BAB II LANDASAN
TEORI
Beberapa literatur tentang Obligasi Negara, serta tingkat resiko finansial yang
akan
dibahas
dalam tesis
ini
dijelaskan dalam bab
ini.
Demikian
pula pendekatan-
pendekatan analisis yang dipergunakan, seperti : pendekatan 
untuk mencapai tingkat
portofolio yang paling efisien, yang ditunjukkan dalam garis economic frontier, serta
pengukuran  tentang durasi juga akan ditunjukkan dalam penjelasan di bawah ini.
A.
Terminologi
Pada
Obligasi
Negara
dan
Karakteristik
Dasar Obligasi
Secara
umum Surat
Utang Negara dapat dibedakan atas Surat Perbendaharaan
Negara (SPN) yang berjangka waktu sampai dengan 12 bulan dan Obligasi Negara
yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan. Sampai akhir tahun 2006, Pemerintah baru
menerbitkan Obligasi Negara dan belum pernah menerbitkan SPN.
Menurut
denominasi
mata
uangnya,
Obligasi Negara yang telah diterbitkan
Pemerintah
dapat
dikelompokkan
ke
dalam dua
kelompok,
yaitu
Obligasi
Negara
berdenominasi Rupiah dan Obligasi Negara berdenominasi valuta asing.
Menurut  jenis  tingkat  bunganya,  Obligasi  Negara  dapat  dikelompokkan  ke
dalam Obligasi Negara dengan tingkat bunga tetap (fixed rate) dan Obligasi Negara
dengan tingkat bunga mengambang (variable rate).
5
  
6
1.      Beberapa Terminologi Pada Obligasi Negara
Ada beberapa istilah menyangkut obligasi, yang kadang-kadang
penyebutannya  sama  tetapi  ternyata  artinya  berbeda  bagi  sebagian  orang.
Istilah-istilah
yang
akan
diuraikan
antara
lain,
bunga
kupon
(coupon),
yield,
yield to maturity, Government Securities Yield Curve, nilai pari (par value)/nilai
nominal (face
value),
price
atau
harga obligasi, Treasury
Bond
(T-Bond) atau
Obligasi Negara dan Treasury Bill (T-Bills) atau Surat Perbendaharaan Negara,
serta Pasar Primer (Perdana) dan Pasar Sekunder.
Bunga
kupon
(coupon) yaitu
besarnya
bunga
yang
dibayarkan
secara
reguler,
yang
dinyatakan
dalam persentase
terhadap
nilai
nominal
obligasi.
Sebagai  contoh:  Obligasi  Negara  seri  FR0028  dengan  tingkat  bunga  kupon
10%, artinya setiap tahun jumlah bunga yang dibayarkan kepada investor adalah
sebesar 10% dikalikan dengan nilai nominalnya, dengan demikian untuk setiap
unit obligasi senilai Rp1.000.000,00 maka kupon
yang diterima per tahun oleh
investor  adalah  sebesar  Rp100.000,00  apabila  dalam  term and conditions
periode
pembayaran
kupon
ditetapkan 2 kali setahun, maka pembayaran
kuponnya setelah 6 bulan adalah sebesar masing-masing Rp50.000,00. Kupon
Obligasi
Negara
dapat
dibayarkan
dua
kali
dalam
setahun
(semiannual) atau
empat kali setahun (quarterly). Saat ini kupon Obligasi Negara seri FR
(Fixed
Rate)
dibayarkan dua kali
setahun, sedangkan
untuk seri
VR
(Variable
Rate)
dibayarkan  empat  kali  setahun.  Untuk  seri  VR,  kuponnya  ditentukan  oleh
tingkat suku bunga hasil lelang SBI (Sertifikat Bank Indonesia) berjangka 3
bulan.
  
7
Yield ialah tingkat keuntungan atau imbal hasil yang sebenarnya diperoleh
investor
obligasi.
Ada
dua
macam yield, yaitu
current yield (simple yield) dan
yield
to
maturity. Current
yield
diukur
dengan
cara
membagi
tingkat
kupon
obligasi dengan
harga beli obligasi tersebut. Sedangkan yield to maturity ialah
tingkat keuntungan yang merepresentasikan keuntungan investasi pada obligasi
dengan
tingkat
ketepatan
yang
lebih
tinggi
daripada
current yield.
Yield to
maturity ialah discount rate yang digunakan untuk mem-present-value-kan cash
flow obligasi
di
masa
mendatang
(baik
kupon
maupun
pokok) sehingga
sama
dengan
harga
belinya.
Yield to maturity inilah
yang
sering
digunakan
secara
umum
dalam istilah
yield
sehari-hari. Inteprestasi
lain dari
yield
adalah
harga
dari uang.
Government Securities
Yiled
Curve
atau  kurva  imbal  hasil  SUN
ialah
grafik yang menggambarkan hubungan antara jatuh tempo SUN pada berbagai
titik waktu, dengan tingkat bunganya (yield to maturity). Dengan kata lain kurva
ini menggambarkan berapa harga yang pantas dari suatu instrumen keuangan
(SUN) untuk setiap jangka waktu jatuh
temponya. Kurva ini biasanya juga
disebut  sebagai  benchmark
yield
curve
karena  menjadi  acuan  bagi  investor
untuk
menentukan
harga
wajar
Obligasi Negara
atau
harga
wajar
instrumen
keuangan lain selain SUN, tentu setelah melakukan penyesuaian dengan
menambahkan premi risiko.
Nilai pari (par value) atau
nilai nominal
(face
value) ialah nilai pecahan
per unit SUN. Nilai nominal ini dapat dianalogikan seperti uang kertas yang
diterbitkan  dalam  pecahan  (atau  memiliki 
nominal).  Untuk  SUN  saat 
ini
  
8
diterbitkan dalam
pecahan
per
unit
sebesar Rp1.000.000,00
(satu
juta
rupiah).
Nilai
nominal
ini
akan dibayar Pemerintah pada
saat jatuh tempo
SUN
yang
bersangkutan. Nilai nominal juga digunakan sebagai dasar perhitungan bunga
kupon yang akan dibayar pemerintah.
Treasury 
Bonds 
(T-Bonds
atau 
Obligasi 
Negara 
ialah 
SUN  yang
berjangka waktu lebih dari 12 bulan yang diterbitkan dengan kupon atau tanpa
kupon.
Sedangkan
Treasury
bill
(T-Bills) atau
Surat
Perbendaharaan
Negara
(SPN) ialah SUN berjangka waktu sampai dengan 12 bulan dengan pembayaran
bunga secara diskonto. Di beberapa negara SPN
lebih dikenal dengan sebutan
T-Bills atau Treasury Bills.
Pasar
primer
adalah
kegiatan penawaran
dan
penjualan
obligasi
untuk
pertama kali. Sedangkan pasar sekunder ialah kegiatan perdagangan selanjutnya
atas obligasi yang telah dijual di pasar primer.
2.      Karakteristik Dasar Obligasi
Selanjutnya mengenai karakteristik dasar obligasi. Pada dasarnya terdapat
empat elemen dasar yang dapat menjelaskan karakter dasar obligasi, antara lain
harga
pasar
sekarang
(yang
dapat
diukur
dengan
Government Securities
Yiled
Curve),
pembayaran
sejumlah
bunga,
nilai
jatuh
tempo,
dan
panjang
waktu
jatuh tempo.
Karakter pertama, nilai (harga) obligasi berbanding terbalik dengan
perubahan tingkat pengembalian
yang diinginkan
investor (tingkat suku bunga
sekarang - sering disebut sebagai yield). Dengan kata lain, ketika tingkat bunga
meningkat (menurun), nilai obligasi menurun (meningkat)
  
9
Jika investor meminta tingkat pengembalian yang lebih tinggi, maka nilai
obligasi  menurun.  Karena  pembayaran  bunga  dan  nilai  yang  tertera  pada
obligasi tetap,
tingkat
yang
lebih tinggi atas yield dapat dicapai
hanya dengan
membayar
harga
yang
lebih rendah
untuk
obligasi
tersebut.
Sebaliknya, yield
atau jika hasil pengembalian rendah, maka menghasilkan nilai pasar yang lebih
tinggi.
Perubahan harga obligasi menunjukkan unsur ketidakpastian bagi investor
obligasi, begitu juga bagi manajer keuangan. Jika yield sekarang berubah, harga
obligasi
juga
berfluktuasi.
Peningkatan pada
tingkat
suku bunga dikarenakan
pemegang obligasi
mendapatkan kerugian pada harga pasarnya. Karena tingkat
suku bunga masa depan dan nilai obligasi yang dihasilkan tidak dapat
diperkirakan dengan pasti, para investor obligasi maupun penerbit obligasi telah
terbuka 
terhadap  risiko  perubahan 
nilai  karena  tingkat 
suku  bunga  yang
berubah-ubah. Risiko ini disebut risiko tingkat suku bunga (interest rate risk).
Karakteristik kedua adalah nilai pasar obligasi akan kurang dari nilai
nominalnya,
jika
yield diatas
tingkat suku
bunga
kupon obligasi;
tetapi
akan
dinilai diatas nilai nominal, jika tingkat pengembalian yang diharapkan investor
dibawah   tingkat   suku   bunga   obligasi.   Dalam   kenyataannya,   pemerintah
berusaha menjual obligasi dibawah nilai nominalnya. Sehingga apabila dijual di
pasar
sekunder,
investor
selanjutnya
masih
bisa
menikmati
capital gain.
Kebijakan ini ditujukan untuk menjaga agar obligasi yang dijual tetap aktif dan
likuid di pasar uang.
  
10
Karakteristik
ketiga
adalah
semakin dekat tanggal
jatuh
tempo
obligasi,
maka 
nilai  pasar  obligasi  tersebut 
mendekati  nilai  nominalnya.  Sehingga
obligasi
premium akan
dijual
lebih
murah
ketika
mendekati
jatuh
temponya,
sedangkan  obligasi  discount akan  dijual  semakin  tinggi  ketika 
mendekati
tanggal jatuh temponya.
Karakter keempat adalah obligasi jangka panjang
memiliki risiko tingkat
suku bunga yang lebih besar dibandingkan dengan obligasi jangka pendek.
Seperti telah disebutkan diatas, perubahan yield menyebabkan perubahan harga
pasar
obligasi.
Namun
dampak
pada
nilai,
lebih
besar
untuk obligasi jangka
panjang, dibanding obligasi jangka pendek. Alasan mengapa harga obligasi
jangka panjang lebih fluktuatif daripada harga obligasi jangka pendek dalam
merespon tingkat bunga perubahan adalah hal sederhana. Asumsikan investor
membeli obligasi Rp1.000,00, 10 tahun, tingkat bunga 12 persen. Jika tingkat
bunga  sekarang  untuk  obligasi  dengan  risiko  yang  sama  meningkat  ke  15
persen,  investor  akan  menguncinya  ke  tingkat  yang  lebih  rendah  untuk  10
tahun. Jika, di pihak lain, investor membeli suatu obligasi jangka pendek pada
tingkat suku bunga yang lebih tinggi, katakanlah, jatuh tempo dalam 2 tahun,
investor akan menerima pengembalian yang lebih rendah untuk hanya 2 tahun
dan bukan yang penuh pada 10 tahun. Pada ujung tahun ke-2 investor akan
menerima
nilai jatuh tempo Rp1.000,00 dan dapat membeli obligasi yang
menawarkan tingkat suku bunga 15 persen untuk sisa 8 tahun. Oleh karena itu,
tingkat bunga ditentukan, setidaknya sebagian, oleh jangka waktu investor harus
melibatkan diri pada investasi. Namun, pemegang obligasi jangka panjang bisa
  
11
merasa nyaman dengan kenyataan bahwa perubahan tingkat bunga jangka
panjang  pada  umumnya  tidak  sesering  seperti  tingkat  bunga  pada  obligasi
jangka pendek. Jika tingkat suku bunga jangka pendek berubah 1 poin
persentase, tidak akan mengherankan bila perubahan tingkat suku bunga jangka
panjang hanya 0,3 poin persentase.
Karakteristik kelima adalah sensitivitas nilai obligasi terhadap perubahan
tingkat bunga tidak hanya bergantung pada lamanya waktu jatuh tempo, tetapi
juga pada arus kas yang dihasilkan oleh obligasi tersebut.
Tidaklah
mengherankan untuk
dua
obligasi
yang
memiliki
waktu
jatuh
tempo
yang
sama
bereaksi
dengan
cara
yang berbeda atas suatu perubahan
tingkat bunga. Misalnya dua obligasi, A dan B, nilai
nominal 1.000 keduanya
jatuh
tempo dalam
10 tahun.
Walaupun obligasi
sama
dalam
jatuh
temponya
dan tingkat bunganya, struktur pembayaran bunganya berbeda bagi masing-
masing
obligasi. Obligasi
A
membayar
bunga 100 tiap
tahun,
dengan
pokok
1.000 dibayar kembali pada akhir tahun kesepuluh. Obligasi B adalah obligasi
tanpa bunga, obligasi
ini tidak
membayar bunga sampai jatuh tempo obligasi.
Pada
waktu
itu,
pemegang
obligasi
A
menerima  1.294,
bandingkan
dengan
1.447
untuk
obligasi
B
(contoh
perhitungan lengkap
terdapat
pada
subbab
Macaulay  Duration).  Mengapa  berbeda?  Kedua  obligasi  mempunyai  jatuh
tempo yang sama, dan keduanya sama-sama menjanjikan tingkat pengembalian
sebesar 10 persen. Jawabannya berada pada pola arus kas yang dihasilkan. Arus
kas obligasi B diterima pada waktu yang secara rata-rata lebih lama dibanding
dengan  arus  kas  obligasi  A.  Sebab  perubahan 
tingkat  suku  bunga  selalu
  
12
mempunyai akibat lebih besar pada nilai sekarang pada arus kas yang diterima
lebih lama daripada arus kas yang lebih cepat akibat bunga majemuk, obligasi
dengan arus
kas
penerimaan
yang
lebih
lama
secara
rata-rata,
akan
menjadi
lebih sensitif pada perubahan tingkat bunga daripada perubahan obligasi dengan
arus kas lebih cepat. Peristiwa ini ditemukan pada tahun 1938 oleh Macaulay,
yang memikirkan konsep durasi (duration).
Durasi obligasi adalah ukuran besarnya reaksi harga obligasi pada
perubahan tingkat suku bunga. Semakin besar perubahan persentase relatif pada
nilai obligasi maka sebagai respon atas perubahan persentase perubahan tingkat
bunga,  maka  akan  semakin  lama  pula  durasinya.  Pada  perhitungan  jangka
waktu, kita tidak hanya mempertimbangkan jangka waktu jatuh tempo atau
lamanya
waktu
penerimaan
arus
kas
tetapi
juga
pola
penerimaan arus
kas
tersebut, secara spesifik jangka waktu rata-rata tertimbang hingga jatuh tempo
dimana bobot yang dikenakan di setiap tahunnya adalah nilai sekarang arus kas
tahun itu. Uraian lebih lengkap akan diuraian pada subbab berikutnya.
B.
Risiko-Risiko Portofolio Utang Negara (SUN)
Terdapat  5 (lima) resiko di dalam pengelolaan portofolio Surat Utang Negara,
yaitu :
1.      Risiko Kesinambungan Fiskal (Fiscal Sustainability)
2.      Risiko Operasional (Operational Risk)
3.      Risiko Nilai Tukar (Foreign Exchange Risk)
4.      Risiko Perubahan Tingkat Bunga (Interest rate risk)
  
13
5.
Risiko Pembiayaan Kembali (Refinancing Risk)
Namun karena pembahasan dibatasi pada resiko finansial yang melekat dalam
Surat Utang Negara berdominasi Rupiah, maka hanya 2 (dua) resiko finansial point 4
dan 5 dengan penjelasan  sebagai berikut :
1.
Risiko Perubahan Tingkat Bunga (Interest rate risk)
Risiko beban bunga adalah berkaitan dengan fluktuasi tingkat suku bunga
sehingga
mempengaruhi beban
bunga
yang harus dibayar. Baik penghitungan
beban bunga
secara
tetap
(fixed rate)
maupun
secara
mengambang
(variable
rate) mempunyai
karakteristik
yang
berbeda-beda.
Basis
pembayaran
bunga
yang tetap (fixed rate) sangat
menguntungkan (bagi Pemerintah) apabila basis
pembayaran
bunga
mengambang
mengalami fluktuasi
yang
relatif
ekstrim.
Begitu pula sebaliknya, manakala basis pembayaran bunga mengambang dalam
kondisi terkendali dan stabil, beban bunga yang harus dibayar lebih rendah dari
beban bunga tetap.
2.
Risiko Pembiayaan Kembali (Refinancing Risk)
Risiko pembiayaan kembali muncul akibat struktur jatuh tempo yang tidak
seimbang terhadap kemampuan fiskal pada suatu tahun fiskal. Semakin banyak
surat utang yang jatuh tempo pada satu tahun fiskal berarti semakin
meningkatkan risiko pembiayaan kembali pada tahun itu.
Dalam
rangka
mengelola
refinancing risk,
struktur
jatuh
tempo
utang
Pemerintah yang ideal ialah yang sesuai dengan daya dukung fiskal setiap
tahunnya. Jadi, pada tahun-tahun dimana penerimaan
negara
diperkirakan
meningkat,
maka
tahun-tahun
itu
memperoleh porsi jatuh
tempo
utang
yang
  
14
lebih besar. Namun demikian, mengingat sangat sulit memperkirakan
penerimaan Pemerintah dalam jangka panjang, maka dalam rangka prudent debt
management dapat
diasumsikan
struktur
jatuh
tempo
yang
baik
ialah
yang
smooth (merata) dan dalam jumlah yang tidak terlampau tinggi setiap tahunnya.
Penerbitan Obligasi Negara jika dikaitkan dengan risiko adalah bahwa
melalui analisis cost and risk ada
“keseimbangan” relatif
dari biaya (terutama
biaya bunga) yang harus dibayar dan risiko yang harus dipikul, sebagaimana
prinsip
dalam
manajemen
keuangan
yaitu “Jangan
menambah
risiko
kecuali
terdapat kompensasi tambahan pendapatan”. Sedikit berbeda dengan prinsip
manajemen keuangan sektor privat, manajemen keuangan sektor publik dalam
kebijakan surat utangnya berprinsip: “Jangan menambah risiko kecuali terdapat
kompensasi biaya”
Walaupun pada dasarnya prinsip-prinsip dalam manajemen keuangan,
khususnya 
mengenai 
investasi 
dalam  obligasi, 
juga 
diterapkan 
dalam
manajemen
keuangan
pemerintah,
namun
ada
sedikit
perbedaan.
Satu
aspek
yang
tidak
terdapat
dalam manajemen
keuangan
sektor
privat
adalah
bahwa
penerbitan obligasi oleh Pemerintah ditujukan tidak hanya semata-mata untuk
memperoleh
dana dari
luar
atau
sekedar
untuk
menutup defisit
APBN,
tetapi
juga dalam rangka
mengembangkan
pasar
uang
sehingga
obligasi
Pemerintah
menjadi benchmark di pasar uang itu sendiri .
C.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Risiko Finansial
  
15
Sesuai dengan batasan masalah, bahwa kajian ini terbatas pada Obligasi Negara
denominasi  Rupiah  yang  dapat  diperdagangkan  dan  hanya  pada  risiko  finansial.
Risiko 
finansial 
teridiri 
dari 
risiko 
fluktuasi 
tingkat 
suku 
bunga, 
dan 
risiko
pembiayaan kembali saat obligasi jatuh tempo.
Risiko tingkat suku bunga akan lebih banyak mengkaji tingkat suku bunga SBI
(Sertifikat Bank Indonesia) 3 bulanan. Karena suku bunga
ini dijadikan dasar untuk
pembayaran beban bunga obligasi dengan bunga mengambang.
Pada dasarnya, faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan suku bunga SBI
sangatlah banyak. Namun
untuk perkiraan tahun 2007lebih
didominasi
pada faktor
laju inflasi, arus modal jangka pendek ke dalam ataupun ke luar negeri, tingkat suku
bunga
riil domestik, dan perbedaan
suku
bunga
di
dalam dan
di
luar
negeri,
serta
stabilitas nilai tukar rupiah.
Laju inflasi sendiri juga banyak faktor yang mempengaruhi. Untuk perkiraan
tahun
2007,
laju
inflasi
banyak
dipengaruhi oleh
pasokan
bahan
makanan
terkait
dengan meningkatnya pertumbuhan produk sektor
pertanian,
jumlah
uang
yang
beredar, arus distribusi barang terutama kebutuhan pokok, dan harga minyak dunia.
D.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Refinancing Risk
Refinancing risk
lebih
dipengaruhi
oleh
faktor-faktor
kuantitatif
dan
lebih
terukur seperti tenor obligasi yang membentuk struktur jatuh tempo dan besaran yield
yang diminta oleh investor. Khusus untuk faktor-faktor yang mempengaruhi
refinancing risk akan diuraikan lebih rinci pada subbab tentang durasi.
Ukuran  Durasi
  
16
1.
Jenis-Jenis Durasi
Ukuran 
komposit/gabungan 
dari 
sensitivitas 
tingkat 
bunga 
dan
jangka waktu jatuh tempo dan dihubungkan dengan arus kas disebut
sebagai durasi (duration). 
Konsep
ini pertama kali diperkenalkan oleh
Frederick Macaulay di tahun 1938.
Saat
ini
sedikitnya
ada
empat jenis
durasi
yang
diturunkan
dari
konsep
durasi
Macaulay.
Pertama
adalah
Macaulay
Duration, adalah
ditujukan untuk
mengukur
waktu atas arus kas dari suatu obligasi. Dari
sisi issuer
obligasi, durasi ini sering digunakan untuk menentukan
kombinasi yang tepat antara tingkat suku bunga dan jangka waktu jatuh
tempo sesuai dengan tujuan penerbitan obligasi itu sendiri.
Kedua,
modified duration adalah
berasal
dari
Macaulay
duration
dengan
membuat
sedikit
penyesuaian (modifikasi)
dari
nilai
Macaulay
duration. Dengan batasan tertentu, modified duration dapat menghasilkan
perkiraan
dari
sensitivitas
tingkat suku
bunga
dari
suatu
obligasi
(atau
aktiva keuangan). Biasanya, modified duration lebih banyak dipakai oleh
investor obligasi dalam menilai investasinya.
Ketiga,
effective duration
adalah
suatu
ukuran
langsung
dari
sensitivitas tingkat suku bunga dari suatu obligasi (atau aktiva finansial
lainnya) dimana dimungkinkan mengestimasi perubahan harga atas aktiva
tersebut dengan menggunakan suatu model penilaian.
Terakhir
adalah
empirical duration, durasi
ini
mengukur
secara
langsung   persentase   perubahan   harga   dari   suatu   aktiva   pada   saat
  
17
perubahan tingkat suku bunga aktual. Ukuran ini dapat digunakan sebagai
alat
untuk
mengestimasi
suatu
aktiva
ketika
tidak
tersedia suatu
model
penilaian yang tepat.
Pada
dasarnya,
model-model
durasi
semacam ini
banyak
diaplikasikan
oleh
investor
manakala
menilai
aktiva
yang
akan
mereka
beli.  Namun,  ada  juga  ukuran  durasi  yang  masih  sangat  relevan  jika
dipakai
oleh
penerbit
obligasi,
yaitu
Macaulay
Duration. Sedangkan
Pemerintah (sebagai
issuer)
menggunakan
durasi
yang
pertama
untuk
mengukur
obligasi
yang diterbitkan. Oleh
karena
itu,
hanya
Macaulay
duration yang
akan
diuraikan
lebih
lanjut,
sementara
jenis
durasi
yang
kedua dan seterusnya tidak diuraikan disini.
2.      Karakteristik dari Macaulay Duration
Contoh berikut akan menggambarkan beberapa karakteristik dari
Macaulay
duration.
Pertama
Macaulay
duration dari
suatu
obligasi
(berkupon) selalu akan lebih kecil dari lamanya waktu jatuh tempo karena
durasi memberikan “bobot” setiap peridenya tergantung dari besarnya arus
kas yang keluar, misalnya pada saat pembayaran bunga atau pada saat
pembayaran
pokok
pinjaman
ketika
obligasi tersebut jatuh tempo. Oleh
karena ada pembobotan pada pembayaran bunga dan pembayaran pokok
pinjaman tersebut, durasi obligasi tanpa bunga (zero coupon bond) selalu
memiliki durasi yang sama dengan jatuh temponya. Untuk mengenal
Macaulay duration lebih dalam, formula durasi tersebut dituliskan sebagai
berikut:
  
 ? +
18
(1
n
n
C
(t )
t
(1 + i)
t
D
=
t
=1
C
?
t
=1
t
i)
t
dimana,
t
=
waktu dimana terjadi pembayaran kupon atau pokok
C
t
=
pembayaran bunga atau pokok
i
=
yield to maturity dari obligasi
Karakteristik kedua, hubungan antara bunga kupon dan durasi adalah
berbanding terbalik. Suatu obligasi dengan bunga kupon yang tinggi akan
mempunyai durasi yang lebih pendek karena banyak dari porsi total arus
kas
“mengalir”
lebih
dahulu
dalam bentuk
pembayaran
bunga.
Sebagaimana contoh dibawah, obligasi dengan bunga kupon 8 persen
mempunyai durasi lebih pendek daripada obligasi yang mempunyai bunga
kupon 4 persen.
Tabel 2.1:
Ilustrasi Penghitungan Macaulay Duration (asumsi bunga pasar 8%)
Obligasi A
Obligasi B
Nilai Nominal
Jatuh tempo
Bunga kupon
1.000
10 tahun
4 persen
1.000
10 tahun
8 persen
Obligasi A
(1)
Periode
(2)
Arus Kas
(3)
PV pada
(4)
PV dari
(5)
PV sebagai %
(6)
(1) x (5)
8%
arus kas
dari harga
1
40
0,9259
37,04
0,0506
0,0506
2
40
0,8573
34,29
0,0469
0,0938
3
40
0,7938
31,75
0,0434
0,1302
4
40
0,7350
29,40
0,0402
0,1608
5
40
0,6806
27,22
0,0372
0,1860
6
40
0,6302
25,21
0,0345
0,2070
7
40
0,5835
23,34
0,0319
0,2233
8
40
0,5403
21,61
0,0295
0,2360
9
40
0,5002
20,01
0,0274
0,2466
  
19
10
40
0,4632
481,73
0,6585
6,5850
Jumlah
731,58
1,0000
8,1193
Durasi  = 8,12 tahun
Obligasi B
1
80
0,9259
74,07
0,0741
0,0741
2
80
0,8573
68,59
0,0686
0,1372
3
80
0,7938
63,50
0,0635
0,1906
4
80
0,7350
58,80
0,0588
0,1906
5
80
0,6806
54,44
0,0544
0,2720
6
80
0,6302
50,42
0,0504
0,3024
7
80
0,5835
46,68
0,0467
0,3269
8
80
0,5403
43,22
0,0432
0,3456
9
80
0,5002
40,02
0,0400
0,3600
10
80
0,4632
500,26
0,5003
5,0030
Jumlah
1.000,00
1,0000
7,2470
Durasi = 7,25 tahun
Oleh
karena
itu,
dalam merencanakan penerbitan
Obligasi
Negara,
Pemerintah berusaha untuk memperoleh bunga kupon serendah mungkin
atau memperpanjang
jangka waktu jatuh tempo agar durasinya lebih
panjang. Dengan memperpanjang durasi tentunya “bobot” arus kas yang
keluar juga semakin kecil sehingga akan memperingan beban APBN.
Ketiga,
secara
umum jangka
waktu
jatuh
tempo
berbanding
lurus
dengan
Macaulay
duration, tetapi
durasi
meningkat
seiring
dengan
menurunnya   tingkat   suku   bunga.   Oleh   karena   itu,   obligasi   yang
mempunyai
waktu
jatuh
tempo
lebih panjang hampir selalu akan
mempunyai durasi yang lebih tinggi pula. Begitu juga dengan perencanaan
penerbitan Obligasi Negara. Terlepas dari keinginan pasar dan
pengembangan pasar uang di Indonesia, Pemerintah berusaha untuk
menerbitkan obligasi yang mempunyai jangka waktu jatuh tempo yang
lama untuk memperpanjang durasinya.
  
20
Keempat, adanya suatu hubungan kebalikan antara yield to maturity
dan
durasi.
Semakin
tinggi
yield
to
maturity yang
diminta
dari
suatu
obligasi justru akan menurunkan durasinya. Sebagaimana pada ilustrasi
diatas, jika yield to maturity-nya diubah dari 8 persen ke 12 persen, durasi
untuk obligasi 4 persen (obligasi A) berubah dari 8,12 tahun menjadi 7,75
tahun,
dan
durasi
dari
obligasi
8
persen (obligasi
B)
berubah
dari 7,25
tahun
menjadi
6,80
tahun.
Oleh
karena
itu, dalam suatu
lelang
Obligasi
Negara,  Pemerintah  telah  mempunyai  batasan  tersendiri  atas  besarnya
yield
to
maturity
dari
penawaran
yang
masuk.
Apabila
dari
penawaran
yang
masuk
meminta
yield
to
maturity yang
terlalu
tinggi
jika
dibandingkan dengan benchmark yield yang
menjadi patokan Pemerintah,
maka Pemerintah tidak akan memenangkan bid yang masuk karena
durasinya semakin pendek (berarti arus kas atau beban pemerintah akan
semakin besar) sebagaimana pernah dilakukan pada bulan Maret dan Juli
2005.
Karakteristik
yang
terakhir
adalah obligasi
dengan
opsi
tertentu
(adanya sinking
fund
dan
call provision)
dapat
menyebabkan perubahan
yang dramatis pada durasi suatu obligasi. Opsi tersebut dapat mengubah
total  arus  kas  dari  obligasi,  oleh  karena  itu  mempengaruhi  perubahan
durasi
secara
signifikan.
Namun
demikian,
dalam pembahasan/analisis
mengenai Obligasi Negara tidak akan menyentuh karakter yang seperti ini
mengingat Obligasi Negara sebagaimana obligasi pada umumnya, tanpa
ada opsi.
  
21
Sesuai
dengan
karakteristik
dari
Macaulay
duration diatas,
estimasi
sensitivitas suatu obligasi terhadap perubahan tingkat bunga, durasi
obligasi menjadi ukuran yang paling tepat, bukan waktu jatuh temponya.
3.
Garis Efficiency Frontier – Gabungan Dua Sekuritas
Seperti
halnya
pada asumsi-asumsi
ilmu
ekonomi
yang
lain,
ada
beberapa   kondisi   relatif   yang   mengikuti   pola   pergerakan   beberapa
indikator ekonomi, yaitu indikator
ekonomi
pada
saat
depresi,
resesi,
normal, dan pada kondisi puncak. Dari kondisi-kondisi inilah kemudian
muncul angka-angka yang kecil, sedang, dan tinggi. Angka-angka tersebut
ada yang berpola dan ada yang tidak berpola.
Demikian
juga
dengan
mencari
efficency frontier,
metode
ini
menggabungkan dua kelompok data dari sekuritas yang berbeda risiko dan
return-nya sedemikian rupa sehingga diketahui standar deviasi dari return
portofolio
(risk)
tersebut kemudian dihubungkan dengan
expected return
(jika dari sisi penerbit sekuritas, ini adalah cost) portofolio tersebut. Dari
titik-titik itulah dapat
dibuat
garis
yang
menunjukkan
efisiensi
optimal
apabila
mengkombinasikan dua portofolio
yang berbeda risk and return-
nya.
Untuk mendapatkan satu titik yang mewakili standar deviasi dari
return suatu portofolio, menggunakan rumus standar deviasi biasa yang
diperoleh
dari
akar
kuadrat
positif
variance. Variance
adalah
rata-rata
hitung atau kuadrat simpangan setiap pengamatan terhadap rata-rata
hitungnya. Rumus dari standar deviasi adalah:
  
 2
22
2
s
=
?=
(
x
-
x)
(n - 1)
dimana,
s
=
standar deviasi
x
=
data yang diamati
x
=
rata-rata
n =
jumlah data atau populasi
Sedangkan rumus variance adalah:
?
=
?=
(
x
-
x)
(n - 1)
dimana,
?
=
variance
x
=
data yang diamati
x
=
rata-rata
n =
banyaknya data atau populasi
Korelasi  dan  Covariance digunakan  untuk  mengukur 
hubungan
antara dua kelompok sekuritas tersebut. Perbedaannya adalah bahwa
koefisien korelasi menggunakan skala antara -1 dan +1, sementara pada
covariance tidak  menggunakan  skala.  Covariance
dirumuskan  sebagai
berikut:
Cov X , Y ) =
( X , Y ) =
?=
(
x
-
x)( y - y)
n
Sedangkan korelasi dirumuskan sebagai berikut:
Correl( X Y ) =
, Y ) =
 
?
(
x
-
x)( y -
y)
?
(
x
-
x)²
?
(
y
-
y)²
dimana,
x
=
data pada kelompok data pada sekuritas X
x
=
rata-rata
y
=
data pada kelompok data pada sekuritas Y
y
=
jumlah data atau populasi
  
23
Untuk 
menukur 
imbal 
hasil  dan  risiko  pada  campuran  2  jenis
portofolio
digunakan
variance dan
standar deviasi
sehingga
membentuk
rumus:
2
2
2
2
Var ( portfolio) =
xA
s
A
+
2
xA xB s A, B
+
xB
s
B
dimana,
X
A
=
komposisi portofolio A
X
B
=
komposisi portofolio B
s
A
=
standar deviasi portofolio A
s
B
=
standar deviasi portofolio B
Sedangkan  standar  deviasi  (portofolio)  adalah  akar  kuadrat  dari
variance portofolio sehingga mempunyai rumus: s =
Var( portfolio)
Di   titik   inilah   nanti   tersebar   komposisi-komposisi   portofolio
sehingga dapat membentuk kurva atau persamaan garis lurus tertentu.
Sedangkan 
untuk  mencari  suatu  titik  expected return (jika  dari  sisi
pemerintah
adalah
biaya/cost),
digunakan
rumus:
Exp.Cost = (I
A
X
A
)
+
(I
B
X
B
)
.
Dimana X
A
adalah komposisi portofolio A;
X
B
adalah komposisi portofolio B, I
A
adalah Expected cost pada portofolio
A, I
B
adalah Expected cost pada portofolio B.
Dari titik-titik yang dibentuk oleh dua persamaan diatas, dapat
diketahui garis optimal dari gabungan dua portofolio yang memiliki
karakter cost
and
risk yang
berbeda-beda.
Garis
inilah
yang
kemudian
disebut sebagai efficiency frontier. Sedangkan untuk menjelaskan garis itu,
tergantung darimana sudut pandangnya.