BAB II LANDASAN
TEORI
2.1  Performance Measurement System
2.1.1. Definisi Performance Measurement System
Berikut ini adalah beberapa definisi Performance Measurement System (PMS)
menurut beberapa ahli:
1. Menurut
Niven
dalam
bukunya
Balanced
Scorecard
Step-By-Step
Maximizing
Performance and Maintaining Results (2002, p. 114) mendefinisikan Performance
Measures System sebagai:
“the tools we use to determine whether we are meeting our objective and moving
toward the successful implementation of our strategy”
Diterjemahkan sebagai berikut:
“alat yang digunakan untuk memastikan apakah kita berhasil mencapai tujuan dan
bergerak maju menuju kesuksesan penerapan strategi kita”
2.
Menurut Wikipedia (http://en.wikipedia.org), Performance Measurement adalah:
“performance
measurement
is
the
process
whereby
an
organization
establishes
the parameters within which programs, investments, and acquisitions are reaching
the desired results”
Diterjemahkan sebagai berikut:
“pengukuran performa adalah proses dimana suatu organisasi menerapkan
parameter 
untuk mengukur program, investasi, dan akusisi yang mencapai target
yang diinginkan”
9
  
10
3.
Menurut Anthony dan Govindarajan dalam bukunya Management Control System
(2007, p. 460), Performance Measurement System adalah:
“is  simply  a  mechanism  that  improves  the  likelihood  the  organization  will
implement its strategy successfully”
Diterjemahkan sebagai berikut:
“sebuah  mekanisme  yang  meningkatkan  kemungkinan  berhasilnya  perusahaan
dalam menerapkan strateginya.”
4.
Yuwono
menyimpulkan
dalam bukunya
Petunjuk Praktis Penyusunan
Balanced
Scorecard (2007, p. 23) bahwa pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran
yang
dilakukan
terhadap
berbagai
aktivitas
dalam rantai
nilai
yang
ada
pada
perusahaan. Hasil dari pengukuran performa memberikan masukan berupa
informasi  mengenai  pencapaian  perencanaan  dan  poin  tertentu  dimana  perlu
adanya adaptasi untuk rencana dan pengendalian aktivitas.
Dengan   demikian   performance   measurement  adalah   proses   pengukuran
terhadap
berbagai
aktifitas
dalam
value
chain
perusahaan.
Hasil
dari
performance
measurement
ini berupa umpan balik yang memberikan informasi mengenai
pencapaian
rencana
dan bagian
tertentu yang
memerlukan
adaptasi
dalam aktifitas
perencanaan dan kontrol.
  
11
2.1.2. Keuntungan Performance Measurement System
Keuntungan Performance Measurement System yang baik menurut Roman dan
Michael dalam bukunya Handbook of Cost Management (1993, p. 328), adalah:
1.
Melacak/melihat  performa  perusahaan  terhadap  ekspektasi  konsumen  dengan
tujuan
untuk   mendekatkan   perusahaan   kepada   konsumen   dan   melibatkan
stakeholders dalam usaha memuaskan konsumen.
2.
Memotivasi karyawan untuk memberikan pelayanan terbaik terhadap konsumen.
3.
Mengidentifikasikan  tindakan  yang  sia-sia  dan  mendorong  pengurangan  usaha
yang sia-sia.
4.
Menciptakan tujuan strategi yang konkrit untuk mempercepat proses pembelajaran
perusahaan.
5. Membangun   konsensus  
untuk  
membuat   perubahan   dengan  
memberikan
penghargaan atas tindakan/tingkah laku yang diharapkan.
2.2  Balanced Scorecard
2.2.1 Definisi Balanced Scorecard
Ide
tentang Balanced Scorecard pertama
kali
dipublikasikan
dalam
artikel
Robert S. Kaplan dan David P.Norton di Harvard Business Review tahun 1992 dalam
sebuah
artikel
berjudul
"Balaced Scorecard-Measures that
Drive
Performance".
Artikel tersebut
merupakan
laporan dari serangkaian
riset dan
eksperimen
terhadap
  
12
beberapa  perusahaan  di  Amerika  serta  diskusi  dua  bulanan  dengan  wakil  dari
berbagai bidang perusahaan sepanjang tahun itu untuk mengembangkan suatu model
pengukuran  kinerja  baru.  Balanced  Scorecard
sebagai  sistem  pengukuran  kinerja
yang memungkinkan para eksekutif memandang perusahaan dari berbagai perspektif
secara simultan.
Menurut, Kaplan & Norton dalam bukunya
Balanced Scorecard Menerapkan
Strategi Menjadi Aksi (2000, p. 2):
Balanced scorecard
menerjemahkan
misi
dan
strategi
perusahaan
ke
dalam
seperangkat ukuran yang menyeluruh yang memberi kerangka kerja bagi pengukuran
dan
sistem manajemen
strategis.
Selain tetap
memberi penekanan
pada
pencapaian
tujuan finansial, Balanced Scorecard juga memuat faktor pendorong kinerja
tercapainya tujuan
finansial tersebut. Scorecard mengukur
kinerja
perusahaan
pada
empat
perspektif
yang
seimbang:
finansial, pelanggan,
proses
bisnis
internal,
dan
proses
pembelajaran
serta
pertumbuhan. Balanced
Scorecard
memungkinkan
perusahaan  mencatat  hasil  kinerja  finansial  sekaligus  memantau  kemajuan
perusahaan dalam membangun
kemampuan
dan
mendapatkan
aktiva
tak
berwujud
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan masa datang”
Sedangkan  menurut  Widjaja  dalam  bukunya  Memahami  Konsep  Balanced
Scorecard (2002, p. 2), Balaced Scorecard adalah:
“sekelompok   tolak   ukur   kinerja   yang   terintegrasi   yang   berasal   dari   strategi
perusahaan dan mendukung strategi perusahaan secara keseluruhan.”
Oleh
karena
itu,
Balanced
Scorecard
adalah
sistem
manajemen,
pengukuran
dan
pengendalian
yang
secara
cepat,
tepat dan komprehensif dapat memberikan
pemahaman pada manajer tentang performance bisnis (Yuwono, 2007, p. 8).
Dari teori-teori tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa Balanced Scorecard
adalah
suatu
sistem manajemen
kinerja
perusahaan
yang
mampu
memberikan
informasi pada manajer tentang kinerja dari perusahaan dan mampu mendukung
pengambilan keputusan oleh pihak manajemen.
  
13
2.2.2 Balanced Scorecard Framework
Menurut 
Kaplan 
dan 
Norton 
dalam  bukunya 
The 
Strategy 
Focused
Organization
How
Balanced
Scorecard
Companies
Thrive
in
the New Business
Environment (2001, p. 23), Balanced Scorecard
menawarkan kerangka kerja yang
menjelaskan strategi yang digunakan untuk membuat nilai dari empat perspektif
seperti
diilustrasikan
gambar
2.1 Balanced
Scorecard
Provides
a
Framework
to
Translate Strategy Into Operational Terms:
Gambar 2.1 Balanced Score©ard P®ovides a Framework to Translate Strategy Into Ope®ational
Terms
Sumber: Kaplan, et al, 2000, p. 8
  
14
Penjelasan dari Gambar 2.1 adalah sebagai berikut:
1.
Perspektif Keuangan (Financial)
Strategi 
untuk  pertumbuhan,  keuntungan,  dan  risiko  yang  dapat  dilihat  dari
perspektif shareholders.
2.
Perspektif Pelanggan (Customer)
Strategi untuk membuat nilai dan diferensiasi dari sudut pandang pelanggan.
3.
Perspektif Proses Bisnis Interen (Internal Business Processes)
Prioritas strategi
dari
bermacam-macam
proses
bisnis
yang
membuat
kepuasan
pelanggan dan shareholders.
4.
Perspektif Pelatihan dan Pengembangan (Learning and growth)
Prioritas  strategi  yang  membuat  suasana  yang  mendukung  perusahaan  untuk
berubah, berinovasi dan bertumbuh.
Menurut Kaplan, Norton dan Porter dalam bukunya Strategy Maps: Converting
Intangible Assets into Tangible Outcomes (2004,
p.
7),
kerangka
kerja Balanced
Scorecard memiliki beberapa elemen penting, yaitu:
1.
Performa keuangan
menawarkan definisi terkuat keberhasilan organisasi. Strategi
menjelaskan niat organisasi untuk membuat pertumbuhan yang berkelanjutan bagi
nilai shareholders.
2. Komponen 
pokok 
untuk 
meningkatkan  performa 
finansial 
dihasilkan 
dari
pencapaian
target pelanggan.
Sebagai tambahan
untuk
mengukur
indikator
hasil
yang terhambat untuk keberhasilan pelanggan, seperti kepuasan, retensi, dan
pertumbuhan.
Perpektif
pelanggan
mendefinisikan
nilai
proposisi
untuk
segmen
  
15
pelanggan  yang  ditargetkan.  Memilih  nilai  proposisi  pelanggan  adalah
elemen
penting strategi.
3.
Proses internal membuat dan memberikan nilai proposisi atau pelanggan. Performa
proses
internal adalah
indikator
penting untuk perkembangan selanjutnya dalam
total hasil pelanggan dan keuangan.
4. Assets
yang
tidak
dapat
dinilai
adalah
sumber
akhir
untuk
pembuatan
nilai
berkelanjutan.  Tujuan  pelatihan  dan 
pengembangan 
menjelaskan  bagaimana
orang,
teknologi,
dan
iklim organisasi
yang
bersatu
untuk
mendukung
strategi.
Pengembangan
dalam pelatihan
dan
pengukuran
perkembangan
adalah
indikator
penting untuk performa proses internal, pelanggan dan keuangan.
5.
Tujuan dalam 4 (empat) perspektif ini saling terhubung dalam suatu rantai sebab-
akibat. Mengembangkan dan menyesuaikan
asset yang tidak dapat dinilai
membantu proses pengembangan performa, dimana, pada gilirannya memberikan
keberhasilan untuk pelanggan dan shareholders.
2.2.3 Balanced Scorecard sebagai Strategic Management System
Perusahaan
yang
inovatif
telah
menggunakan
Balanced
Scorecard sebagai
sistem manajemen
startegis
untuk
mengatur
strategi
perusahaan
jangka
panjang.
Manajer   di   Amerika   telah   menemukan   bahwa   scorecard  bisa   menjembatani
perbedaan antara pengembangan dan formulasi strategi dengan proses
implementasinya.
  
16
Beberapa pengertian manajemen strategis menurut beberapa ahli adalah sebagai
berikut:
1.
Menurut Robbins dan Coulter dalam bukunya Manajemen edisi 7 (2004, p. 196)
mengatakan manajemen strategis adalah:
“sekelompok keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja jangka
panjang organisasi”
2.
Business 
Dictionary 
menulis 
manajemen
strategis adalah:
Systematic analysis of the factors associated with customers and competitors (the
external
environment) and
the
organization
itself
(the
internal
environment)
to
provide the basis for rethinking the current management practices. Its objective is
to achieve better alignment of corporate policies and strategic priorities
Diterjemahkan sebagai berikut:
“Analisis
sistematik
dari
faktor-faktor yang berasosiasi dengan pelanggan dan
kompetitor (lingkungan eksternal) dan organisasi
itu sendiri (lingkungan internal)
untuk menjadi dasar pemikiran ulang strategi manajemen yang sedang berjalan.
Tujuannya
adalah
untuk
mencapai
penyelarasan antara kebijakan perusahaan
dengan prioritas strategi ”
Tujuan utama dari manajemen strategis adalah untuk mengidentifikasi alasan
perusahaan  dapat  sukses  atau  gagal  dalam
berkompetisi.
Menurut  Robbins,  et  al
(2004, p. 197-203) komponen utama proses manajemen strategis meliputi:
1.
Mengidentifikasi misi, tujuan, dan strategi terkini organisasi.
2.
Menganalisis lingkungan.
3.
Mengidentifikasi peluang dan ancaman.
4.
Menganalisis sumber daya dan kemampuan organisasi.
5.
Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan.
6.
Merumuskan strategi.
  
17
7.
Mengimplimentasikan strategi.
8.
Mengevaluasi hasil.
Sedangkan menurut Kaplan, et al (2000, p. 169) ada 4 hambatan khusus untuk
efektifitas implementasi strategi yaitu:
1.
Visi dan strategi tidak “actionable”.
2.
Strategi yang tidak terkait dengan tujuan departemen, tim dan perorangan.
3.
Strategi yang tidak terkait dengan alokasi sumber daya jangka panjang dan jangka
pendek.
4.
Umpan balik yang taktis , bukan strategis.
Integrasi 
Balanced  Scorecard  dapat mendatangkan
hambatan  pada  sistem
manajemen strategis yang baru. Oleh karena itu, Kaplan, et al (2000, p. 11)
menyarankan
empat
langkah
organisasi yang
seharusnya
dilakukan
untuk
mengimplementasi Balanced
Scorecard seperti
empat
komponen
untuk
sistem
manajemen
strategis
seperti
gambar
2.2 The
Balanced
Scorecard
as
a
Strategic
Framework for Action:
1.
Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi
a.
Strategi adalah referensi dari keseluruhan proses manajemen.
b.
Visi bersama akan menjadi fondasi untuk pembelajaran strategis.
2.
Mengkomunikasikan dan mengaitkan tujuan serta ukuran strategis
a.
Semua perusahaan
harus
memiliki target
yang selaras dari
manajemen tingkat
atas hingga tingkat bawah.
b.
Komunikasi
yang terbuka dan pembelajaran tentang strategi
adalah dasar bagi
pelatihan dan pengembangan karyawan.
  
18
3.
Merencanakan,
menetapkan
sasaran,
dan
menyelaraskan
berbagai
inisiatif
strategis
a.
Membuat rencana jangka panjang, keuntungan, dan target yang dapat dicapai.
b.
Mengidentifikasikan inisiatif strategi secara jelas.
c.
Menyelaraskan budget tahunan dengan rencana jangka panjang.
4.
Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis
a.
Sistem
umpan
balik
digunakan
untuk
uji
hipotesa tentang
keterkaitan
antara
tujuan dan pemicu strategis.
b.
Membuat tim pemecah masalah untuk menganalisa dan belajar dari data kinerja
dan mengadaptasi strategi untuk memecahkan masalah.
c.
Pengembangan strategis yang dilakukan terus-menerus.
Gambar 2.2 The Balanced Scorecard as a Strategic F®amework fo® Action
Sumber: Kaplan, et al, 2000, p. 11
  
19
2.2.4 Hubungan   antara   Balanced   Scorecard   dan   Visi,   Misi,   dan   Strategi
Perusahaan
Menurut
Kaplan,
et
al (2004,
p.
32-34),
misi
organisasi menyediakan poin
permulaan  dengan  mendefinisikan  mengapa  organisasi  ada,  atau  bagaimana  unit
bisnis
yang
cocok
dengan arsitektur korporasi
yang
lebih
luas.
Misi dan
nilai
inti
yang
menemaninya
untuk tetap
stabil
melewati waktu.
Melukiskan
visi
organisasi
dengan gambar masa
depan yang dikelompokkan menjadi arah organisasi yang
membantu
individu
untuk
mengerti
mengapa dan
bagaimana
seharusnya
mereka
mendukung organisasi.
Sebagai
tambahan,
visi
dibuat
organisasi dalam
gerakan,
bagaimana stabilitas
misi
dan
nilai
inti
menjadi
strategi
yang dinamis,
langkah
selanjutnya
dalam suatu
rangkaian. Strategi dibangun dan diubah melewati waktu untuk bertemu
mengubah
sikap 
kondisi 
dengan 
lingkungan 
eksternal 
dan  kemampuan 
internal. 
Menurut
Kaplan, et al (2004, p. 34), visi adalah:
“a concise statement that defines the mid- to long –term (three- to ten -year) goals of
the
organization.
The
vision
should
be external
and
market-oriented
and
should
express-often
in
colorful or
“visionary ”
terms-how the
organization
wants
to
be
preceived by the world.”
Diterjemahkan sebagai berikut:
“pernyataan singkat yang mendefinisikan apa yang ingin dicapai
organisasi untuk
jangka  menengah  sampai  jangka  panjang  (3  sampai  5  tahun).  Visi  seharusnya
eksternal dan berorientasi pada pasar dan harus selalu diekspresikan dengan penuh
warna atau “visionary”  mengenai bagaimana perusahaan ingin dilihat oleh dunia.”
  
20
Dan misi didefinisikan oleh Kaplan, et al (2004, p. 34-35) sebagai berikut:
“a  concise,  internally  focused  statement  of  the  reason  for  the  organization’s
existence, the basic purpose toward which its activities are directed, and the values
that
guide
employee’s
activities. The
mission
should
also
describe
how
the
organization expects to compete and deliver value to customers.”
Diterjemahkan sebagai berikut:
“pernyataan yang
fokus
secara
internal dan
singkat
alasan
tentang keberadaan
organisasi, tujuan dasar yang mengenai aktifitas usaha akan diarahkan, dan nilai yang
memberikan
arahan
dalam aktivitas
karyawan/pekerja.
Misi
juga
seharusnya
menjelaskan
bagaimana
organisasi
akan bersaing
dan memberikan nilai untuk
pelanggan.”
Visi dan misi
mengatur tujuan
umum dan arah organisasi. Mereka membantu
shareholders, pelanggan, dan karyawan pekerja mengerti tentang perusahaan dan apa
yang ingin dicapai. Perusahaan membuat visi dan misi mereka menjadi nyata ketika
mendefinisikan strategi untuk mencapai visi dan misi.
Kaplan, et al (2004, p. 35), Porter berargumentasi bahwa strategi adalah tentang
memilih   sekumpulan   aktivitas   dimana   organisasi   akan   maju   untuk   membuat
perbedaan
krusial
dalam pasar.
Perbedaan
krusial
ini dapat
memberikan
nilai
lebih
untuk
pelanggan
dibandingkan
pesaing,
atau menyediakan
nilai
yang
lebih
tetapi
dengan biaya yang lebih rendah daripada competitor. Strategi menjelaskan bagaimana
organisasi ingin memberikan nilai lebih untuk shareholders.
Sistem pengukuran
performa
seharusnya
memotivasi
manajer
dan
karyawan
untuk
mengimplementasikan
strategi
unit bisnisnya. Perusahaan yang dapat
menerapkan  strateginya  ke  dalam  sistem  pengukuran  akan  memiliki  kemampuan
yang lebih baik untuk menjalankan strategi.
  
21
Kaplan, et al (2001, p. 147) menyebutkan pentingnya membuat Scorecard yang
dapat mengkomunikasikan strategi unit bisnis seperti berikut:
1.
Scorecard menggambarkan
visi
masa
depan organisasi
menjadi suatu
organisasi
yang menciptakan saling pengertian.
2.
Scorecard menciptakan strategi model holistic yang mengizinkan semua karyawan
untuk
mengetahui
kontribusi
mereka akan keberhasilan
organisasi.
Tanpa
suatu
keterikatan, 
individu  dan 
departemen  dapat 
mengoptimalkan 
performa 
lokal
mereka tapi tidak berkontribusi untuk mencapai tujuan strategi.
3.
Scorecard  berfokus pada
usaha  perubahan.  Keberhasilan 
implementasi  akan
terjadi jika tujuan dan alat ukur yang benar telah diidentifikasikan. Jika tidak,
investasi dan inisiatif akan sia-sia.
Kaplan, et al (2000, p. 27) menemukan dua prinsip yang menjelaskan hubungan
Balanced Scorecard dengan strategi organisasi sebagai berikut:
1.
Hubungan sebab-akibat
Prinsip ini penting
untuk Balanced
Scorecard karena ini
membedakan
Balanced
Scorecard
dengan
konsep
lain.
Dengan
prinsip
ini, Balanced
Scorecard
dapat
menverifikasi tujuan yang terintegrasi dan pengukuran pada tiap perspektif.
Menurut Kaplan dan Norton, strategi adalah kumpulan
model
hipotesa sebab dan
akibat.
Pengembangan Balanced
Scorecard yang
benar
seharusnya
dapat
menjelaskan urutan cerita dari strategi bisnis internal hubungan sebab dan akibat.
Melalui model ini, strategi dapat dikritik bersamaan sebelum, ketika dan setelah
dilaksanakan.
Sistem
pengukuran
seharusnya
membuat
hubungan eksplisit sebab
dan akibat antara hasil pengukuran dan pengendalian performa yang menghasilkan
  
22
sesuatu yang dapat diatur dan divalidasi. Keseluruhan rantai hubungan sebab dan
akibat
dapat
dibangun
seperti
vector
vertical
melalui
empat perpektif Balanced
Scorecard seperti yang ada pada gambar 2.3 Hubungan Sebab dan Akibat.
Gambar 2.3 Hubungan Sebab dan Akibat
Sumber: Kaplan, et al, 2000, p. 28
2.
Faktor pendorong kinerja
Balanced Scorecard yang baik seharusnya memiliki indikator akhir dan indikator
awal yang digunakan untuk strategi unit bisnis. Indikator stop secara generic
menghasilkan pengukuran
yang
merefleksikan tujuan
umum dari banyak strategi
seperti keuntungan, pangsa pasar, kepuasan pelanggan, retensi pelanggan, dan
kemampuan karyawan, dimana
membimbing indikator atau performa
mengendalikan refleksi keunikan strategi unit bisnis. Contoh dari indikator yang
membimbing adalah pengendali keuntungan
finansial, segmen pasar dimana
unit
  
23
memilih
untuk
bersaing, proses bisnis
internal
tertentu,
dan
pembelajaran
serta
pengembangan tujuan yang akan memberi nilai preposisi kepada target pelanggan
dan
segmen
pasar.
Identifikasi
pengendali
performa
akan
mengatasi
kelemahan
dari
hasil
pengukuran.
Hasil
pengukuran
menjadi
lebih
berguna
jika
performa
dapat dikendalikan seperti yang diketahui.
2.2.5 Balanced Scorecard Perspectives
Menurut  Kaplan,  et  al  (2000,  p.  41-127)  terdapat  4  perspektif  Balanced
Scorecard yaitu:
1.
Financial Perspective
Ukuran performa dengan menggunakan perspektif keuangan melihat perencanaan
strategis dan implementasi yang memberikan pengembangan pada keuntungan
perusahaan. Peningkatan direfleksikan ke dalam target khusus
yang berhubungan
dengan keuntungan, pertumbuhan bisnis, dan nilai Shareholders.
Pengukuran performa keuangan mempertimbangkan tiga tahap daur hidup bisnis
dengan  target  yang  berbeda  maka  ditekankan  pengukuran  yang  berbeda.  Tiga
tahap daur hidup bisnis tersebut adalah:
a.
Growth
Tahap
pertumbuhan
terjadi
dalam
frase awal daur hidup bisnis dimana
perusahaan membuat produk dan layanan dengan tingkat potensi pertumbuhan
yang sangat signifikan. Manajemen berkomitmen
untuk
mengembangkan
dan
mengubah 
produk  dan 
layanan 
baru, 
mengembangkan 
fasilitas 
produksi,
  
24
meningkatkan kemampuan operasi, pengembangan sistem, infrastruktur,
dan
jaringan distribusi yang mendukung hubungan global, dan membuat hubungan
pengembangan pelanggan. Pada tahap ini, bisnis beroperasi dengan arus kas
negatif dan tingkat pengembalian modal yang rendah. Jadi, tujuan keuangan
yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dengan persentase pertumbuhan
sebagai pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan sebagai target pasar.
b.
Sustain
Ini
adalah
tahap
kedua
dimana
mayoritas unit
bisnis
pada
perusahaan
akan
berada. Perusahaan tetap menarik untuk
diinvestasi dan diinvestasi lagi dan
dibutuhkan untuk mendapatkan keuntungan
yang lebih baik dari modal yang
sudah diinvestasikan. Pada tahap ini, perusahaan akan mencoba untuk menjaga
pangsa   pasar,   dan   mengembangkannya   sebisa   mungkin.   Investasi   pada
umumnya
diarahkan
untuk
menghilangkan kemacetan kinerja, kapasitas
pengembangan dan pengembangan terus menerus. Target finansial berfokus
pada
penghasilan
yang
didapat
pada modal
yang
diinvestasikan
biasanya
menggunakan Return
on
Investment (ROI),
Return on Capital Employed
(ROCE) dan Economic Value Added (EVA).
c.
Harvest
Ini 
adalah  tahap 
akhir  dimana  perusahaan 
benar-benar 
memanen  semua
investasi yang telah dibuat dari 2 tahap sebelumnya. Tidak ada investasi besar
lagi baik ekspansi ataupun membuat kemampuan baru, kecuali untuk fasilitas
maintenance.
Target
keuangan
pada
tahap
ini adalah untuk
memaksimalkan
inflow kas dan mengurangi modal kerja.
  
25
2.
Customer Perspective
Filosofi manajemen sekarang telah memperlihatkan pengakuan pentingnya fokus
dan
kepuasan
pelanggan.
Perspektif
ini
memberi
indicator,
jadi
jika pelanggan
tidak puas, mereka akan mencari produsen lain yang akan memenuhi kebutuhan
mereka. Performa yang tidak baik dari perspektif pelanggan akan mengurangi
jumlah pelanggan di masa yang akan datang meskipun performa keuangan terlihat
baik sekarang. Perspektif pelanggan memiliki 2 kelompok pengukuran yaitu:
a.
Pengukuran pelanggan inti
Pengukuran pelanggan inti, dapat dilihat pada gambar 2.4 Perpektif Pelanggan.
Pengukuran Inti, memiliki beberapa pengukuran, yaitu:
1) Pangsa pasar
Pangsa
pasar
merefleksikan
proporsi
bisnis
dalam pasar
unit
bisnis
yang
menjual dan
mengandung volume penjualan, jumlah pelanggan, dan volume
unit yang dijual.
2) Retensi Pelanggan
Pengukuran di level mana
perusahaan dapat menjaga hubungan dengan
pelanggan.
3) Akuisisi Pelanggan
Pengukuran, pada tingkat tertentu, unit bisnis dapat menarik pelanggan baru
atau memenangkan bisnis baru.
  
26
4) Kepuasan Pelanggan
Memperkirakan tingkatan kepuasan pelanggan yang berhubungan dengan
kriteria performa yang khusus pada nilai preposisi.
5) Keuntungan Pelanggan
Pengukuran keuntungan pelangan setelah pengurangan dari pengeluaran
khusus dibutuhkan untuk mendukung pelanggan.
Gambar 2.4 Perpektif Pelanggan, Pengukuran inti.
Sumber: Kaplan, et al, 2000, p. 60
b.
Preposisi nilai pelanggan
Preposisi nilai pelanggan dapat dilihat
seperti gambar 2.5 Nilai Preposisi
Pelanggan, pemicu performa yang ada pada preposisi nilai inti berbasis pada
atribut:
1) Atribut produk dan layanan.
Atribut produk dan layanan meliputi fungsi produk/layanan, harga, dan
kualitas.  Pelanggan  memiliki  bermacam-macam  keingingan  atas  produk
yang ditawarkan. Beberapa pelanggan menginginkan fungsi produk, kualitas
  
27
atau
harga. Perusahaan harus mengidentifikasi
kebutuhan pelanggan dari
penawaran produk, kemudian mengukuran performa dapat ditentukan.
2) Hubungan Pelanggan
Hubungan  Pelanggan  berhubungan  dengan  perasaan  pelanggan  melalui
proses dari produk yang ditawarkan perusahaan. Perasaan pelanggan
tergantung pada respon
dari perusahaan dan waktu
pengiriman. Pelanggan
biasanya mempertimbangkan waktu pengiriman yang cepat sebagai factor
yang penting untuk kepuasan mereka.
3) Image dan Relasi
Image dan reputasi mendatangkan faktor yang tidak dapat dinilai untuk
menarik pelanggan kepada perusahaan. Membuat image dan reputsi dapat
dicapai melalui iklan dan kualitas pengiriman produk dan layanan.
Gambar 2.5 Nilai preposisi pelanggan
Sumber: Kaplan, et al, 2000, p. 65
3.
Internal Process Business Perspective
Menurut Kaplan, et al (200, p. 80) pada perspektif ini, para manajer melakukan
identifikasi berbagai proses yang sangat penting untuk mencapai tujuan pelanggan
dan pemegang saham.
  
28
Analisis  proses  bisnis  internal  dilakukan  dengan  memanfaatkan  analisis  rantai
nilai.
Dalam analisis ini, manajemen
mengidentifikasi proses bisnis internal
yang
dianggap
sebagai
sesuatu
yang superior
bagi
perusahaan. Scorecard
dalam
perspektif
ini
memungkinkan
manajer
untuk mengetahui seberapa baik bisnis
mereka dan apakah produk dan servis sudah sesuai dengan harapan pelanggan.
Perspektif ini harus didesain secara rinci oleh seseorang yang sangat mengerti misi
perusahaan.
Menurut Yuwono (2007, p. 36) ada perbedaan antara pendekatan tradisional dan
Balanced Scorecard dalam perpektif proses bisnis internal, yaitu:
a.
Pendekatan tradisional mencoba untuk
mengontrol
dan
meningkatkan
proses
bisnis internal yang sudah ada, sedangkan Balanced Scorecard mencoba untuk
mengenal
semua
proses
yang
perlu untuk
mendukung
kesuksesan
strategi
perusahaan meskipun prosesnya belum berjalan.
b. Sistem pengukuran
performa
hanya
berfokus
pada
bagaiman
menyampaikan
produk dan layanan dengan cara pendekatan tradisional. Sementara, Balanced
Scorecard meletakkan proses inovasi dalam perspektif proses bisnis internal.
Kaplan, et al (2000, p. 83-92) membagi proses bisnis internal menjadi tiga proses
bisnis
yang
dapat
dilihat
pada
Gambar
2.6
Perspektif
proses
bisnis
internal
Model Generik Value Chain sebagai berikut:
a.
Inovasi
Dalam proses
ini,
unit bisnis
melakukan
riset
untuk
mencari kebutuhan
laten
pelanggan dan menciptakan produk dan layanan yang mereka perlukan. Proses
inovasi 
biasanya  dilakukan 
oleh 
departemen 
Research 
and 
Development,
  
29
sehingga
setiap
keputusan
untuk
meluncurkan produk baru telah memenuhi
kebutuhan dan permintaan pasar. Aktifitas ini merupakan aktifitas terpenting
dalam menentukan kesuksesan jangka panjang perusahaan.
b.
Operasi
Proses
operasi
adalah
proses
untuk
menciptakan
dan
menyampaikan
produk
dan layanan pada pelanggan. Aktifitas dalam proses operasi dibagi menjadi dua
bagian, yaitu proses produksi dan proses
penyampaian.
Pengukuran
performa
dalam proses ini dibagi menjadi waktu, kualitas, dan biaya.
c.
Layanan purna jual
Proses ini termasuk juga memberikan layanan pada konsumen setelah penjualan
selesai, sebagai contoh garansi pemakaian, perbaikan produk, dan sebagainya.
Perusahaan dapat mengukur apakah layanan purna jual mereka telah memenuhi
harapan  konsumen  atau  tidak  dengan  memanfaatkan  pengukuran  kualitas,
waktu, dan biaya. Untuk siklus waktu, perusahaan dapat mengukur mulai dari
ketika komplain diterima sampai masalah tersebut diselesaikan.
Gambar 2.6 Perspektif p®oses bisnis inte®nal Model Generik Value Chain
Sumber: Kaplan, et al, 2000, p. 84
  
30
4.
Learning and Growth Perspective
Proses belajar dan berkembang dilihat dari
sumber daya manusia, sistem, dan
prosedur organisasi. Pelatihan karyawan dan kultur organisasi yang meningkatkan
kemampuan
individu
dan
organisasi
adalah
bagian
dari
perspektif
pembelajaran
dan
berkembang
ini.
Dalam organisasi
pengetahuan
karyawan,
sumber
daya
manusia
merupakan
sumber
utama
bagi
organisasi. Hasil dari
pengukuran
tiga
perspektif  sebelumnya  akan  mengidentifikasi  perbedaan  kemampuan  dari
karyawan
yang
sudah
ada, sistem,
dan prosedur dengan standar untuk mencapai
performa yang ditargetkan. Karenanya perusahaan harus berinvestasi di sumber
daya
manusia,
sistem,
dan
prosedur untuk
membentuk
suatu
pembelajaran
organisasi.
Kaplan,
et
al
(2000,
p.
110)
mengidentifikasi
3
pengukuran
dalam perspektif
pembelajaran dan berkembang:
a.
Kapabilitas pekerja
Salah satu
perubahan
dramatis dalam pola pikir
manajemen dalam 15
tahun
terakhir adalah peran karyawan dalam organisasi. Dan faktanya, tidak ada yang
lebih baik untuk revolusi perubahan dari era industri ke era informasi dibanding
filososfi manajemen baru yang berpikir bagaimana karyawan mengorbankan
seluruh
kemampuannya
bagi
perusahaan. Karenanya, perencanaan dan
penerapan 
usaha 
untuk 
melatih 
kembali  karyawan  untuk  memastikan
kepandaian dan kreatifitas karyawan dilaksanakan
untuk
mencapai tujuan dari
perusahaan.
  
31
b.
Kapabilitas sistem informasi
Meskipun motivasi karyawan dan kemampuannya telah mendukung pencapaian
tujuan perusahaan, informasi yang sempurna juga diperlukan. Dengan sistem
informasi
yang
baik,
informasi akurat dan
tepat
waktu
yang dibutuhkan oleh
manajemen dan level karyawan dapat diperoleh.
c.
Motivasi, pemberdayaan, dan keselarasan
Perspektif ini signifikan untuk memastikan proses berkesinambungan untuk
memotivasi
dan
memberi
inisiatif
pada karyawan.Paradigma
baru
manajemen
menjelaskan
proses pembelajaran sangat
penting
bagi
karyawan
untuk
melakukan trial and error sehingga perubahan lingkungan dapat diterima oleh
semua karyawan di organisasi berdasarkan
kompetensi
masing-masing.
Karyawan harus termotivasi dan didukung dengan pemberian otoritas untuk
mengambil keputusan dan diikuti oleh adaptasi berkala yang selaras dengan
tujuan organisasi.
2.2.6 Key Performance Indicator
Key  Performance  Indicator  (KPI) atau disebut juga Key  Success  Indicator
(KSI) adalah alat ukur kuantitif untuk peningkatan dari performa suatu aktifitas yang
menjadi
faktor kunci kesuksesan suatu organisasi (Cranfield School of Management
2007). Menurut Reh, F. John (management.about.com; 2007) KPI membantu
organisasi untuk mendefinisikan dan mengukur progres dari tujuan organisasi setelah
misi, stakeholders, dan tujuannya telah diidentifikasikan dan dianalisis.
  
32
Setiap
organisasi
memiliki
KPI
yang
berbeda bergantung dari budaya dan
strategi
organisasi.
Sebagai
contoh,
KPI suatu
sekolah adalah
rata-rata
lulusan
siswanya, departemen customer service berdasarkan persentase panggilan pelanggan
pada menit pertama, dan untuk organisasi sosial berdasarkan jumlah klien yang
dibantu per periode 1 tahun.
KPI digunakan secara regular untuk mengukur aktifitas yang sulit untuk dinilai
seperti keuntungan dari pengembangan leadership, servis, dan kepuasan (Wikipedia
2007).
KPI dapat
digunakan
sebagai
manajemen kinerja dan alat peningkatan yang
fokus
dalam pencapaian
tujuan
organisasi.
Pengamatan
suatu
KPI
memungkinkan
manajemen
untuk
mengidentifikasikan dan memperbaiki
kelemahan bisnisnya. KPI
biasanya
digunakan
untuk
tinjauan
jangka
panjang,
dimana
berarti
pengertian
KPI
dan  bagaimana  KPI  diukur  tidak  berubah  terlalu  sering,  hanya  tujuan  dari  KPI
berubah sejalan dengan tujuan organisasi.
Menurut Cranfield School of Management (www.businesslink.gov.uk; 2007),
karakteristik suatu KPI adalah:
1.
Merefleksikan tujuan organisasi
Jika
tujuan
organisasi
adalah
menjadi
bisnis
paling
menguntungkan,
maka
pilih
KPI yang
mengukur keuntungan/profit.
Tapi, jika tujuannya untuk meningkatkan
pelayanan maka pilih KPI yang mengukur kualitas.
2.
Kunci kesuksesan organisasi
KPI harus dibatasi pada aktifitas dimana bisnis tersebut bersandar untuk mencapai
tujuannya, dengan tujuan
agar
tetap
fokus
pada key
objectives dan
membuat
pengamatan performa menjadi mudah.
  
33
3.
Bisa diukur dan dibandingkan
KPI harus mendefinisikan apa saja yang termasuk didalamnya atau bagaimana KPI
dihitung, metode pengukuran dan pembandingannya, dan targetnya. Untuk semua
macam target, setiap variabel memiliki range operasi baik batasan minimum
maupun maksimum (US Patent 2006).
Setelah mempelajari berbagai macam contoh KPI maka Penulis menyimpulkan
ada 2 macam batasan atau range operasi KPI, yaitu:
1.
Minimum
Tipe 
ini 
biasanya 
digunakan 
untuk 
menentukan 
target 
untuk 
semua 
yang
diharapkan untuk diperoleh sebanyak mungkin. Juga berarti target minimum yang
dicapai.
Contoh:
Pada
KPI
persentasi
untuk
pendapatan
perusahaan tahun ini, diharapkan untuk
memperoleh  profit  sebanyak  mungkin,  karenanya  tipe  target  yang  digunakan
adalah
minimum.
Jika
minimum
target ditetapkan
70%,
maka
profit
minimum
yang diperoleh harus 70%, jika lebih dari itu maka lebih baik.
2.
Maksimum
Tipe 
ini  digunakan 
untuk 
men-set  semua  target 
yang  diharapkan  dikurangi
sebanyak mungkin itu bisa dilakukan, berarti batas maksimum yang bisa dicapai.
Contoh:
Pada  KPI  persentasi  untuk  system error,  diharapkan  untuk  mengurangi  error
sebanyak
mungkin dapat dilakukan, karenanya
tipe
tergetnya adalah
maksimum.
  
34
Jika target
maksimum adalah 2%,
maka system error tidak boleh
lebih dari 2%.
Jika kurang dari 2% maka itu lebih baik.
Setelah KPI diidentifikasikan untuk keseluruhan bisnis, manajemen harus
memastikan
karyawan
fokus
dalam memenuhi
atau
melebihi
KPI
tersebut
dengan
memotivasi karyawan, me-review dan melaporkan hasil secara berkala.
2.2.7 Balanced Scorecard Strategy Map
Menurut Kaplan,
et al 
(2004,
p.
30-32),
Balanced
Scorecard
strategy map
seperti 
pada 
Gambar 
2.7 
menyediakan  frameworks
untuk 
mengilustrasikan
bagaimana strategi menghubungkan intangible assets pada value-creating proceesses.
Sudut
pandang
finansial
mendeskripsikan
hasil tangible
dari
strategi
dalam
wujud finansial. Pengukuran seperti ROI, shareholder value, keuntungan,
pertumbuhan pendapatan, dan cost per unit adalah indikator yang menunjukan apakah
strategi organisasi berhasil atau gagal.
Sudut pandang pelanggan mendefiniskan nilai harapan untuk target pelanggan.
Nilai
harapan
memberikan konteks
untuk intangible assets dalam menciptakan nilai.
Jika
pelanggan
menghargai
kualitas
dan kecepatan
pelayanan,
maka
kemampuan,
sistem, dan proses
yang
menghasilkan dan
memberikan kualitas produk dan layanan
menjadi
sangat
berharga bagi
perusahaan. Jika pelanggan menghargai inovasi dan
performa
tinggi
maka kemampuan,
sistem, dan proses yang bisa menghasilkan dan
memberikan produk dan layanan baru dengan kemampuan lebih menjadi sangat
berharga.  Keselarasan  yang  konsisten  antara  aksi  dan  kemampuan  dengan  nilai
  
35
harapan konsumen adalah inti dari pelaksanaan strategi. Sudut pandang finansial dan
pelanggan mendeskripsikan hasil yang diharapkan dari suatu strategi.
Sudut
pandang
proses
internal
mengidentifikasikan beberapa proses penting
yang diharapkan memiliki efek besar terhadap strategi. Sudut pandang pembelajaran
dan
berkembang
mengidentifikasikan intangible
assets yang
sangat
penting
dalam
strategi.
Tujuan
dari
sudut
pandang
ini untuk
mengidentifikasi
pekerjaan
mana
(sumber daya manusia), sistem mana (sumber daya informasi), dan iklim seperti apa
(sumber
daya organisasi) yang diperlukan
untuk
mendukung
proses
internal
penciptaan nilai (value-creating internal processes). Aset ini harus digabungkan dan
diselaraskan untuk proses internal penting.
Gambar 2.7 Balanced S©orecard F®amework
Sumber: Kaplan, et al, 2004, p. 30
  
36
2.2.8 Kelebihan dan Kelemahan Balanced Scorecard
Menurut
Mulyadi
dalam bukunya
Balanced
Scorecard:
Alat
Manajemen
Kontemporer untuk Pelipatganda Kinerja Keuangan Perusahaan (2001, p. 63) ada
beberapa kelebihan Balanced Scorecard, yaitu:
1.
Strategic
Untuk
melipatgandakan performa
finansial perusahaan, personel harus melewati
berbagai langkah strategi untuk
menciptakan 3
macam sumber daya: firm equity,
sumber   daya   organisasi,   dan   sumber   daya   manusia.   Balanced   Scorecard
mendorong
personel
untuk
memformulasikan
target
strategi
dalam perencanaan
strategi.
2.
Comprehensive
Target strategi ekspansi menuju sudut pandang non-finansial mengarahkan
perhatian
personel
dan memobilisasi
semua
usaha
pada
penggerak utama
dari
performa
finansial. Dari sudut pandang pelanggan, target strategi yang perlu
diterapkan adalah firm equity yang berguna untuk meningkatkan brand equity dan
firm
culture.
Melalui
pencapaian firm
equity,
performa
finansial
organisasi
akan
berlipat dengan pendapatan dari pelanggan. Dari sudut pandang proses bisnis
internal, target strategi yang harus diwujudkan adalah kapital organisasi.
Pencapaian
strategi kapital
organisasi diharapkan
meningkatkan proses produksi
membuat
produk
dan
servis
untuk
pelanggan dan
peningkatan
efektifitas
biaya
sehingga perusahaan akan memperoleh peningkatan
performa
finansial
melalui
peningkatan   produktifitas   dan   pengurangan   biaya.   Dalam   sudut   pandang
  
37
pembelajaran
dan
berkembang,
sumber daya
manusia
yang
dihasilkan
dari
peningkatan kemampuan dan komitmen karyawan adalah target dari strategi yang
harus dicapai. Dengan memenuhi sumber daya manusia, produktifitas pengetahuan
akan
meningkatkan
kualitas proses yang berguna untuk memunculkan customer
value.
3.
Coherent
Balanced
Scorecard 
bisa membuat dua macam koherensi antara misi dan visi
perusahaan serta rencana jangka pendek, dan antara berbagai target strategi yang
diformulasikan dalam perencanaan strategi.
4.
Balanced
Proses
bisnis
internal
dan
sudut pandang
pembelajaran
dan
berkembang
berorientasi pada
sisi
dalam organisasi,
sedangkan
sudut
pandang
finansial
dan
pelanggan berorientasi pada sisi luar perusahaan. Target strategi harus fokus pada
4
sudut pandang ini dalam komposisi yang seimbang antara proses bisnis internal,
pembelajaran dan perkembangan, serta antara intern dan external dari organisasi.
Strategi
yang
berimbang
akan
memastikan
keuntungan shareholders
yang
bervariasi dalam jangka panjang.
5.
Measurable
Balanced
Scorecard menghasilkan strategi pengukuran target untuk mengukur
kesuksesan dari target tersebut yang telah diformulasikan dan untuk menentukan
faktor yang membuat target tercapai.
  
38
Menurut Anthony, et al (2003, p. 502-503) kelemahan dari Balanced Scorecard
adalah:
1.
Hubungan yang buruk antara pengukuran non-finansial dan hasil
Tidak   ada   garansi   bahwa   keuntungan   masa   mendatang   dapat   mengikuti
pencapaian target pada berbagai area non-finansial. Ini mungkin masalah terbesar
dari   Balanced   Scorecard   karena   adanya   asumsi   bahwa   keuntungan   masa
mendatang terjadi karena mengikuti semua pengukuran Balanced Scorecard.
2.
Perbaikan pada hasil finansial
Tekanan
tambahan
dihasilkan
dari
lemahnya
keterikatan Balanced
Scorecard
dengan
program insentif
sehingga
senior
manager
sering
kali
dikompensasikan
untuk
performa
finansial.
Hal
ini dapat mengganggu pencapaian tujuan,
mengakibatkan manajer lebih fokus pada sisi finansial dibandingkan pengukuran
lainnya. Bahkan yang telah berusaha untuk mengaitkan penghargaan dengan
pengukuran
Balanced
Scorecard menggunakan
cara
yang
menyimpang
pada
performa finansial.
3.
Pengukuran tidak diperbaharui
Banyak perusahaan tidak memiliki mekanisme formal untuk memperbaharui
pengukuran
agar
selaras
dengan
perubahan dan tahapan dari strategi.
Hasilnya
adalah perusahaan tetap
mengukur
performa
berdasarkan
strategi
sebelumnya.
Sebagai
tambahan,
pengukuran
sering
menghasilkan inertia,
biasanya
karena
karyawan mulai merasa nyaman menggunakan pengukuran tersebut. Beberapa
akibat dari sistem pengukuran yang tidak diperbaharui:
  
39
a.
Measurement overload
Jika 
terlalu  sedikit, 
maka  manajer  akan 
mengindahkan  pengukuran  yang
penting untuk mencapai kesuksesan. Jika terlalu banyak, maka manajer berisiko
kehilangan fokus dan berusaha melakukan banyak hal sekaligus.
b.
Kesulitan dalam menjalankan trade-offs
Beberapa perusahaan mengkombinasikan pengukuran finansial dan non-
finansial menjadi satu-kesatuan laporan, dan memberi bobot pada pengukuran
individu.
Tapi
sebagian
besar Balanced
Scorecard
tidak
menerapkan
bobot
setiap pengukuran secara eksplisit. Di tengah tidak adanya bobot itu, menjadi
sulit untuk melakukan trade-offs antara pengukuran finansial dan non-finansial
yang ada.
2.3  Lahan Gambut
2.3.1. Pengertian Lahan Gambut
Menurut   Wikipedia   (id.wikipedia.org)   gambut   adalah   jenis   tanah   yang
terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tetumbuhan yang setengah membusuk, oleh sebab
itu, kandungan bahan organiknya tinggi. Tanah yang terutama terbentuk di lahan-
lahan basah ini disebut dalam bahasa Inggris sebagai peat dan lahan-lahan bergambut
di
berbagai belahan
dunia dikenal
dengan
aneka
nama
seperti bog, moor,
muskeg,
pocosin, mire, dan lain-lain. Istilah gambut sendiri diserap dari bahasa daerah Banjar.
  
40
Sebagai
bahan
organik,
gambut
dapat dimanfaatkan
sebagai
sumber
energi.
Volume gambut di seluruh dunia diperkirakan sejumlah 4 trilyun m³, yang menutupi
wilayah sebesar kurang-lebih 3
juta km² atau sekitar 2%
luas daratan di dunia, dan
mengandung potensi energi kira-kira 8 miliar terajoule.
2.3.2. Pembentukan Gambut
Menurut Wikipedia (id.wikipedia.org) gambut terbentuk tatkala bagian-bagian
tumbuhan yang luruh terhambat pembusukannya, biasanya di lahan-lahan berawa,
karena kadar keasaman yang tinggi atau kondisi anaerob di perairan setempat. Tidak
mengherankan jika sebagian besar
tanah
gambut tersusun dari serpih dan kepingan
sisa tumbuhan, daun, ranting, pepagan, bahkan kayu-kayu besar, yang belum
sepenuhnya membusuk. Kadang-kadang ditemukan pula, karena ketiadaan oksigen
bersifat  menghambat  dekomposisi,  sisa-sisa  bangkai  binatang  dan  serangga  yang
turut terawetkan di dalam lapisan-lapisan gambut.
Lazimnya di dunia, disebut sebagai gambut apabila kandungan bahan organik
dalam tanah
melebihi
30%;
akan
tetapi
hutan-hutan
rawa
gambut
di
Indonesia
umumnya mempunyai kandungan melebihi 65% dan kedalamannya melebihi dari 50
cm. Tanah dengan kandungan bahan organik antara 35–65% juga biasa disebut muck.
Pertambahan lapisan-lapisan gambut dan derajat pembusukan terutama
bergantung
pada
komposisi
gambut
dan
intensitas penggenangan.
Gambut yang
terbentuk pada kondisi
yang teramat basah akan kurang terdekomposisi, dan dengan
demikian   akumulasinya   tergolong   cepat,   dibandingkan   dengan   gambut   yang
  
41
terbentuk
di
lahan-lahan
yang
lebih
kering. Sifat-sifat ini
memungkinkan
para
klimatolog menggunakan gambut sebagai indikator perubahan iklim di masa lampau.
Demikian pula, melalui analisis terhadap komposisi gambut, terutama tipe dan jumlah
penyusun bahan organiknya, para ahli arkeologi dapat merekonstruksi gambaran
ekologi di masa purba. Pada kondisi yang tepat, gambut juga merupakan tahap awal
pembentukan batubara.
2.3.3. Gambut di Indonesia
Menurut
Wikipedia
(id.wikipedia.org)
luas lahan gambut
di
Sumatra
diperkirakan berkisar antara 7,3–9,7 juta hektare atau kira-kira seperempat luas lahan
gambut di seluruh daerah tropika. Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di
Indonesia dapat dibedakan atas gambut topogen dan gambut ombrogen.
Gambut
topogen
ialah lapisan
tanah
gambut yang
terbentuk karena
genangan
air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang pantai, di
pedalaman  atau  di  pegunungan.  Gambut  jenis  ini  umumnya  tidak  begitu  dalam,
hingga sekitar 4
m saja, tidak begitu asam airnya dan
relatif
subur, dengan
zat hara
yang berasal dari lapisan tanah mineral di dasar cekungan, air sungai, sisa-sisa
tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen relatif tidak banyak dijumpai.
Gambut ombrogen lebih sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen
bermula sebagai gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua umurnya, pada
umumnya
lapisan
gambutnya
lebih tebal, hingga
kedalaman 20
m,
dan
permukaan
tanah gambutnya
lebih
tinggi daripada
permukaan
sungai di dekatnya. Kandungan
  
42
unsur hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber dari lapisan gambut dan dari air
hujan,
sehingga
tidak
subur.
Sungai-sungai
atau
drainase yang
keluar
dari
wilayah
gambut
ombrogen
mengalirkan
air yang
keasamannya
tinggi
(pH
3,0–4,5),
mengandung banyak asam humus dan
warnanya coklat kehitaman seperti warna air
teh
yang pekat. Itulah sebabnya sungai-sungai
semacam itu disebut juga sungai air
hitam.
Gambut ombrogen kebanyakan terbentuk tidak jauh dari pantai. Tanah gambut
ini kemungkinan bermula dari tanah endapan mangrove yang kemudian mengering;
kandungan
garam dan sulfida
yang tinggi
di
tanah
itu
mengakibatkan hanya sedikit
dihuni oleh jasad-jasad renik pengurai.
Dengan
demikian
lapisan
gambut
mulai
terbentuk di atasnya. Penelitian di Sarawak memperlihatkan bahwa gambut mulai
terbentuk di atas lumpur mangrove sekitar 4.500 tahun yang lalu, pada awalnya
dengan
laju penimbunan sekitar 0,475 m/100 tahun (pada kedalaman
gambut 10–12
m), namun kemudian menyusut hingga sekitar 0,223 m/100 tahun pada kedalaman 0-
5
m. Agaknya semakin tua
hutan di atas tanah gambut
ini tumbuh semakin lamban
akibat semakin berkurangnya ketersediaan hara.
  
43
2.3.4. Proses Penambangan Lahan Gambut
Berdasarkan standar kerja
milik PT.
Indah Kiat Pulp&Papper, tahapan proses
penambangan lahan gambut adalah sebagai berikut:
1.
Land clearing
Adalah  tahapan  di  mana  sisa-sisa  kayu  hutan  industri  dibersihkan  dari  lahan
gambut dengan menggunakan excavator.
2.
Cabut tunggul
Proses
di
mana
tunggul-tunggul
kayu
dicabut dari
dalam tanah dan dibersihkan
dari lahan. Prosesnya: tanah digali sedalam 1,5 M dengan menggunakan excavator
dan jika ditemukan tunggul maka dilakukan pencabutan dan dibuang.
3.
Gali parit
Membuat parit untuk rembesan air dan menampung air hujan untuk kemudian
dialirkan keluar dari lahan produksi, sehingga lahan produksi tetap kering.
4.
Perataan lahan
Pada   tahap   ini   lahan   gambut   dibersihkan   dari   kayu-kayu   kecil   dengan
menggunakan
screw dan
preparing. Screw digunakan untuk mengangkut
batang
kayu yang berukuran cukup besar yang tidak terangkut oleh excavator, sedangkan
untuk kayu berukuran kecil dihancurkan dengan menggunakan preparing.
5.
Membentuk jalur produksi
Dengan
menggunakan grader dilakukan pembentukan jalur produksi, bentuk
jalurnya seperti timbunan tanah dimana posisi tanah di tengah jalur lebih tinggi
dibandingkan di sisi jalur.
  
44
6.
Proses produksi
Pertama
dilakukan
penggemburan
dengan
menggunakan milder,
kurang
lebih
hingga
kedalaman
1,5
cm.
Setelah
itu
dilakukan
pengeringan
lahan
selama
3-4
jam. Gambut yang ada kemudian dikumpulkan dengan menggunakan riger, untuk
kemudian diangkut dengan
menggunakan super loader. Setelah
itu diletakkan di
stockpile.