BABII LANDASAN 
TEORI
U.1. 
Pengerl:i:m Sistem
Biaya
TradisionaK
Pada    umumnya  
perusahaan  
menggunakan   sistem    akuntansi 
biaya   
untuk
melakukan
penilaian
atas 
hasil-hasil
kegiatan
usaha  yang  telah 
dijalankannya
terutama
mengenai perencanaan, pengelolaan, dan
perhitungan biaya-biaya produksi.
Rayburn,
L. 
G.   (1996)  
menyatakan, 
"Traditionally, 
accountants 
considered
volume  related  cost
drivers,
such  as
machine
hours  and  units  sold,  as they  only  factors
that  caused  activities
and  cost
to occur.  They  used  volume  related  cost
drivers 
to
apply
overhead from 
cost
pools 
to
products.
Conventional costing
focusing
on
costs
objects"(p.l20).
Dari  pengertian
di atas  dapat 
disimpulkan
bahwa  sistem 
biaya  tradisional
ialah
sistem  yang
mengalokasikan
biaya 
overhead
berdasarkan
volume
based
measure
seperti
biaya  bahan  baku  langsung,
biaya  tenaga  kerja 
langsung,
jam
kerja
langsung,
jam
kerja
mesin, 
unit 
yang  diproduksi.
Sistem   biaya 
tradisional
dibuat 
dalam 
suatu 
keadaan
di
mana   bahan   baku   dan   upah   langsung 
menjadi 
faktor   utama,  
sedangkan 
aktivitas
overhead 
mendukung 
kegiatan-kegiatan  produksi. 
Sistem  
biaya  
tradisional
memfokuskan
pada 
produk
sebagai
timbulnya
biaya.  Sistem 
ini 
menggunakan
ukuran
volume 
produksi
seperti 
jam
tenaga  kerja 
langsung,
jam
kerja 
mesin,
atau  biaya 
bahan
baku
sebagai  dasar
pengalokasian biaya
overhead (single
cost  driver).
  
11.2. SistemActiviiy-Based
Costing
II.2.1 
Definisi Activity-Based Costing
Beberapa 
definisi 
Activity-based
costing  
menurut 
para   ahli  
manajemen
adalah
sebagai
berikut:
Atkinson, 
Banker, 
Kaplan, 
dan  
Young 
(1997) 
menyatakan, 
"Aciivity-based
costing
is
a
procedure
that 
measures
the  costs
of
objects;
such  as
products,
services,
and
customers,.
Activity-based
costing
(ABC)
first
assigns
resource
costs
to 
the 
activities
performed 
by  
the  
organization. 
Then 
activity 
costs 
are  
assigned 
to   the  
products,
customers, and 
services
that 
benefit
from
or 
are 
creating
the 
demand
for 
the  activities"
(p.
20).
Dari 
definisi
tersebut
di
atas 
dapat
disimpulkan
bahwa ABC
merupakan suatu
prosedur
yang 
mengukur
obyek
biaya
seperti
produk,
jasa, 
dan 
pelanggan.
Langkah
pertama
dari
ABC 
adalah
menelusuri aktivitas sumber
daya
perusahaan
yang 
menimbulkan
biaya.
Setelah
itu 
biaya 
dari  aktivitas
tersebut
dibebankan
ke
produk,
pelanggan,
dan 
jasa 
yang
mengkonsumsi sumber
daya tersebut.
Blocher,
Chen,
dan
Lin 
yang 
diteljemahkan
oleh
Ambarriani, A. 
S. 
(2000)
menyatakan,
"Activity-based costing 
(ABC)
adalah
pendekatan
penentuan
biaya
produk
yang 
membebankan
biaya
ke
produk atau 
jasa 
berdasarkan
konsumsi
sumber
daya 
yang
disebabkan karena aktivitas" (h.
120).
Homgren,
Foster,
dan  Datar
(2003)
mendefinisikan, "An
approach to
costing that
focuses an
individual activities as
the
fundamental costs objects.
It
uses
the  cost  of
these
  
activities
as
the 
basis 
for 
assigning
costs
to
other
cost 
object
such 
as
products,
services,
or
customer" (p.
835).
Dari 
definisi
tersebut
di
atas  dapat
disimpulkan
bahwa
suatu
pendekatan
kalkulasi
biaya
yang 
memfokus
pada 
aktivitas
individu
sebagai
obyek
biaya
yang 
fundamental.
ABC
menggunakan
biaya
dari 
aktivitas
tersebut
sebagai
dasar 
untuk
mengalokasikan biaya
ke
obyek biaya
yang 
lain
seperti produk,
jasa,  atau 
pelanggan..
Maher dan
Deakin
yang 
diteijemahkan
oleh 
Djatniko,
A.
dan  
Wibowo, H.
(1996)
menyatakan,
"Kalkulasi
berdasarkan
kegiatan
adalah
suatu
metode
kalkulasi
biaya 
yang
membebaukan
biaya 
pertama-tama
pada 
kegiatan,
lalu  pada 
produk
berdasarkan
penggunaan
kegiatan
atau 
aktivitas
setiap
produk.
Kalkulasi
biaya
berdasarkan
kegiatan
ini
didasarkan pada 
konsep
produk
mengkonsumsi
kegiatan;
kegiatan
mengkonsumsi
sumber daya" (h.
247).
Rayburn,
L. 
G. 
(1996)
menyatakan,
"Activity-based
costing
(ABC)
recognizes
that 
performance
of 
activities
triggers
the 
consumption
of 
resources
that 
accountants
record
as 
cost.
"Transaction-based
costing"
is  another
name
for  ABC. The 
purpose of
ABC 
is
to
assign
cost 
to
the 
transaction
and 
activity
performed
in
an 
organization,
and
then  
allocate 
them  
appropriately 
to  
product 
according 
to   each     
product's  use   of
activities" (p.
120).
Dari   
definisi 
tersebut 
di  
atas    dapat 
disimpulkan 
bahwa 
ABC 
mengakui 
bahwa
pelaksanaan
aktivitas
menirnbulkan
konsumsi
sumber
daya 
yang 
dicatat
oleh 
akuntan
sebagai
biaya.
"Kalkulasi
biaya 
berbasis transaksi"
adalah
nama
lain
untuk
ABC.
Tujuan
ABC
adalah
mengalokasikan
biaya
ke
transaksi
dari 
aktivitas
yang 
dilaksanakan
dalam
  
suatu
organisasi,
dan 
kemudiau
mengalokasikan
biaya 
tersebut
secara
tepat
ke 
produk
sesuai
dengan pemakaian aktivitas setiap produk.
Simamora
(1999)
menyatakan,
"Sistem
penentuan
biaya
pokok
dasar
aktivitas
(activity-based
costing  system,
ABC
system)
adalah
sistem
akuntansi
yang 
terfokus
pada
aktivitas-aktivitas
yang 
dilakukan untuk menghasilkan
produk ataujasa" (h.
114).
Usry 
dan 
Hammer
yang 
diteJjemahkan
oleh 
Sirait,
A. 
dan 
Hutauruk,
G.
(1997)
menyatakan,
"Sistem
kalkulasi
biaya 
yang  
menggunakan
satu 
atau  
lebih
faktor
yang
berkaitan  
dengan   non-volume  
dalarn   
mengalokasikau   kelompok   biaya   
overhead
berganda
disebut dengan
sistem
kalkulasi biaya
berdasarkan kegiatan" (h.l 06).
Berdasarkan
pengertian-pengertian 
di 
atas,
maka 
dapat
disimpu.lkau bahwa
pengertian ABC
adalah
suatu
metode
untuk
mengukur
biaya
yang 
timbu.l
dalam
memproduksi
suatu produk,
dengan
cara 
mengakumulasikan
semua
biaya
yang
bersangkutan 
ke  
aktivitas-aktivitas  yang  
berhubungan 
dan  
kemudian 
dengan
menggunakan
cost driver
yang  sesuai
dibebankan ke
produk
yang 
bersangkutan.
II.2.2 
Konsep
Dasar
Activity-Based Costing
Berdasarkan
defmisi-definisi
yang 
telah ada, 
dapat
dikatakan
bahwa sistem
ABC
membebankan
biaya
ke 
produk
berdasarkan
sumber
daya 
yang 
dikonsumsi.
Sistem
ini
dirancang
alas 
dasar 
landasan
bahwa
produk
memerlukan aktivitas
dan 
aktivitas
mengkonsumsi sumber daya.
Mengacu  
pada   
pendapat  
Hansen  
dan   
Mowen  
yang  
diteljemahkan  
oleh
Hermawan,
A. 
A. 
(1999),
sistem
biaya 
berdasarkan
aktivitas
(activity-based costing 
=
ABC)
pertarna-tama menelusuri
biaya aktivitas
dan
kemudian
ke
produk. Oleh 
sebab
itu,
  
Yang  
berarti:
Aktivitas 
cost   driver  
adalah 
suatu 
unit  
yang  
mengukur 
level   
(atau
kuantitas)
dari
pelaksanaan aktivitas.
Mulyadi
(2000)
mendefinisikan,
"Cost
driver 
adalah
suatu
faktor
yang 
menjadi
penyebab (
pendorong timbulnya)
biaya aktivitas tertentu" (h.
210).
Supriyono
(1994)
menulis, 
"Cost
driver/driver
biaya
adalah 
faktor-faktor
penyebab
yang 
menjelaskan
konsumsi
overhead" (h.
221).
Jadi,
dapat
disimpulkan cost
driver 
merupakan
pemicu
atau
dasar
untuk
membebankan
biaya
ke 
produk
atau 
obyek.
Cost  driver 
membebankan
biaya 
ke
produk
berdasarkan sumber
daya
yang 
dikonsumsi oleh
masing-masing
produk atau 
obyek.
U.3.2   Identifikasi Cost
Driver
Menurut
Supriyono
(1994)
ada  dua 
faktor
utama yang
harus
diperhatikan
dalam
pemilihan
cost driver
(penyebab
biaya),
yaitu 
:
1.  
Biaya pengukuran
Dalam
sistem
ABC,
sejumlah
besar 
cost
driver 
dapat
dipilib
dan 
digunakan. Jika
memungkinkan,
adalah
sangat
penting
untuk
memilih
cost  driver 
yang
menggunakan
informasi
yang 
siap 
tersedia.
Informasi
yang 
tidak
tersedia
pada
sistem 
yang  
ada  
sebelurnnya 
berarti 
harus 
dihasilkan, 
dan  
akiba1nya akan
meningkatkan
biaya
sistem
informasi
perusahaan.
Kelompok
biaya
(cost 
pool)
yang  
homogen
dapat
menawarkan
sejumlah
kemungkinan
cost 
driver.
Untuk
keadaan
ini, 
cost  driver 
yang 
dapat
digunakan
pada 
sistem
informasi
yang 
ada
sebelumnya hendaknya
dipilih.
Pemilihan
ini
akan
meminimumkan
biaya
pengukuran
2.  
Pengukuran tidak
langsung dan
tingkat
korelasi
  
Pada  struktur
infonnasi
yang  ada  sebelumnya
dapat  digunakan
dengan  cara  lain
untuk 
meminimumkan
biaya  dalam 
memperoleh
kuantitas
cost 
driver.
Kadang­
kadang  
dimungkinkan 
untuk  
mengganti 
cost  
driver 
yang  
secara  
langsung
mengukur
penggunaan
suatu
aktivitas
dengan  suatu 
cost 
driver
yang
secara 
tidak
langsung 
mengukur 
penggunaan 
itu.  
Sebagai    contoh, 
jam  
inspeksi 
dapat
digantikan
dengan   jumlah   inspeksi   yang 
dihubungkan
dengan  
masing-masing
produk;   jumlah    
inspeksi  
ini    yang    nampaknya  
lebih   
mudah     diketahui
infonnasinya.
Tentu  saja,  penggantian
cost 
driver
dapat  beljalan
hanya 
jika
jam
inspeksi  yang
digunakan setiap
inspeksi kira-kira sama
untuk
tiap
produk.
ll.4.
Kl.asifikasi Tingkat Aktivitas
Garrison
I
Noreen
(2000)
mengelompokkan aktivitas
ke  dalam  empat 
kategori,
yaitu
sebagai  berikut:
1.  
Aktivitas berlevel  unit
(unit-level
activities)
Adalah  aktivitas
yang  dikeljakan
setiap  kali  satu 
unit  produk 
diproduksi,
besar
kecilnya
aktivitas
ini 
dipengaruhi oleh   jumlah   unit 
produk 
yang   diproduksi.
Sebagai  contoh  tenaga  langsung,
jam
mesin,  dan jam
listrik  dignnakan
setiap  saat
satu
unit
produk 
dihasilkan.
Bahan 
baku
dan 
tenaga 
kelja 
langsung juga
dikelompokkan
sebagai 
aktivitas
berlevel 
unit,  namun  tidak 
tennasuk
ke
dalam
overhead.
Biaya 
yang 
tinJ.bul
karena   aktivitas
berlevel  
unit 
dinamakan  biaya
aktivitas
berlevel 
unit.  Biaya 
ini  dibebaukan
kepada  produk   berdasarkan
biaya
perunit 
dikalikan
dengan
jumlah
produk 
yang  sesungguhnya
diproduksi.
Contoh
biaya
overhead untuk
aktivitas ini adalah   biaya
listrik
dan biaya
operasi
mesin.
2.  
Aktivitas berlevel
batch (batch-level activities)
  
Adalah
aktivitas
yang 
dikeljakan setiap
kali
suatu
batch 
produk
diproduksi,
besar
kecilnya aktivitas ini
dipengaruhi oleh  
jumlah
batch 
produk
yang  
diproduksi.
Contoh
aktivitas
yang  
termasuk dalarn kelompok ini adalah
aktivitas
set-up,
aktivitas
penjadwalan
produksi,
aktivitas
pengelolaan
bahan
(gerakan
bahan
dan
order
pembelian),
aktivitas
inspeksi.
Biaya
yang 
timbul
karena
aktivitas
berlevel
batch  
dinarnakan  biaya  
aktivitas 
berlevel 
batch   (batch-level 
activities 
cost).
Contoh 
biaya  
aktivitas
ini 
adalah
biaya
aktivitas
set-up,
biaya
penjadwalan
produksi, biaya 
pengelolaan
bahan,
dan 
biaya
inspeksi.
3.  
Aktivitas
berlevel
produk
(product-level activities)
Disebut
juga 
aktivitas
penopang
produk
(product-sustaining
activities).
Adalah
aktivitas
yang  
dikeljakan
untuk
mendukung
berbagai
produk
yang 
diproduksi
oleh 
perusahaan.
Aktivitas
ini 
mengkonsumsi
masukan
untuk
mengembangkan
produk
atau 
memungkinkan
produk
diproduksi
dan 
dijual.
Contoh
aktivitas
yang
termasuk kelompok ini
adalah aktivitas penelitian
dan 
pengembangan produk,
perekayasaan proses,
spesiftkasi
produk,
perubahan
perekayasaan,
dan
peningkatan 
produk.  
Biaya  
yang    timbul 
karena  
aktivitas 
beleve! 
produk
dinarnakan
biaya
aktivitas
berlevel
produk
(product-level
activities
cost). 
Biaya
ini
dibebankan kepada produk berdasarkan taksiran jumlah unit 
produk
tertentu
yang  akan dihasilkan
selarna umur 
produk tersebut.
4.  
Aktivitas
berlevel
pelanggan
(customer-level activity)
Aktivitas
ini  berkaitan dengan konsumen khusus dan
meliputi
kegiatan
seperti
telepon
untuk
penjualan,
pengiriman
katalog,
dukungan
teknis
yang  tidak
terpaku
pada produk
tertentu.
5.  
Aktivitas
Organisasi -
Sustaining
  
Meliputi aktivitas
untuk
menopang
proses
pemanufakturan
secara
umum
yang
dperlukan
untuk
menyediakan
fasilitas
atau 
kapasitas
pabrik
untuk
memproduksi
produk,
namun
banyak
sedikitnya aktivitas
ini
tidak berhubungan
dengan
volume
atau 
bauran
produk
yang 
diproduksi. Aktivitas ini
dimanfaatkan secara bersama
oleh    berbagai 
jenis   
produk 
yang   
berbeda. 
Contoh 
aktivitas 
ini  
misalnya
manaJemen  pabrik, 
pemeliharaan
bangunan, 
keamanan, 
pertamanan
(landscaping),
penerangan
pabrik,
kebersihan,
pajak
bumi 
dan 
bangunan
(PBB),
serta
depresiasi
pabrik.
Sedangkan
contoh
biaya
berlevel
fasilatas
adalah
biaya
manajemen 
pabrik, 
biaya   
pemeliharaan 
bangunan, 
biaya   
pajak   
bumi   
dan
bangunan,
biaya
depresiasi, 
dan  
biaya
gaji   karyawan. Biaya ini dibebankan
kepada
produk
atas 
dasar
taksiran
unit 
produk
yang  
dihasilkan
pada
kapasitas
normal pabrik.
U.5.
Penerapan
Activity-Based Costing
Ada  
dua  
tahap
yang  
harus
dilalui
dalam
mengimplementasikan sistem ABC
untuk
perhitungan harga
pokok
produksi,
yaitu
pada
tahap
pertama
sistem
ABC
menelusuri
biaya
berdasarkan aktivitas
penyebab
timbulnya
biaya,
lalu 
tahap
kedua
membebaukan
biaya 
aktivitas
tersebut
pada
produk.
Menurut Hansen
dan 
Mowen
yang
diteljemahkan
oleh 
Hermawan,
A.A.
(1999)
dua 
tahap
dalam
mengimplementasikan
sistem ABC sebagai beriknt:
A. 
Prosedur Tahap Pertama
Dalam 
prosedur  tahap 
pertama 
ini  
terdapat 
empat 
langkah 
yang  
diperlukan 
untuk
membebaukan
biaya
overhead 
pada  aktivitas,
yaitu:
(1)  
identiflkasi  dan  
klasiflkasi
  
aktivitas,
(2)  penentuan
penggerak
biaya 
(cost 
driver) 
dari 
tiap 
aktivitas,
(3)
pengelompokan
biaya-biaya
(cost  pool)
yang
homogen,
(4)
penghitungan
tarif
overhead
kelompok 
(pool  
rate).   Penje!asan
secara  
rinci  
mengenai 
keempat 
langkah  
da!am
prosedur tahap  pertama  tersebut  adalah
sebagai  berikut:
l.
Identifikasi dan klasi:fikasi
aktivitas
Pada 
langkah 
pertama,
yang  per!u 
dilakukan
adalah 
mengidentifikasi
berbagai
aktivitas
yang  biasa  dijalankan
pabrik  dalam  melaksanakan
proses  produksinya.
Hansen 
dan 
Mowen
(1999) 
menyatakan, "Aktivitas
adalah 
pekerjaan
yang
dilakukan
dalam 
suatu 
organisasi.
Oleh 
sebab 
itu,  identifikasi
aktivitas
memerlukan
suatu
daftar
dari
semua  jenis
pekerjaan
yang
berbeda-beda"
(h.l48).
Setelah 
itu  berbagai
aktivitas
yang  telah  teridentifikasi
tersebut 
diklasifikasikan
berdasarkan 
tingkatannya, 
apakah  
termasuk 
klasifrkasi 
tingkat 
unit,   tingkat
batch, tingkat
produk, atau
tingkat  fasilitas.
2.   Penentuan penggerak biaya
(cost
driver)
Setelah
mengklasifikasikan
berbagai
macam  aktivitas beserta  biayanya
ke dalam
empat  kategori 
tingkatan
aktivitas,
maka  langkah  berikutnya adalah  menentuk:fu""l
pengerak biaya
untuk
masing-masing aktivitas.
3.   Pengelompokan biaya-biaya (cost
pool)
yang
homogen
Kalau  suatu  perusahaan
memiliki
banyak  aktivitas
yang
mencapai
ratusan,
maka
akan  ada  penghitungan
ratusan  tarif  overhead
per
aktivitas.
Hal  tersebut 
cukup
memakan
waktu 
dan  biaya 
yang 
besar.  Oleh  karena   itu, 
untuk 
mengatasinya
maka   biaya  
dari  
beberapa 
aktivitas 
dapat  
dikelompokkan 
ke   dalam  
suatu
kelompok biaya (cost
pool).
  
Hansen
dan 
Mowen
(1999)
menyatakan,
"Untuk
mengurangi jumlah
tarif
overhead
yang 
diperlukan dan 
perampingan
proses,
aktivitas-aktivitas
dikelompokkan 
pada  
kumpulan
yang 
sejenis 
berdasarkan 
karakteristik 
yang
sama:
(1)  
secara
logika
berkorelasi
dan 
(2)memiliki
rasio 
konsumsi
yang 
sama
untuk
semua
produk.
Biaya-biaya
dikaitkan
dengan
setiap
kumpulan
sejenis
ini
dengan
menjumlahkan
biaya-biaya
dari 
setiap
aktivitas yang 
ada 
pada 
setiap
kumpulan
sejenis
tersebut.
Kumpulan
biaya
overhead
yang 
berkaitan
dengan
setiap
kumpulan
aktivitas
disebut
dengan
kelompok
biaya sejenis
(homogeneous
costpoo[)" (h.l49).
4.  
Penghitungan tarif  overhead kelompok (pool rate)
Langkah 
terakhir 
dalam 
prosedur 
tahap 
pertama 
adalah 
menghitung 
tarif
overhead
untuk setiap
kelompok
biaya.
Tarif
overhead
tersebut
diperoleh
dengan
rumus
biaya overhead dibagi penggerak biayanya.
B.   Prosedur Tahap
Kedua
Prosedur
tahap
kedua
ini 
menggambarkan bagaimana biaya aktivitas dibebankan pada
produk.
Caranya
adalah
dengan
mengalikan
tarif 
ovehead
per 
kelompok
biaya
dengan
besamya penggerak biaya yang
dikonsumsi oleh  tiap  produk.
Overhead yang 
dibebankan
=
Tarifkelompok x
Unit 
penggerak
yang
dikonsumsi
(pada suatu produk) 
oleh 
produk
Untuk
menggambarkan
pendekatan
ini 
digunakan
contoh
berikut
ini 
dari
PT 
ABC
yang
mengelola
dua  
produk
yaitu  
produk
dan  
produk
Y.  Aktivitas-aktivitas overhead,
biaya-biaya,
berbagai  
cost   driver, dan
tarif   overhead
setiap
kelompok
digambarkan
  
dalam  tabel  
II.l. 
Dengan menggunakan
informasi
yang  
disajikan 
dalam 
tabel  
IU,
perhitungan
biaya
overhead
per 
unit 
dan 
biaya
produksi
untuk
setiap
produk
disajikan
dalam 
tabel   
II.2.   
Biaya-biaya  
ber!evel   fasilitas  
dibebankan  
ke   
produk  
dengan
menggunakan
pendekatan
jum!ah
biaya 
tenaga
kelja
langsung.
Biaya
overhead
per 
unit
adalah
penjumlahan
dari 
biaya-biaya
berlevel
unit, 
berlevel
batch,
berlevel
produk,
dan
berlevel
:fusilitas. 
Jum!ah
biaya
per
unit 
merupakan
penjumlahan
biaya
overhead
pabrik,
biaya bahan 
dan 
biaya tenaga
kelja
langsung per
unit.
Dalam
melaporkan
biaya overhead
per 
unit, 
direkomendasikan
bahwa
kategori
biaya
produk
dilaporkan
secara terpisah,
seperti
yang 
ditunjukan
dalam
tabel
II.2. 
Dengan
cara
seperti
ini, 
komponen
biaya
berlevel
fasilitas
dapat
dikeluarkan
bila 
tidak ingin
diperhitungkan
sebagai
bagian
dari 
harga 
pokok
produk.
Dari 
tabel 
II.2 
terlihat
bahwa
hanya
biaya-biaya
level 
unit  yang 
bervariasi
sejalan
dengan
perubahan
jumlah
unit 
yang
diproduksi.
Biaya-biaya
level  
batch  
dan 
berlevel
produk
berubah
secara
proporsional
terhadap
faktor-faktor
selain
perubahan
jumlah
unit 
yang  
diproduksi
(biaya-biaya
ini
dibebankan 
dengan 
menggunakan 
cost   driver  
yang   
tidak    berdasarkan 
unit), 
dan
pembebanan 
biaya-biaya
ini 
ke 
unit  
produk
tidak
mengubah
biaya
tersebut
menjadi
biaya-biaya
variabel
yang 
berdasarkan unit.
  
TabelU.l
PT.ABC
Data Penentuan Barga Pokok Berdasarkan Aktivitas (ABC)
Aktivitas
overhead dan
biaya-biaya
Aktivitas berlevel unit
@
Overhead
berhubungan dengan baban 
Rp. 
600.000,-
$
Overhead
berhubungan
dengan TK 
320.000-
Rp. 
920.000,-
Aktivitas
berlevel batch
$
Penanganan bahau 
Rp. 
240.000,-
Setup
360.000,-
Rp. 
600.000,-
Aktivitas
berlevel produk
Perekayasaau
Rp. 
320.000,-
Aktivitas berlevel fasilitas
Supervisi
Rp.
120.000,-
e
Depresiasi
40.000-
Rp. 
160.000,-
Total
biaya overhead
Rp.
2.000.000,-
Cost  Drivers
ProdukA
ProdukB
Total
Unit
yang  diproduksi
100.000
200.000
300.000
Biaya tenaga kerja 
langsung (BTI<L) 
Rp.
500.000,-
Rp.
2.700.000,-
Rp.
3.200.000,-
Biaya bahan bakn  (BBB) 
Rp.
400.000,-
Rp.
2.000.000,-
Rp.
2.400.000,-
  
I·I·
Jumlah
perpindahan bahan 
(PB)
600
400
1.000
Jumlah setup
200
200
400
Jumlah order  perekayasaan (OP)
100
60
160
Tarif  overhead per
kelompok :
Biaya Total
Cost
Driver
TarifBOP
Kelompok berlevel
unit
:
Overhead
berdasarkan
BBB
Overhead
berdasarkan
BTKL
Rp.
600.000,-
320.000,-
Rp.
2.400.000,-
3.200.000,-
25%dariBBB
I
0% 
dari
BTK.L
Kelompok berlevel batch :
0
Overhead berdasarkan PB
Overhead
berdasarkan setup
Rp.
240.000,-
360.000,-
1.000
400
Rp.
240,-  per
PB
Rp.
900,- per
setup
Kelompok
berlevel prodnk :
Overhead
berdasarkan OP
Rp.
320.000,-
160
Rp.
2.000,- per
PB
Kelompok herlevel fasilitas :
Overhead
berdasarkan
BTK.L
Rp.
160.000,-
Rp.
3.200.000,-
5%dariBTKL
Pembebanan BOP 
ke
setiap jenis produk
ProdnkA
ProdnkB
Total
Kelompok
ber!evel unit
:
Overhead berdasarkan BBB
=
25%  X Rp.
400.000,-
Rp.
100.000,-
=
25% 
X
Rp.
2.000.000,-
Rp.
500.000,-
Rp.
600.000,-
I
  
Overhead
berdasarkan
BTKL
=
IO%xRp. 500.000,-
Rp.
50.000,-
I
=
10%
X
Rp.
2.700.000,-
Rp.
270.000,-
Rp.
320.000,-
Kelompok berlevel batch  :
Overhead berdasarkan PB
I
=
Rp.  240,-
x
400 
Rp.
96.000,-
=
Rp.
240,-
X
600
Rp.
144.000,-
Rp.
240.000,-
Overhead berdasarkan setup
=
Rp.
900,-
X
200 
Rp.
180.000,-
=
Rp.
900,- x 200 
Rp.
180.000,-
Rp.
360.000,-
Kelompok berlevel
produk :
Overhead berdasarkan OP
=
Rp.
2.000,-
X
100 
Rp.
200.000,-
=
Rp.
2.000,-
X
60 
Rp.
120.000,-
Rp.
320.000,-
Kelompok
berlevel fasilitas :
Overhead
berdasarkan
BTKL
=
5%
x
Rp.
500.000,-
Rp.
25.000,-
I
=
5%
X
Rp.
2.700.000,-
Rp.
135.000,-
   Rp.
160.000,-
Jumlah BOP  dibebankan
Rp.
651.000,-
Rp
1.349.000,-
Rp.
2.000.000,-
  
 P I
ProdukB
Elemen
.Bia
Bahan
Baku
a
Tota!Biaya
Kuantitas
Per Unit
Rp.
2.000.000,-
200.000
Rp.
10,-
Tenaga Kerja Langsung
Rp.
2.700.000,-
200.000
Rp.
13,5,-
Overhead Pabrik
Rp.
1.349.000,-
200.000
Rp.
6,745,-
Jumlah
Rp.6.049.000,-
200.000
Rp.30,245,-
Tabelll.2
PT. ABC
Penentuan Harga Pokok Berdasarkan Aktiv:itas (ABC)
ProdukA
Elemen Biaya
Total Biaya
Kuantitas
er Unit
Bahan
Baku
Tenaga Ketja Langsung
Rp. 400.000,-
100.000
Rp.
4,-
Rp.
500.000,-
100.000
Rp.
5,-
Overhead
Pabrik
Rp. 651.000,-
100.000
Rp.
6,51,-
Jumlah
Rp.1.551.000,-
100.000
Rp.15,51,-
y
H.6. Manfaat/Kelebihan dan Keknrnngan Sistem
Activity-Based Costing
Menurut
Tunggal,  A.W.  (2000)  ada  beberapa
manfaat  atau  kebaikan
yang  dapat
diperoleh dari penerapan sistem  ABC
dalam  perusahaan. Manfaat
tersebut
adalah
:
1.  
Suatu 
pengkajian
ABC   dapat   meyakinkan 
manajemen  bahwa  
mereka   harus
mengambil
sejumlah
langkah
untuk  menjadi
lebih 
kompetitif.
Sebagai
hasilnya,
mereka  
dapat  
berusaha 
untuk  
meningkatkan 
mutu   sambil  
secara  
simultan
  
memfokus
pada 
mengurangi
biaya.
Analisis
biaya
dapat
menyoroti
bagaimana
benar-benar
mahalnya
proses
manufakturing. Ini
pada 
gilirannya
dapat
memacu
aktivitas 
untuk 
mereorganisasi 
proses, 
memperbaiki 
mutu, 
dan  
mengurangi
biaya..
2.  
Biaya
produk
yang 
lebih
realistik
khususnya
tersedia
dalam
pabrik
berteknologi
manufakturing
yang 
maju
(AMT/
Advanced
Manufacturing
Technology)
dimana
overhead pendukung
merupakan
suatu
proporsi
yang  signifikan
dari  biaya total.
3.  
Semakin
banyak
overhead
dapat
ditelusuri
ke 
produk. Dalam
pabrik
modem,
terdapat
sejumlah
aktivitas
non 
lantai 
pabrik
yang  
berkembang.
ABC
memberi
perhatian 
pada  
semua 
aktivitas 
sehingga 
melaknkan
kalknlasi 
biaya  
produk
diluar dasar 
lantai pabrik
yang  tradisional.
4.  
ABC
mengakni
bahwa
aktivitaslah
yang 
menyebabkan 
biaya
(activities
cause
cost)
bukan produk, dan  produklah
yang 
mengkonsumsi
aktivitas.
5.  
ABC
memfokus
perhatian pada  sifat 
riil
dari
perilakn
biaya
dan
membantu dalam
mengurangi
biaya
dan 
mengidentifikasi aktivitas
yang 
tidak
menambah
nilai
terhadap produk.
6.  
ABC 
mengakni
kompleksitas
dari
diversitas
dari 
produksi
yang 
modem
dengan
menggnnakan
banyak
pemacu
biaya
(multiple cost
drivers),
banyak
dari 
pemacu
biaya  
tersebut
adalah  berbasis
transaksi
(transaction-based) daripada
berbasis
volume
produk.
Walaupun
memiliki
banyak kebaikan atau 
manfaat, sistem ABC
bukanlah sistem
yang 
sangat
sempuma.
Masih
ada 
kekurangan-kekurangan pada
sistem ini.
Berikut ini
adalah beberapa
kekurangan sistem ABC
menurut Tunggal, A.
W.
(2000), yaitu
:.
  
1.  
Diperlukan 
banyak    aktivitas 
untuk  
menjalankan 
pabrik,    sehingga 
tidaklah
mungkin
memonitor
semua
aktivitas
tersebut.
Solusinya
adalah  menggabungkan
aktivitas-aktivitas tersebut.
Sudah  tentu,
manajemen
menggunakan
analisis
biaya
manfuat 
untuk 
menentukan
berapa   banyak 
aktivitas
untuk 
dimasukkan
dalam
sistem  ABC.
Perlu  diingat  bahwa
kalau
jumlah 
aktivitas
dalam  suatu
sitem  biaya
menurun, maka
ketepatan sistem  menurun pula.
2.  
Suatu  sistem 
ABC  yang  lengkap  dengan
berbagai
kelompok
biaya 
(cost
pools)
dengan  pemacu  biaya  yang  banyak 
(multiple
cost  drivers)
tidak  dapat  disangkal
lebih
kompleks
daripada
sistem 
tradisional
dan
dengan 
demikian lebih
mahal
diadministrasikan..
3.   Apabila  suatu
perusahaan
melepaskan
suatu
produk, sumber  daya
menjadi bebas.
Manajemen 
mungkin  
mengharapkan 
bahwa    ia  
akan  
mengarah 
ke  
suatu
penurunan
dam
pengeluaran.
Namun,  ini
biasaya  tidaklah
demikian.
Manajemen
sering   tidak  
bertindak 
untuk  
memindahkan 
sumber  
daya   yang   dibebaskan
(seperti    pekelja  
atau  
manajer) 
ketika    suatu  
produk    dilepaskan,  
sehingga
mengarah 
ke  kapasitas 
berlebihan 
dan  
pemborosan,
atau 
sumber   daya   yang
dilepas  
mungkin   tidak   cukup   untuk  
menurunkan 
pengeluaran. 
Umpamanya,
apabila seperempat
pekeljaan
dari 
seorang
insinyur
dibebaskan,
ini
tidak
mempengaruhi  
gaji  
atau   kompensasi  
insinyur. 
Dapat    disimpulkan  
bahwa
hubungan  antara   sumber   daya  
dan  
biaya   lebih   seperti   fungsi   setapak   demi
setapak 
(step
function)
daripada
hubungan
linier.
Ini
harus
diertimbangkan
ketika
keputusan dilakukan.
  
ll.7. 
Perbedaan
antarn
Sistem
Tradisional
dan
SitemActivity-Based Costing.
Perbedaan 
antara 
sistem 
kalkulasi 
biaya 
tradisional 
dan  
sistem 
ABC 
yang
dikemukakan oleh 
Tunggal, A.
W.
(2000)adalah sebagai berikut:.
1.  
ABC
menggunakan
aktivitas-aktivitas
sebagai
pemacu
untuk
menentukan
berapa
besar 
setiap
overhead
tidak
langsung dari 
setiap
produk yang
mengkonsumsinya.
Sistem
tradisional
mengalokasi
overhead
berdasarkan
satu 
atau  dua 
basis
alokasi
yang  
non   representatif,
dengan
demikian
gagal  menyerap
konsumsi
overhead
yang 
benar 
menurut produk
individual.
2.  
ABC
membagi konsumsi
overhead ke
dalam empat kategori: unit, 
batch,
produk,
dan
penopang fasilitas.
Sistem tradisioual
membagi
biaya overhead
ke
dalam
unit
dan
"yang
lain".
Akibatnya
dengan
ABC
manajemen
dapat
mengiknti
bagaimana
biaya  timbul dan
menemukan
cara-cara untuk
mengurangi
biaya.
3. 
Fokns ABC
pada  
biaya,
mutu,
dan 
faktor
waktu.
Sistem
tradisional
berfokns
pada 
kinelja
keuangan
jangka
pendek, seperti
laba, 
sehingga
hila 
sistem
ini
digunakan
maka
angka-angkanya
tidak
dapat
dipercaya
untuk
penetapan
barga
dan
untuk mengidentifikasi
produk yang 
menguntungkan.
4.  
ABC
memerlukan
masukan
dari 
selurnh
deprutemen.
Persyaratan
ini 
mengarah
ke  
integrasi 
organisasi 
yang  
lebih 
baik  
dan  
memberikan 
suatu 
pandangan
fungsional silang mengenai organisasi.
5.  
ABC
mempunyai
kebutuhan
yang 
janh 
lebih
kecil 
untuk
analisis
varian
daripada
sistem
tradisional,
karena
kelompok
biaya 
(cost
pool)
dan 
pemacu (driver)
janh
lebih akurat dan
jelas.
  
6.  
Sistem
ABC 
terdiri
dari 
barbagai
pusat
biaya
aktivitas
dan 
pemacu
tahap
kedua,
biaya  yang 
dianggarkan
yang 
digunakau
untuk
melakukau
studi
ABC
seharusnya
diharapkau lebih 
mendekati
biaya aktual
dari 
pada 
dengau sistem tradisional.
ll.8.   
Pengertian
Barga Pokok Produksi
Horngren,
Foster,
dan  Datar 
(2003)
mendefinisikan,
"A 
product
cost 
is
the 
sum
of
costs assigned to
a
product to
a
specific purpose" (p.
45).
Yang  artinya:
Harga
pokok
produksi
(product cost)
adalah
penjumlahan
dari 
biaya 
yang
dibagikau ke
produk
untuk tujuan tertentu.
II.9.   
Biaya Overhead Pabrik
Defmisi dari
biaya overhead
pabrik adalah sebagai
berikut:
Usry  
dan 
Hammer
(1997)
yang  
diteljemahkan
oleh   Sirait,
A. 
dan 
Hutauruk, G.
menyatakau,
"BOP  adalah
bahan
tidak
langsung,
pekeija
tidak
langsung,
dan  
beban
pabrik 
lainnya 
yang  
tidak  
secara 
mudah 
diidentifikasikan  atau  
dibebankau 
secara
langsung ke
pekeljaau, produk, atau
tujuan akhir biaya" (h.381).
Maher 
dan  
Deakin
(1996)
yang  
diteljemahkan
oleh 
Djatnika,
A
dan  
Wibowo, H.
mengungkapkau,
"BOP
adalah
semua
biaya
produksi
selain
tenaga
kelja
langsung
dan
bahan langsung yang 
digunakan
untuk
mengubah
bahan menjadi produkjadi.
Jadi 
biaya 
overhead
pabrik
(BOP)
atau 
yang 
sering
disebut
overhead
pabrikasi,
adalah
semua
biaya
selain
biaya
bahan
langsung
dan  biaya
tenaga
ketja
langsung,
yang
digunakan dalam proses produksi, yang sulit  untuk
diidentifikasi secara langsung.
  
Istilah 
yang 
sering 
digunakan
untuk 
menyebut
BOP 
antara 
lain 
beban 
pabrik
(factory
burden/factory
expense),
beban  pabrikasi 
(manufacturing
expense),
overhead
pabrikasi, dan biaya
pabrikasi  tidak
langsung.
Ada  dua  karakteristik
yang  harus  dipertimbangkan
dalam 
pembebanan
BOP 
ke
produk. Karakteristik tersebut  adalah:
1.   Hubungan khusus antar
overhead pabrik
dengan
produk 
itu
sendiri.
2.  
Hubungan khusus
antara
overhead pabrik
dengan  volume
produksi.