6
BAB II LANDASAN
TEORI
2.1. Perkembangan GSM (Global System for Mobile Communication)
Global System for Mobile Communication (GSM) pertama
kali dikenal
pada
tahun
1982
dan
merupakan
nama
sebuah
komite di
bawah payung Conference
Europeenne
des
Postes
et
Telecommunications
(CEPT)
yang
dibentuk untuk
mendefinisikan standar baru telekomunikasi mobile untuk menggantikan berbagai macam
standard
telekomunikasi mobile
analog
yang
banyak
digunakan
di
beberapa
negara-
negara Eropa. Standar telekomunikasi tersebut dirancang menggunakan teknologi digital
yang
berbeda
dengan
standar
sebelumnya dimana
teknologi
analog
tidak
lagi
dipergunakan.
Jaringan
GSM
pertama diluncurkan pada
tahun
1991
dan
tidak
lama
setelah
peluncurannya, segera saja sebagian besar
negara
di eropa
menerapkan teknologi GSM
dengan diiringi
penyebaran GSM
diluar
negara
Eropa.
Oleh karena perkembangannya
yang
sangat
pesat,
istilah
GSM
kemudian diganti
menjadi
Global
System
for
Mobile
Communication dan GSM terbukti menjadi standar yang paling banyak diterapkan di atas
planet ini.
Pada
awal
mula
standar
GSM
ditetapkan, GSM
hanya
beroperasi
pada
pita
frekuensi 900-MHz, dimana sebagian besar jaringan GSM beroperasi menggunakan pita
frekuensi
tersebut.
Penggunaan
pita
frekuensi
lain
terjadi
di
Inggris
pada
tahun
1993
yakni
menggunakan pita
frekuensi
1800
MHz
dengan
nama
komersial
DCS
(Digital
Cellular
System).
Sementara
itu,
GSM
diperkenalkan di
Amerika
Utara dengan
nama
komersial PCS
(Personal Communication System)
yang beroperasi pada pita
frekuensi
1900 MHz. [sumber: NSN tedgerancommon, 2009, p58].
|
![]() 7
2.2 Topologi Jaringan GSM
Topologi jaringan GSM menggunakan struktur cell sebagaimana tercantum pada
gambar
2.1.
dan
pada
jaringan
GSM
seluler
tersebut
terdapat
pembagian pita-pita
frekuensi
ke
dalam bagian-bagian kecil
spektrum
frekuensi dan
menggunakannya pada
beberapa Base
Transceiver
Station
(BTS)
yang
mewakili
sebuah
cell
yang
melayani
Mobile Station (MS).
Definisi
BTS dan MS selanjutnya diterangkan pada
sub bab
2.2.
Pada
gambar
2.1
terlihat
jelas
bahwa
satu
cell
mencangkup satu
daerah
layanan
telekomunikasi seluler. Air interface adalah antar
muka antara BTS dan MS. Sementara
itu,
perangkat
yang
menangani layanan
beberapa
cell
tersebut
disebut
Base
Station
Subsystem (BSS) yang terintegrasi dengan core network untuk menjalankan fungsi dalam
layanan suara (Circuit Switched) dan layanan data (Packet Switched).
Gambar 2.1. Struktur Cell GSM [Sumber: NSN tedgerancommon, 2009, p20]
|
![]() 8
2.3 Komponen Jaringan GSM
Pada gambar 2.2 terlihat bahwa sebuah sistem jaringan GSM terdiri dari beberapa
elemen subsystem
yaitu:
Network
Switching Subsystem
(NSS),
Base Station
Subsystem
(BSS),
Network
Management
Subsystem
(NMS).
Pada
sisi pelanggan terdapat
Mobile
Station
(MS)
yang
merupakan
jaringan
yang
diperlukan
untuk
membentuk sebuah
panggilan
terdiri
dari
NSS
dan
BSS. BSS
berfungsi
untuk
mengoontrol
jaringan
radio
(radio
Network)
dan
NSS
berfungsi
untuk
mengendalikan fungsi-fungsi
kontrol
oleh
karena itu seluruh panggilan selalu melewati NSS [sumber: NSN tedgerancommon, 2009,
p30-p35].
Gambar 2.2. GSM Subsystems [Sumber: NSN tedgerancommon, 2009, p21]
Subsistem Jaringan GSM dan komponennya
Mobile Station (MS)
Mobile Station (MS) adalah perangkat telekomunikasi pada sisi pemakai jaringan.
MS terdiri dari peralatan terminal yang disebut Mobile Equipment (ME) dan data
|
9
pelanggan yang
disimpan
dalam
modul
yang
disebut
kartu
Subscriber
Identity Module
(SIM). SIM berlaku sebagai Database yang berisi nomor identifikasi pengguna dan daftar
jaringan
yang
tersedia.
SIM
juga
komponen
untuk
proses
pemeriksaan keaslian
(authentication)
dan
penyandian (chipering).
Juga
terdapat
ruang
memory
untuk
menyimpan pesan dan nomor telepon.
Base Station Subsystem (BSS)
Base
Station
Subsystem (BSS)
adalah
perangkat
telekomunikasi yang berfungsi
untuk
mengatur jaringan
radio.
Sebuah
BSS
terdiri
dari
BTS,
TRAU
dan
BSC
yang
meliputi wilayah yang luas dan terdiri banyak sel dengan fungsi-fungsi sebagai berikut:
Base Transceiver Station (BTS)
Base Transceiver Station (BTS) adalah perangkat telekomunikasi yang mengatur
Air Interface dan meminimalkan gangguan transmisi karena Air Interface sangat sensitif
terhadap
gangguan. Untuk
mengatasi masalah ini
BTS
memiliki
120
parameter yang
mendefinisikan dengan
tepat
jenis
suatu
BTS
dan
bagaimana
MS
dapat
mengetahui
adanya jaringan ketika bergerak memasuki BTS area.
Parameterparameter BTS menangani halhal sebagai berikut: tipe dari handover
(kapan
dan
mengapa),
pengaturan
paging,
kendali
level
daya
radio,
dan
identifiksasi
BTS. Beberapa proses yang dilakukan BTS diantaranya adalah:
1.
Pensinyalan Air Interface
Beberapa
pensinyalan yang
terkait
panggilan
maupun
non
panggilan
harus
dilakukan agar sistem dapat bekerja. Contohnya antara lain ketika MS dihidupkan
untuk pertama kali, diperlukan pengiriman dan
penerimaan banyak
informasi ke
BTS
sebelum
dapat
membuat
dan
menerima
panggilan telepon.
Pensinyalan
diperlukan
untuk
memulai
sebuah
panggilan. Kemudian
pensinyalan diperlukan
untuk melakukan handover.
2.
Penyandian (ciphering)
|
10
MS
dan
BTS
harus
dapat
melakukan penyandian dan
pembacaan
sandi
dari
informasi
untuk
melindungi percakapan dan data
yang terkirim
lewat Air
Interface.
3.
Pengolahan Sinyal Percakapan (speech processing)
Pengolahan sinyal percakapan meliputi fungsifungsi seperti speech coding yakni
digital
ke
analog pada arah downlink
dan analog ke
digital
pada arah uplink,
channel
coding
untuk perlindungan terhadap
kerusakan
informasi,
interleaving
untuk meningkatkan keamanan transmisi, dan pembentukan burst.
Transcoding Rate and Adaptation Unit (TRAU)
Transcoding
Rate and Adaptation Unit
(TRAU)
adalah perangkat telekmunikasi
yang
melakukan konversi antara dua
format pemampatan yang dilakukan di antara BTS
dan
jaringan
sentral.
Pada
Air
Interface,
frekuensi
radio
merupakan media
pembawa
informasi. Untuk menghasilkan sebuah transmisi informasi percakapan digital yang
efektif
melalui
Air
Interface,
sinyal
percakapan digital
tersebut
mengalami
proses
pemampatan
(commpression).
Jaringan
GSM
juga
harus
dapat
berkomunikasi dengan
jaringan
PSTN
(jaringan
telepon
kabel)
dimana
format
pemampatan sinyal
yang
digunakan berbeda.
Base Station Controller (BSC)
Base Station Controller (BSC) adalah komponen sentral dari jaringan
BSS yang
berfungsi untuk mengontrol jaringan radio yaitu BTS dan TRAU.
Network Switching Subsystem (NSS)
NSS adalah perangkat telekomunikasi yang terdiri dari komponen jaringan
Mobile
services
Switching
Centre (MSC),
Visitor
Location
Register
(VLR),
Home
Location Register (HLR), Authentication
Centre
(AC) dan
Equipment
Identity
Register
(EIR).
|
11
Mobile services Switching Center (MSC)
MSC bertanggung jawab atas pengendalian panggilan dalam jaringan GSM. MSC
mengidentifikasi asal
dan
tujuan
sebuah
panggilan
dari
MS
ataupun
telepon
kabel
sekaligus tipe dari panggilan. Sebuah MSC yang berlaku sebagai jembatan antara
jaringan
GSM
dan
telepon
kabel
disebut Gateway
MSC
(GMSC).
MSC
bertanggung
jawab atas beberapa fungsi penting sebagaimana berikut:
1.
Pengaturan panggilan
MSC mengidentifikasi tipe dari panggilan, tujuan dan asal dari sebuah panggilan.
Ia
juga
bertanggung jawab
atas
pembentukan, pengawasan, dan
pembersihan
panggilan.
2.
Pencetus dari proses paging.
Paging adalah proses penentuan lokasi dari suatu MS yang tujuan panggilan.
3.
Pengumpulan data tagihan layanan.
Visitor Location Register (VLR)
Visitor
Location Register (VLR)
adalah Database
yang berisi
informasi tentang
pelanggan yang berada dalam suatu area layanan. Informasi itu antara lain:
1.
Nomor identifikasi dari pelanggan.
2.
Informasi
keamanan
untuk proses
auntetikasi
dari
SIM
dan
untuk
penyandian
(ciphering).
3.
Layanan yang dapat digunakan pelanggan.
VLR melakukan pendaftaran (registration) lokasi dan pemutakhiran. Ketika sebuah MS
memasuki suatu area layanan VLR yang baru, MS melakukan pemutakhiran lokasi.
Database VLR bersifat
sementara, dalam
pengertian
bahwa
data
tentang
pelanggan tersimpan dalam
VLR
selama pelanggan tersebut berada dalam area layanan
VLR tersebut. VLR juga berisi alamat dari HLR pelanggan tersebut.
Home Location Register (HLR)
Home Location Register (HLR) adalah perangkat telekomunkasi untuk mengelola
data tetap dari pelanggan seperti nomor identitas pelanggan. Disamping data tetap, HLR
|
12
juga
memutakhirkan lokasi
dari
pelanggan
setiap
saat.
Informasi
ini
digunakan
MSC
untuk mencari lokasi MS yang menjadi tujuan suatu panggilan.
Aunthetication Centre (AuC)
Aunthetication Centre (AuC) adalah perangkat telekomunikasi yang memberikan
informasi
keamanan kepada
jaringan.
Dengan
informasi
itu
jaringan
dapat
mengecek/menguji keabsahan dari kartu SIM
(proses autentifikasi antara MS dan
VLR)
dan menyandi infomasi yang dipancarkan lewat Air Interface (antara MS dan BTS).
Equipment Identity Register (EIR)
Equipment
Identity
Register
(EIR)
adalah
perangkat
telekomunikasi yang
juga
mempunyai fungsi
keamanan
jaringan
seperti
AuC.
Namun
jika
AuC
memberikan
informasi untuk mengecek kartu SIM, maka EIR berfungsi untuk mengecek International
Mobile
Equipment
Identity
(IMEI).
Pada
saat
proses
pengecekan, MS
diminta
untuk
memberikan nomor IMEI. Nomor
ini berisi kode persetujuan jenis (type approval code),
kode perakitan akhir (final assembly code) dan
nomor seri (serial number) dari
handphone (Mobile Equipment). EIR memiliki tiga kategori dari ME:
1.
ME dalam daftar putih (white list) diijinkan beroperasi secara normal.
2.
ME dalam daftar abu-abu (grey
list) dapat
diawasi
jika dicurigai adanya
kerusakan padanya.
3.
ME dalam daftar hitam (black list) tidak diijinkan untuk beroperasi dalam
jaringan.
Network Management Subsystem (NMS)
Network
Management Subsystem
(NMS)
adalah
perangkat
telekomunikasi yang
berfungsi
untuk
melakukan
pengawasan terhadap
berbagai
fungsi
dan
komponen
dari
jaringan. Workstation operator terhubung ke Database server komunikasi melalui Local
Area
Network
(LAN).
Server
Database
menyimpan informasi
manajemen tentang
jaringan. Server komunikasi bertanggung jawab
atas
komunikasi data
antara
NMS
dan
peralatan di dalam jaringan GSM yang dikenal dengan komponen jaringan. Komunikasi
|
13
ini dilakukan melalui sebuah Data Communications Network (DCN), yang terhubung ke
NMS melalui sebuah router.
Fungsi dari NMS dapat dibagi menjadi tiga kategori:
1.
Manajemen kegagalan (fault management).
Tujuan dari fault
management
adalah untuk
memastikan kelancaran dari
operasi
jaringan dan koreksi yang cepat dari berbagai permasalahan yang terdeteksi. Fault
management
memberitahukan kepada operator tentang status
dari
kejadian yang
membahayakan dan mengelola sebuah Database yang berisi tanda-tanda bahaya.
2. Manajemen konfigurasi (configuration management).
Tujuan dari configuration management adalah
untuk mengelola
informasi up-to-
date tentang status operasi dan konfigurasi dari komponen jaringan.
3.
Manajemen Perfomansi (perfomance management).
Dalam
performance
management,
NMS
mengumpulkan data-data
hsil
pengukuran dari
masing-masing komponen jaringan dan
menyimpanya di dalam
sebuah
Database.
Berdasarkan data
ini, operator jaringan dapat
membandingkan
performansi yang
sebenarnya
dari
jaringan
dengan
performansi yang
direncanakan dan
mendeteksi
performansi area
yang
baik
dan
tidak
baik dalam
jaringan.
2.4 Information Technology Infrastructure Library (ITIL)
Information
Technology
Infrastructure
Library
(ITIL)
adalah
kumpulan best
practices
untuk Information
Technology
Service
Management
(ITSM).
Sedangkan
Information
Technology
Service
Management
(ITSM)
itu
sendiri
merupakan panduan
proses-proses tentang
TI
service
yang ada dalam organisasi, yang membungkus
seluruh
tipe
fungsional
TI,
yang
sebelumnya
lebih
berorientasi kepada
sebuah
aplikasi
atau
infrastruktur. Pendekatan ITSM ditujukan untuk memperkecil kesenjangan bahasa antara
pengelola
TI
dengan
unit
bisnis
yang
menggunakan
layanan
TI,
sehingga
alignment
antara bisnis dan TI dapat terwujud dari sejak awal siklus hidup TI.
|
![]() 14
Dalam
pengelolaan
Jaringan
Telekomunikasi
seluler,
PT. XYZ menggunakan
ITIL
sebagai
teknologi
manajemen
jaringannya. ITIL
atau
Information
Technology
Infrastructure
Library,
merupakan
sebuah
framework
yang
dibuat
dan
dikembangkan
oleh Office of Government Commerce (OGC) di Inggris. ITIL merupakan kumpulan dari
best practice tata kelola layanan teknologi informasi diberbagai bidang dan industri, dari
mulai
manufaktur sampai
finansial,
industri
besar
dan
kecil,
swasta
dan
pemerintah,
termasuk sektor telekomunikasi seluler.
ITIL
telah
mengalami
perkembangan seiring
dengan
berkembangnya teknologi
informasi. Gambar 2.3 menunjukkan komponen-komponen yang terdapat pada ITIL versi
3. Perubahan mendasar pada versi ini terletak dari sudut pandang pengelolaan TI, dimana
pada
versi 2
ITIL
mengelola
layanan
sebagai
sekumpulan proses
dan
fungsi
sementara
dalam ITIL versi 3
layanan sebagai sebuah daur hidup [sumber: ITIL Handbook, 2007,
p18].
Gambar 2.3. ITIL versi 3 [Sumber: ITIL Handbook, 2007, p19]
|
15
Perbedaan sudut pandang antara ITIL versi 2 dan ITIL versi 3
hanya merupakan
sebuah
reorganisasi
dan
restrukturisasi alur,
dimana
TI
dan
bisnis
sudah
tidak
lagi
memiliki pandangan yang berbeda yang harus dijembatani dan diselaraskan (alignment),
tetapi diharapkan TI dan bisnis sudah diarahkan untuk melihat layanan sebagai ujung dari
semua proses yang ada. Oleh karena
itu, daur
hidur
layanan dari mulai definisi strategi,
desain,
transisi,
operasional serta
perbaikan
yang
dilakukan
terus
menerus
dapat
dilakukan secara bersama-sama serta dari sudut pandang yang sama antara bisnis dan TI.
Sehingga, secara konseptual tidak diperlukan lagi suatu usaha untuk menselaraskan antar
pandangan
TI dan bisnis, karena memang seharusnya sudah selaras.
Untuk
perusahaan
yang
sudah
mengimplementasikan ITIL
versi
2
dan
berniat
untuk
melakukan
implementasi ITIL
versi
3,
disarankan untuk
membuat blueprint
dan
roadmap serta mengidentifikasi quick win dari
seluruh
proses dan
fungsi
yang terdapat
dalam
ITIL versi 3,
untuk
selanjutnya dilakukan pemetaan terhadap proses-proses ITIL
versi 2 yang saat
ini telah terimplementasi. Sehingga proses implementasi menjadi lebih
terarah
dan
tidak
membingungkan.
Dalam
ITIL
versi
3
lebih
banyak
lagi
proses
dan
fungsi
yang
terlibat
dan
apabila
tidak
disusun
strategi
implementasi
serta
tujuan
yang
jelas dari awal dapat jadi implementasi
tidak akan berhasil dilakukan.
Secara
garis
besar
ITIL
versi
3
terdiri dari
lima bagian
dan
lebih
menekankan
pada pengelolaan siklus hidup layanan yang disediakan oleh teknologi informasi. Kelima
bagian tersebut adalah:
1.
Service Strategy
2.
Service Design
3.
Service Transition
4.
Service Operation
5.
Continual Service Improvement
2.4.1 Siklus Layanan ITIL
Kelima bagian ITIL yang seperti tersebut di atas disebut juga sebagai bagian dari
sebuah siklus. Dikenal pula dengan sebutan Silus Layanan ITIL. Secara singkat, masing-
masing bagian dijelaskan dalam sub bab berikut ini.
|
16
2.4.1.1 Service Strategy
Inti
dari
ITIL
Service
Lifecycle
adalah Service
Strategy.
Service
Strategy
memberikan
panduan
kepada
pengimplementasi ITSM
pada
bagaimana
memandang
konsep
ITSM
bukan hanya sebagai sebuah kemampuan organisasi (dalam
memberikan,
mengelola
serta
mengoperasikan layanan
TI),
tapi
juga
sebagai
sebuah
aset
strategis
perusahaan. Panduan ini disajikan dalam bentuk prinsip-prinsip dasar dari konsep ITSM,
acuan-acuan serta proses-proses inti yang beroperasi di keseluruhan tahapan ITIL Service
Lifecycle.
Topik-topik yang
dibahas
dalam
tahapan
lifecycle
ini
mencakup
pembentukan
pasar untuk menjual layanan, tipe-tipe dan karakteristik penyedia layanan internal
maupun
eksternal, aset-aset
layanan,
konsep
portofolio
layanan
serta
strategi
implementasi keseluruhan
ITIL
Service
Lifecycle.
Proses-proses
yang
dicakup
dalam
Service Strategy, di samping topik-topik di atas adalah:
1.
Service Portfolio Management
2.
Financial Management
3.
Demand Management
Bagi organisasi
TI
yang baru akan
mengimplementasikan ITIL, Service Strategy
digunakan sebagai panduan untuk menentukan tujuan/sasaran serta ekspektasi nilai
kinerja
dalam
mengelola
layanan
TI
serta
untuk
mengidentifikasi, memilih
serta
memprioritaskan berbagai rencana perbaikan operasional maupun organisasional di
dalam organisasi TI.
Bagi organisasi TI yang saat ini telah mengimplementasikan ITIL, Service
Strategy digunakan sebagai panduan untuk melakukan review strategis bagi semua proses
dan perangkat (roles, responsibilities, teknologi pendukung, dll) ITSM di organisasinya,
serta untuk meningkatkan kapabilitas dari semua proses serta perangkat ITSM tersebut.
2.4.1.2 Service Design
Agar layanan TI dapat memberikan manfaat kepada pihak bisnis, layanan-layanan
TI
tersebut
harus
terlebih dahulu di desain dengan acuan tujuan bisnis dari pelanggan.
|
17
Service Design
memberikan panduan kepada organisasi TI untuk dapat secara sistematis
dan best practice mendesain dan membangun layanan TI maupun implementasi ITSM itu
sendiri.
Service
Design
berisi
prinsip-prinsip
dan
metode-metode desain
untuk
mengkonversi tujuan-tujuan strategis organisasi TI dan bisnis menjadi portofolio/koleksi
layanan TI serta aset-aset layanan, seperti server, storage dan sebagainya.
Ruang
lingkup Service
Design
tidak
melulu
hanya untuk
mendesain layanan
TI
baru,
namun
juga
proses-proses
perubahan maupun
peningkatan kualitas
layanan,
kontinyuitas layanan maupun kinerja dari layanan.
Proses-proses yang dicakup dalam Service Design yaitu:
1.
Service Catalog Management
2.
Service Level Management
3.
Supplier Management
4.
Capacity Management
5.
Availability Management
6.
IT Service Continuity Management
7. Information Security Management
2.4.1.3 Service Transition
Gambar 2.4 menunjukkan fungsi dari Configuration Management dalam Service
Ttransition. Service Transition
menyediakan panduan kepada organisasi TI
untuk dapat
mengembangkan serta kemampuan
untuk
mengubah
hasil
desain
layanan
TI
baik yang
baru
maupun
layanan
TI
yang dirubah spesifikasinya ke
dalam
lingkungan operasional.
Tahapan
lifecycle
ini
memberikan gambaran
bagaimana
sebuah
kebutuhan
yang
didefinisikan dalam
Service
Strategy
kemudian
dibentuk
dalam
Service
Design
untuk
selanjutnya secara efektif direalisasikan dalam Service Operation.
Proses-proses yang dicakup dalam Service Transition yaitu:
1. Transition Planning and Support
2. Change Management
3. Configuration management
4. Release & Deployment Management
|
![]() 18
5.
Service Validation
6.
Evaluation
7.
Knowledge Management
Gambar 2.4. Service Transition of ITIL versi 3
[Sumber: ITIL
®
V3 Service Lifecycle Model, 2007]
2.3.1.4 Service Operation
Service Operation
merupakan tahapan
lifecycle
yang
mencakup semua kegiatan
operasional
harian
pengelolaan
layanan-layanan TI.
Di
dalamnya
terdapat
berbagai
panduan pada bagaimana mengelola layanan TI secara efisien dan efektif serta menjamin
tingkat kinerja yang telah diperjanjikan dengan pelanggan sebelumnya. Panduan-panduan
ini
mencakup bagaiman menjaga
kestabilan
operasional
layanan
TI
serta
pengelolaan
perubahan desain, skala, ruang lingkup serta target kinerja layanan TI.
Proses-proses yang dicakup dalam Service Transition yaitu:
1.
Event Management
2.
Incident Management
|
19
3.
Problem Management
4.
Request Fulfillment
5.
Access Management
2.4.1.5 Continual Service Improvement
Continual
Service
Improvement
(CSI)
memberikan panduan
penting
dalam
menyusun
serta
memelihara kualitas
layanan
dari
proses
desain,
transisi
dan
pengoperasiannya. CSI mengkombinasikan berbagai prinsip dan metode dari manajemen
kualitas, salah
satunya
adalah
Plan-Do-Check-Act
(PDCA)
atau
yang
dikenal
sebagAi
Deming Quality Cycle.
2.5 Configuration management
Tesis
ini fokus menganalisis tentang configuration management dalam kerangka
ITIL
yang
digunakan oleh PT.
XYZ.
Configuration
management
Database
atau
lebih
dikenal dengan
CMDB
merupakan
sebuah
repository dari
infrastruktur
atau
komponen
TI
yang
disebut dengan
Configuration Item
(CI) yang
saling berhubungan satu
dengan
yang
lain
membentuk
sebuah konfigurasi
infrastruktur. CMDB
dalam
ITIL
merupakan
sebuah
single point of truth yang diharapkan dapat
menjadi satu-satunya referensi yang
valid
bagi
konfigurasi
infrastruktur
TI
bagi
semua
pihak
termasuk
bagi
proses-proses
serta fungsi ITIL lainnya.
Pertanyaan yang sering muncul adalah apa perbedaan antara Configuration, Asset
dan Inventory Management. Pada dasarnya ketiga proses ini memiliki dan mengelola data
yang
sama,
namun
ada
perbedaan
dari
tujuan
masing-masing proses
tersebut.
Configuration
management
dimaksudkan
untuk
mengelola
data
infrastruktur atau
komponen TI
dan
relasinya dengan
yang
lain.
Dengan
demikian
dalam
Configuration
management,
Relationship
atau
hubungan
antara
satu
komponen TI
dengan
lainnya
mendapat penekanan. Sedangkan Asset Management
lebih ditujukan dalam pengelolaan
aspek
finansial
dari
Asset-asset
IT.
Sedangkan Inventory
Management
adalah
sebuah
proses
yang
dimaksudkan
untuk
mengelola
stock
level dari
persediaan,
dalam
hal
ini
|
20
adalah barang-barang yang termasuk kedalam consumable item atau barang yang habis
pakai.
Perbedaan ketiga proses ini harus dapat difahami dengan jelas, terutama pada saat
implementasi CMDB
agar
ruang
lingkup
implementasi tidak
menjadi
bias
dari
tujuan
CMDB
itu
sendiri.
Namun
demikian,
dalam
prakteknya perlu
juga
dipertimbangkan
dengan
selektif requirements
yang
berhubungan dengan Asset
dan
Inventory
Management sehingga CMDB
dapat
lebih
informatif
bagi pengguna CMDB
itu
sendiri
maupun yang berkepentingan terhadap Asset dan Inventory perusahaan.
2.5.1 Membangun sebuah CMDB
CMDB atau Configuration management Database
merupakan sebuah repository
strategis
yang digunakan oleh lintas bagian didalam perusahaan. Tidak
hanya TI,
tetapi
juga
bisnis,
customer
dan
vendor
memiliki
kepentingan terhadap
data
CMDB.
Nilai
strategis
dari
CMDB
dapat
diperoleh apabila
sebagian
atau seluruh
CI
dapat
dipetakan
kedalam
sebuah CMDB yang dapat menggambarkan relasi dan hubungan
antar CI.
CMDB
dapat
membantu perusahaan
dan organisasi
TI
dalam pengelolaan komponen-
komponen
infrastruktur, diantaranya
melakukan assessment
terhadap
impact
dari
perubahan yang akan dilakukan (Change Request/RFC), mengetahui komponen apa yang
terpengaruh oleh
sebuah
incident
termasuk
lokasi, pengguna,
dan
komponen
lain
yang
dapat terkena dampak, mengetahui sebagian atau seluruh infrastruktur yang terlibat
dalam layanan bisnis perusahaan, dan Pengambilan keputusan manajemen.
Namun
demikian,
pembuatan
CMDB
tidaklah
semudah
membangun sebuah
Database
dan
mengisi Database
tersebut dengan
data.
Hal-hal
berikut
ini
perlu
diperhatikan dalam pembuatan
CMDB,
terutama bagi
perusahaan
dan
organisasi
yang
memiliki layanan yang banyak serta didukung oleh infrastruktur dalam jumlah besar:
Mendapatkan komitmen dan dukungan dari Manajemen, apabila memungkinkan
bukan hanya dukungan dari Manajemen TI tetapi juga dari Manajemen Bisnis
Mendapatkan komitmen dan bersama-sama dengan pemilik data, pengguna data serta
penanggungjawab data dalam menjaga validitas, akurasi serta kemutakhiran data
|
21
Dilakukan
dalam
beberapa
fase
untuk
mencegah
pengumpulan,
populasi
dan
pengelolaan data yang terlalu besar dalam satu waktu
Setiap
perubahan data
yang terdapat dalam
CMDB,
harus
dikelola
melalui Change
Request
(Request
for
Change
RFC).
Dengan
demikian setiap
terjadi
perubahan,
seluruh bagian
yang
berkepentingan terhadap data
mengetahui
terjadinya perubahan.
Oleh
karena
itu
proses
Change
Management dan
Configuration
management
harus
terlebih dahulu atau bersama-sama diimplementasikan dengan pembuatan CMDB
Setelah proses
implementasi, harus dibuat sebuah mekanisme Audit Internal
(setiap 3
atau 6 bulan) untuk menjaga agar discrepancy data antara CMDB, RFC serta data fisik
tidak terlalu besar
Memilih
perangkat
yang tepat dalam
mengelola
CMDB dan proses-proses ITSM
lainnya
(Incident Management,
Problem
Management,
Service
Level
Management,
Change
Management,
Release
Management, Availability
Management,
Capacity
Management, IT Service Continuity Management, Financial Management for IT, serta
Service Desk).
2.6 Key Performance Indicators (KPI)
Dalam
tesis
ini
digunakan data
Key
performance
indicators
(KPI)
untuk
menganalisis kinerja network BSS PT. XYZ. KPI merupakan serangkaian indikator yang
mendefinisikan ukuran-ukuran
untuk
menentukan
kinerja
dan
memberikan
informasi
kepada kita sejauh mana kita berhasil mencapai sasaran kinerja yang dibebankan kepada
kita.
KPI dapat
berupa
nilai
numerikal dari kemampuan
sumber
daya
yang
ada.
Salah
satu contoh KPI pada network BSS adalah Call Setup Success Ratio (CSSR).
Ada sejumlah hal yang harus dicermati manakala kita hendak menerapkan
proyek
telekomunikasi berbasis
KPI.
Idealnya,
setiap
perusahaan
dapat
menyusun
semacam katalog
KPI untuk
tiap bidang
telekomunikasi, sebagai
contoh
[sumber:
NSN
KPI, 2009, p13]:
Call Centre
-
Waktu Tunggu
-
Kecepatan rata-rata dalam menjawab panggilan pelanggan
|
22
-
Banyaknya jumlan panggilan
-
Banyaknya jumlah keluhan pelanggan yang diterima
-
Pendapatan per panggilan
-
Kualitas rata-rata panggilan telepon
-
Banyaknya panggilan yang dialihkan
-
Rata-rata lamanya panggilan
-
Kepuasan pelanggan
-
Banyaknya jumlah panggilan telepon pelanggan yang terjawab dalam 10 detik
-
Efisiensi agen.
Systems and Network Performance Analysis / Capacity Planning
-
Ketersediaan Layanan
-
Tingkat Pelayanan
-
Umur dari perangkat
-
Tingkat kesalahan Bit (BER)
-
Kecepatan Data
-
Waktu Pelayanan saat jatuh
-
Tingkat pelayanan telepon
-
Biaya system pelayanan
-
Biaya operasional
-
Rata-rata panjangnya waktu pembicaraan
-
Tingkat kemacetan data dalam pelayanan
-
Panggilan telepon yang jatuh.
Revenue / Financial Analysis
-
Rata-rata pendapatan tiap pengguna telepon (ARPU)
-
Jumlan ARPU pelanggan prabayar
-
Jumlah ARPU menurut kontrak
-
Pendapatan tiap menit pembicaraan
-
Persentase pendapatan untuk layanan diluar suara
-
Average revenue realization (ARR)
-
Jumlah waktu pemakaian pelanggan
-
Rata-rata pendapatan tiap pegawai (ARPE)
|
23
-
Rata-rata pendapatan tiap pelanggan (ARPS).
Sistem monitoring pencapaian KPI perlu dilakukan. Banyak perusahaan yang telah
menyusun KPI dengan cukup baik namun terhenti di tengah jalan diakibatkan tidak
adanya sistem pendukung dan monitoring yang baik. Sebagai contoh, perusahaan sudah
memiliki KPI mengenai Score Systems and Network Performance Analysis / Capacity
Planning, namun ternyata mereka tidak memiliki tools untuk mengukurnya.
Atau
contoh
lain,
bagian
TI
memiliki
KPI
mengenai rata-rata
durasi
perbaikan
server,
namun
tidak
memiliki tabel
monitoring
untuk
mencatat
berapa
lama
rata-rata
proses
perbaikan
mereka.
Contoh
lainnya
lagi,
sebuah bagian
memiliki
KPI
mengenai
jumlah
komplain
pelanggan
yang
dapat
diselesaikan
dengan
tuntas;
namun
kemudian
tidak
mengembangkan mekanisme
untuk
mengukur
proses
itu.
Contoh
diatas
menunjukkan betapa
pentingnya
sistem
monitoring
dan
pendukung
untuk
mendokumentasikan
data realisasi KPI. Hanya dengan dukungan skema monitoring
inilah, pencapaian KPI setiap bulan atau setiap triwulan dapat dikelola dan dikendalikan
dengan optimal.
Tanpa
sistem monitoring
yang
baik,
pengembangan kinerja
pada akhirnya
dapat
berujung pada apa yang disebut sebagai KPI Gaming atau permainan KPI. Dan
biasanya
gaming
ini
rentan
terjadi
pada
bagian-bagian support
function
atau
bagian
administrasi. Harus diakui dimensi KPI biasanya bermuara pada dua hal
yakni :
tingkat
akurasi penyusunan laporan dan ketepatan waktu penyusunan laporan.
Tanpa sistem monitoring
yang rapi, data pencapaian KPI dapat diisi dengan tidak
cermat.
Alhasil,
yang
sering
terlihat
data
pencapaian KPI
mereka
cenderung
selalu
bagus
(misal
tingkat
akurasi
selalu 100%, dan ketepatan
waktu
selalu
dinyatakan on
time; padahal kriteria ketepatan waktu sendiri mereka mungkin belum punya standarnya
yang baku).
Pada
tesis
ini
digunakan
salah
satu
pengukuran
kinerja
dengan
menggunakan
salah
satu
komponen KPI pada network
BSS
yaitu
Call Setup Success
Ratio
(CSSR).
CSSR adalah perbandingan antara panggilan yang berhasil menduduki kanal trafik (call
seizure) dengan jumlah percobaan melakukan panggilan (call attempt). CSSR yang baik
adalah CSSR dengan nilai yang tinggi. Pada operator GSM standar minimal CSSR yang
digunakan adalah sebesar 98%. Semakin besar CSSR yang didapat dari data trafik (>
|
24
98%)
menunjukkan semakin banyak panggilan
yang berhasil
menduduki kanal. Apabila
CSSR < 98% maka jumlah panggilan yang tidak berhasil menduduki kanal akan semakin
banyak.
Data CSSR pada tesis ini diambil dari sistem Inspur, sesuai dengan waktu
kejadian
yang
ingin diambil yakni harian, mingguan, ataupun bulanan.
Dari data CSSR
tersebut pada bab 4 kemudian dianalisis tentang sejauh mana pengaruh aktivitas upgrade
software BR10 terhadap kinerja PT. XYZ.
2.7 Statistical Process Control (SPC)
SPC dimulai 1920 oleh Steward yakni
mementingkan management proses
untuk
menghasilkan situasi yang menguntungkan untuk bisnis dan konsumen, mempromosikan
pentingnya SPC control chart. Harold, Eugene, Demings
mengembangkan proses SPC.
Formasi
Control
chart
limit
telah
ditransformasikan dari
semula
original
concept
economic
limit
menjadi
profitability
limit,
berdasarkan variasi
group.
Acceptance
sampling,
data
analysis,
interpretation
,
managing
quality
melengkapi
kegunaan
dari
SPC. Problem
yang timbul akibat dari
modern proses adalah kompleksitas dan variable
yang jumlahnya banyak, yang akan membuat teknologi berkembang lebih canggih. Oleh
karena
itu,
model
pengontrolan
ke
depannya
harus
mempertimbangkan jumlah
dan
korelasi
hubungan
antar
variabel,
dikarakteristikan oleh
co-variance
matrix,
yang
ditimbulkan oleh
hubungan antara variable dan
process
[sumber: The
Management and
Control of Quality, 2005, p215] .
False
Alarm
digunakan pada
SPC
dalam
sebuah
batch
processes.
Masalah
semacam
ini
dapat
diselesaikan dengan
bantuan
multi
variance
SPC.
M-SPC
mengkompres multidimensi menjadi beberapa variable yang menjelaskan keragaman dari
variabel yang akan diukur, termasuk di dalamnya keterkaitan satu sama lain. Bab ini akan
membahas
mengenai
penggunaaan SPC
dan
M-SPC
dengan
menggunakan beberapa
komponen parameter.
Normal
distribution
dalam
tesis
ini
digunakan
untuk
menentukan sampel
dari
proses yang akan diamati dalam kondisi yang terkendali atau diluar kendali system, yakni
dengan cara melakukan perhitungan sampel statistik dan mem-ploting sampel tersebut ke
|
25
dalam
grafik
normal
distribusi
secara
teratur.
Apabila
pola
distribusi
yang
dihasilkan
tidak
mengalami perubahan dalam kurun
beberapa waktu,
maka dapat dikatakan bahwa
proses
tersebut
dalam
fase
yang
terkendali secara
statistik.
Piere,
Simon
LaPlace
mengatakan pada central limit theorm bahwa jika terdapat random sampel
untuk
sejumlah n observasi yang dipilih dari sebuah populasi data (probability distribution apa
saja)
dengan
nilai
rata-rata/
mean
µ
dan
nilai standar
deviasi
sx-bar
=
s/vn.
Semakin
besar ukuran dari sebuah sampel maka akan semakin baik perkiraan yang akan dihasilkan
untuk sampel nilai rata-rata.
Tujuannya adalah hendak mengetahui kapan saat terjadinya sebuah process yang
diluar kendali (out of control) sehingga adjustment dapat dilakukan pada saat yang tepat.
Seluruh
proses
memiliki
variability,
yang
menyebabkan
timbulnya
biaya
dan
kondisi
yang tidak diinginkan, maka dari itu, kondisi tersebut semaksimal mungkin harus ditekan.
Process
adjustment
memerlukan biaya
tambahan
dikarenakan
throughput
yang
lambat
dan memerlukan sumber daya yang tidak sedikit. Proses pengukuran juga merupakan hal
yang
tidak
murah
dikarenakan memakan
waktu
yang
tidak
pendek.
Oleh
karena
itu,
pentingnya
untuk
menentukan apa
yang
harus diukur dari suatu
proses dan kapan
saat
yang tepat untuk melakukan perubahan terhadap proses tersebut.
2.7.1 Control charts
Control
chart
yang
terdiri dari
sumbu
y
dan
sumbu
x,
dashed
lines
yang
menggambarkan standar deviasi dari proses sampel (dibawah dan diatas interval), center
line
yang
merupakan nilai
rata-rata
dari
distribusi
sampel
akan
digunakan
untuk
memperlihatkan gambaran proses yang sedang diamati pada kurun waktu tertentu dengan
beberapa aturan yang dapat digunakan yaitu:
1. Satu titik yang berada diluar daripada standar deviasi ketiga merupakan upper control
limit (UCL) dan lower control limit (LCL), yaitu yang memiliki kemungkinan sebesar
100%
hingga 99.7 % atau 0,003 atau 3 kemungkinan dalam setiap 1000.
2. Dua titik yang berada di antara deviasi kedua dan ketiga berada pada sisi yang sama
dari pusat
garis,
yakni
akar pangkat dua dari pengurangan 99.7% dan 95.5% dibagi
dua sama dengan 0.0004.
|
![]() 26
3. Tujuh buah titik yang berdekatan yang seluruhnya terletak di atas atau di bawah nilai
rata-rata (setiap titiknya memiliki probabilitas sebesar 50%).
4. Jika terdapat lima titik yang berurutan naik atau turun yang membentuk suatu pola,
hal ini menandakan perubahan proses.
2.7.2 Atribut dan Variabel
Terdapat banyak macam control chart yang digunakan, namun harus dipilih yang
sesuai
dengan
apa
yang
hendak
diukur
dan
dihitung secara
statistik. Satu cara
untuk
menentukan
chart
yang
sesuai adalah
pertama-tama
dengan
menentukan
metode
yang
akan
digunakan, yaitu
kualitatif
atau
kuantitatif, dimana
kedua
metode
tersebut
menggunakan angka-angka.
Nilai-nilai numerik
pada
data
kualitatif
merupakan jumlah
defect/data
yang
terhitung
rusak
atau
fraction
defect
dalam
persentase. Keduanya digunakan untuk
mengukur atribut , karekteristik kualitas dari sebuah nilai discrete, sebagai contoh adalah
pengukuran proses yang defect versus yang non-defect. Pada kasus ini digunakan c-chart
yang
didapat
dari
hasil
kesalahan
yang
muncul
pada
sampel
data
atau
p-chart
yang
didapat dari hasil persentase kesalahan dalam sampel data.
Dari sampel data yang digunakan dihitung nilai rata-rata dan nilai range dengan formula
berikut ini:
Kemudian nilai rata-rata dan nilai range digunakan untuk menentukan upper control limit
(UCL) dan
lower control limit (LCL)
untuk
grafik
rata-rata
dan
range. UCL dan LCL
dapat dengan mudah menggunakan formula berikut:
|
27
Setelah itu
data kuantitatif
ini
yang merupakan variable data yang dihitung dan
merupakan data
yang berkelanjutan (continuous data) serta
menggunakan nilai rasional.
Nilai
rasional
adalah
nilai
yang
dapat
dinyatakan dalam
bentuk
perbandingan/rasio.
(sebagai
contoh, sebuah 4.4
foot board
adalah 2:1 panjangnya dari 2.2
foot board. Hal
yang
sama
dapat digunakan
untuk
ketebalan, panjang,
berat,
dan
sebagainya). Ketika
hendak
mengontrol variable,
c
dan
p
chart
harus
digunakan karena
diperlukan ?
chart
untuk
melihat
apakah
ada
pergeseran pada
central
tendency,
sedangkan R-chart
memberitahukan perubahan penyebaran yang harus dilakukan dalam range standar
deviasi
untuk
mengukur
besarnya penyebaran
yang
merupakan
perkiraan
yang
didapat
dari hasil pengumpulan data.
2.8 Sistem Inspur dan Trouble Ticket (TT)
Sistem
Inspur
adalah
alat
pengelolaan network
PT.
XYZ
dalam
Network
Management Subsystem (NMS). Cara kerja sistem Inspur
mengacu kepada konsep ITIL
yang meliputi
incident management dan configuration management. Data yang
digunakan
dalam
tesis
ini
dikumpulkan
dengan
menggunakan sistem
Inspur.
Sistem
Inspur ini telah digunakan oleh PT. XYZ selama tiga tahun sejak April 2008.
Sistem Inspur ini sangat menunjang dalam pengoperasian NMS yang dapat dibagi
menjadi tiga kategori yaitu:
1
Manajemen kegagalan (fault management).
Tujuan dari fault
management
adalah untuk
memastikan kelancaran dari
operasi
jaringan dan koreksi yang cepat dari berbagai permasalahan yang terdeteksi. Fault
management
memberitahukan kepada operator tentang status
dari
kejadian yang
membahayakan dan mengelola sebuah Database
yang berisi tanda-tanda bahaya.
Dalam sistem Inspur digunakan istilah Trouble Ticket (TT). TT adalah alat dalam
sistem Inspur sebagai record untuk setiap masalah/kegagalan yang muncul dalam
jaringan telekomunikasi PT. XYZ.
2
Manajemen konfigurasi (configuration management).
Tujuan dari configuration management adalah
untuk mengelola
informasi up-to-
date tentang status operasi dan konfigurasi dari komponen jaringan.
|
![]() 28
3
Manajemen kinerja (perfomance management).
Dalam
performance
management,
NMS
mengumpulkan data-data
hsil
pengukuran dari
masing-masing komponen jaringan dan
menyimpanya di dalam
sebuah
Database.
Berdasarkan data
ini, operator jaringan dapat
membandingkan
performansi yang
sebenarnya
dari
jaringan
dengan
performansi yang
direncanakan dan
mendeteksi
performansi area
yang
baik
dan
tidak
baik dalam
jaringan.
Data
TT
yang
merupakan bagian dari incident management (fault management),
digunakan
untuk
mendukung
analisis
dalam
tesis. Sehingga
salah
satu tujuan
tesis
ini
yaitu
untuk mengetahui dan
menganalisis sejauh mana pengaruh upgrade software BSS
terhadap
kinerja PT.
XYZ
dapat
tercapai.
Selanjutnya data
TT
tersebut
diolah
dengan
metode
Statistical
Process
Control
(SPC),
serta
dianalisis
berdasarkan hasil
yang
diperoleh.
Adapun hubungan antara ITSM dengan TT di PT. XYZ adalah bahwa ITSM yang
merupakan panduan
proses-proses
yang ada dalam
organisasi
dalam
hal
ini
PT.
XYZ
dengan tujuan memberikan kepuasan pelanggan dalam layanan IT/network sesuai dengan
Service
Level
Agreement
(SLA),
menggunakan
TT
sebagai
alat
agar
dapat
memonitor
secara
efektif
dan
efisien
beberapa
masalah
TI
atau
jaringan
yang
muncul.
Sehingga
pihak
manajemen
dapat
mengikuti
perkembangan proses
pemecahan
masalah TI
atau
jaringan
itu dan
menindaklanjutinya kepada pihak
yang terkait dalam proses pemecahan
masalah tersebut agar dapat memenuhi SLA yang diharapkan.
Gambar 2.5. Sistem Inspur [sumber: MS PT. XYZ, 2011]
|