP)
mulai beroperasi sejak tahun 1909 dengan
nama Anglo-
Persian Oil Company. Asal mula BP adalah ketika didirikan pada Mei 1901. Saat ini
BP telah berkembang menjadi satu perusahaan internasional yang beroperasi di lebih
dari 100 negara di seluruh dunia, yaitu Eropa, Amerika Selatan dan Amerika Utara,
Australia, Asia, dan
Afrika.
Sektor industrinya adalah
pada bidang
eksplorasi
dan
produksi, refining dan marketing, serta gas bumi dan renewable energy.
Di Indonesia, BP telah beroperasi selama 40 tahun. Core brand yang dimilikinya
adalah
BP dan Castrol. Selain dengan PT Castrol Indonesia, BP Indonesia ditandai
dengan dua kejadian penting, yakni ketika pada tahun 2000, BP melakukan akuisisi
terhadap
ARCO.
Kemudian pada
6 Maret 2005,
BP diserahi
tanggung
jawab oleh
Pemerintah Indonesia untuk proyek Tangguh LNG (Liquefied Natural Gas) di Teluk
Bintuni di Papua.
Dengan investasi yang cukup besar di Indonesia, BP melakukan banyak kegiatan
bisnisnya, dari
upstream (BP
West
Java,
Tangguh,
VICO)
hingga downstream
(Castrol), serta petrochemicals (PT
AMI). Sebagai perusahaan besar, BP menyadari
ketatnya persaingan di industri minyak
dan gas bumi. Untuk itu, BP menyadari
pentingnya merespon perubahan yang modern dan global sehingga mampu bertindak
  
52
responsif dan fleksibel, untuk meningkatkan kesuksesannya dan memajukan nilai
bisnis serta objektifnya.
Untuk meningkatkan kinerja procurement, guna peningkatan efisiensi dan
produktivitas bisnis prosesnya, BP Indonesia menyelenggarakan e-procurement yang
dijalankan    dengan    mengacu    pada    Pedoman    Tata    Kerja    BPMIGAS    No.
007/PTK/VI/2004. E-Procurement yang diterapkan di BP Indonesia merupakan suatu
teknik
pemesanan
barang
melalui elektronik mulai
dari
pencarian
barang/jasa
yang
tercantum di daftar barang/jasa yang tersedia di pasar (internet base). Sistem ini juga
berperan dalam mengatur dan mengontrol utilisasi pemesanan elektronik. Pemesanan
secara
elektronik
ini
juga
bertujuan
untuk
mempersingkat
proses procurement,
mengurangi biaya transaksi dengan
menggabungkan invoice,
mengurangi persediaan
barang, dan meningkatkan pengawasan terhadap anggaran dan produktivitas.
BP Indonesia memiliki dua sistem e-procurement, yakni procurement card (pro-
card) dan
e-bidding
dengan
sistem
Small
Scale
Electronic
Procurement
(SSeP).
Procurement card
merupakan suatu sistem pembayaran seperti kartu kredit, dengan
transaksi maksimal sebesar USD 5,000 atau sekitar Rp 50.000.000,- sedangkan SSeP
merupakan
suatu
rangkaian
proses
tender
dengan
transaksi
maksimal
USD
20,000
atau sekitar Rp 200.000.000,-.
Sistem SSeP
mulai diterapkan pada akhir 2004, kemudian dalam perjalanannya
para  pengguna  mengalami  beberapa  kesulitan.  Oleh  karena  itu,  perlu  dilakukan
survey
untuk
menemukan ada atau
tidaknya kesenjangan
(gap) antara
harapan dan
  
53
2
b
kinerja sistem. Hal itu untuk mengidentifikasi layanan apa saja yang dibutuhkan oleh
pengguna serta hal apa yang perlu ditingkatkan.
Penelitian dilakukan
untuk mengamati tingkat kepuasan pengguna sistem Small
Scale Electronic Procurement (SSeP) di
BP Indonesia. Penelitian dilakukan dengan
metode survei di Jakarta pada tahun 2007 terhadap para vendor yang menggunakan
sistem e-procurement
untuk
mengikuti
pelelangan
yang
diadakan
BP
Indonesia.
Penelitian ini memerlukan berbagai data dan informasi, baik yang sifatnya kuantitatif
maupun kualitatif yang didapatkan dengan cara berikut. Pertama, Riset Perpustakaan.
Penelitian
yang dilakukan dengan mempelajari
dan
mengumpulkan
informasi
berdasarkan  literatur,  jurnal,  dan  buku  yang  berhubungan  dengan  masalah  yang
diteliti. Kedua, riset
lapangan. Penelitian dilakukan dengan survei perusahaan objek
penelitian. Dengan melakukan riset lapangan ini diharapkan data dan informasi yang
diperoleh lebih akurat. Survei dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada
vendor dan buyer.
Subjek
penelitian
in
adalah
vendor
yang
menggunakan
sistem
e-procurement
dalam mengikuti proses tender di
BP Indonesia.
Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut.
n
=
?
s
.z
?
?
?
?
?
(0.067.96)
2
n
=
(0.2
)
2
=
44
  
54
Keterangan:
n = Ukuran sampel yang diperlukan
b = Perbedaan antara yang ditaksir dengan tolak ukur penafsiran
z = Taraf kepercayaan yang ditetapkan
s
= Simpangan baku
Dengan
derajat
kepercayaan
sebesar 95%
maka
ukuran sampel
yang
akan diteliti
adalah sebesar 44 orang dari populasi.
Variabel penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut.
Pertama, Variabel Bebas, yaitu Keandalan sistem ( X
2
,
X
'
2
); Kemudahan Penggunaan
(
X
3
,
X
'
3
); Tingkat Efisiensi ( X
4
,
X
'
4
).
Keterangan:
X
1
, X
2
, X
3
, X
4
merupakan
variabel
yang berhubungan dengan pandangan pengguna
mengenai kinerja sistem SSeP saat ini.
X
'
1
, X
'
2
, X
'
3
,
X
'
4
merupakan variabel yang berhubungan dengan harapan pengguna
mengenai kinerja sistem SSeP saat ini.
Kedua,
Variabel
Terikat. Variabel
terikat
yang digunakan
adalah tingkat
kepuasan
pengguna terhadap sistem SSeP (Y).
  
55
Ketiga, Skala yang digunakan. Penelitian ini menggunakan skala likert dengan
penilaian sebagai berikut:
a) 
1 = Sangat tidak setuju
b)  2 = Tidak setuju
c) 
3 = Setuju
d)  4 = Sangat setuju
Penelitian ini memakai dua analisis statistik, yaitu analisis uji t-berpasangan (paired
t-test) dengan derajat signifikansi sebesar 0.025 dan analisis pada harapan dan kinerja
sistem. Analisis uji t-berpasangan digunakan untuk menganalisis kesenjangan antara
harapan pengguna terhadap kinerja sistem e-procurement dengan kinerja nyata sistem
tersebut. Kemudian
analisis pada
harapan
dan
kinerja sistem untuk
melihat
secara
lebih terperinci faktor apa yang perlu diperbaiki dari sistem tersebut.
Penelitian
ini
telah
merumuskan
beberapa hipotesis
sesuai
dengan
variabel
yang
digunakan.
Kemudian
hipotesis
akan
diuji
dengan
pendekatan statistik untuk
membentuk kesimpulan yang dibutuhkan sebagai hasil dari penelitian.
Hipotesis Fungsionalitas
H
0
:
µ
=
µ
2
H
1
:
µ
<
µ
2
  
56
H
0
:  Kepuasan  pengguna  lebih  kecil  atau  sama  dengan  kinerja  sistem  dimensi
fungsionalitas.
H
1
: Kepuasan pengguna lebih besar dari kinerja sistem dimensi fungsionalitas.
Hipotesis Keandalan
H
0
:
µ
=
µ
2
H
1
:
µ
<
µ
2
H
0
:  Kepuasan  pengguna  lebih  kecil  atau  sama  dengan  kinerja  sistem  dimensi
kehandalan.
H
1
: Kepuasan pengguna lebih besar dari kinerja sistem dimensi kehandalan.
Hipotesis Kemudahan
H
0
:
µ
=
µ
2
H
1
:
µ
<
µ
2
H
0
:  Kepuasan  pengguna  lebih  kecil  atau  sama  dengan  kinerja  sistem  dimensi
kemudahan.
H
1
: Kepuasan pengguna lebih besar dari kinerja sistem dimensi kemudahan.
Hipotesis Tingkat Efisiensi
H
0
:
µ
=
µ
2
H
1
:
µ
<
µ
2
  
57
H
0
:  Kepuasan  pengguna  lebih  kecil  atau  sama  dengan  kinerja  sistem  dimensi
tingkat efisiensi.
H
1
: Kepuasan pengguna lebih besar dari kinerja sistem dimensi tingkat efisiensi.
Hipotesis Kepuasan secara Keseluruhan
H
0
:
µ
=
µ
2
H
1
:
µ
<
µ
2
H
0
:  Kepuasan  pengguna  lebih  kecil  atau  sama  dengan  kinerja  sistem  dimensi
kepuasan secara keseluruhan.
H
1
:
Kepuasan
pengguna
lebih besar
dari
kinerja
sistem
dimensi
kepuasan
secara
keseluruhan.
Selain 
hipotesis 
tersebut, 
digunakan  pula  hipotesis 
untuk 
melihat 
kesenjangan
kepuasan,
H
0
:
µ
=
µ
2
H
1
:
µ
<
µ
2
H
0
: Kepuasan pengguna lebih kecil atau sama dengan kinerja sistem.
H
1
: Kinerja sistem lebih besar dari harapan pengguna.
Gambar
2.10
menggambarkan
kerangka
pikir
penelitian
pada
Jurnal
Evaluasi
Sistem Small Scale Electronic Procurement di BP Indonesia.
  
58
Analisa Sistem e-procurement yang sedang berjalan
pada BP Indonesia
Teknik pengumpulan data
-
Wawancara
-
Kuesioner
-
Observasi
Analisa kepuasan user
Evaluasi sistem e-procurement
yang sedang berjalan
Analisa GAP
Hasil Analisa GAP dan Evaluasi
E-Procurement
Kesimpulan dan Saran
Gambar 2.10. Kerangka Pikir Penelitian pada Jurnal Evaluasi Sistem Small
Scale Electronic Procurement di BP Indonesia
Penelitian menggunakan data yang diperoleh dari responden yang mengisi kuesioner
yang
dikirim melalui
email
sejak
15
Januari
2
Februari
2007.
Sesuai
dengan
perhitungan sampel, data kuesioner yang diperlukan berjumlah 44. Dari profil
pengguna
berdasarkan
masa
kerja,
usia,
jenis
kelamin,
pendidikan terakhir, lama
penggunaan,
frekuensi
pemakaian,
sebagian
besar
pemakai
SSeP
adalah
laki-laki,
  
59
dengan tingkat pendidikan rata-rata S1, berusia 31-39 tahun, dengan masa kerja <5
tahun, rata-rata
lama penggunaan <10 jam/bulan, dan rata-rata
frekuensi pemakaian
<20 kali/bulan.
Validitas dan reliabilitas diuji dengan
memakai Alpha Croanbach yang tersedia
ada perangkat
lunak SPSS. Untuk menentukan apakah item pertanyaan
pada suatu
faktor adalah
valid atau
tidak, digunakan tabel Alpha. Dalam penelitian
ini, seluruh
item pertanyaan dalam kuesioner dinyatakan telah valid dan reliable.
Secara
umum,
dari
hasil
analisis
kesenjangan untuk
masing-masing
dimensi
diperoleh
bahwa kesenjangan
terbesar antara harapan pengguna dan kinerja
sistem
SSeP terjadi pada dimensi keandalan dan kesenjangan terkecil terjadi pada dimensi
kemudahan. Sesuai dengan UIS
model, kesenjangan yang terjadi pada penelitian ini
secara keseluruhan berada pada posisi gap 1 dan terdapat perbedaan antara harapan
pengguna dengan perancangan sistem yang diharapkan. Tabel 2.9 berikut menyajikan
ringkasan rata-rata kesenjangan (gap)
antara harapan pengguna dan kepuasan
pengguna terhadap sistem SSeP dari yang terbesar hingga terkecil:
  
60
Tabel 2.9.  Ringkasan Rata-rata Gap Antara Harapan dan Kepuasan
Pengguna terhadap Sistem SSeP
No
Dimensi
Harapan
Pengguna (1)
Kinerja Sistem
(2)
GAP (2-1)
1
Fungsionalitas
3.17
2.99
-0.18
2
Kehandalan
3.28
2.89
-0.39
3
Kemudahan
3.18
3.08
-0.1
4
Efisiensi
3.34
2.99
-0.35
5
Kepuasan Secara keseluruhan
3.07
2.93
-0.14
Sumber: Data Kuesioner yang Diolah
Dari
hasil uji
hipotesis diperoleh nilai p-value untuk harapan pengguna dan kinerja
sistem SSeP
untuk tiap dimensi
yang
diukur
adalah
0.000
dan
0.010,
seperti
yang
tersaji pada Tabel 2.10.
  
61
Tabel 2.10.
Ringkasan Hasil Uji T
No
Dimensi
Harapan
Pengguna
Kinerja Sistem
P Value
1
Fungsionalitas
3.1676
2.9915
.010
2
Kehandalan
3.2773
2.8909
.000
3
Kemudahan
3.1818
3.0795
.010
4
Efisiensi
3.3442
2.9870
.000
5
Kepuasan Secara keseluruhan
3.0727
2.9318
.010
Sumber: Data Kuesioner yang Diolah
Hasil uji hipotesis ini menyimpulkan bahwa pada kenyataannya terdapat perbedaan
antara harapan pengguna dengan kinerja sistem SSeP, yakni harapan pengguna lebih
tinggi
dari
kinerja
sistem
tersebut.
Hal
itu
karena
pengelola
sistem belum mampu
memahami  kebutuhan  pengguna.  Berdasarkan  diagram
harapan  dan  kinerja,  item
yang memerlukan perhatian khusus dari pengelola dan harus diperbaiki atau
ditingkatkan dapat dilihat pada Tabel 2.11.
  
62
Tabel 2.11.
Item yang Perlu Diperbaiki/Ditingkatkan
Dimensi
Item Yang Perlu Diperbaiki
Fungsionalitas
-
Sistem sesuai  dengan kebutuhan Anda
-
Sistem dapat meningkatkan hubungan yang
baik antara klien
-
Sistem mampu menigkatkan informasi
manajemen
-
Sistem mampu meningkatkan kontrol
manajemen
Keandalan
-
Tingkat kesalahan relatif sedikit
Kemudahan
-
Sistem menyediakan petunjuk yang jelas
dalam penggunaannya
Efektivitas
-
Proses pengubahan data dalam sistem dapat
dilakukan dengan singkat
Kepuasan Secara
Keseluruhan
-
Kepuasan Anda dalam menggunakan sistem
-
Jarang mendapat masalah dengan sistem
Dari hasil penelitian dan analisis, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut.
Pertama, dari profil responden, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pemakai
sistem SSeP adalah
laki-laki, dengan tingkat pendidikan rata-rata S1, berusia 31-49
tahun, dengan masa kerja <5 tahun, rata-rata lama penggunaan <10 jam/bulan, dan
rata-rata frekuensi pemakaian < 20 kali/bulan. Kedua, dari lima dimensi yang diukur,
yakni fungsionalitas, keandalan sistem, kemudahan, efektivitas, dan kepuasan secara
  
63
keseluruhan, semuanya
masih
memiliki
gap (kesenjangan) antara harapan pengguna
dengan kinerja sistem. Ketiga, dengan adanya gap tersebut maka sistem SSeP masih
perlu diperbaiki atau ditingkatkan kinerjanya sesuai dengan harapan
pengguna.
Keempat,
berdasarkan
simpulan
dari
kuesioner
terbuka,
secara
umum dapat
digambarkan
bahwa
dengan
adanya
sistem SSeP
pengguna
memperoleh
banyak
kemudahan. Namun disisi lain, sistem ini masih memiliki kelemahan-kelemahan yang
harus diperbaiki atau ditingkatkan.
Berdasarkan  simpulan  yang  diutarakan,  terdapat 
beberapa  saran  yang
disampaikan kepada BP Indonesia. Saran tersebut berdasarkan Analisis Dimensi
adalah sebagai berikut. Saran dalam Fungsionalitas
Sistem, yaitu diperlukan
sistem
yang sesuai bagi kebutuhan pengguna dan pengembang perlu memperhatikan
kemampuan
sistem dalam menyajikan
berbagai
informasi
secara
akurat.
Saran
Keandalan Sistem,
yaitu
pengembang
perlu
memperhatikan
kecepatan
dan
kemampuan
sistem dalam melayani
pengguna;
Pengembang
perlu
memperhatikan
waktu  penyajian,  keakuratan  data,  penyajian  data,  dan  kelengkapan  data  secara
relevan bagi pengguna.
Saran Kemudahan Sistem, yaitu pengembang perlu memperhatikan kemudahan
navigasi
pada
situs
web
oleh
pengguna dalam
penyajiannya
terhadap
fasilitas
pencarian
informasi
dan
petunjuk
penggunaan sistem.
Saran
Efisiensi Sistem,
yaitu
pengembang
perlu
memperhatikan
fleksibilitas
sistem
dan
menjaga
kinerja
sistem
agar
tetap
baik,
walaupun
terjadi perubahan
dalam sistem.
Saran
Kepuasan
secara
Keseluruhan Sistem, yaitu pengembang perlu memperhatikan secara khusus masalah
  
64
kesalahan
yang
sering
terjadi
dalam sistem;
Pengembang
perlu
memperhatikan
kemampuan
sistem dalam
menangani kesalahan
yang terjadi serta
memulihkan data
yang sedang digunakan oleh pengguna ketika terjadi kesalahan; Analisis kepuasan
sebaiknya dilakukan secara berkala dan hasilnya dibandingkan dengan kinerja sistem
sehingga
kecenderungan
pergerakan
kinerja
sistem dan
harapan
sistem
terhadap
tingkat kepuasan pengguna dapat diamati; Secara keseluruhan, saran yang diajukan
adalah  pengembang  sebaiknya  sering  melakukan  update terhadap  sistem  sesuai
dengan harapan pengguna.
Selain
itu,
terdapat
juga
saran
umum
sebagai berikut.
Pertama,
setelah closing
date, sistem  perlu memberikan informasi mengenai proses tender untuk seluruh
vendor yang berpartisipasi, apakah
tender tersebut masih dalam tahap evaluasi atau
sudah dimenangkan. Kedua, pengembang perlu menambah kapasitas bandwith untuk
mengakses
sistem yang
lebih
cepat,
seperti
memasukkan data
atau
mengedit
data.
Ketiga,
sistem sebaiknya
menyediakan
fasilitas
pembatalan
penawaran
selama
e-
bidding belum ditutup. Keempat, pengembang perlu menambah jumlah karakter pada
kolom remark (keterangan).
Kelima,
pengembang
perlu
menambah
fasilitas
untuk
otomatisasi
hasil
dari e-
bidding kepada departemen yang membutuhkan barang tersebut. Keenam, sistem
memberikan  peringatan 
mengenai 
kelengkapan  dokumen  vendor
seperti 
masa
berlaku  sertifikasi 
perusahaan.  Ketujuh,  pengembang 
perlu 
memisahkan  antara
bidding yang sedang berjalan dengan bidding yang telah selesai ke dalam folder yang
berbeda. Kedelapan, sistem perlu
menambahkan
fasilitas convert kurs IDR ke USD
  
65
dan sebaliknya. Kurs tersebut juga harus diperbaharui sesuai dengan pasar mata uang
pada saat itu.