6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Supply Chain Management
Supply
chain
management
berawal
dari
kegiatan supply
chain
management
militer
yang
memiliki
peran
dalam
menentukan kemenangan
perang, khususnya pada Perang Dunia II.
Ketika jaman perang berlalu, supply chain management dimanfaatkan
untuk
membatu
proses
pengiriman barang.
Dalam
hal
ini
terjadi
kerjasama
antara perusahaan pengiriman dengan gudang, dan pihak ketiga ambil bagian
dalam mengatur kerjasama ini.
Perkembangan selanjutnya,
pada
era
globalisasi
mulai
banyak
perusahaan
yang
mencari
cara
bagaimana
menurunkan biaya
produksi.
Banyak
perusahaan
multinasional
memindahkan pabrik
ke
negara-negara
dengan
upah
buruh
murah.
Indonesia
dan
beberapa
kawasan di Asia
adalah
contohnya. Di
sini
tampak
bahwa
peranan
supply
chain
management
memegang peranan yang lebih penting lagi.
Perkembangan supply
chain
management
didukung
dengan
perkembangan teknologi
informasi
pada
tahun
1980-an.
Beberapa
faktor,
antara
lain
harga
komputer
yang
semakin
terjangkau,
kecepatan
komputer
|
7
yang
semakin
baik,
semakin
luasnya
penggunaan internet,
serta bandwidth
yang
semakin
murah,
membuat
orang
semakin
mudah
berkomunikasi dan
berkolaborasi dengan
cara
yang
semakin
efisien.
Penerapan
teknologi
informasi yang semakin luas ini menekan kesalahan manusia, menekan biaya
produksi, dan meningkatkan kualitas sampai pada tingkat yang signifikan.
Supply
Chain
Management
pada
akhirnya
berkembang menjadi satu
bidang
ilmu,
dengan
pendekatan sistem
yang
terintegrasi, yang
meliputi
gudang penyimpanan,
transporasi, inventory, pemesanan barang,
dan
jumlah
barang. Kelima komponen tersebut harus dioptimalisasi secara keseluruhan.
2.1.1 Pengertian Supply Chain Management
Definisi
Supply Chain Management oleh The Council of Logistics
Management :
Supply Chain Mangement is the systematic, strategic coordination of
the
traditional
business
functions within
a
particular
company
and
across businesses within the supply chain for the purpose of improving
the long-term performance of the individual company and the supply
chain as a whole.
Menurut
Schroeder, supply
chain
management
adalah
sebuah
proses
bisnis dan
informasi
yang
berulang
yang
menyediakan produk
atau
layanan
dari pemasok melalui proses pembuatan dan pendistribusian kepada
konsumen.
|
8
Sedangkan
menurut
Indrajit
dan
Djokopranoto, supply
chain
management adalah suatu sistem organisasi menyalurkan barang produksi dan
jasanya kepada
para
pelanggannya.
Rantai
ini juga
merupakan jaringan
dari
berbagai
organisasi
yang
saling
berhubungan dan
mempunyai
tujuan
yang
sama,
yaitu
sebaik
mungkin
menyelenggarakan pengadaan
atau
penyalur
barang tersebut.
Dari beberapa definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
supply
chain
management
merupakan
pengelolaan berbagai
kegiatan
dalam
rangka memperoleh bahan mentah, dilanjutkan kegiatan transformasi sehingga
menjadi produk
setengah jadi, kemudian menjadi produk jadi dan diteruskan
dengan pengiriman ke konsumen melalui sistem distribusi. Kegiatan-kegiatan
tersebut mencakup pembelian secara tradisional dan berbagai kegiatan penting
lainnya yang berhubungan dengan supplier dan distributor.
Adapun
tujuan dari
supply
chain
adalah untuk
memaksimalkan
hubungan potensial antara setiap bagian di dalam rantai supply chain dengan
maksud untuk
memberikan hasil atau produk
yang terbaik kepada konsumen
dan
mengurangi biaya-biaya pada produk akhir.
Pada
akhirnya, tujuan
yang
hendak dicapai
dari
setiap
rantai
suplai
adalah
untuk
memaksimalkan
nilai
yang
dihasilkan
secara
keseluruhan
(Chopra,
2001,
page
5).
Rantai
suplai
yang
terintegrasi
akan
meningkatkan keseluruhan
nilai
yang
dihasilkan oleh
rantai suplai tersebut. Di dalam mencapai tujuan-tujuan supply chain tersebut,
maka
diperlukan
suatu
pengembangan kompetensi supply
chain secara
|
9
menyeluruh. Di
dalam
perspekstif supply chain
management,
ada
tiga
tipe
dasar dari kompetensi di dalam supply chain, yaitu :
1.
Distinc,
hal
ini berhubungan dengan kompetensi
yang menjamin adanya
unit bisnis yang unik sebagai keuntungan yang kompetitif.
2.
Qualifying,
hal ini
berhubungan dengan persaingan kebutuhan di
market
tertentu, seperti sertifikasi ISO-9000.
3.
Basic, berhubungan dengan keperluan dalam mengejar kemampuan untuk
mengerjakan tugas-tugas
yang
tidak
berhubungan langsung
dengan
produk, misalnya pembayaran rekening telpon perusahaan. (Pires, Silvio,
Aravechia, dan Carlos, 2001)
2.1.2 Input dan Output Proses Supply Chain
Input
proses
supply
chain
meliputi sumber
daya
alam,
manusia,
financial,
dan
sumber
informasi.
Perencana supply
chain
merencanakan,
melaksanakan,
dan
mengendalikan input
ini
ke
dalam
berbagai
bentuk,
meliputi bahan mentah, barang setengah jadi, serta barang siap pakai.
Output
proses
supply
chain
meliputi
keuntungan kompetitif
untuk
organisasi,
hasil
dari
orientasi
pemasaran
dan
keefisienan serta
keefektifan
operasional, pemanfaatan waktu dan tempat, dan perpindahan yang efisien ke
pelanggan.
Output
lainnya terjadi
ketika
pelayanan
supply
chain
bercampur
sedemikian rupa sehingga menjadi aset milik organisasi.
|
10
2.1.3 Aktivitas Supply Chain Management
Menurut
Miranda
(2001),
aktivitas-aktivitas utama
supply
chain
management ada 13, yaitu :
1. Customer Service (Pelayanan Pelanggan)
2. Demand Forecasting (Peramalan Permintaan )
3. Inventory Management (Manajemen Persediaan)
4. Logistics Communication (Komunikasi Supply Chain Management)
5. Material Handling (Penanganan Material)
6. Order Processing (Proses Pemesanan)
7. Packaging (Pengemasan)
8. Dukungan Komponen dan Jasa
9. Pemilihan Lokasi dan Gudang
10. Procurement (Pengadaan Barang)
11. Reverse Logistics
12. Transportation
13. Gudang dan Penyimpanan
2.1.3.1
Customer Service (Pelayanan Pelanggan)
Customer
service
adalah salah
satu aspek supply chain
management
yang berkaitan antara pembeli, penjual, dan pihak ketiga. Yang menjadi ujung
tombak dari customer service suatu perusahaan adalah sumber daya manusia,
baik dari segi kemampuan kerja maupun pengalamannya.
|
11
Suatu proses
yang berlangsung di
antara pembeli, penjual, dan
pihak
ketiga
yang
menghasilkan
suatu
nilai
tambah
untuk pertukaran
produk
atau
jasa
dalam
jangka
waktu
pendek
seperti
transaksi tunggal,
ataupun
jangka
panjang seperti
hubungan berdasarkan kontrak. Nilai
tambah
ini juga
terbagi
dalam
masing-masing kelompok
transaksi atau kontrak,
yang dalam keadaan
lebih
baik
pada
penyelesaian
transaksi
dibandingkan sebelum
transaksi.
Dengan
demikian, customer
service
merupakan proses
penyediaan
keuntungan nilai tambah yang penting pada supply chain secara efektif.
2.1.3.2
Demand Forecasting (Peramalan Permintaan)
Peramalan
adalah
suatu
seni
atau
ilmu
membuat suatu
proyek
mengenai kebutuhan yang akan datang dan bagaimana kondisi pada saat
itu.
Bila
ingin
mendapatkan informasi mengenai peramalan secara berkala
harus
digunakan teknik khusus untuk meramalkan permintaan yang akan datang dan
kondisi pasar. (Chopra, 2001)
Ramalan
permintaan supply
chain
management
yang
akan
datang
menentukan berapa banyak dari tiap barang yang diproduksi perusahaan yang
harus diangkut ke berbagai pasar. Selain itu, supply chain management harus
mengetahui
dimana
asalnya
permintaan
sehingga
dapat
menempatkan dan
menyimpan produk
dengan
jumlah
yang
tepat
setiap
area
pasar.
Perkiraan
akurat
tentang
permintaan
yang
akan
datang
memungkinkan supply
chain
management
untuk
menyediakan sumber (anggaran belanja) pada aktivitas-
|
12
aktivitas
yang
akan
melayani
permintaan
tersebut.
Pengambilan keputusan
tanpa
keyakinan akan
menjadi
kurang
optimal,
karena
sangatlah
sulit
untuk
menyediakan sumber-sumber diantara
aktivitas
supply
chain
management
tanpa
mengetahui jenis
produk
dan
jasa
yang
akan
diperlukan. Untuk
itu,
sangatlah penting bagi organisasi untuk menjalankan beberapa tipe peramalan
permintaan
dan
mendiskusikan hasil
tersebut
dengan
bagian
pemasaran,
produksi,
dan
departemen supply
chain
management.
Software
komputer,
analisis
trend,
perkiraan
pokok
penjualan, ataupun
metode
lain,
dapat
membantu pembuatan ramalan yang diperlukan.
2.1.3.3
Inventory Management (Manajemen Persediaan)
Aktivitas pengendalian
persediaan (invetory
control
activity)
bersifat
kritis karena membutuhkan dukungan financial atau pemeliharaan persediaan
produk
yang
cukup
untuk
mempertemukan kebutuhan
pelanggan
dengan
kebutuhan produksi.
Bahan
baku
dan
komponennya, WIP (work
in
process)
dan persediaan barang jadi, semuanya menghabiskan ruang fisik, waktu kerja,
dan
modal.
Uang
yang
diinvestasikan pada
persediaan
tidak
tersedia
untuk
dipergunakan.
Alasan pengadaan persediaan dalam perusahaan antara lain :
a. Memungkinkan perusahaan mencapai skala ekonomi.
b. Menyeimbangkan persediaan dan permintaan.
c. Memungkinkan spesialisasi produk.
|
13
d. Melindungi ketidakpastian permintaan dan siklus pemesanan.
2.1.3.4
Logistics Communication (Komunikasi Supply
Chain
Management)
Sukses
dalam
lingkungan bisnis
jaman
ini
membutuhkan
manajemen
sistem
komunikasi yang
kompleks.
Komunikasi
yang
efektif
harus
berlangsung dalam:
a. Organisasi, suppliers, dan pelanggan.
b.
Fungsi
utama
dalam
organisasi, seperti
supply
chain
management,
perekayasaan, keuangan, pemasaran, dan produksi.
c. Ketiga belas aktivitas lainnya.
d. Berbagai jenis aspek dari tiap aktivitas supply chain management, seperti
koordinasi gudang material, WIP, dan barang akhir.
e.
Berbagai anggota
kegiatan supply
chain
management
lain,
seperti
pelanggan,
atau penyedia
sekunder yang secara tidak
langsung
berhubungan dengan perusahaan.
2.1.3.5
Material Handling (Penanganan Material)
Penanganan
material
berhubungan dengan
setiap
aspek
gerakan atau
aliran bahan
baku,
bahan
setengah jadi,
dan
barang
jadi
dalam
pabrik atau
gudang. Tujuan penanganan material adalah:
|
14
a. Menyederhanankan dan
menghapuskan
sistem
penanganan
material
apapun yang memungkinkan.
b. Meminimalkan jarak tempuh.
c. Meminimalkan barang setengah jadi.
d. Menyediakan aliran bebas yang serentak dari bottleneck.
e. Meminimalkan kerugian akibat pembuangan, kerusakan dan pencurian.
Perusahaan
mengeluarkan biaya
setiap
saat
dilakukan
penanganan
barang. Bila dirasakan penanganan tidak memberikan nilai bagi setiap produk,
seharusnya
dibuat
seminimum
mungkin.
Untuk
barang-barang dengan
nilai
unit yang rendah, proporsi biaya penanganan material untuk biaya total
produk
merupakan salah satu
hal
yang perlu dipertimbangkan. Dengan
analisis material yang cepat, manajemen material dapat
menyimpan sejumlah
yang berarti bagi organisasi.
2.1.3.6
Order Processing (Proses Pemesanan)
Komponen-komponen proses pemesanan terbagi ke dalam 3 kelompok
sebagai berikut:
a. Elemen Operasional (Operational Elements)
Meliputi pemasukan pesanan atau perubahan pesanan, penjadwalan,
persiapan pengiriman pesanan dan pemfakturan.
b. Elemen Komunikasi (Communication Elements)
|
15
Meliputi
modifikasi pesanan, status penyelidikan pesanan, peniruan dan
percepatan pesanan, koreksi kesalahan, dan permintaan informasi produk.
c. Kredit dan Elemen Pengumpulan (Credit and Collection Elements)
Meliputi
pemeriksaan kredit
dan
proses
penerimaan atau
pengumpulan
rekening.
2.1.3.7
Packaging (Pengemasan)
Fungsi dari proses pengemasan memiliki peran ganda, yaitu:
a.
Melindungi produk dari kerusakan ketika akan disimpan atau diangkat.
b.
Pengemasan
yang
pantas
dapat
memudahkan
penyimpanan
serta
pemindahan produk, sehingga mengurangi biaya penanganan material.
2.1.3.8
Parts and Service Support (Komponen-komponen dan
Pelayanan Pendukung)
Salah
satu
aktivitas
pemasaran
perusahaan adalah
memberikan
pelayanan
pasca
penjualan
kepada
pelanggan, seperti
penyediaan bagian-
bagian
pengganti ketika
produk
rusak
atau
tidak
berfungsi sebagaimana
mestinya.
|
16
2.1.3.9
Plant
and
Warehouse
Site
Selection
(Seleksi
Lokasi
Pabrik dan Tempat Penyimpanan)
Pergudangan merupakan bagian integral dari semua sistem supply
chain management yang berperan penting dalam
melayani pelanggan dengan
total
biaya
seminimum
mungkin.
Gudang
juga
merupakan jaringan
primer
diantara produsen dan pelanggan yang digunakan untuk menyimpan
persediaan selama seluruh bagian proses supply chain management berjalan.
Terdapat dua tipe dasar persediaan, yaitu:
a.
Bahan
mentah, komponen-komponen dan bagian-bagiannya (persediaan
fisik).
b.
Barang jadi akhir (distribusi fisik).
2.1.3.10
Purchasing
and
Procurement
(Pembelian
dan
Pengadaan Barang)
Istilah purchasing dan procurement sering tertukar, meskipun berbeda
pelaksanaannya. Purchasing
pada
umumnya berhubungan dengan pembelian
aktual
material
dan
segala
aktivitas
yang
berhubungan dengan
proses
pembelian. Sedangkan aktivitas procurement dikenal sebagai process-oriented
dan strategic.
Tujuan dari purchasing:
a.
Memberikan
aliran
material,
persediaan,
dan
pelayanan
yang
berkesinambungan yang dibutuhkan unutk menjalankan organisasi.
|
17
b.
Meminimalkan investasi persediaan dan kerugian.
c.
Menjaga dan memperbaiki kualitas.
d.
Menemukan dan mengembangkan keinginan supplier.
e.
Menstandarisasi di mana kemungkinan barang dibeli.
f.
Pembelian barang yang diperlukan dan pelayanan pada tingkat total biaya
terendah.
g.
Mengembangkan posisi organisasi ynag kompetitif.
h.
Mencapai keharmonisan,
hubungan kerja yang produktif dengan area
fungsional lainnya dalam organisasi.
i.
Menyempurnakan sasaran pembelian pada kemungkinana tingkat
biaya
administrasi terendah.
2.1.3.11
Reverse Logistics
Penanganan
barang-barang retur,
baik
berupa
salvage
dan
scrap
disposal,
merupakan bagian
dari proses
yang
berkaitan
erat
dengan reverse
logistics,
dan
juga
merupakan komponen supply
chain
management
yang
memerlukan
perhatian
lebih.
Apalagi
pelanggan
menuntut
kebijaksaan
retur
yang
lebih
fleksibel
yang lebih berhubungan dengqan proses daur
ulang dan
lingkungan
hidup.
Barang-barang
diretur
disa diakibatkan karena
kerusakan
produk, kadaluarsa, kesalahan pengiriman, dan alasan lainnya.
|
18
2.1.3.12
Transportation (Tansportasi)
Fungsi
transportasi
berhubungan dengan
bagian
dalam
dan
luar
departemen supply
chain
management.
Dengan
bagian
financial
(freight
bills/biaya
pengiriman),
engineering
(pengemasan,
transportasi peralatan),
manajemen persediaan (bahan baku, komponen, gudang barang jadi),
hukum
(kontrak
gudang
dan
alat
angkut),
produksi
(pengiriman tepat
waktu),
purchasing
(pemilihan supplier),
marketing/sales
(standar
pelayanan
pelanggan), receiving (klaim, dokumentasi), dan pergudangan (supply
peralatan dan penjadwalan).
Mode transportasi
merupakan
bagian
utama
dalam
perpindahan
produk
dari satu
lokasi ke
lokasi
lainnya.
Perusahaan dapat
memilih
mode
transportasi dari 6 mode transportasi yang tersedia:
a.
Air : mode transportasi paling mahal tapi paling cepat.
b.
Truck :
mode
transportasi
relatif cepat,
tidak
mahal
dengan
fleksibilitas
tinggi.
c.
Rail
:
mode
transoprtasi
yang
tidak
mahal,
biasanya
digunakan
untuk
pengiriman dalam jumlah sangat besar.
d.
Ship : mode transportasi
terlambat
namun biasanya
sering digunakan
karena
mode
ini
merupakan
satu-satunya
pilihan
untuk
pengiriman
ke
luar pulau.
e.
Pipeline : biasa digunakan untuk mengalirkan minyak atau udara.
|
19
f.
Electronic transportation
:
mode transportasi terbaru elektronik
melalui
internet.
2.1.3.13
Warehouse
and
Storage
(Pergudangan
dan
Penyimpanan)
Produk
harus
disimpan dalam pabrik atau pada suatu tempat
sebelum
dijual.
Semakin
besar
waktu
antara
produksi
dan
konsumsi,
semakin
besar
pula tingkat atau
jumlah persediaan yang dibutuhkan. Aktivitas pergudangan
dan penyimpanan meliputi keputusan mengenai apakah fasilitas penyimpanan
seharusnya
milik
sendiri
dikontrakkan atau
disewakan,
perencanaan
dan
perancangan
fasilitas penyimpanan, pertimbangan
produk
gabungan (seperti
apakah produk seharusnya disimpan), prosedur pengamanan dan pemeliharaan
pelatihan personalia dan pengukuran produktvitas.
2.2
Kualitas
Di
bawah
ini
dijelaskan mengenai
pengertian kualitas
dari
sisi
memenuhi keinginan dan
kebutuhan dengan biaya
yang kompetitif,
variasi,
dimensi-dimensi kualitas dan biaya kualitas.
2.2.1
Pengertian Kualitas
Kualitas
atau
mutu
suatu
barang
atau
jasa
selalu
menjadi patokan
penilaian
bagi
konsumen
untuk
menentukan apakah
ia akan
menggunakan
|
20
produk
atau
jasa
dari
perusahaan tesebut.
Kualitas
dapat
dipandang
dari
berbagai
sudut
pandang yang
berbeda. Garvin
(1989)
berdasarkan
pengalamannya menyimpulkan pandangan mengenai kualitas
produk
ke
dalam delapan bagian yang disebutnya sebagai delapan dimensi, yaitu kualitas
(performance),
keistimewaan produk
(features),
kehandalan
(reliability),
kesesuaian (conformance),
keawetan
(durability),
kegunaan
(serviceability),
estetika (aesthics), dan
kualitas yang
dipersepsikan (perceived quality).
A.V.
Feigenbaum mengatakan bahwa mutu produk dan jasa dapat diidentifikasikan
sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran,
rekayasa, pembuatan, dan
pemeliharaan
yang
memuat
produk
dan
jasa
yang
digunakan dapat memenuhi harapan-harapan pelanggan.
Sementara itu, pendapat-pendapat yang diungkapkan oleh ahli kualitas
juga
memberikan pengaruh
normatif
terhadap pengertian mengenai
kualitas.
Misalnya
Deming,
menyatakan kualitas
sebagai
kesesuaian (conformance),
Juran
menyatakannya sebagai
kemampuan
untuk digunakan (fitness for use),
atau
kerugian
yang
diberikan kepada
masyarakat
(lost
imparted
to
society)
oleh Taguchi.
Adanya berbagai pendapat
mengenai kualitas seperti yang disebutkan
di atas mempunyai pengaruh dalam berbagai bidang. Orang sering
mempunyai kesan
yang
salah
mengenai
kualitas
dan
kemudian
menterjemahkan kualitas
sebagai
efek
atau
indikator
yang
tidak
selalu
berhubungan secara
langsung
dengan
kualitas
itu
sendiri.
Misalnya sebagai
harga,
biaya,
pangsa pasar,
kemampulabaan, dan produktivitas. Karena
itu,
|
21
untuk
mendapatkan
kesamaan
pengertian,
The
International
Standard
Organization mendefinisikan kualitas sebagai berikut :
Kualitas adalah totalitas dari keistimewaan dan karakteristik suatu produk
atau jasa yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memenuhi
kebutuhan konsumen baik yang tersirat maupun yang tersurat.
2.2.2
Kualitas Proses Supply chain management
Byrne dan Markham (1991)
mengatakan bahwa kualitas dalam proses
supply chain management berarti memenuhi keinginan dan harapan pelanggan
dalam hal-hal sebagai berikut :
a.
Kemudahan penempatan order dan transmisi order.
b.
Keakuratan, kelengkapan, dan ketidakrusakan order.
c.
Ketepatan waktu dan kecepatan respon para pendukung penjualan.
d.
Keakuratan,
ketepatan
waktu
penyampaian
informasi
di
antara
fungsi-
fungsi
bisnis
yang
ada
dan
dengan bagian eksternal untuk
mendukung
perencanaan, manajemen,
dan
pengambilan keputusan
untuk
aktivitas-
aktivitas yang ada di atas.
2.2.3
Teknik Pengukuran
Menurut Byrne dan Markham (1991), pada dasarnya pengukuran dapat
digunakan untuk :
1.
Memfasilitasi komunikasi
|
22
Pengukuran membantu
menetapkan suatu
definisi
mengenai
suatu
hal
sehingga semua bagian dapat bekerja berdasarkan suatu dasar pengertian
yang
sama.
Penyeleksian dan
definisi pengukuran pada dasarnya
sangat
penting.
Misalnya, sangat tidak berguna bila
kita
membicarakan tentang
kualitas ketepatan waktu kecuali bila perusahaan dan pelanggannya setuju
mengenai pengertian ketepatan waktu sebenarnya.
2.
Mengidentifikasi bagian-bagian yang memerlukan perbaikan
Orang cenderung membandingkan kegiatan-kegiatan mereka. Orang ingin
mengetahui
apakah
mereka
telah
melakukan
hal
yang
lebih
baik
dari
tahun
kemarin
atau
apakah
biaya
yang
dikeluarkan sekarang
telah
memenuhi anggaran?
Atau
apakah
kita
sudah
membuat
pelanggan
bahagia? Kebanyakan para profesional tidak puas dengan jawaban ya atau
tidak
saja.
Mereke
menginginkan suatu
pengukuran
yang
akan
memberitahu seberapa baik
kegiatan
mereka dibandingkan dengan tahun
yang lalu, seberapa besar mereka memenuhi kuota mereka, seberapa jauh
hasil kompetisi mereka, melalui seberapa besar memenuhi anggaran, dan
seberapa bahagianya pelanggan mereka. Apabila jawaban dari pertanyaan
di atas tidak sesuai dengan harapan manager, pengukuran
membantu
untuk mengidentifikasi bagian yang memerlukan perbaikan.
3.
Mengumpulkan data-data
untuk membantu kita
untuk
mengerti tentang
masalah tertentu
Dengan hanya mengetahui seberapa besar, seberapa banyak dan seberapa
jauh, belumlah cukup
untuk
mengkoreksi suatu
masalah atau
membuat
|
23
suatu perbaikan. Untuk mengerti suau permasalahan terkadang diperlukan
data-data
yang
melihat
ke
belakang
mengenai apa
yang
terjadi
dan
mengapa ini terjadi.
4.
Mengevaluasi alternatif-alternatif
Pengukuran
membantu
dalam
mengevaluasi
alternatif-alternatif untuk
perbaikan
dengan
menyediakan suatu
pengertian
objektif
dari
perbandingan.
5.
Mencari kemungkinan pencapaian target
Ketika
perusahaan
memilih
suatu
alternatif dan
mengimplementasikan
perbaikan,
pengukuran memegang peranan
penting
untuk
mengukur
kemungkinan pencapaian target.
6.
Mengkuantifikasi dan memberikan laporan hasil perbaikan
Pengukuran merupakan faktor
yang
sangat
diperlukan dalam
mengkuantifikasi dan
memberikan
laporan
hasil
perbaikan.
Untuk
beberapa
perusahaan, proses
kualitas
dan
perbaikan
produktivitas
merupakan
investasi
utama dalam
hal
manjemen
waktu,
komitmen,
dan
pendukung. Kegiatan perbaikan
memerlukan beberapa
tingkat
investasi.
Dengan
memiliki
pengukuran
untuk
mengkuantifikasi
hasil,
manajemen
dapat mengidentifikasi keuntungan dari investasi ini.
|
24
2.3
Pengukuran Kualitas Supply Chain
Sejak
beberapa
tahun
terakhir
ini,
isu
mengenai penilaian
kualitas
menarik
perhatian
sejumlah
perusahaan di
dunia.
Akan
tetapi,
kebanyakan
studi-studi
yang
ada
hanya
difokuskan
pada
kualitas
proses
manufacturing
dan
diasosiasikan dengan
indikator
keuangan.
Dengan
semakin
pesatnya
perkembangan industri dunia,
maka penting adanya pengembangan dari
konsep
penilaian kualitas
di
bidang
supply
chain
management.
Di
dalam
bidang
ini, konsep-konsep seperti partnership, outsourcing, vendor managed
inventory,
dan
lain
sebagainya diperlukan
untuk
membantu
di
dalam
pengukuran suatu kualitas supply chain. (Pires, Silvio, Aravechia, dan Carlos,
2001)
Ukuran
kualitas
merupakan suatu
nilai
atau
karakteristik untuk
mengukur suatu output atau hasil. Pengukuran kualitas di dalam supply chain
sangat
penting
dilakukan
di
industri-industri yang
ingin
meningkatkan
kompetensinya
sebagai
industri
yang
kuat.
Industri-industri pada
umumnya
melakukan
pengukuran
kualitas
terhadap
supply chain nya dengan
tujuan
untuk
mengurangi biaya-biaya,
memenuhi
customer
satisfaction,
dan
meningkatkan keuntungan mereka. (Klapper dan Vivar, 1999)
Sebagian
besar
perusahaan-perusahaan tidak
mempunyai
pandangan
yang luas mengenai kualitas supply chain sehingga sulit melakukan
perbaikan-perbaikan yang
diperlukan
bagi
perusahaannya.
Di
dalam
pengukuran kualitas terdiri dari dua bagian utama, yaitu pengukuran kualitas
|
25
itu
sendiri dan analisa
terhadap
hasil pengukuran kualitas. Pengukuran
kualitas dan analisanya dapat digunakan untuk :
-
Memberi pandangan yang luas dalam proses supply chain dan cara-cara
perbaikannya.
-
Memberi pandangan mengenai permintaan di dalam proses supply chain.
-
Pengontrol biaya.
-
Pengontrol kualitas.
-
Menentukan level dan pengontrol dari pelayanan terhadap konsumen.
(Trienekens dan Hvolby, 2000)
Pengukur kualitas supply chain harus mengandung indikator-indikator.
Indikator
tersebut
sebaiknya harus
berkaitan
dengan
pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut :
-
Aspek-aspek apa saja yang harus diukur?
-
Bagaimana mengukur aspek-aspek tersebut?
-
Bagaimana
menggunakan
hasil pengukuran
itu
untuk
menganalisa,
memperbaiki, dan mengontrol kualitas rantai produktivitas?
Di
dalam
menjawab
pertanyaan-pertanyaan
itu, bukanlah
merupakan
tugas
yang
mudah.
Banyak
indikator-indikator
yang
harus disiapkan
dan
perlu
menggunakan
ukuran-ukuran yang
disesuaikan
dengan
kondisi
perusahaan.
Ada beberapa sifat yang harus dipenuhi oleh indikator, yaitu :
-
Universality (bersifat umum dan mudah diukur).
|
26
-
Measurability (menjamin bahwa data-data
yang diperlukan
memang
dapat diukur).
-
Consistency (menjamin konsistensi pengukuran).
(Pires, Silvio, Aravechia, dan Carlos, 2001)
2.3.1 Supply Chain Operators Reference (SCOR) Model
Salah
satu
metode
pengukuran kualitas
supply
chain
adalah
Supply
Chain Operations Reference (SCOR) Model , yang dikembangkan oleh suatu
lembaga
profesional, yaitu
Supply Chain
Council
(SCC).
Process
Reference
Model
merupakan
proses
untuk
mendapatkan suatu
kerangka
(framework)
pengukuran yang terintegrasi. (Supply Chain Council,2001)
SCOR
Model
merupakan suatu
cara
sebuah
perusahaan untuk
mengkomunikasikan sebuah
kerangka
yang
menjelaskan
mengenai
supply
chain secara detail, mendefinisikan, dan
mengkategorikan proses-proses yang
membangun sebuah supply chain.
Selain
itu
SCOR
Model
juga
membangun
metriks-metriks pengukuran
yang diperlukan dalam pengukuran kualitas
supply
chain.
(Klapper
dan
Vivar,
1999).
Adapun bentuk dari
supply chain
yang digambarkan oleh SCOR Model adalah :
|
![]() 27
Gambar 2.1 : Supply Chain Model
Ada lima ruang lingkup dari proses SCOR, yaitu :
a.
PLAN, yaitu proses-proses yang berkaitan dengan keseimbangan
antara permintaan aktual dengan apa yang telah direncanakan.
b.
SOURCE, yaitu proses-proses yang berkaitan dengan pembelian
material atau bahan baku untuk memenuhi permintaan yang ada.
c.
MAKE, yaitu proses-proses yang berhubungan dengan proses
transformasi bahan
baku
menjadi
produk
setengah
jadi
maupun
produk jadi untuk memenuhi permintaan yang ada.
d.
DELIVER, yaitu proses-proses yang berkaitan dengan persediaan
barang jadi, termasuk didalamnya mengenai manajemen transportasi,
warehouse
yang
semuanya
itu
untuk
memenuhi
permintaan
konsumen.
e.
RETURN, yaitu proses-proses
yang berkaitan dengan proses
pengembalian produk karena
alas an
tertentu, misalnya karena
|
28
produk
tidak
sesuai
dengan
permintaan
konsumen,
dan
lain
sebagainya.
Di
dalam
SCOR
Model
dibagi
menjadi
level-level
untuk
melakukan
kualitasnya. Di dalam level satu SCOR Model dimunculkan setiap aspek yang
akan diukur,
misalnya realibility,
responsiveness, flexibility, cost,
dan assets.
Dari
masing-masing aspek
itu,
di
dalamnya
terdapat
metriks-metriks
pengukuran
yang
akan
diukur.
Adapun
contoh-contoh metriks
yang
ada
di
dalam metode SCOR Model adalah sebagai berikut :
A. Aspek Reliability
1.
Delivery
performance, yaitu
jumlah
produk
yang
diterima tepat
pada
waktunya.
2.
Inventory
inaccurancy,
yaitu
besarnya
penyimpangan antara
jumlah
fisik
persediaan
yang
ada
di
gudang
dengan
catatan
/
dokumentasi
yang ada.
3. Defect
rate,
yaitu
tingkat
pengembalian
material
cacat
yang
dikembalikan ke supplier.
B.
Aspek Responsiveness
1.
Planning Cycle
Time,
yaitu
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
menyusun
jadwal produksi.
2. Source
Item
Responsiveness,
yaitu
waktu
yang
dibutuhkan
supplier
untuk
memenuhi
kebutuhan
perusahaan apabila
terjadi
peningkatan
jumlah jenis material tertentu dari permintaan awal suatu order.
|
29
C.
Aspek Flexibility
1. Minimum
Order
Quantity,
yaitu
jumlah
unit
minimum
yang
bisa
dipenuhi supplier dalam setiap kali order.
2. Make
Volume
Flexibility,
yaitu
prosentase
peningkatan
yang
dapat
dpenuhi oleh produksi dalam kurun waktu tertentu.
D. Aspek Cost
1.
Defect
Cost,
yaitu biaya
yang digunakan
untuk
menggantikan produk
cacat.
2. Machine Maintenance
Cost,
yaitu biaya perawatan
mesin-mesin
industry.
E.
Aspek Assets
1.
Payment Term, yaitu rata-rata selisih waktu antara permintaan material
dengan waktu pembayaran ke supplier.
2.
Cash-to-cash
cycle
Time,
yaitu waktu
dari
perusahaan
mengeluarkan
uang
untuk
pembelian
material
sampai dengan
perusahaan menerima
uang pembayaran dari konsumen.
Level dua
dari SCOR,
digambarkan mengenai mapping
supply
chain
perusahaan
yang
akan
diukur
kualitasnya. Sedangkan
untuk
level
tiganya,
setiap
komponen yang
ada
di-mapping
level
dua,
di-breakdown
sehingga
mendapatkan
sesuatu
yang
detail
dari
komponen-komponen tersebut.
Pada
level tiga juga sudah mulai dilakukan penentuan parameter dari setiap metriks
dan komponen yang akan diukur. (Supply Chain Council)
|
30
2.4
Perancangan
Strategi
Supply
Chain
Management
(Supply Chain Design Strategy)
Marshall
Fisher membuat
suatu
kerangka
kerja
(frame work) yang
dapat membantu manajer perusahaan untuk memahami ciri-ciri dari
permintaan
(demand)
akan
produk
mereka
dan
menyesuaikan supply
chain
management untuk memenuhi permintaan tersebut.
Fisher menyebutkan bahwa suatu
produk dapat
dikategorikan sebagai
produk
fungsional atau
produk
inovatif
dan
setiap
kategori
produk
membutuhkan manajemen supply chain management yang berbeda.
2.4.1 Permintaan dan Penawaran
1.
Produk (Permintaan) Fungsional
Merupakan produk yang dapat memenuhi kebutuhan dasar, bersifat
stabil dan tidak banyak berubah sepanjang waktu, mempunyai permintaan
yang
lebih
mudah
diprediksi dan
siklus
hidup
yang
panjang
(long
life
cycle)
dan tersedia
di
banyak
outlet
penjualan, seperti toko
grosir
dan
SPBU.
Sifat produk
ini
yang stabil
membuat terjadinya kompetisi dengan
tingkat margin keuntungan yang rendah.
Menurut Fisher, ciri-ciri produk fungsional adalah sebagai berikut :
Product life cycle lebih dari dua tahun.
|
31
Contribution margin yang rendah ( lima hingga 20 persen).
Variasi produk yang rendah (hanya sepuluh sampai 20 macam
variasi produk).
Kesalahan (error) dalam peramalan permintaan sebesar 10
persen.
Lead
time
dari
waktu
pemesanan
hingga
produksi
membutuhkan waktu enam bulan hingga satu tahun.
2.
Produk (Permintaan) Inovatif
Merupakan produk
yang dibuat dengan
inovasi
teknologi dan
design yang lebih tinggi, dengan tingkat variasi produk yang tinggi, yang
dapat
menghasilkan profit
margin
yang
lebih
besar. Produk
inovatif
ini
dapat
membuat
alasan tambahan bagi konsumen untuk membeli produk
tersebut.
Produk
inovatif
mempunyai life
cycle
yang
singkat
(hanya
beberapa bulan), karena dengan inovasi teknologi dan design yang selalu
terjadi membuat perusahaan harus selalu membuat produk yang baru.
Menurut Hau Lee, perbedaan antara produk fungsional dan produk
inovatif adalah sebagai berikut :
|
![]() 32
Demand Characteristics
Supply Characteristic
Functional
Innovative
Stable
Envolving
Low demand uncertainty
High demand uncertainty
Less breakdowns
Vulnerable to breakdowns
More predictable demand
Difficult to forecast
Stable and higher yields
Variable and lower yields
Stable demand
Variable demand
Less quality problems
Potential quality problems
Long product life
Short selling season
More supply sources
Limited supply sources
Low inventory cost
High inventory cost
Reliable suppliers
Unreliable suppliers
Low profit margin
High profit margin
Less process changes
More process changes
Low product variety
High product variety
Less capacity
constraints
Potential capacity
constrained
Higher volume
Low volume
Easier to change over
Difficult to change over
Low stockout cost
High stockout cost
Flexible
Inflexible
Low obsolescence
High obsolescence
Dependable lead times
Variable lead time
Tabel 2.1 : Demand and Supply Uncertainty Characteristics
Sumber : Operations Management : For Competitive, 2001
Hau
Lee
berpendapat bahwa
produk
inovatif
dan
fungsional
mencerminkan karakteristik permintaan (demand) akan suatu produk, dan
sisi
supply
juga
merupakan
faktor
yang
mempengaruhi strategi
supply
chain management. Pada sisi supply, ada dua macam karakteristik yaitu
proses
penawaran yang
stabil
(stable
supply
process)
dan
proses
penawaran yang berkembang (evolving supply process).
3.
Proses Penawaran yang stabil
Merupakan proses
penawaran
dimana
proses
manufaktur dan
teknologi
yang
digunakan
sudah matang
(mature) dan
supplier sudah
|
![]() 33
jelas.
Proses
manufaktur
pada
umumnya
sudah
terotomatisasi, tingkat
kompleksitas dalam proses
manufaktur rendah dan supplier bahan
baku
lebih banyak.
4.
Proses Penawaran yang berkembang
Merupakan proses
penawaran
dimana
proses
manufaktur dan
teknologi yang digunakan masih dalam tahap pengembangan dan berubah
dengan
cepat.
Supplier
bahan
baku
masih
terbatas baik
dari
sisi
pengalaman maupun
dalam
memasok
bahan
baku.
Proses
manufaktur
membutuhkan banyak penyesuaian dan perubahan.
Berdasarkan kategori permintaan dan penawaran di atas, maka
dapat dibuat matriks permintaan dan penawaran sebagai berikut :
Demand Uncertainty
High (Innovative
Low (Stable Process)
Low (Functional Products)
Grocery, basic apparel,
food, oil and gas
Products)
Fashion apparel,
computers, popular music
Efficient Supply Chain
Responsive Supply Chain
High (Envolving
Process)
Hydroelectric power, some
food produce
Risk-Hedging Supply
Telecom, high-end
computers, semiconductor
Chain
Agile Supply Chain
Tabel 2.2 : Hau Lees Uncertainty Framework
Sumber : Operations Management : For Competitive, 2001
|
34
2.4.2 Strategi Supply Chain Management
Menurut
Lee, ada empat
macam strategi
supply
chain
management
berdasarkan karakteristik permintaan dan penawaran.
1.
Efficient Supply Chain (Supply Chain Management yang Efisien )
Merupakan supply chain management yang menggunakan strategi dengan
tujuan mencapai tingkat efisiensi biaya tertinggi. Untuk mencapai tingkat
efisiensi tersebut, aktivitas yang bersifat non value added harus
dihilangkan,
teknik
/
strategi
harus
dijalankan
untuk
mendapatkan
kapasitas optimal
di
dalam
produksi
dan
distribusi, dan
membangun
jaringan
informasi
untuk
memastikan terjadinya perpindahan
informasi
dengan efektif, efisien, dan akurat.
2.
Risk Hedging Supply Chain (Supply Chain Management yang
Membatasi Resiko)
Merupakan supply chain management yang menggunakan strategi dengan
tujuan
mengumpulkan dan
menyebarkan
sumber
daya
di
dalam
aliran
barang sehingga resiko terjadinya gangguan dapat diperkecil.
Jika
hanya
mengandalkan satu
macam
supply
source
dan
terjadi
suatu
resiko
gangguan,
maka
akan
mengganggu
keseluruhan
proses
produksi.
Namun, jika perusahaan menggunakan lebih dari
satu supply source atau
alternatif
supply source, maka
resiko
terjadinya
gangguan
akan
diperkecil.
|
35
Teknologi
informasi
menjadi
key success factor, mengingat
informasi
real
time
pada
inventory
dan
demand
(permintaan) akan
memberikan
keuntungan berupa
efektivitas
dan
efisiensi
pengaturan
dan
pengiriman
barang
di
antara perusahaan-perusahaan
yang
saling
menyimpan
supply
source di inventory.
3.
Responsive
Supply
Chain
(Supply
Chain
Management
yang
Responsif)
Merupakan supply chain management yang menggunakan strategi dengan
tujuan
membuat
perusahaan menjadi
responsif
dan
fleksible
terhadap
tantangan
yang ada serta
dapat
menjawab
kebutuhan
konsumen dengan
diversifikasi produk.
Untuk
dapat
menjadi
bersifat
responsif,
suatu
perusahaan
menggunakan sistem
produksi
build
to
order
dan
proses
produksi
yang
customized
dalam jumlah
besar
untuk
dapat
memenuhi
kebutuhan konsumen yang spesifik.
4.
Agile Supply Chain (Supply Chain Management yang Tangkas)
Merupakan supply chain management yang menggunakan strategi dengan
tujuan menjadi responsif dan fleksible terhadap kebutuhan konsumen, dan
menghadapi resiko kekurangan supply source atau gangguan proses
produksi dengan melakukan pooling inventory / pengumpulan persediaan
dan sumber daya lainnya.
Intinya, supply
chain management ini
menggabungkan strategi dari
supply
chain
management
responsif
dan supply
chain
management
pembatas resiko. Supply
chain
management
ini
disebut tangkas karena
|
36
mampu
menjadi
responsif
terhadap
perubahan, diversifikasi dan
ketidakpastian
permintaan
konsumen,
sambil
meminimalkan terjadinya
resiko gangguan proses produksi akibat kurangnya supply source.
|