BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Sistem
Ie
Dalam
melakukan penelitian
mengenai keluarga
Jepang
kita
harus
menguraikan
terlebih
dahulu
pola-pola
hubungan
kekerabatan yang ada
dalam
keluarga tradisional
Jepang yang dikenal dengan sistem Ie. Sistem Ie
ini tumbuh dan bertahan sangat kuat
pada masyarakat Jepang. Sangat sulit untuk mendefinisikan arti Ie secara tepat. Bila kita
melihat
karakter
kanji
yang
melambangkannya, Ie
???
dapat
berarti
rumah
atau
keluarga tetapi ternyata arti dari Ie tidaklah sederhana itu.
Sistem
Ie
merupakan
salah
satu
kebudayaan khas
Jepang.
Chie
Nakane
dalam
bukunya berjudul Ie no Kozo mengemukakan bahwa:
?????????????????????????????????
???????
Ie
adalah
satu
sistem
yang khas
dari kebudayaan
Jepang
yang
terbentuk dengan
ditunjang oleh syarat-syarat tertentu (1978:3).
dan:
???????????
?????????????????????
?????????????????????????????????
?????????
Sistem
Ie
di
Jepang........merupakan suatu
sistem
keluarga
yang
tidak
dapat
ditemukan di
negara lain, kecuali di
Jepang, sistem
yang berkembang ini
hanya ada di
Jepang karena sistem ini merupakan perwujudan kebudayaan khas Jepang (1978:8).
Sebagai kebudayaan yang khas, konsep Ie tidak hanya mengatur sistem keluarga Jepang ,
tetapi juga mengatur interaksi sosial masyarakat. Ie bahkan mendapat pengakuan secara
9
|
10
hukum dalam
Undang-Undang
Dasar
Meiji
yang
terbentuk pada
tahun
Meiji (1899).
Konsep
pemikiran
Ie,
nilai-nilai dan
norma-normanya
tertanam kuat
pada
masyarakat
Jepang. Ie bukan saja sebagai sistem keluarga tradisional Jepang tetapi juga merupakan
satuan unit kerjasama.
Penerapan
sistem
Ie
dihapuskan ketika Jepang
mengalami kekalahan
dan
berada
dibawah kekuasaan Amerika Serikat. Pihak Amerika Serikat yang diwakili oleh Jendral
Douglas
Mac
Arthur
mengeluarkan
beberapa
kebijaksanaan
yang
salah satunya
memaksa Jepang
membuat
Undang-undang baru
yang dikenal dengan Undang-Undang
Dasar
1946
dalam
undang-undang tersebut ada salah satu pasal,
yaitu pasal 24
UUD
1946
menyatakan bahwa
dalam
kehidupan
keluarga,
individu
harus
dihormati
dan
perlunya persamaan derajat
antara pria
dan perempuan. Selain itu
pihak
Amerika juga
memaksa pemerintah Jepang untuk
mengeluarkan Hukum Sipil tahun 1948
yang isinya
menghapuskan sistem
Ie. Akan
tetapi karena sistem Ie itu
sudah
tertanam dalam diri
orang
Jepang
dalam
kurun
waktu
yang
panjang,
walaupun
sudah
dihapusnya sistem
tersebut mereka masih menerapkan sistem Ie dalam berbagai aspek kehidupan.
Menurut
Befu (2001), konsep Ie
mengandung dua pengertian, pertama Ie sebagai
satuan
unit keluarga, dan kedua
Ie
sebagai satuan unit kerjasama. Sebagai satuan
unit
keluarga, kesinambungan Ie berpegang pada garis keturunan ayah kepada anak laki-laki
pertama. Sebagai satuan unit kerjasama, Ie menekankan pada kesinambungan pada nama
keluarga dan pekerjaan keluarga.
Dari konsep ini terlihat bahwa yang terpenting dalam
Ie
adalah
kesinambungan hidup
Ie
itu
sendiri
sebagai
satuan
unit.
Dalam
sistem
Ie
terdapat dua sifat hubungan dalam berinteraksi, yaitu hubungan horisontal dan hubungan
vertikal.
Hubungan
horizontal
terlihat
jelas
pada
masyarakat pedesaan,
masyarakat
pedesaan tidak membawakan dirinya sebagai individu tetapi selalu menempatkan dirinya
|
11
dalam kerangka Ie ketika sedang berinteraksi. Adanya hubungan horisontal di kalangan
tertentu merupakan awal terbentuknya dozoku
yang membentuk desa. Hubungan vertikal
dalam
Ie
berarti
hubungan atasan
dengan
bawahan
atau
orang tua
dengan
anak
di
lingkungan
masing-masing
Ie-nya.
Dalam
dozoku
hubungan
atasan
dengan
bawahan
terjadi antara honke dan bunke. Hubungan ini dijaga dengan sangat ketat, sehingga orang
berada dalam posisi bawahan tidak dapat membantah atau melawan atasannya. Selain itu
hubungan vertikal
juga berarti bahwa
Ie
bukan
satuan
unit
yang
hanya
ada
di
masa
sekarang, melainkan juga memiliki pertalian dengan waktu dan asal-usul sejarahnya dari
masa lampau, masa sekarang sampai masa yang akan datang. Hubungan yang ada tidak
terbatas
pada
anggota
yang
hidup
sekarang tetapi
juga
hubungan dengan
para
nenek
moyang yang telah tiada dan hubungan dengan generasi yang akan datang.
Terkadang
sistem
Ie
ini
sering
disamakan
sebagai
Kazoku (keluarga).
Padahal
terdapat
perbedaan
antara
sistem
Ie
dengan
Kazoku. Menurut
Chie
Nakane
dalam
bukunya
yang
berjudul
Japanese
Society berpendapat
bahwa
Ie
merupakan
acuan
pencerminan masyarakat Jepang
yang
keanggotaannya dapat
lama
berjalan
yang
dapat
dilihat
dalam
perusahaan Jepang.
Loyalitas
kepada
Ie
dan
menjaga
nama
baik
Ie
tercermin
dalam kehidupan kelompok. Kelompok
menjadi satuan unit kehidupan yang
sakral dan kepentingan kelompok ada di atas kepentingan individu (1970:15-17).
Torioge
Hiroyuki (1985) juga
menjelaskan bahwa Ie merupakan
suatu
unit
dasar bagi
kehidupan orang Jepang yang mempunyai ciri:
1)
menpunyai
harta
sebagai
warisan
dan
berdasarkan
harta
warisan
itu
diselenggarakan suatu unit usaha yang berkaitan dengan perekonomian keluarga.
|
12
2)
secara periodik menyelenggarakan upacara pemujaan arwah leluhur dan menjaga
kelangsungan
keturunan
dari
generasi
ke
generasi terutama
yang
berhubungan
dengan kesinambungan nama keluarga (myoji).
Kizaemon Aruga
(1986)
menjelaskan Ie dapat dikatakan merupakan sesuatu yang
khas yang terlihat sebagai seikatsu shudan (kelompok kehidupan) atau seikatsu kyodotai
(kehidupan bersama).
Di dalam Ie,
walaupun bagian
yang menjadi dasar penyatuannya
adalah
suami
isteri
untuk
mempertahankan atau
melestarikan
Ie
itu, orang-orang
yang
berpartisipasi dalam kehidupan Ie walaupun tidak ada
hubungan darah dengan anggota
keluarga
akan dianggap
sebagai keluarga.
Dengan demikian
yang menjadi anggota
dalam
Ie tidak
hanya
orang-orang
yang
mempunyai
kaitan
hubungan
darah.
Syarat
utama sebagai anggota Ie adalah kerjasama
mengelola Ie dan fungsional dalam
kehidupan Ie.
Sedangkan yang
dimaksud
keluarga
adalah
unit
terkecil
dari
masyarakat dan
merupakan pranata sosial yang sangat penting bagi kehidupan sosial setiap masyarakat.
Parsudi Suparlan (1986)
juga berpendapat bahwa yang dimaksud keluarga yaitu satuan
sosial
terkecil
yang
dimiliki
manusia.
Dan
keluarga
juga
merupakan suatu
satuan
kekerabatan dan satuan tempat tinggal.
Sistem
Ie
mendapat
pengaruh
dari
ajaran
konfusius
yang
mengajarkan
tentang
akar-akar nilai Gorin dan
Gojo.
Gorin yaitu
lima dasar
hubungan yang terjadi diantara
manusia,
hubungan tersebut yaitu:
hubungan kun-shu (penguasa dan pengikut), oya-ko
(orang
tua/ayah
dengan
anak),
fu-fu
(suami-isteri), ani-ototo
(kakak
laki-laki
dengan
adik
laki-laki),
dan
nakama
(hubungan yang
terjadi
diantara
teman).
Dalam
Gorin
ditekankan kesetiaan yang terjadi dintara hubungan tersebut yang merupakan dasar bagi
keharmonisan tatanan sosial. Sedangkan yang dimaksud dengan Gojo yaitu lima moral
|
13
dasar
manusia,
yaitu:
jin (prikemanusiaan),
gi
(keadilan),
chi
(pengertian), rei
(sopan-
santun) dan shin (keyakinan). Gojo menguasai lima hubungan dasar manusia atau gorin.
Dari
pemikiran
seperti
itu
konsep
Ie
sudah
tertaman pada
masyarakat Jepang sampai
sekarang, dan juga sistem Ie yang kuat itu dijadikan pola dasar sistem negara. Di dalam
sistem Ie
yang paling berkuasa dan bertanggung jawab
terhadap
Ie
adalah Kacho atau
Koshu, yaitu kepala Ie. Dalam sistem negara Jepang posisi tersebut ditempati oleh Tenno
atau Kaisar.
Sistem
Ie
bukan
merupakan
kelompok
yang
ada
di
masyarakat
akan
tetapi
Ie
adalah pemikiran tentang bentuk kelompok keluarga. Karena itu
misalkan bila seluruh
anggota
Ie
tidak
ada
yang
mengakibatkan
Ie
tersebut
akan
dihapus
dari
koseki atau
catatan istilah Ie bukan berarti bahwa Ie itu musnah. Ie tersebut masih berlanjut karena
ada kemungkinan munculnya kembali anggota Ie baru
yang
menggantikan kekosongan
tersebut. Munculnya Ie baru itu bukan berarti munculnya suatu kelompok Ie yang baru
akan tetapi anggota Ie baru itu hanya menggantikan Ie yang lama.
Nama setiap Ie akan
memiliki simbol yang disebut dengan
istilah kamon. Simbol
keluarga
atau
kamon mencerminkan
nilai
Ie
serta
memperlihatkan
asal
usul
Ie
dan
lamanya
Ie
itu
berdiri.
Rasa
memiliki
simbol
tersebut
dan
kesediaan untuk
menjaga
simbol Ie
tersebut merupakan awal dari rasa kesadaran terhadap Ie dan kesadaran pada
nenek
moyang
yang
dianggap
sebagai
bagian
terpenting di
dalam Ie.
Urutan
silsilah
keluarga
atau
Ie
biasa
disebut
dengan
koseki.
Koseki
juga
mencatat
semua
kejadian
sosial yang dilakukan dalam kehidupan Ie. Misalnya tentang perkawinan, pengadopsian
anak, dan kejadian ritual yang dilakukan. Antara sistem koseki dengan sistem Ie terdapat
kaitan yang erat. Pada sistem Ie hal tersebut akan terlihat dari adanya hubungan vertikal
pada pewarisan dari kakek ke anak ke cucu dan seterusnya, juga pada hubungan honke
|
14
(keluarga asal atau utama) dengan bunke (keluarga cabang) dan dari upacara ritual nenek
moyang.
Pemikiran
untuk
menjaga
kesinambungan Ie
dapat
terlihat
pada
kalangan
masyarakat
ekonomi
kelas
atas,
yaitu
pada
keluarga
Zaibatsu, yaitu
kelompok
pengusaha
kaya,
kalangan
ini
akan
menbentuk koseki
tersendiri
untuk
menjaga
kesinambungan Ie-nya.
Sistem
Ie
yang
sudah
tertanam pada
diri
masyarakat
Jepang
membuat sistem
ini
tidak
terikat
oleh
ruang
dan
waktu,
mereka akan tetap
memiliki
pemikiran tentang Ie walaupun jarang mengunjungi Ie-nya.
2.1.1 Keanggotaan
Ie
Anggota Ie
terdiri
dari
keluarga batih,
meskipun
faktor
tersebut
tidak
bersifat
mutlak.
Kelompok
kekerabatan Ie
ini
terdiri
dari
semua
orang
yang
berdiam
dalam
sebuah rumah, serta
berpartisipasi dalam kehidupan sosial
maupun
ekonominya.
Anggota kekerabatan ini
terdapat anggota
yang memiliki
hubungan darah dan
anggota
yang tidak mempunyai hubungan darah, sehingga jumlah anggota Ie relatif besar.
Sebuah Ie dapat beranggotakan sepasang suami
isteri, orang tua dari pihak suami,
anak-anak,
saudara dari
pihak
suami,
dan
hokonin atau
mereka
yang
bekerja
pada
Ie
tersebut.dari keanggotaan
Ie
akan terlihat
bahwa Ie
merupakan keluarga besar dengan
garis keturunan patrilineal
(pihak laki-laki) dan hokonin yang tidak memiliki huibungan
darah dengan
anggota
lain
melainkan
mereka
hanya
bekerja
untuk
Ie-nya.
Berikut
ini
akan digambarkan bagan sebuah Ie secara sederhana.
|
![]() 15
Anggota Ie dengan hubungan darah
Keterangan:
:
hubungan perkawinan
:
hubungan keturunan
:
hubungan saudara kandung
:
kepala Ie
:
laki-laki
:
perempuan
:
batas Ie
Gambar 2.1 Keanggotaan Ie
Menurut
Joy
Henry
dalam
bukunya
yang
berjudul
Understanding Japanese
Society
ada
elemen-elemen
yang
terdapat
dalam
sistem
Ie.
Berikut
adalah
bagan dari
elemen-elemen
yang terdapat dalam sistem Ie (1987:25).
|
![]() 16
Nenek moyang
Orang yang baru meninggal
Garis kematian
Pensiun
Kepala Ie
Pengganti
Anak-anak
Garis kelahiran
Keturunan atau anak cucu
Yome
Yoshi
Gambar 2.2 Elemen-elemen Ie
Keterangan :
Yome
:
perempuan yang telah menikah ikut marga laki-laki
Yoshi
:
laki-laki yang telah menikah ikut marga perempuan
Setelah
mengetahui keanggotaan dan
elemen-elemen
yang
ada
dalam sistem
Ie,
selanjutnya penulis akan menjabarkan lingkungan yang terdapat dalam sistem Ie. Dalam
sistem Ie
terdapat
hubungan antar manusia dibagi
menjadi dua,
yaitu: lingkungan uchi
(dalam) dan lingkungan soto (luar).
2.2
Uchi dan Soto
Dalam berinteraksi masyarakat Jepang
memiliki beberapa pasangan konsep
yang
membedakan antara penampilan resmi
yang steril dan realitas
yang tersembunyi
|
17
(Mayarakat Jepang Kontemporer:30). Untuk
mengetahui sifat masyarakat Jepang dalam
berinteraksi
setidaknya
kita
harus
memperhatikan pasangan
konsep
tersebut.
Dalam
penulisan
skripsi
ini,
penulis
membatasi
penulisannya yang
batasan
tersebut
adalah
konsep uchi dan soto.
???
I O Ryon (1985) seorang penulis berkebangsaan Korea dalam buku
??
????????
, menjelaskan tentang konsep uchi soto sebagai berikut:
?????????...???????????????????????
???????????????????????????????????
???????????????????????????????????
???????????????????????????????????
??????????????????
Terjemahan
Dua dunia uchi dan soto
dari sini dibuatlah ide atau konsep pemikiran tentang uchi dan
soto.
Yang
dimaksud
dengan
uchi
yaitu
ruangan
sendiri,
yang
merupakan
dunia
yang
konkrit, yang dapat langsung dimengerti oleh orang dari
lingkungannya sendiri.
Disinilah dunia kecil
tempat pengalaman, tubuh, dan perasaan dicurahkan. Sedangkan
yang dimaksud dengan soto yaitu dunia
luas, dan
merupakan ruang abstrak yang
luas.
Oleh karena
itu setiap
melihat dunia, orang Jepang
langsung teringat tentang uchi dan
soto, dan cenderung bertindak atas dasar tersebut.
Joy
Henry (1987:43) dalam Understanding Japanese Society, mengatakan bahwa
yang dimaksud dengan uchi soto adalah sebagai berikut:
Uchi
and
soto
translate
roughly
as
inside
and
outside
respectively, and
they
are
probably first
learned by a child in association with the inside and outside of the house
in which it lives. They, or parallel words,¹ are also applied to members of ones house as
opposed to members of outside world, and to members of a persons wider groups, such
as the community, school
or place
of
work, as opposed to other people outside
those
groups.
terjemahan
|
![]() 18
Uchi dan soto secara kasar diterjemahkan sebagai bagian dalam dan bagian luar secara
berturut-turut,
dan
mungkin dipelajari
pertama
kali
oleh
seorang anak dalam
asosiasi
dengan bagian dalam dan
bagian
luar
dari
rumah tempat tempat
tinggalnya. Uchi dan
soto,
atau kata
yang
sama
artinya,
juga
digunakan
untuk anggota-anggota dari
rumah
seseorang sebagai lawan untuk anggota-anggota dari dunia luar, dan juga untuk anggota-
anggota
dari
kelompok
seseorang
yang
lebih
luas,
seperti
lingkungan,
sekolah
atau
tempat kerja, sebagai lawan dari orang lain diluar kelompok-kelompok itu.
Dari pendapat diatas terlihat bahwa masyarakat Jepang dalam berinteraksi membagi
dua kelompok yaitu:
lingkungan dalam (uchi) dan lingkungan luar
(soto).
Hal
tersebut
dapat
kita
lihat
dalam
pemakaian bahasa,
pintu
masuk
rumah
Jepang
(genkan),
dan
kamon.
Dalam
pemakaian bahasa,
hal
tersebut dijelaskan
dalam
homepage
wikipedia
sebagai
berikut:
Uchi-soto adalah
istilah
dalam
bahasa
Jepang
yang
digunakan untuk
mengarah /
menunjuk pada
perbedaan antara
kelompok
dalam
(uchi,
bagian
dalam)
dan kelompok
luar (soto, bagian
luar).
Perbedaan
antara kelompok-kelompok
ini
bukan
hanya
pokok
bagian
dari
tradisi
social
Jepang, tetapi
juga
secara
langsung
dicerminkan dalam bahasa Jepang itu sendiri (hhtp://en.wikipedia.org/wiki/Uchi-soto).
Konsep
uchi
dan
soto
dalam
pemakaian bahasa
dapat
dilihat
ketika
seseorang
berbicara dengan orang yang berada di luar uchinya, mereka akan menggunakan bahasa
yang
lebih
sopan
daripada
berbicara
dengan
uchinya.
Contohnya
penggunaan kata
minum, penggunaan kata minum dapat diucapkan dengan berbagai cara yaitu:
nomimono (untuk diri sendiri atau lingkungan dan kelompoknya)
onomimono (untuk orang lain diluar lingkungannya)
Dan contoh
lainnya
yaitu
kata
Ibu dan
Ayah,
untuk
memanggil
Ibu dan Ayah sendiri
orang
Jepang
memanggil
dengan
sebutan
chichi dan
haha
sedangkan
untuk
Ibu
dan
Ayah
orang
lain
mereka
memanggil dengan sebutan otousan
dan
okaasan
inoue
|
19
tadashi dalam buku sekentei no kouzou. Inoue mengatakan bahwa bahasa Jepang
merupakan cermin dari konsep uchi dan soto (showa54:72-73).
Dalam rumah Jepang untuk memasuki rumah terlebih dahulu kita melewati genkan.
Genkan
menandakan adanya
perbedaan
antara
uchi
dan
soto.
Hal
tersebut
dikatakan
bahwa
lingkungan dalam
yang
bersih
tidak
boleh
tercampur
dengan
lingkungan
luar
yang
kotor.
Teori-teori tentang kekotoran dan
kebersihan itu adalah sebuah sistem
klasifikasi
yang
berhubungan dengan
teori-teori
tentang
kekotoran
dan
kebersihan
yang
dipertahankan lebih
dalam,
seperti
telah dijelaskan oleh
Mary
Douglas
(1970)
di
dalam
masyarakat Jepang
perbedaan
antara
uchi
dan
soto adalah
sebuah
contoh
dari
bagian
sistem
klasifikasi
yang
dipertahankan
begitu
dalam
(Understanding Japanese
Society:44). Dan teori tentang kekotoran dan kebersihan juga dijelaskan oleh Emiko
Ohnuki-Tierney (1984:Chapter2), Emiko
menjelaskan bahwa
lingkungan luar dianggap
kotor karena di
lingkungan tersebut adalah
tempat
kuman-kuman berada. Ketika orang
luar
masuk
ke
dalam
lingkungannya konsep
tentang
kekotoran
langsung
terekspresikan. Lingkungan
luar
itu
adalah
tempat
dimana
orang
luar
berada,
Emiko
menambahkan
orang-orang
dari
lingkungan
tersebut
dikatakan
hitogomi yang
artinya
kedengaran seperti manusia kotor atau sampah akan tetapi arti dari ungkapan tersebut
yaitu orang banyak di luar lingkungannya (Understanding Japanese Society:44).
Dalam kamon kita dapat melihatnya pada kereta, kuil, pedang, hiasan gedung atau
rumah,
lampion,
lambang perusahaan, perhiasan,
pakaian
dan
lain-lain. Dari
barang-
barang tersebut kita dapat melihat penerapan konsep uchi dan soto. Seseorang dibedakan
darimana mereka
berasal,
apakah
mereka
dari
anggota
keluarga Kaisar,
samurai,
pedagang, pegawai kantor, maupun keluarganya.
|
20
Dalam
uchi
dan
soto
terdapat
dua
sikap
ketika
seseorang ingin
menyampaikan
perasaan maupun pemikirannya, dua sikap itu yaitu tatemae dan honne. Kata tatemae
?
?
berasal
dari
kanji
???
dan
kanji
?
. Kanji
???
tateru
mempunyai
arti
menempatkan
atau
mendirikan.
Sedangkan
kanji
?
mae
mempunyai
arti
depan
atau
muka (Kamus Standar
Bahasa
Jepang
Indonesia).
Maka
jika
diartikan
secara
kasar
yaitu
mendirikan atau menempatkan sesuatu yang tampil di permukaan sosok manusia.
Mengapa
orang
Jepang
mempunyai sifat
seperti
itu
karena
pola
pikir
mereka
yang
berusaha
memahami perasaan
orang
lain
ketika sedang berbicara.
Nieda
Rokusaburo
mengatakan bahwa yang dimaksud tatemae yaitu:
???????????????????????????????????
??????????????????????????????????
Yang dimaksud dengan tatemae adalah memahami perbedaan tujuan dan sudut pandang
orang lain masing-masing orang, dan bila ada yang tidak memeliharanya, maka itu akan
seperti surat obligasi kosong yang akan berakhir seperti aksesori belaka.
Dengan
demikian
berdasarkan kutipan
di
atas,
orang
Jepang
telah
menempatkan
pengertian untuk
memahami lawan
bicara agar
ketika saat
berbicara seseorang
harus
memperhatikan atau
mempertimbangkan bahwa setiap orang
mempunyai cara pikir dan
kepentingan yang
berbeda.
Pasangan
tatemae
adalah
honne.
Honne
yaitu
pendapat
sebenarnya, atau apa yang dipikirkan oleh seseorang.
??
Honne berasal dari kanji
?
hon dan kanji
?
ne. Kanji
?
hon mempunyai arti dasar sedangkan kanji
?
ne berarti
suara. Jadi arti dari kanji honne yaitu suara dasar. Sama seperti tatemae, honne
diperlukan pada saat bersosialisasi. Seseorang harus bisa menyeimbangkan sifat tersebut
agar
tidak
terjadi konfrontasi secara terbuka. Jadi
tatemae dan
honne adalah dua
hal
|
21
yang
tidak
dapat
dipisahkan
bila
sedang
berinteraksi sosial.
Takeo
Doi
(1981)
menjelaskan bahwa honne ada karena adanya tatemae, di lain pihak honne memanipulasi
tatemae
dari belakang. Karena
itu,
tatemae
dan
honne
adalah
hubungan yang
saling
mengisi. Tanpa ada yang satu, yang lain tidak akan ada.
Ruang
lingkup tatemae dan
honne
sangat erat hubungannya dengan
lingkungan
uchi
dan
soto.
Takeo
Doi
(1981)
berpendapat
bahwa
yang
menyebabkan timbulnya
tatemae
dan
honne
yaitu
perjanjian
yang
diciptakan
oleh
masyarakat berdasarkan
persetujuan
yang
sama.
Jadi
hal
tersebut
mempunyai
keterkaitan
dengan
masyarakat
yang
bersangkutan. Dalam
masyarakat
Jepang,
terdapat
linkungan
uchi
dan
soto.
Linkungan
uchi
diperinci
lagi
menjadi
miuchi lingkungan
keluarga
dan
nakamauchi
lingkungan kerabat (The Anatomy of Dependence:40). Jadi
uchi adalah tempat dimana
seseorang menjadi anggotanya, yang ruang lingkup uchi tersebut tergantung dari situasi
dan kondisi seseorang. Jadi seseorang tidak bisa begitu saja menebak suatu lingkungan
uchi dari orang
lain, karena hanya orang
tersebutlah yang tahu
lingkungan mana
yang
merupakan uchi atau soto baginya.
Hubungannya
dengan
sikap
tatemae
honne
yaitu
bila
seseorang
berada
dalam
uchinya
seseorang
akan
merasa
lebih
bebas
untuk
menampilkan honnenya.
Jadi
bisa
dikatakan
bahwa
honne
akan
tampil
di
lingkungan dimana
seseorang
merasa
aman.
Sedangkan soto adalah tempat dimana seseorang harus menampilkan sikap
tatemaenya
pada saat berinteraksi sosial.
|
22
2.3 Kamon
Kamon
yaitu
lambang
Keluarga
yang
digunakan untuk
mengenali dan
membedakan klan seseorang atau keluarga, dan kelompok uchinya. Kamon berasal dari
kanji
?
?
KA
?
yang berarti keluarga (dari masing-masing keturunannya) dan kanji
?
?
MON
?
yang berarti
lambang atau simbol (The Kodansha
Bilingual Encyclopedia of
Japan). Tsumao (1997)
menjelaskan bahwa nama setiap ie mempunyai simbol keluarga
yang disebut kamon (
????
:26). Menurutnya juga walaupun kebudayaan itu
didatangkan dari Cina tetapi kebiasaan menggunakan lambang untuk keluarga tidak ada
di Cina (
????
:19).
2.4 Simbol
Simbol atau lambang adalah sesuatu seperti tanda yang menyatakan suatu hal atau
mengandung
maksud
tertentu, tanda pengenal
yang tetap (menyatakan sifat
dan
keadaan). Menurut Clifford Geerzt (1992) pengertian simbol dibagi ke dalam tiga kelas
yang
berbeda
(Kebudayaan dan Agama:6)
yaitu;
pertama
simbol
yang
dipakai
untuk
tanda-tanda
konvensional
eksplisit dari sesuatu; kedua adalah simbol terbatas pada
sesuatu
yang
mengungkapkan secara tidak
langsung
dan
figuratif
apa
yang
tidak
bisa
dinyatakan secara langsung dan harafiah; ketiga adalah simbol yang dipakai untuk objek,
tindakan,
peristiwa, kualitas,
atau
relasi
yang
berlaku
sabagai
wahana
untuk
sebuah
konsep.
Berdasarkan
Concise
Oxford
Dictionary,
Tunner
mengungkapkan juga
bahwa
simbol adalah:
|
23
A
symbol
is
a
thing
regarded by
general
consent
as
naturally typifying
or
representing or
recalling
something
by
possession
of
analogous
qualities
or
by
association in fact or thought.
Terjemahan:
Simbol
adalah
sesuatu
yang
dipandang
oleh
persetujuan umum
sebagai
perlambangan secara
alami
atau
perwakilan
atau
kenangan
atas
sesuatu
yang
memiliki kualitas-kualitas analogis atau penyatuan dalam kenyataan atau
pemikiran (1967:19).
Tunner
menambahkan selain
sebagai
perwakilan
dari
sesuatu
juga
memilki
kualitas-
kualitas
analogis
Dan
Tunner
(1967)
juga
menyimpulkan sifat-sifat
simbol
dari
tiga
makna, yaitu:
1. Makna Exegesis, yaitu
makna
yang didapatkan dari hasil
menyatakan sejumlah
informan mengenai objek yang diamati sehingga pengertian yang nyata dari simbol
dapat diungkapkan. Informan yang dimaksud adalah orang awam atau ahli.
2. Makna operasional, yaitu mengungkapkan pengertian yang tependam dari objek
simbolis
dan tidak
begitu
disadari
oleh
manusia
disekitarnya.
Makna
ini
didapatkan dari pengamatan penggunaan dan bagaimana objek tersebut digunakan
oleh masyarakat disekitarnya.
3.
Makna
posisi,
yaitu
makna yang
mengacu pada kaitannya dengan
simbol
lain
dalam
keseluruhan
sistem dan
mengungkapkan pengertian simbol
yang
tersembunyi.
Selain
itu
Tunner
(1967)
membagi
simbol
menjadi dua
bagian
yaitu
simbol
dominan
dan
simbol
instrumental.
Yang
dimaksud
simbol
dominan
yaitu
simbol
yang
tidak
hanya
dipandang
sebagai
alat
pemenuhan maksud
dari
ritual
tertentu
saja
akan
tetapi
lebih mangacu
sebagai
nilai
dasar dari
ritual tersebut. Sedangkan simbol
|
24
instrumental adalah alat
untuk mencapai tujuan tertentu dalam setiap ritual yang
ditentukan.
Setelah
mengungkapkan kedudukan
dan
makna
simbol
Tunner
(1967)
dalam
bukkunya yang berjudul The Forest of Symbol menjelaskan sifat-sifat simbol yaitu; sifat
pertama
dari simbol
yang paling
sederhana
adalah
kondensasi
(condensation)
yang
dalam
kamus
berarti
pemadatan
atau
penyingkatan. Maksudnya
simbol
dominan
mewakili suatu benda dan tindakan yang mencakup keseluruhan nilai atau
makna yang
mendalam dipadatkan
dalam
formasi
tunggal.
Sifat
yang
kedua
adalah
penyatuan
significata
(makan-makna pokok
dari
simbol)
yang
berbeda
(unification
of disparate
significata). Sifat yang ketiga yaitu pengkutuban makna (polarisation of meaning) yang
menerangkan bahwa sesungguhnya setiap simbol memiliki dua kutub makna yaitu kutub
ideologis (ideological pole) dan kutub inderawi (sensory pole).
|