BAB II LANDASAN
TEORI
2.1.
Business Process
Pengertian dari bisnis adalah suatu kesatuan organisasi yang
menyebarkan
sumber daya untuk menyediakan pelanggan dengan jasa atau produk yang diinginkan.
Sedangkan 
pengertian 
dari 
proses 
adalah  satu  rangkaian  tindakan  dalam
melaksanakan kegiatan operasional dari awal sampai berakhir menjadi sebuah output.
Proses
bisnis
adalah suatu
kumpulan
pekerjaan
yang
saling
terkait
untuk
menyelesaikan
suatu
masalah tertentu.
Suatu proses
bisnis
dapat
dipecah
menjadi
beberapa subproses yang masing -
masing memiliki atribut sendiri tapi juga
berkontribusi
untuk
mencapai
tujuan
dari superprosesnya.
Analisis
proses
bisnis
umumnya melibatkan pemetaan proses dan subproses di dalamnya
hingga
tingkatan
aktivitas atau kegiatan. Dari sudut pandang pragmatis, suatu proses bisnis
menguraikan tentang
segala
sesuatu
yang
dilakukan
dalam organisasi. 
Jadi
dapat
disimpulkan
bahwa
proses
bisnis
adalah serangkaian aktivitas
yang
dilakukan oleh
sumber
daya dalam
suatu
kesatuan organisasi
yang dirancang untuk
menghasilkan
output
tertentu
untuk   pelanggan   atau   pangsa
pasar
tertentu.   Proses
Bisnis
9
  
10
menekankan   soal   bagaimana   pekerjaan   didalam   organisasi   dikerjakan   secara
berurutan mulai dari awal hingga akhir.
Gambar 2.1. General Value Chain in Business Process
(Sumber : Laguna, M. dan Marklund, J.2005. Business Process Modelling,
Simulation and Design, Prentice Hall, Upper Saddle River)
Singkatnya proses bisnis melingkupi hal-hal sebagai berikut :
1.
Memuat tujuan atau sasaran.
2.
Membutuhkan masukan atau input.
3.
Menghasilkan keluaran atau output tertentu.
4.
Membutuhkan sumber daya untuk memproses masukan.
5.
Memiliki sejumlah aktivitas yang dikerjakan secara berurutan.
6.
Proses tersebut dapat melibatkan lebih dari satu bagian.
7.
Memberi
keuntungan
dan
kemudahan
(create
values)
tertentu
untuk
pelanggan berikut atau pelanggan akhir.
  
11
Gambar 2.2. Business Process Model
Berdasarkan ruang lingkupnya proses-proses di dalam suatu organisasi dapat
dibedakan menjadi tiga jenis :
1.   Individual Processes.
Proses yang dilaksanakan oleh individual secara terpisah.
2.   Vertical or Functional Processes.
Proses  yang  terdapat  di  dalam  suatu  departemen  atau  unit  fungsional
tertentu.
  
12
3.   Horizontal or cross-functional processes
Proses yang melintasi beberapa unit fungsional atau pada konteks supply
chain dapat melintasi beberapa perusahaan yang berbeda.
Beberapa  karakteristik  umum  yang  dianggap  harus  dimiliki  suatu  proses
bisnis adalah :
1.   Definitif
:
Suatu
proses
bisnis
harus
memiliki
batasan,
masukan,
serta
keluaran yang jelas.
2.   Urutan : Suatu proses bisnis harus terdiri dari aktivitas yang berurut sesuai
waktu dan ruang.
3.   Pelanggan : Suatu proses bisnis harus mempunyai penerima hasil proses.
4.   Nilai tambah : Transformasi yang terjadi dalam proses harus memberikan
nilai tambah pada penerima.
5.   Keterkaitan
:
Suatu
proses
tidak
dapat
berdiri
sendiri,
melainkan
harus
terkait dalam suatu struktur organisasi.
6.   Fungsi silang : Suatu proses umumnya, walaupun tidak harus, mencakup
beberapa fungsi.
Sering
kali
pemilik
proses,
yaitu
orang
yang
bertanggung jawab
terhadap
kinerja
dan
pengembangan
berkesinambungan dari
proses,
juga
dianggap
sebagai
suatu karakteristik proses bisnis.
  
13
2.2.
Diagram Sebab – Akibat
Diagram sebab-akibat dikenal
juga
sebagai
Shikawa
Diagram
(diagram
Ishikawa)
atau
Fishbone Diagram,
metode
tulang
atau
sirip
ikan
yang
dikenalkan
oleh Dr. Kaoru Ishikawa seorang ilmuwan Jepang, merupakan tokoh kualitas yang
telah
memperkenalkan user
friendly
control, Fishbone
cause
and
effect
diagram,
emphasised the ‘internal customer’ kepada
dunia
untuk
memetakan
masalah
berdasarkan
akibat dan akar penyebabnya.
Diagram sebab - akibat dapat membantu
dalam mencari
penyebab
dari
terjadinya
suatu
masalah.
Keuntungan
penggunaan
diagram ini
adalah
dorongan
untuk
perusahaan
atau
individual
dalam
mempertimbangkan 
segala 
kemungkinan 
penyebab 
dari 
permasalahan 
tersebut,
hingga menjadi lebih jelas.
Diagram sebab
-
akibat
Ini
dapat
digunakan
untuk
menyusun
sesi
brainstorming dan dengan cepat dapat digunakan untuk mengurutkan permasalahan -
permasalahan
ke
dalam
kategori -
kategori
yang
sangat
berguna.
Fishbone
juga
memperlengkapi
metode
untuk
menunjukkan
permasalahan
dan
kategori
potensial
dari penyebab secara visual Pendekatan ini merupakan kombinasi dari cara bertukar
pikiran dengan menggunakan peta konsep.
Variasi
yang
diperoleh
dari
diagram sebab
akibat
ini
:
menghasilkan
enumeration diagram
(diagram
yang
menyebutkan satu – per - satu permasalahan),
process  fishbone  (fishbone 
mengenai  proses),  time
-
delay  fishbone  (fishbone
  
14
mengenai keterlambatan atau jeda waktu), CEDAC atau cause and - effect diagram
with the addition of cards (diagram sebab - akibat dengan tambahan kartu), desired-
result
fishbone (fishbone
untuk hasil yang diinginkan), reverse
fishbone
diagram
(diagram fishbone
yang
berkebalikan).
Berawal
dari
kepala
ikan
yang
menyatakan
akibat utama, lalu diruntun faktor penyebab utama dan turunannya pada tulang ikan
besar, sedang, dan kecil. Berikut gambaran untuk fishbone diagram.
Gambar 2.3. Contoh fishbone diagram
Berikut 
langkah 
-
langkah 
untuk 
menyelesaikan 
permasalahan 
dengan
menggunakan diagram sebab - akibat :
  
15
1.   Mengidentifikasi masalah.
Menuliskan permasalahan yang dihadapi (apa permasalahannya, kapan, dan
dimana hal itu terjadi, siapa saja yang terlibat didalamnya).
2.   Pencarian kendala utama.
Selanjutnya mengidentifikasi faktor - faktor apa yang
memberikan kontribusi
dalam permasalahan tersebut (personel yang terlibat, sistem, peralatan, bahan
atau materi, kondisi eksternal, dan sebagainya).
3.   Mengidentifikasi penyebab yang memungkinkan terjadinya masalah.
Berdasarkan langkah kedua, penyebab
yang mungkin telah terungkap dapat
digambarkan sebagai garis yang lebih kecil dari tulang ikan yang sudah ada
sebelumnya, jika penyebab itu besar atau kompleks, sebaiknya dilakukan sub-
causes.
4.   Lakukan analisa dengan diagram perusahaan.
Dengan
ketiga
langkah
diatas,
perusahaan
telah
mendapatkan
diagram yang
menunjukkan
keseluruhan
kemungkinan
penyebab yang telah terpikirkan.
Tergantung dari kompleksitas dan tingkat pentingnya permasalahan tersebut,
selanjutnya perusahaan dapat menginvestigasi penyebab - penyebab yang ada.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengatur penyelidikan, mengadakan
survey dan lain - lain.
Sumber : (http ://www.mindtools.com)
  
16
2.3.
The Mc.Kinsey 7S Framework
Model 7-S McKinsey merupakan kerangka yang banyak didiskusikan untuk
melihat saling keterkaitan antara formulasi dan implementasi strategi. Model ini bisa
membantu
seorang
manajer dalam perusahaan
untuk
memfokuskan perhatian
pada
pentingnya menghubungkan strategi
yang dipilih pada beragam kegiatan yang dapat
mempengaruhi
implementasi
strategi
tersebut. Awalnya model
ini
dikembangkan
sebagai cara pikir yang lebih luas tentang permasalahan mengorganisasikan secara
efektif, kerangka 7-S memberikan sebuah alat untuk menilai “kemampuan” strategi.
Pada awalnya, framework ini mulai dikembangkan pada awal tahun 1980-an
oleh Tom Peters dan Robert Waterman, dua konsultan yang bekerja di perusahaan
konsultasi
McKinsey
&
Company,
dasar
premis
dari
model
yang
memiliki
tujuh
aspek
internal
organisasi
yang
berkaitan satu
sama
lain
demi
keberhasilan
dalam
kelangsungan organisasi.
Framework
McKinsey
7S
dapat
digunakan
dalam berbagai
situasi
di
mana
sebuah perspektif penyatuan elemen -
elemen organisasi berguna, misalnya untuk
membantu :
Meningkatkan kinerja perusahaan.
Memeriksa
kemungkinan
dampak
perubahan
di
masa
depan
sebuah
perusahaan.
  
17
Meluruskan departemen selama proses merger atau akuisisi.
Menentukan cara terbaik untuk menerapkan strategi yang diusulkan.
McKinsey  7S  merupakan  salah  satu  model  yang  dapat  diterapkan  untuk
hampir
semua
organisasi
atau
tim.
Jika
sesuatu
dalam tim
atau
organisasi
tidak
berfungsi, 
kemungkinan 
ada 
ketidaksesuaian  antara  beberapa  elemen
diidentifikasikan oleh model klasik ini. Setelah inkonsistensi ini terlihat, mulai dapat
bekerja untuk menyesuaikan dengan unsur internal untuk memastikan kontribusi
organisasi itu semua terhadap tujuan dan nilai - nilai bersama.
Proses   analisis   sekarang   dalam   hal   ini   akan   berguna   dalam   elemen
perusahaan.
Tetapi
dengan
mempertimbangkan
analisis
ini
selanjutnya
ke
tingkat
yang
paling
menentukan
untuk
masing -
masing
faktor,
apakah
anda
bisa benar
-
benar menggerakkan organisasi atau tim untuk berkembang dan maju.
McKinsey  7S  melibatkan  tujuh 
faktor  yang  dapat  dikategorikan  sebagai
"hard" atau "soft" elemen :
"Hard"   elemen   lebih   mudah   untuk   ditentukan   atau   diidentifikasi   dan
manajemen dapat secara langsung mempengaruhi organisasi. Elemen ini
biasanya
meliputi
antara
lain
strategi
tertulis
organisasi;
sistem pelaporan,
proses formal dan sistem TI.
"Soft" elemen, di sisi lain, dapat lebih sulit untuk dijelaskan, dan lebih banyak
dipengaruhi oleh budaya. Namun,
elemen
ini
penting
untuk
menyokong
elemen   keras   dalam   mendukung   keberhasilan   organisasi.   Cara   model
  
18
disajikan pada Gambar 2.4. di bawah
ini yang
menggambarkan keterkaitan
antar  elemen  dan  menunjukkan  bagaimana  perubahan  dalam  satu  elemen
mempengaruhi elemen yang lain.
Gambar 2.4. 7S McKinsey Framework
Konsep 7-S McKinsey terdiri atas elemen – elemen :
Shared
Values:
Visi
bersama
yang
melandasi
berdirinya
suatu
organisasi.
Atau  disebut  "superordinate
tujuan", 
ketika 
model 
pertama 
kali
dikembangkan, 
ini 
merupakan 
inti 
dari 
nilai 
-
nilai 
perusahaan 
yang
dibuktikan
dalam budaya
perusahaan
dan
etika
pekerjaan
umum.
Visi
ini
merupakan
suatu guideline
bagi para anggota organisasi untuk tumbuh dan
berkembang.
Suatu
visi
yang baik
adalah
visi
yang
dapat
dipahami dengan
baik  oleh  anggotanya.  Jika 
seorang  anggota 
mengalami  kesulitan 
untuk
  
19
memahami
visi
organisasinya,
maka anggota
tersebut
akan
cenderung
mengambil
langkah
-
langkah
berdasarkan common
sense-nya
semata
dan
mungkin akan menjadikannya kontraproduktif terhadap kepentingan
organisasi. Oleh karenanya, suatu visi yang baik, harus
dipahami
bersama
(menjadi shared vision).
Structure: Struktur organisasi (organizational structure) merupakan cerminan
dari
shared
vision
organisasi
dalam upaya
pencapaian
sasaran
dan
tujuan
organisasi  secara  optimal.  Struktur 
yang  sanggup  mencerminkan  shared
vision dengan baik akan
memberdayakan organisasi untuk
mencapai sasaran
dan tujuan tersebut. Pada intinya, cara - cara dalam organisasi yang terstruktur
dan meliputi proses pelaporan siapa kepada siapa Oleh karena struktur
organisasi bisnis dan non for - profit cenderung sangat berbeda.
System:
sistem
yang
dikembangkan
organisasi
juga
bersumber
pada
shared
vision yang ada. Sistem ini termasuk kegiatan sehari - hari dan prosedur yang
terlibat
dalam anggota
staf
untuk
menyelesaikan
pekerjaan
mulai
dari
perencanaan, implementasi, kontrol dan evaluasi, anggaran, dan penghargaan.
Staff: pegawai dan kemampuan umum. Organisasi akan menentukan prasyarat
orang - orang seperti apa yang dianggap sesuai dengan keberadaan dan tujuan
organisasi. Sebagaimana diketahui, jika tujuan organisasi dan tujuan individu
di
dalamnya
tidak
searah,
maka
akan
sangat
sulit
bagi
organisasi
tersebut
untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
  
20
Skills: keterampilan yang sebenarnya dan kompetensi karyawan
yang bekerja
untuk
perusahaan
merupakan
unsur
yang sangat penting bagi
keberhasilan
organisasi mencapai sasaran dan tujuannya
dengan
efektif
dan
efisien. Jika
keterampilan para pelaksana organisasi kurang sesuai dengan kebutuhan
organisasi tersebut untuk mewujudkan visinya, maka organisasi tersebut akan
cenderung kontraproduktif. Oleh karenanya, skills merupakan
cerminan
dari
core
competence organisasi, karena strategi
yang disusun juga merupakan
refleksi atas skills yang ada.
Style
gaya  
kepemimpinan  
yang   diadopsi.  
Kelima  
elemen  
tersebut
menentukan
gaya
kepemimpinan
seperti apakah yang paling tepat agar
organisasi dapat mencapai sasaran dan tujuannya secara efektif dan efisien.
Gaya kepemimpinan yang kurang tepat dengan kelima elemen tersebut akan
menyebabkan organisasi mnejadi gagal atau bahkan menuju kehancuran.
Strategy:   Rencana   dibuat   untuk   mempertahankan   dan   membangun
keunggulan kompetitif melalui kompetisi. Tidak jauh berbeda dengan style,
strategi organisasi dibangun berdasarkan shared vision dan keempat elemen
yang melingkarinya secara langsung. Strategi suatu organisasi dimaksudkan
agar organisasi dapat memiliki arahan yang jelas dan tegas tentang cara - cara
yang dipakainya untuk mencapai sasaran dan tujuan organisasi. Tanpa strategi
yang
jelas,
setiap
organisasi
akan berada
pada
kondisi seperti
kapal
yang
berlayar
tanpa pernah tahu ke mana akan berlabuh. Dalam organisasi bisnis,
  
21
strategi merefleksikan kajian yang akurat tentang lingkungan bisnis, terutama
tindakan atau aktivitas saat ini dan akan datang dari para pesaing.
Bagi suatu organisasi untuk mendapatkan hasil yang baik, tujuh elemen ini
harus berpihak dan saling memperkuat. Jadi, model dapat digunakan untuk membantu
mengidentifikasi
kebutuhan
akan realigned
untuk
memperbaiki kinerja,
atau
untuk
mempertahankan alignment
selama jenis perubahan. Apapun jenis perubahan
restrukturisasi, 
proses 
baru, 
organisasi 
merger, 
sistem  baru, 
perubahan
kepemimpinan, dan sebagainya, model ini
dapat
digunakan
untuk
memahami
bagaimana
unsure -
unsur
yang saling membentuk organisasi, sehingga memastikan
bahwa dampak
yang
lebih luas dari perubahan
yang dibuat dalam satu daerah
yang
akan dipertimbangkan.
2.4.
Balanced Scorecard (Kartu Skor Berimbang)
Konsep balanced scorecard berkembang sejalan dengan perkembangan
implementasinya. Balanced Scorecard terdiri dari dua kata, yaitu kartu skor
(scorecard) dan berimbang (balanced). Scorecard adalah kartu yang digunakan untuk
mencatat
skor
hasil
kinerja
seseorang. Kartu
skor
juga
dapat
digunakan
untuk
merencanakan skor
yang hendak diwujudkan oleh personel di
masa depan.
Melalui
  
22
kartu skor, skor yang hendak diwujudkan personel di masa depan dibandingkan
dengan
hasil
kinerja
sesungguhnya.
Hasil perbandingan
ini
digunakan
untuk
melakukan evaluasi atas kinerja personel yang bersangkutan. Kata berimbang
dimaksudkan
untuk
menunjukkan bahwa kinerja personel diukur secara berimbang
dari dua aspek, yaitu aspek keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan
jangka
panjang, intern dan ekstern. Oleh karena itu, jika kartu skor personel digunakan untuk
merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan, personel tersebut harus
memperhitungkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan non
keuangan,
antara
kinerja
jangka
pendek
dan
kinerja
jangka
panjang, serta antara
kinerja yang bersifat intern dan ekstern.
Maka, Balanced Scorecard
merupakan contemporary management tool yang
digunakan 
untuk 
mendongkrak 
kemampuan  organisasi 
dalam 
melipatgandakan
kinerja keuangan. Balanced Scorecard melengkapi seperangkat ukuran finansial
kinerja masa lalu dengan ukuran pendorong
(drivers) kinerja masa depan. Balanced
Scorecard (BSC) adalah perangkat kinerja
manajemen
yang dimulai
sebagai
sebuah
konsep 
untuk 
mengukur  apakah  kegiatan  operasional  -  skala  kecil  perusahaan
berpihak dan sejalan dengan tujuan - skala besar organisasi dalam
hal
ini
yaitu
visi
dan strategi organisasi. Dengan berfokus
tidak
hanya pada
hasil finansial melainkan
juga pada operasional, pemasaran, dan masukan - masukan lain untuk pembangunan
ini,
Balanced Scorecard akan
membantu
memberikan
pandangan
yang
lebih
komprehensif  dari  sebuah  bisnis,  yang  pada  akhirnya  akan  membantu  organisasi
dalam bertindak yang terbaik untuk kepentingan jangka panjang. Organisasi didorong
  
23
untuk
mengukur, selain
faktor keuangan,
faktor
-
faktor
lain
yang
mempengaruhi
faktor keuangan. Sebagai contoh, kinerja proses, pasar atau penetrasi, pembelajaran
dan pengembangan keterampilan, dan sebagainya.
Gambar 2.5. Balanced Scorecard Framework
Melaksanakan Balanced Scorecard biasanya mencakup empat proses:
1.
Menerjemahkan visi ke dalam tujuan operasional.
2.
Berkomunikasi dengan visi dan link ke kinerja individu.
3.
Perencanaan bisnis, menetapkan indeks.
4.   Umpan balik dan pembelajaran, dan disesuaikan dengan strategi yang sesuai.
  
24
Walaupun
membantu
manajer
fokus
perhatian pada isu -
isu strategis dan
pengelolaan
pelaksanaan
strategi,
penting
untuk
diingat
bahwa
Balanced
Scorecard
itu
sendiri
tidak
memiliki
peran
dalam pembentukan
strategi.
Pendekatan
yang
dilakukan pada
Balanced Scorecard menghubungkan
strategi
yang ada dalam suatu
organisasi atau perusahaan, mulai dari visi, critical success faktor, dan pengukuran
performansi
keberhasilan.
Pengukuran
dalam Balanced
Scorecard
dibagi
kedalam
empat
perspektif
: Customer,
Internal
Business,
Innovation
and
Learning,
dan
Financial Perspective.
Perspektif pelanggan menggunakan ukuran
berapa “nilai” yang diberikan
kepada
pelanggan
dilihat
dari
segi waktu,
kualitas,
performansi
dan
layanan,
dan
biaya.
Contohnya
ukuran
kecepatan
waktu mulai
dari
permintaan
sampai
dengan
pengiriman sampai ditangan pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk
kita,
tingkat penjualan
terhadap produk baru, dan
atau banyaknya service
call
yang
dilayani.
Pada perspektif internal dapat mengevaluasi ekspektasi yang diharapkan
pelanggan
dapat terpenuhi melalui perbaikan proses di internal organisasi tersebut.
Perspektif internal juga dapat mengukur tingkat keahlian dan produktifitas karyawan,
kualitas yang dihasilkan oleh organisasi tersebut, dan atau sistem informasi yang baik
yang berjalan dalam organisasi.
Dari sisi perspektif inovasi dan pembelajaran dari suatu organisasi kita dapat
mengukurnya melalui, peningkatan dan inovasi yang berkelanjutan terhadap produk -
  
25
produk
yang
dimiliki.
Perlu
digarisbawahi
bahwa
produk disini
tidak
selamanya
berupa barang, pelayanan dan hal -
hal lain yang bersifat jasa pun adalah produk.
Ukuran yang diberikan antara lain banyaknya produk - produk baru yang dihasilkan
dan persentase keberhasilan penjualannya, tingkat penestrasi terhadap market baru,
atau implementasi SCM (Supply Chain Management), dan lain-lain.
Apabila target - target diatas dapat terpenuhi maka efeknya akan mengimbas
pada perspektif finansial juga. Finansial disini termasuk mengukur pendapatan dan
pengeluaran, lebih dalamnya lagi ROI (Return On Investment), tingkat penjualan,
pertumbuhan market share, dan lain-lain. Hal terpenting yang harus dipahami adalah
bagaimana suatu organisasi mendefinisikan apa yang ingin dicapai serta membuat
ukurannya   yang   selanjutnya   terus   memonitor   progress  yang   telah   dicapai.
Selanjutnya,  bisa 
melihat 
apakah 
tujuan 
perusahaan  akan 
tercapai 
atau 
tidak.
Balanced Scorecard diukur dalam jangka pendek dan jangka panjang dan di evaluasi
setiap
bagian
yang
ada
dalam
suatu
organisasi
yang
akan
memberikan
kontribusi
untuk
mewujudkan
setiap
tujuan.
Balanced
Scorecard
dapat
diterapkan
oleh
semua
jenis organisasi dan semua jenis industri baik profit maupun non - profit.
Empat 
perspektif 
umum 
Balanced 
Scorecard 
secara 
lebih 
jelas 
dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Perspektif
keuangan
:
Pendekatan
perspektif
keuangan
dalam balanced
scorecard merupakan
hal
yang sangat penting. Hal
ini disebabkan
ukuran keuangan
merupakan suatu konsekuensi dari suatu keputusan ekonomi
yang daibil dari suatu
  
26
tindakan ekonomi. Ukuran keuangan ini
menunjukkan
adanya
perencanaan,
implementasi serta evaluasi dari pelaksanaan strategi yang telah ditetapkan. Evaluasi
ini akan tercermin dari
sasaran
yang secara khusus dapat dikur
melalui keuntungan
yang diperoleh, seperti Return On Investment, Economic value added. Penggunaaan
dari perspektif keuangan adalah memeriksa jika perusahaan dan pelaksanaan eksekusi
dari strategi yang memberikan kontribusinya ke bawah garis -
perbaikan dari
perusahaan.  Itu merupakan jangka panjang tujuan strategis organisasi dan karenanya
hasil
nyata
hasil
dari strategi tradisional dalam hal keuangan. 
Mungkin tiga
tahap
seperti
yang
dijelaskan
oleh
Kaplan dan
Norton
(1996)
yang
cepat
tumbuh,
mempertahankan, dan panen. Keuangan untuk tujuan dan langkah -
langkah
pertumbuhan  akan  berasal  dari  tahap  perkembangan  dan  pertumbuhan  organisasi
yang akan mengakibatkan peningkatan volume penjualan, akuisisi pelanggan baru,
pertumbuhan  pendapatan  lain-lain 
yang 
menopang  panggung  di 
sisi 
lain  akan
dicirikan
oleh
tindakan
yang
mengevaluasi
efektivitas
organisasi
untuk
mengelola
nya dan biaya operasi, dengan menghitung laba atas investasi, laba atas modal usaha,
dan
sebagainyal
Akhirnya,
tahap
panen akan berdasarkan
analisis
arus
kas dengan
langkah - langkah seperti payback periode dan
volume pendapatan.  Beberapa
yang
paling umum tindakan keuangan yang tergabung dalam perspektif keuangan adalah
EVA,
pertumbuhan
pendapatan,
biaya,
profit margin,
arus
kas, pendapatan operasi
bersih dan lainnya.
Perspektif pelanggan : mendefinisikan nilai proposisi bahwa organisasi akan
berlaku untuk memuaskan pelanggan, sehingga menghasilkan lebih banyak penjualan
  
27
yang paling diinginkan (yakni yang paling menguntungkan) kelompok pelanggan.
Dengan
langkah -
langkah yang dipilih untuk perspektif pelanggan harus
mengukur
nilai baik
yang disampaikan kepada pelanggan (value proposition) yang
melibatkan
waktu, kualitas, kinerja dan pelayanan, dan biaya, dan hasil yang datang sebagai hasil
dari nilai ini proposisi (misalnya, kepuasan pelanggan, pangsa pasar). Nilai proposisi
dapat pada salah satu dari tiga: keunggulan operasional, pelanggan keintiman atau
produk kepemimpinan, dengan tetap menjaga tingkat di ambang dua lainnya. Kaplan
(1996) menjelaskan untuk memasarkan produknya perusahaan terlebih dahulu harus
menentukan segmen calon pelanggan mana yang harus dimasuki oleh perusahaan,
dengan demikian akan lebih jelas dan lebih terfokus tolok ukurnya. Dewasa ini fokus
strategi  perusahaan  lebih  diarahkan  pada  pelanggan  (Customer drive strategy),
dengan kata lain apa yang dibutuhkan pelanggan harus dipenuhi
oleh perusahaan.
Kinerja produk yang dihasilkan perusahaan minimal harus sama dengan apa yang
dipersepsikan oleh pelanggan. Kualitas produk yang kurang, menyebabkan konsumen
akan
pindah
ke
produk
lain,
kualitas produk
yang
tinggi
akan
menyebabkan
perusahaan akan rugi karena kehilangan potensi laba yang tinggi dan sebaliknya
konsumen  merasa  beruntung  karena  mendapatkan  produk  kualitas  tinggi  dengan
harga standar. Untuk mendapatkan laba maksimum perusahaan harus mampu
mempersepsikan  kualitas  produk  yang  diinginkan  pelanggan  yang  sesuai  dengan
harga 
jualnya.  Kaplan 
(1996) 
mejelaskan 
bahwa 
dari  sisi 
perusahaan 
kinerja
pelanggan terdiri dari pangsa pasar, tingkat perolehan konsumen, kemampuan
mempertahankan
pelanggan,
tingkat
kepuasan
pelanggan,
dan tingkat profitabilitas
  
28
pelanggan,
selanjutnya
dijelaskan
bahwa
kinerja
pelanggan
ini
akan
saling
berintreraksi antara satu dengan yang lainnya.
Gambar 2.6. Perspektif Pelanggan Inti
(Sumber : Kaplan and Norton, Translating Strategy into Action Balanced Scorecard
Boston: Harvard Business School Press, 1996)
Keterangan gambar 2.6. dapat dilihat dibawah ini:
Market   share   Pengukuran  ini  mencerminkan  bagian  yang  dikuasai
perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, meliputi antara lain : jumlah
pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan.
Customer    retention    :   Mengukur   tingkat   dimana   perusahaan   dapat
mempertahankan hubungan dengan konsumen.
Customer
Acquisition
:
Mengukur
tingkat
dimana
suatu
unit
bisnis
mampu
menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru.
  
29
Customer
Satisfaction :
Menaksir
tingkat
kepuasan pelanggan
terkait dengan
kriteria kinerja spesifik dalam value preposition.
Customer
Profitability
:
Mengukur
laba
bersih
dari
seorang
pelanggan
atau
segmen setelah dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung
pelanggan tersebut.
Perspektif proses internal yang berkaitan dengan proses yang membuat dan
memberikan nilai proposisi pelanggan.  Ini berfokus pada semua kegiatan dan proses
utama
yang
diperlukan
agar
perusahaan unggul
untuk
memberikan
nilai
yang
diharapkan
oleh
pelanggan
baik
produktif
dan
efisien.  
Ini
dapat
mencakup
baik
jangka pendek dan jangka panjang tujuan serta inovatif yang menggabungkan proses
pembangunan untuk mendorong perbaikan.
Gambar 2.7. Proses inovasi
(Sumber : Kaplan and Norton, Translating Strategy into Action Balanced Scorecard
Boston: Harvard Business School Press, 1996)
  
30
Untuk mengidentifikasi langkah -
langkah
yang sesuai dengan perspektif proses
internal, Kaplan dan Norton mengusulkan
kelompok
tertentu
yang
menggunakan
kelompok
nilai
yang
sama
dalam proses
pembuatan
sebuah
organisasi. 
Kelompok
untuk
internal
proses
perspektif
adalah manajemen
operasi
(dengan
meningkatkan
pemanfaatan aset, manajemen rantai suplai, dan sebagainya), manajemen pelanggan
(deepening oleh memperluas dan mitra), inovasi (oleh produk - produk baru dan jasa)
dan peraturan & sosial (dengan membangun hubungan baik dengan pihak eksternal).
Perspektif inovasi dan pembelajaran adalah dasar dari setiap strategi dan
berfokus
pada
aset intangible
dari
sebuah
organisasi, terutama
pada
kemampuan
internal dan kemampuan yang diperlukan untuk mendukung nilai - membuat proses
internal. Perspektif inovasi dan pembelajaran berhubungan dengan hal - hal sebagai
berikut :
1.  Pekerjaan (modal manusia). Dewasa ini pekerjaan rutin dalam proses produksi
sudah digantikan oleh mesin-mesin
yang serba otomatis. Dengan deimikian
tenaga kerja buruh kasar yang dibutuhkan relatif sedikit, sehingga tenaga kerja
yang
tinggal
hanyalah
tenaga
kerja
yang spesialis
saja.
Semakin
sedikitnya
tenaga
kerja yang
dimiliki
oleh
perusahaan
menyebabkan
perusahaan
lebih
dapat memberikan akses informasi yang lebih layak kepada pekerjanya untuk
lebih meningkatkan efesiensi untuk mencapai tujuan perusahaan. Tolak ukur
yang dapat digunakan untuk ini adalah :
  
31
a. Tingkat perputaran tenaga kerja.
b. Tingkat kepuasan kerja pegawai.
c. Besarnya pendapatan perusahaan per karyawan dan
yang
terakhir adalah
nilai tambah dari tiap karyawan.
2.
Sistem (informasi permodalan). Dalam kondisi yang sangat kompetitif, sistem
informasi yang handal sangat diperlukan oleh tingkat ketersediaan informasi,
tingkat
keakuratan
informasi
dan jangka
waktu
yang
diperlukan
untuk
memeperoleh  informasi  tersebut.  Hal  ini  disebabkan  betapapun  akuratnya
suatu informasi yang diterima oleh perusahaan, tapi apabila jangka waktunya
telah berlalu maka informasi tersebut tidak berguna lagi.
3.
Motivasi, pemberdayaan, dan pesejajaran.
Untuk dapat
menciptakan
motivasi
pegawai
diperlukan
iklim
organisasi yang
mampu
menciptakan
motivasi
itu
sendiri dan mendorong inisiatfi karyawan. Keberhasilan aspek ini bisa dilihat
dari
jumlah    saran    yang    diajukan    karyawan,    jumlah    saran    yang
diimplementasikan dan tingkat kemampuan karyawan intik mengetahui visi
dan misi yang diemban oleh perusahaan.
Ketiga faktor berkaitan dengan apa yang diungkapkan oleh Kaplan dan Norton, yakni
klaim infrastruktur yang diperlukan untuk memungkinkan tujuan ambisius dalam tiga
perspektif lainnya
yang akan dicapai. 
Hal ini tentunya akan dalam jangka panjang,
karena perbaikan dalam perspektif ini akan memerlukan beberapa pengeluaran yang
  
32
dapat menurunkan jangka pendek hasil keuangan, sedangkan kontribusi untuk sukses
jangka panjang.
Setelah
peta
strategi
dan
tujuan strategis
diidentifikasi,
strategis
metrik
performa atau KPIs dapat digunakan untuk
melacak performa. 
KPI harus dibuat
secara
terstruktur
untuk
membantu
pemilik
perusahaan dalam memprediksikan
performa keuangan dari organisasi atau perusahaan dan menentukan perubahan yang
perlu
dilakukan.
KPI
terdiri
dari
pengukuran finansial
dan
non
finansial.
Menurut
Kaplan dan Norton menjelaskan hubungan sebab akibat peningkatan kinerja
perusahaan  mengenai  4  perspektif  tersebut  yang  ada  dalam  balanced scorecard,
terlihat di gambar 2.8.
Gambar 2.8. Cause and Effect Relationship of Performance Measurement
(Sumber : Kaplan and Norton, Translating Strategy into Action Balanced
Scorecard Boston: Harvard Business School Press, 1996)
  
33
Gambar diatas menjelaskan bahwa kinerja keuangan sebenarnya merupakan hasil dari
suatu proses yang berlanjut yang dimulai dengan adanya pengingkatan kemampuan
sumber daya, selanjutnya berimplikasi pada kualitas proses yang lebih baik. Kualitas
proses
yang
lebih baik akan berakibat penyerahan produk dan jasa yang berkualitas
dan tepat waktu sehingga akan menyebabkan pelanggan loyal dan mereka bersedia
membayar
lebih besar dan berkelanjutan, yang pada akhirnya akan
menaikkan laba
perusahaan.
2.5.   Business Process Re-engineering (BPR)
Robert
Janson
dalam Institute
of
Industrial
Engineers
(1993:49)
mendefinisikan
reengineering sebagai
pembaharuan proses
dalam organisasi
secara
radikal yang banyak digunakan perusahaan untuk
memperbaharui komitmen mereka
terhadap   pelayanan   kepada   pelanggannya.   Fokus   utamanya   adalah   membuat
perbaikan
di
segala
bidang
dalam pelayanan
organisasi,
contohnya
sumber
daya
manusia, proses kerja, dan teknologi. Reengineering menolong perusahaan melewati
rintangan
sistem kerja
yang
tidak
mendukung
pencapaian
tingkat
kepuasaan
pelanggan.
Michael Hammer dan James Champy menyatakan bahwa Business Process
Reengineering (BPR) adalah
"Pemikiran dan perancangan
ulang suatu sistem bisnis
  
34
secara mendasar (fundamental) dan radikal untuk mendapatkan perbaikan secara
dramatis pada saat kritis, dengan mengukur kinerja saat ini melalui elemen - elemen
biaya, kualitas, pelayanan dan kecepatan". Definisi ini adalah salah satu definisi yang
paling sering dipakai dan dapat ditemukan dalam berbagai jurnal dan artikel
ilmiah.
Dalam definisi
dari
Michael
Hammer diatas,
terdapat
empat
kata
kunci
yaitu
fundamental, radikal, dramatis dan proses (Indrajit,2002:69) :
1.   Fundamental.
Dalam melakukan proses reengineering dua pertanyaan
mendasar yang akan
ditujukan
adalah
:
Mengapa perusahaan berbuat seperti apa
yang perusahaan
perbuat?
dan
mengapa
perusahaan berbuat
dengan
cara
seperti
yang
perusahaan  kerjakan  sekarang?  Jika  pertanyaan  fundamental  ini  diajukan,
maka akan memaksa pelaku bisnis untuk menggunakan asumsi dan aturan tak
tertulis yang mendasari bisnis mereka, seringkali asumsi atau aturan ini keliru
dan tidak tepat. Pertanyaan yang harus diajukan bukan "Apa yang sudah
dikerjakan?", tetapi "Bagaimana seharusnya dikerjakan?". Jawaban atas
pertanyaan  fundamental  akan  melahirkan  juga  sesuatu  yang  fundamental,
yaitu tindakan perubahan yang fundamental. Reengineering berarti memulai
sesuatu dari
awal,
tanpa
asumsi
dan
pertama
menentukan
apa
yang
harus
dilakukan oleh perusahaan kemudian bagaimana cara melakukannya.
2.   Radikal.
Radikal diserap dari bahasa latin "radix" yang berarti akar. Desain radikal dari
proses  bisnis  berarti  mendesain  ulang  sesuatu  sampai  ke  akarnya,  tidak
  
35
memperbaiki prosedur yang sudah ada dan berusaha melakukan optimasi.
Menurut
Hammer,
desain
radikal
berarti mengabaikan seluruh struktur dan
prosedur  yang  sudah  ada  dan  menemukan  cara  baru  yang  benar  -  benar
berbeda dengan sebelumnya dalam
menyelesaikan pekerjaan. Reengineering
bukan
merupakan
business
improvements,
atau
business
enchacement,
atau
pun business modification, tetapi mengenai business reinvention.
3.   Dramatis.
Reengineering bukanlah suatu usaha mencapai perbaikan sedikit demi sedikit
dan bertahap yang bersifat marginal atau incremental, tetapi merupakan usaha
mencapai
lompatan
besar
dalam perbaikan
dan
peningkatan
performansi
perusahaan.
Tiga 
jenis 
perusahaan 
yang 
memerlukan 
reengineering 
adalah 
sebagai
berikut:
   
Perusahaan yang berada dalam
kesulitan
besar.
Perusahaan yang belum
mengalami kesulitan, tetapi mengantisipasi akan
mengalami kesulitan.
Perusahaan  yang  tidak  mengalami  kesulitan,  tetapi  justru  berada  pada
puncak kerjanya.
4.   Orientasi Proses.
Orientasi 
pada 
proses 
merupakan 
kata  kunci 
terpenting 
dalam 
definisi
Business  Process  Rengineering, tetapi merupakan
hal  yang 
memberikan
  
36
kesulitan
besar
bagi
para
manajer.
Kebanyakan
pelaku
bisnis
tidak
berorientasi pada proses, tetapi pada tugas, pekerjaan, orang, dan struktur.
BPR Menurut Raymond L. Mannganeli dan Mark M. Klein adalah desain
ulang secara radikal, cepat proses bisnis yang bersifat strategis dan bernilai tambah
serta  sistem,  kebijakan  dan  struktur  organisasi  yang  mendukung  proses  tersebut,
untuk mengoptimalkan aliran kerja (work flow) dan produktivitas organisasi.
Proses adalah serangkaian aktivitas - aktivitas yang saling berkaitan satu sama
lain yang
mengkonversikan
masukan-masukan
(input) bisnis menjadi suatu keluaran
(output) bisnis.
Dalam Businee
Process
Rengineering
tidak
hanya
dilihat
proses
-
proses
yang
strategis
dan
bernilai
tambah tetapi
juga
dilihat
keseluruhan
sistem,
kebijakan dan struktur organisasi yang mendukung proses - proses tersebut :
a.   Sistem mendukung aktivitas - aktivitas proses berkisar pada pemprosesan
data dan sistem informasi manajemen disatu sisi dan sistem sosial budaya
di sisi lain.
b.
Kebijakan mendukung aktivitas -
aktivitas
proses
dimana
biasanya
diwujudkan dalam bentuk aturan - aturan
tertulis
dan
regulasi
-
regulasi
yang menunjukkan tingkah laku dan kebiasaan bagaimana suatu pekerjaan
diselesaikan.
c.   Struktur   organisasi   mendukung   aktivitas   -   aktivitas   proses   berupa
kelompok - kelompok kerja, departemen - departemen, wilayah - wilayah
  
37
fungsional, divisi - divisi, unit - unit dan sejenisnya dimana setiap pekerja
dibagi sesuai dengan pekerjaannya.
d. Rekayasa
ulang
diharapkan
menghasilkan
optimasi
alur
kerja
dan
produktivitas
dalam   suatu   organisasi.   Optimasi  
ini   diukur   dalam
terminologi hasil bisnis: peningkatan keuntungan, pangsa pasar,
pendapatan, Return On Investment, modal atau aset. Sebaliknya rekayasa
ulang juga dapat diukur dari pengurangan ongkos produksi.
e.   Proses yang diukur dari kecepatan, akurasi dan pengurangan waktu siklus,
tidak dapat berdiri sendiri
tetapi harus dipertimbangkan
juga peningkatan
unjuk kerja bisnis yang diukur dengan parameter finansial. Penting untuk
dicatat bahwa pemerintah dan organisasi non - profit,
hasil bisnis dalam
hal
terminologi
modal
dan
keuntungan tetapi
dalam terminologi
seperti
jumlah pelanggan yang dapat dilayani atau jumlah pekerjaan yang sukses
diselesaikan.
Business Process Reengineering, menurut Joe Peppard dan Philip Rowland
adalah sebagai berikut :
1.  Klasifikasi proses :
a.
Proses Strategis adalah proses yang direncanakan dan dikembangkan
organisasi untuk masa depannya dan penting untuk tujuan, sasaran dan
strategi
organisasi.    Termasuk    didalamnya    Perencanaan    Strategis,
Pengembangan Prosuk atau Jasa dan proses Pengembangan Proses Baru.
  
38
b.
Proses Operasional
adalah
proses yang
berkaitan dengan
fungsi
reguler
sehari - hari organisasi, seperti meraih pelanggan, memuaskan pelanggan,
membantu
pelanggan,
manajemen
kas
dan treasury
dan
pelaporan
keuangan.
c. 
Proses Pendukung (enabling process) adalah proses yang
memungkinkan
proses strategis dan operasional untuk dilaksanakan, seperti manajemen
sumber daya manusia, akuntansi manajemen dan manajemen sistem
informasi.
2. Business
Process 
Rengineering 
merupakan 
filosofi   perbaikan 
atau
penyempurnaan. 
Business  Process  Rengineering  bertujuan  mencapai
perbaikan -
perbaikan langkah dalam
kinerja dengan cara mendesain ulang
proses
-
proses
dimana
organisasi
beroperasi,
memaksimumkan
kandungan
nilai
tambahnya
dan
meminimumkan kandungan
tak
bernilai
tambah.
Pendekatan
ini
dapat diterapkan
untuk level proses individual
maupun untuk
organisasi secara keseluruhan.
2.5.1. Inti dari Business Process Reengineering (BPR)
Prinsipnya adalah menetapkan satu orang
yang
dapat
menyiapkan
seluruh
proses. Banyak pekerjaan yang tadinya terpisah digabungkan dan dipadatkan menjadi
satu. Sebagai contoh pada bagian kredit IBM, dimana beberapa tugas spesialis seperti
  
39
pemeriksaan kredit atau penentu harga digabungkan kedalam satu posisi, "pelaksana
urusan".   Transformasi
yang
mirip
juga ditemukan
di
perusahaan
elektronik
yang
telah merekayasa ulang proses pemenuhan
pesanannya. Sebelumnya
para
spesialis
yang ditempatkan dalam bagian - bagian terpisah
melakukan
masing - masing satu
dari lima tahap menjual sampai menginstall peralatan perusahaan. Karena proses ini
melibatkan begitu banyak tangan, kesalahan dan kesalahpahaman tidak dapat
dielakkan
karena
tak
satu
orang dan
grup
pun
yang
bertanggung
jawab,
atau
mempunyai wewenang, atas keseluruhan proses.
Jika
konsumen
menelpon
untuk
menyampaikan masalah, tak seorangpun dapat membantunya.
Dalam merekayasa ulang proses ini, perusahaan memadatkan tanggung jawab
atas berbagai tahap tersebut dan menyerahkannya terhadap seseorang, "petugas
pelayanan pelanggan". Orang itulah sekarang yang melaksanakan keseluruhan proses
dan juga bertindak sebagai satu
titik kontak bagi pelanggan". Orang
itulah sekarang
yang melaksanakan keseluruhan proses dan juga bertindak sebagai satu
titik kontak
bagi pelanggan.
Tidaklah selalu dapat memadatkan semua tahap seperti dalam proses panjang
menjadi
satu
pekerjaan
terpadu
yang
dilakukan
oleh
satu
orang.
Dalam
situasi
-
situasi tertentu (misalnya, penyampaian produk), berbagai tahap harus dilakukan pada
lokasi
-
lokasi
yang
berbeda.
Dalam
hal
ini,
perusahaan
membutuhkan
beberapa
orang, masing - masing mengurus bagian-bagian dari proses. Pada kasus - kasus lain
tidak
praktis
untuk
mengajari
seseorang semua keahlian yang diperlukan untuk
melaksanakan keseluruhan proses.
  
40
Banyak  perusahaan  mencoba  untuk  terhubung  istilah  seperti  "Re-
engineering", "inovasi" dan "Redesign"
untuk
proyek
-
proyek
untuk
melakukan
perbaikan
kinerja.
Kadang
-
kadang proyek ini disebut proses redesign,
proses
reinvention atau proses inovasi (Manganelli, 1993). Hammer dan Champy (1993)
mendefinisikan Business Process Reengineering sebagai "fundamental rethinking dan
radikal dari redesign proses bisnis
untuk
mencapai perbaikan dramatis dalam kritis,
kontemporer  mengukur  kinerja  seperti  biaya,  kualitas,  pelayanan  dan  kecepatan.
Akan tetapi, ada banyak penulis dengan definisi yang berbeda.
Dari tiga perspektif yang berbeda, seperti
terlihat
pada
Tabel
2.1.
Aspek
"What"
mengemukakan bidang
kepedulian Business Process Reengineering. Aspek
"How"
menyatakan
cara
untuk
berurusan
dengan Business Process Reengineering
yang
diusulkan
dalam definisi,
dan
"Expectation"
yang
merangkum
tujuan
yang
dinyatakan dalam definisi.
Dari aspek
"How", Business Process Reengineering berhubungan dengan
proses bisnis, internal dan eksternal dari elemen usaha, kinerja dan informasi
teknologi. Internal elemen bisnis termasuk sistem, kebijakan dan struktur organisasi.
Eksternal elemen bisnis termasuk pasar, konsumen, produk, layanan, pemasok dan
pesaing. Business Process Reengineering berfokus pada strategis, nilai tambah proses
bisnis.
Ide
dasar
dari Business
Process
Reengineering
adalah
untuk
melakukan
perubahan dari proses yang ada untuk meningkatkan kinerja. Namun, perubahan
proses bisnis yang mungkin akan disertai dengan perubahan terhadap unsur internal
dari sebuah bisnis, atau sebaliknya. Hasilnya dapat
meningkatkan kinerja dan dapat
  
41
bermanfaat bagi eksternal elemen. Penerapan teknologi informasi dalam proses bisnis
dapat membantu untuk meningkatkan kinerja proses bisnis.
Aspek "How", seperti terlihat pada Tabel 2.1, berhubungan dengan cara-cara
untuk menangani Business Process Reengineering. Selain program -
program
perbaikan dan pengembangan sistem teknik, mereka perlu melalui langkah - langkah
analisis dan desain. Business Process Reengineering memerlukan analisis yang harus
diambil
dan
mendasar
penting
dalam menangani
proses
bisnis
yang
ada
praktek.
Dalam melakukan
redesign
dari
proses
bisnis,
Business
Process
Reengineering
berangkat dari praktek yang ada secara umum. Hal ini mendorong untuk
memperkenalkan proses kreatif dan gagasan inovatif dalam model masa depan dari
proses bisnis pekerjaan.
Untuk aspek "Expectation", seperti terlihat pada Tabel 2.1, terdapat spektrum
nilai 
-
nilai 
yang 
mencerminkan 
harapan 
dari 
prestasi  Business
Process
Reengineering. Istilah seperti dramatis, luar biasa, terobosan dan optimalisasi dapat
ditemukan pada definisi.
  
42
Tabel 2.1. Definisi Business Process Reenginering
  
43
Gambar 2.9 Perbandingan Prinsip Business Process Reenginering oleh 4 Perusahaan
Konsultan Besar Dunia
(Sumber : Consulting approaches to process improvement Comparison, Kai A.
Simon, Viktoria Institute)
  
44
2.5.2. Metodologi Business Process Reengineering
Beberapa metodologi yang disurvei dari literatur yang diringkas. Penulis yang
berbeda
berfokus
pada
berbagai
aspek
dalam metodologi
yang
mereka
nyatakan.
Manganelli
dan
Klein
(1993),
dari
Gateway
Konsultasi Manajemen,
mengadopsi
lima
tahap
program bagi
Business
Process
Reengineering. Jacobson et al.
(1995)
menjelaskan
empat
kegiatan
utama
dalam proses
Business
Process
Reengineering
yang menggunakan rekayasa mundur dan maju. Davenport dan Short et al. (1990)
menyatakan bahwa ada lima langkah - langkah yang terlibat dalam Business Process
Reengineering dengan TI levers. Berrington dan Oblich (1995) menjelaskan proses
re-engineering sebagai nilai pengiriman proses. British Alcan
Business Process
Reengineering
mengalami
proyek termasuk
empat
tahapan (Bartram, 1994). Hales
dan  Savoie  (1994)
menekankan  pendekatan  bertahap  dan  diidentifikasi  empat
tahapan
Business
Process
Reengineering proyek
yang
harus
dilewati.
Beberapa
kegiatan
dalam metodologi
yang
harus
dilakukan
dalam proses
Business
Process
Reengineering di berbagai tahap adalah:
Masalah penyatuan persepsi.
Koleksi data.
Fomulasi Tim.
Proses pembangunan model saat ini.
Memahami proses.
  
45
Seleksi proses.
Pengaturan cakupan dan tujuan.
Mengidentifikasi peluang TI.
Menjelajahi pilihan redesign.
Mendokumentasikan perubahan.
Pelaksanaan.
Memantau kinerja.
Peppard & Rowland [PEP97] mengklasifikasikan pendekatan - pendekatan
yang berbeda terhadap Business Process Reengineering menjadi dua kategori umum :
1.   Perancangan ulang secara sistematis.
Mengidentifikasi
dan
memahami
proses -
proses
yang
ada
dan
kemudian
mengolah proses tersebut secara sistematis untuk menciptakan proses - proses
baru guna memberikan hasil yang diinginkan.
Secara umum, pendekatan sistematis lebih sering digunakan untuk melakukan
perbaikan
kinerja
jangka
pendek.
Perancangan
ulang secara
sistematis
cenderung membutuhkan lebih banyak perubahan inkremental sepanjang
waktu, meskipun bisa menghasilkan perbaikan nyata dalam tahap -
tahap
permulaan sehingga beralih ke perbaikan berkesinambungan.
Saat merancang ulang proses yang sudah ada, penekanannya adalah pada
eliminasi 
semua  kegiatan 
yang  tak  bernilai  tambah  dan 
merampingkan
kegiatan yang bernilai tambah. Peraturan dalam melakukan ini dapat diringkas
sebagai ESIA :
  
46
a. Mengeliminasi (Eliminate).
b. Menyederhanakan (Simplify).
b. Mengintegrasikan (Integrate).
c. Mengotomatisasi (Automate).
2.   Pendekatan kertas bersih (clean sheet approach).
Secara
fundamental
memikirkan
kembali
cara
menyampaikan
produk
atau
jasa dan merancang proses - proses baru dari permulaan.
Pendekatan kertas bersih
memungkinkan
perusahaan
untuk
mengembangkan
cara  -  cara  baru  untuk  bersaing  dalam  jangka  menengah  hingga  jangka
panjang. Pendekatan ini lebih mirip dengan melakukan perubahan radikal
kaena
proses
yang dihasilkan
biasanya
tidak
didasarkan
pada
proses
lama.
Oleh karena itu pendekatan ini dapat menyebabkan lonjakan drastis dalam
kinerja, meskipun juga secara signifikan mengandung resiko yang lebih besar.
Tahap-tahap dalam pendekatan kertas bersih :
a. Kembangkan pemahaman tingkat tinggi atas proses yang ada.
b. Benchmarking, brainstorming, fantasizing.
c. Perancangan Proses.
d. Validasi.
Pilihan di antara kedua pendekatan tersebut tergantung mana yang lebih cocok
bagi organisasi dan juga skala waktunya.
  
47
2.5.3. Prinsip - Prinsip dari Reengineering
Reengineering memiliki tujuan
untuk memperoleh
perbaikan
yang signifikan
dalam proses
yang
meliputi
kualitas,
kecepatan,
inovasi,
dan
servis. Hammer
mengemukakan tujuh prinsip untuk melakukan reengineering dan integrasi.
1.   Organize Around Outcomes, Not Tasks.
Beberapa
pekerjaan
yang
sebelumnnya dilakukan
oleh
beberapa
orang,
dapat digabung menjadi satu. Hal ini dapat dilakukan oleh satu orang atau
satu tim, Pekerjaan yang baru harus
meliputi
semua
langkah
yang
perlu
dilakukan untuk mencapai outcome yang diinginkan.
Prinsip  ini  terutama  untuk  meningkatkan  produktifitas,  kecepatan,  dan
customer responsiveness.
2.   Have Those Who Use the Output of the Process Perform the Process.
Pekerjaan harus dilakukan oleh orang terdekat dalam proses tersebut untuk
mengerjakannya. Artinya, misalnya seseorang tidak harus melakukan
proses pembelian melalui fungsi - fungsi lain dalam organisasi yang dapat
menghambat proses pengerjaan karena waktu yang diperlukan menjadi
bertambah dan tidak memberikan nilai lebih.
3.   Merge Information – Processing Work into The Real Work That Produce
the Information.
Artinya, orang
yang
mengumpulkan informasi bertanggung jawab untuk
melakukan proses
yang berhubungan dengan
informasi yang didapatnya.
  
48
Hal ini untuk meminimalisasi error yang mungkin terjadi dengan semakin
banyaknya contact point yang terjadi dalam suatu proses.
4.   Treat   Geographically   Dispered   Resources   as   Though   They   Were
Centralized.
Penggunaan sistem IT saat
ini
telah
mampu membuat konsep sentralisasi
atau desentralisasi menjadi sangat mudah dilakukan. Hal ini menfasilitasi
proses parallel dari sebuah pekerjaan yang dilakukan oleh fungsi yang
berbeda, namun dapat dikontrol secara bersamaan.
5.   Link Parallel Activities Instead of Integrating Their Results.
Konsep untuk mengintegrasikan outcome atau keluaran dari aktivitas
parallel
yang
dapat
menyebabkan
kemungkinan
kasus rework,
high
cost
dan keterlambatan.
6.   Put the Decision Point Where the Work is Performed, and Build Control
into the Process.
Pengambilan keputusan
harus diambil dalam suatu proses pekerjaan. Hal
ini   perlu   didukung   dengan   sumber   daya   manusia   yang   memiliki
kompetensi yang mencukupi untuk melakukan proses tersebut, sehingga
dalam proses pengambilan keputusan tidak memakan waktu yang lama.
7.   Capture Information Once – at the Source.
Informasi
harus
didapatkan
melalui
suatu
sistem informasi
yang bersifat
online, seketika saat informasi tersebut telah dikeluarkan oleh sumbernya.
Hal ini untuk mencegah kesalahan pemasukan data dan proses reentry.
  
49
Gambar 2.10. Langkah - langkah Penerapan Business Process Reenginering
(Sumber : Business Process Rengineering “ A Consilidated Methodology
Subramanian Muthu, Larry Whitman, and S. Hossein Cheraghi Dept. of Industrial
and Manufacturing Engineering, Wichita State University Wichita, KS-67260 0035,
USA)
  
50
2.6.
High Level Enterprise Map
Mengorganisir, mengklasifikasi dan menetapkan batas -
batas yang sangat
penting dalam
langkah
Business Process
Reengineering
dan pembuatan High Level
Enterprise
Map
ini
merupakan
langkah penting
pertama.
Proses
ini mendefinisikan
sistem yang
sesuai
dengan
prinsip
modularitas
dan
tahap
untuk
menentukan
keberhasilan pembangunan yang lebih rinci. Ada juga kelompok yang tinggi dalam
proses  proses  jenis,  masing  -  masing  memiliki  karakteristik  yang  berbeda  dan
dikelola
dengan
cara
yang
berbeda.
Bagian ini
menjelaskan
komponen
dari
peta,
berbagai jenis proses, dan metode untuk menggunakan peta.
Mengorganisir dan mengklasifikasi proses interaksi oleh pelanggan, rangkaian
kegiatan pelanggan ketika melakukan interaksi dengan bisnis, membantu fokus pada
hasil yang sangat penting untuk pelanggan dan proses bisnis yang menghasilkan hasil
ini.   Inti   proses,   kegiatan   yang   bersifat   value  added   yang   mendukung   dan
memfasilitasi
bisnis. Pelanggan
pertukaran atau
interaksi
merupakan
masukan
yang
memulai proses dan keluaran yang mengakhiri siklus. Proses ini dibangun di sekitar
interaksi tersebut, dari perspektif pelanggan, inti dari proses kinerja bisnis.
Akhirnya, peta ini juga berfungsi sebagai kepribadian profil perusahaan, pasar
yang dimiliki, dan interaksi dengan pelanggan. Ini merupakan titik kritis untuk
membangun sebuah proses
melihat.
Langkah berikutnya dalam
membangun proses
  
51
melihat
adalah
untuk
membangun proses peningkatan
peta
detail dengan
tim lintas
fungsional terus melibatkan lebih banyak organisasi
sampai
semua
orang
yang
menerima dan
memahami
proses, dan batas-batas
interdependencies.
Penting
untuk
diingat bahwa dokumentasi
bukan
hasil
dari
upaya ini.
Ini
merupakan pemahaman
dan penerimaan dari proses peta kognitif oleh seluruh organisasi. Proses ini mengarah
pemilik
dengan
mendalam keterlibatan
semua
anggota
tim
dari
proses.
Hasil
ini
kemudian adalah
upaya bersama seluruh perusahaan untuk validasi, pemahaman dan
penerimaan.  Melihat  proses  dari  sebuah  organisasi  sangat  memakan  waktu  dan
mahal, tetapi tidak ada jalan pintas dalam proses ini. Seperti membangun rumah tanpa
dasar yang baik, sebuah organisasi yang mendasar tanpa melihat proses, bersama peta
kognitif,
tiada
kaitan
ke
atas
yang akan
membangun
dan
akhirnya
kembali
ke
fungsional, sehingga melihat proses
memerlukan kepemimpinan dan komitmen dari
manajemen dalam suatu organisasi.