BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep
Shinto
Shinto sudah lama dianggap sebagai
unsur penting dalam keagamaan di
Jepang
yang
membuatnya
berbeda
dan
spesial.
Dalam
bukunya
yang
berjudul
Religion and
Society
in Modern Japan
(1976:7), Kuroda Toshio mengungkapkan
mengenai
pandangan orang terhadap Shinto adalah:
The common persons view of Shinto usually includes the following
assumptions: Shinto bears the unmistakable characteristics of a primitive religion,
including
nature
worship and taboos against
kegare
(impurities), but
it
has
no
system of doctrine; it exists in diverse forms as folk belief.
Pandangan orang secara umum mengenai Shinto biasanya meliputi asumsi
berikut
ini,
Shinto
memiliki
karakteristik yang paling
benar
dari
kepercayaan
kuno, termasuk
menyembah alam dan tabu terhadap kegare atau ketidaksucian.
Namun,
Shinto
tidak
memiliki sistem
pengajaran
atau
doktrin. Shinto
muncul
dari kepercayaan rakyat dalam bentuk yang bermacam-macam.
Ciri dari Shinto adalah
adanya
pengorganisasian yang
baik
dalam
unsur-unsur
struktural
dan
infra
strukturalnya, contohnya
susunan
upacara,
organisasi,
dan
kuil-
kuilnya. Shinto juga memainkan peranan yang penting dalam mitologi Jepang kuno dan
menjadi dasar dalam penyembahan nenek moyang atau leluhur dan kaisar. Singkatnya,
Shinto dianggap sebagai kepercayaan asli Jepang yang merupakan kelanjutan dari garis
yang tak terputus dari zaman pra sejarah sampai saat ini ( Toshio, 1976:7 ).
Shintoisme adalah kepercayaan tertua dan banyak dianut oleh masyarakat Jepang.
Shinto adalah kepercayaan
pribumi orang Jepang. ( The
Kodansha Billingual
Encyclopedia
of
Japan, 1998 : 498 ). Nama
Shinto
diambil
dari
bahasa
Cina
7
|
8
shin tao pada abad ke 8 sebelum Masehi. ( Robinson, 2001 )
Menurut Kodansha (1994:126) Japan: An Illustrated
Encyclopedia. Kata Shinto
ditulis dengan dua karater Cina, yaitu:
The word Shinto is written with two Chinese characters; the first, shin (Ch: shen),
is also used to write the native Japanese term kami (numinous entity or
divinity); the second, to (Ch: dao or tao), is also used to write the native word
michi (way).
Kata
Shinto
ditulis
dalam
dua
karakter Cina.
Pertama adalah
shin
?
(dalam
bahasa Cina dibaca shen), artinya adalah Dewa atau Tuhan, yang dalam bahasa
Jepangnya disebut dengan kami. Kedua adalah
to (dalam bahasa Cina dibaca
dao atau tao), yang dalam bahasa Jepang ditulis dengan kanji michi
?
,
artinya
adalah jalan.
Jadi
kata Shinto (
??
)
artinya adalah
Jalan
menuju Tuhan atau
The Way of the
Gods. (Kuroda Toshio, 1976:10)
Seorang
sejarawan Jepang
Maruyama
Masao
(1972),
dalam
bukunya
Rekishi
Shisoshi mengatakan bahwa dia percaya bahwa proses berpikir
yang ditemukan dalam
mitos Kojiki dan Nihon
shoki terus
hadir
dalam
bentuk
lapisan
sosial kuno,
Shinto
bersama-sama dengan masyarakat Jepang berusaha untuk bertahan.
Dalam
buku Hijiri to
zoku
no katto
(1975), Hori Ichiro
mengatakan
bahwa
Shinto adalah dasar utama dari kebudayaan Jepang. Sebuah otonomi dasar yang berubah
dan berasimilasi dengan unsur variasi budaya yang diambil dari luar.
Dalam bukunya Tomonroku,
Motoori Norinaga (1779),
mengatakan bahwa
segala
unsur budaya dari
segala
zaman,
bahkan
Budha
dan
Konfusius
secara
umum
adalah Shinto pada saat itu (1777-1779).
Walaupun orang
mengatakan bahwa
Shinto sama saja seperti Budha
dan
Tao,
tetapi Shinto adalah sesuatu yang lebih mendalam. Shinto adalah hasrat budaya atau
|
9
energi dari
masyarakat Jepang
yang terbentuk dalam peraturan yang tidak
tertulis atau
berwujud kepercayaan. Sejauh ini pandangan tersebut beranggapan bahwa Shinto adalah
kepercayaan yang unik dan tumbuh mandiri sepanjang masa ( Toshio, 1976:8 )
Seorang sejarawan
yang bernama
Tsuda Sokichi (1949),
mempelajari asal
mula
kata Shinto dan mengungkapkan arti kata Shinto kedalam 6 kategori, yaitu :
1. Kepercayaan religius yang ditemukan dalam adat setempat dan diwariskan secara
turun temurun di Jepang, termasuk juga kepercayaan terhadap hal-hal gaib.
2. Kekuasaan, kekuatan, kegiatan atau perbuatan dari Kami, kebesaran Kami, menjadi
seorang Kami atau Kami itu sendiri.
3. Dasar-dasar dan ajaran tentang Kami.
4. Ajaran yang disebarkan oleh kuil tertentu.
5. Cara hidup Kami yang digunakan dalam politik atau norma moral.
6. Penganut Shinto yang ditemukan dalam agama-agama baru, contohnya Kurozumi
Kyo, Konko
Kyo, Tenri Kyo.
Dari
enam
hal
yang
telah
disebutkan
diatas,
jelas bahwa
kata
Shinto
telah digunakan
secara
luas.
Tsuda
menjelaskan
dalam
bukunya
Nihon
Shoki (1965),
Shinto
berarti
kepercayaan yang
ditemukan dalam
adat
setempat
di
Jepang.
Inilah
yang digunakan
untuk membedakannya dari agama Budha di Jepang. Tsuda juga menyatakan bahwa arti
kata Shinto yang paling
mendasar adalah Kepercayaan religius yang ditemukan dalam
adat
setempat
dan
diwariskan
secara
turun
temurun
di
Jepang,
termasuk
juga
kepercayaan terhadap hal-hal gaib ( Toshio, 1976:10 ).
Menurut
Harumi
Befu
(1981),
dalam
bukunya
yang
berjudul Japan:
An
Anthropological
Introduction
mengemukakan, walaupun
mempunyai
satu
nama,
kepercayaan
ini sebenarnya
merupakan
gabungan
kepercayaan
primitif
yang
sukar
|
10
untuk digolongkan menjadi satu agama, bahkan untuk sebagai satu sistem kepercayaan.
Kepercayaan
primitif
yang
dimaksud
adalah
praktek-praktek
yang
berkaitan
dengan
jiwa-jiwa, roh-roh, hantu-hantu, dan sebagainya.
Dalam bentuk ini Shinto mirip dengan kepercayaan Taoisme di Cina, yang juga
diperkenalkan di
Jepang
bersamaan dengan
masuknya Konfusianisme. Taoisme adalah
kepercayaan berdasarkan keyakinan pada tenaga-tenaga
gaib
yang
ada
di
alam. Orang
Jepang tidak menganggap agama adalah sesuatu yang
ekslusif, sehingga mereka tidak
peduli pada perbedaan-perbedaan yang ada antara agama yang satu dengan agama lain.
Perbedaan yang
paling
tidak
jelas,
yaitu
antara
agama
Shinto
dan
Budha.
Namun,
masyarakat Jepang menganggap bahwa perbedaan-perbedaan itu tidak penting sehingga
mereka
tidak terlalu
peduli. Jika pada
akhirnya mereka
mengetahuinya, itu
pun berkat
upaya pemerintah Meiji untuk membedakannya (Danandjaja,1997:164).
Pada
permulaan
zaman
modern, pemerintah Meiji
telah berusaha
memisahkan
dua agama
itu,
dengan
membuat
Shintoisme menjadi
agama
negara, dan
menjadikan
kaisar
sebagai
pendeta
tertingginya. Namun,
pemisahan
tersebut
tidak
pernah
tuntas
dalam
pemikiran rakyat
sehingga
unsur-unsur
dari
penyatuan Shinto
-
Budha
masih
tampak hingga saat ini. (Befu, 1981:95-96).
Masyarakat
Jepang
kebanyakan
menganut
dua
kepercayaan, yaitu
Shinto
dan
Budha. Agama Budha pertama kali diperkenalkan di Jepang oleh orang Korea dan Cina
sekitar
abad
ke
8
Masehi. Kedua
kepercayaan
tersebut
mempunyai dasar
kepercayaan
yang sama tentang makhluk
hidup dan
dunia. Agama
Budha
mempunyai kepercayaan
bahwa
Shinto
mempunyai
Tuhan
yang
berbeda
yang
disebut
Kami. Sedangkan
keberadaan Agama
Budha di
Jepang sendiri, selalu memiliki anggapan bahwa mereka
selalu dimanefistasi oleh bermacam-macam dewa dan Bodhisattvas ( Robinson, 2001 ).
|
11
Shinto tidak
memiliki dasar pengajaran teologi seperti agama-agama lain, tetapi
apa
yang
mereka
percaya
yaitu
adanya
Daratan tinggi
Surga
dan
Daratan Gelap
dimana tempat para orang meninggal berada. ( Robinson, 2001 ).
Cerita-cerita mengenai sejarah dan Tuhan mereka Kami adalah hasil karya dari
penganut kepercayaan Shinto sendiri. Dalam cerita tersebut dikisahkan akan adanya dua
pasangan,
yaitu
Izanagi-no-mikoto
dan
Izanami-no-mikoto yang
melahirkan
pulau
bernama
Jepang.
Anak
dari
kedua
pasangan
tersebut
menjadi
orang-orang yang
di
dewakan oleh
tiap
suku
di
Jepang.
Amaterasu
(Dewi Matahari) adalah salah satu dari
anak perempuan mereka yang juga merupakan leluhur dari keluarga kerajaan di Jepang.
Keturunan-keturunannya
lah yang menyatukan Jepang. Kakak
laki-laki dari
Amaterasu
yang
bernama
Susanoo,
turun
dari
surga
menuju
bumi
dan
berpetualang di
dunia.
Susanoo
terkenal
akan kehebatannya dalam membunuh
iblis
naga
yang
terhebat
( Robinson, 2001 ).
Dewi Matahari
merupakan kepala dari
dewa-dewa,
yang
tampil
dengan
wujud
yang berbeda-beda. Contoh dari wujud para dewa
itu berupa sumber daya alam, seperti
dari makanan, sungai, dan batu.
Penjaga
Kami
dari daerah-daerah
dan suku-suku tertentu
merupakan
orang-
orang
yang
memiliki
keistimewaan tersendiri.
Penjaga
Kami berwujud
sebagai orang
baik-baik yang mencegah dan juga menjaga negara Jepang. Penganut kepercayaan
Shinto memiliki konsep yang tidak kalah dari kepercayaan Kristen, dimana percaya akan
kemurkaan
Tuhan.
Kepercayaannya akan
hal
ini,
yakni
pemisahan
akan
Tuhan
dari
makhluk hidup disebabkan karena adanya dosa ( Robinson, 2001 ).
Penganut Shinto menyembah dan
memuja para leluhur mereka. Semua manusia
dianggap sebagai Anak Kami .
Jadi
semua
kehidupan manusia dan
makhluk
hidup
|
12
lainnya
dianggap
suci.
Penganutnya
juga
menyembah
musuhi yang
merupakan
kreativitas dan
kekuatan
harmonis
milik
Kami.
Mereka
selalu
berusaha
memiliki
makoto ,
yakni
ketulusan
hati
yang
merupakan
keinginan
dari
Kami.
Moralitas
berdasarkan akan adanya kepentingan dan keuntungan bersama ( Robinson, 2001 ).
Shinto
menekankan hak,
sensibilitas, dan sikap. Di dalam Shinto terdapat 4
penegasan atau penguatan ( Greider, 2001 ), yaitu :
Tradisi dan keluarga
:
berhubungan dengan kelahiran dan pernikahan.
Kecintaan akan alam : alam adalah suci, berhubungan dengan alam berarti
berhubungan dekat dengan Tuhan.
Kebersihan Fisik
: mandi, mencuci tangan, membersihkan mulut (berkumur).
Matsuri
:
untuk pemujaan kepada para dewa dan roh leluhur.
Shinto mengenal beberapa tempat
yang diakui sebagai tempat yang suci
atau
keramat, yaitu
gunung,
sumber
mata
air,
dan
kuil.
Setiap
kuil
biasanya
dipersembahkan untuk
dewa
tertentu
yang
mempunyai
sifat
ketuhanan dan
menjawab
doa dengan tulus. Orang-orang biasanya pergi ke kuil
untuk bersembahyang memohon
kepada dewa-dewa. Walaupun upacara Shinto melibatkan banyak pelaku religius dalam
tempat keramat, tetapi beberapa hal yang terpenting dalam upacara-upacara dilakukan di
dalam
kuil.
Upacara-upacara
yang
dilakukan di
kuil
termasuk
pembersihan,
persembahan, doa-doa, dan tari-tarian adalah ditujukan kepada Kami ( Robinson,2001 ).
Tempat keramat ditandai dengan
Torii yakni sebuah pintu khusus
untuk para
dewa. Ketika memasuki torii ini, orang akan meninggalkan dunia yang terbatas (ke) dan
memasuki
dunia
yang
tidak
terbatas
(hare) dengan
kekuatan para
dewa
yang
tidak
|
13
terhingga.
Orang
yang
percaya
akan
menyucikan dirinya
dari
segala
kekotoran
dan
nantinya akan kembali ke dunia terbatas melalui torii ( Greider, 2001 ).
Penganut Shinto juga
menghormati binatang sebagai pembawa pesan dari Kami
sehingga sepasang patung dengan
wajah anjing penjaga atau
yang disebut
Koma-inu
diletakkan di dalam kuil ( Robinson, 2001 ).
Beberapa dari upacara keramat yang dilakukan, salah satunya adalah kagura (
?
?
)
,
yang
berarti
nyanyian
dewa.
Seni
pertunjukan
ini
termasuk
dalam
ritual
agama
Shinto dan sudah ada sejak zaman dulu, dan hingga saat ini
masih dipertunjukkan oleh
orang
Jepang
sampai
di
daerah
pedalaman.(Kodansha
1993:711).
Dalam
arti
populer,
kagura
berarti seni
pertunjukan dan
menjadi
bagian
dari
festival
tahunan
kuil
agama
Shinto setempat.(Danandjaja 1997:253). Sebuah tarian khusus
yang diiringi dengan alat
musik tradisional. Para penari adalah penari suci istimewa, yaitu para wanita yang masih
perawan dan usia yang relatif masih muda.
Selama upacara keramat, banyak para dewa yang dihormati dan disembah. Para
penganut Shinto juga percaya bahwa mamori, yaitu sebuah jimat akan berguna sebagai
pelindung.
Bentuk
dari
jimat
ini
bermacam-macam
sesuai
dengan
tujuannya
masing-
masing.
Di
rumah-rumah penganut
Shinto
biasanya
juga
terdapat
sebuah
altar
yang
disebut
Kami-dana.
Altar
ini
digunakan sebagai
tempat
pemujaan
kepada
Kami
maupun pemujaan kepada roh leluhur ( Greider, 2001 ).
Selain yang disebutkan diatas, praktek dari Shinto adalah perayaan musiman dan
origami. Perayaan musiman diadakan pada musim semi, musim panen, dan peringatan-
peringatan khusus
dari
sejarah kuil
atau
pelindung roh.
Perayaan lain
yang
termasuk
didalamnya adalah perayaan tahun baru (Shogatsu)
?? 1
-3 Januari, Hinamatsuri (
??
|
14
??
)
3
Maret, Tango
no Sekku (
?????
)
5
Mei,
7
Juli Festival Bintang (
??
)
(Hoshi
Matsuri).
(
Greider,
2001
).
Sedangkan origami
adalah
kesenian orang
Jepang
yang menggunakan kertas yang dilipat menjadi bentuk-bentuk yang indah ( Danandjaja,
1997:297-298 ). Hasil origami bisa dilihat di sekitar kuil-kuil Shinto. Hasil origami ini
bisa diartikan sebagai penghormatan kepada roh
pohon
yang telah
hidup
dan
tumbuh
menghasilkan kertas origami tak henti-hentinya ( Robinson, 2001 ).
2.2 Matsuri
Perayaan tahunan di Jepang dibagi menjadi 2 bagian utama, yaitu matsuri (pesta
rakyat)
dan
nenchu
gyoji (perayaan
tahunan)
yang
juga
sering
disebut
dengan
nenju
gyoji. (Kodansha 1994:526).
Matsuri
merupakan
folklor
Jepang asli yang berhubungan
dengan kepercayaan
Shinto,
yang dilakukan setiap
tahun pada
tanggal-tanggal
tertentu.
Sedangkan
nenchu
gyoji
adalah
festival
yang
dilakukan
setiap
tahun
dan
berhubungan dengan
musim.
Festival ini (nenchu gyoji) kebanyakan berasal dari folklor Cina dan Budha ( Danandjaja,
1997:300 ).
Seperti
yang telah
dijelaskan
diatas,
salah
satu
bentuk
penegasan dari
Shinto
adalah
matsuri. Matsuri (
?
) bila diterjemahkan kedalam
bahasa
Indonesia
artinya
adalah
festival.(The Kodansha
Billingual
Encyclopedia
of
Japan,
1998:526).
Istilah
matsuri
adalah
kata kuno
untuk
menyebut matsurigoto,
yang
berasal
dari
kata
kerja
matsuru, yang artinya adalah bersembahyang.
|
15
Menurut The Kodansha Billingual Encyclopedia of Japan ( 1998:527 ),
Matsuri adalah
???
????
??? ????
????
????
????????
????????????????????? ?? ? ????????
????
?
?
???
????
????
???? ???
????
?
????????????????????????????????
??? ????
??
???
???
?????
?????
?????????????????????????? ? ? ?? ?
???
??
???
??????
?????????
?
?????????????????? ? ? ?? ? ????????
???
Matsuri
adalah
festival
suci
yang
berhubungan dengan
penanaman
padi
dan
kesejahteraan spiritual
penduduk
setempat.
Festival
ini
diambil
dari
upacara
Shinto kuno
yang
bertujuan
untuk
mendamaikan hati
para
dewa
dan
roh orang
mati,
serta
menjamin kesuburan pertanian
mereka.
Beberapa
upacara
Shinto
tergabung
bersama
dengan
upacara-upacara
dari
Cina,
seperti
Budha
dan
Konfusianisme sehingga
menjadi
festival resmi
dalam kalender
kerajaan
yang
harus dirayakan.
Matsuri
mencakup
pesta
rakyat
yang
dipraktekkan dalam
agama
Shinto
Rakyat
dan
agama
Shinto
yang
sudah
dilembagakan.
Masih
menurut
The
Kodansha
Billingual
Encyclopedia of Japan ( 1998:529 ), arti dari matsuri adalah :
????????
??? ????
?????
???
????????????????????? ???????????
????
?????
??
???????
??
??????????????????????????????
????????
??
?????
???
?????
?
?
????
?
?
??????????????(? ?)??????????
?????
??
????????
????????????? ? ??????????????????
????
?
?? ???
?????
???
??
????????????????????????????????
??????????
??
????? ? ? ??????????
Matsuri
adalah
suatu
perbuatan
simbolik
untuk
penganutnya memasuki
komunikasi
aktif
dengan
para
dewa
(Kami) dan
juga
komunikasi
diantara
penganutnya sendiri dalam bentuk pesta (feast) dan pesta rakyat (festival).
Matsuri
dalam
arti
yang
lebih
luas
dapat
juga diartikan
sebagai pesta
rakyat,
dimana sisi
hura-hura dan kepentingan komersial lebih ditonjolkan daripada sisi
keagamaannya.
|
16
Pesta
rakyat
atau
matsuri
dewasa
ini
lebih
dipentingkan sisi
komersialnya
daripada sisi keagamaannya. Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh gejala modern
dimana
folklor
telah
diubah
menjadi
kebudayaan pop
(pop
culture)
demi
kemajuan
pariwisata. (Danandjaja 1997:301). Matsuri masih
dilaksanakan
secara tradisional di
daerah pedesaan, tetapi sebagian
lagi sudah disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Di
daerah
perkotaan,
festival
dirayakan
secara
besar-besaran untuk
kepentingan
komersial.
Ada
beberapa
tipe
matsuri di
Jepang,
yaitu
matsuri
untuk
memohon kepada
dewa,
misalnya
untuk
keberhasilan panen.
Tipe
kedua
adalah
matsuri
untuk
mengucapkan terima
kasih
kepada
para
dewa.
Tipe
ketiga
adalah
untuk
mengusir
penyakit dan bencana alam ( Danandjaja, 1997:301 ). Beberapa matsuri dirayakan secara
tradisional dan
meriah disertai dengan
pertunjukan-pertunjukan
yang
disesuaikan
dengan perkembangan zaman.
Matsuri
mempunyai dua aspek besar.
Aspek pertama adalah komunikasi antara
para
dewa
dengan
manusia
yang
terdiri
dari
penyucian
diri
(monoimi), persembahan,
pesta
makan antara para dewa dan
manusia (naorai). Aspek kedua adalah komunikasi
diantara para pesertanya, inilah yang dinamakan festival ( Danandjaja, 1997:301 ). Jadi
aspek pertama lebih ditujukan kepada dewa sebagai pusatnya, sedangkan aspek kedua
lebih mengarah kepada manusianya.
Menurut The Kodansha
Billingual Encyclopedia of Japan (1998:529), Unsur
unsur penting dari matsuri adalah :
|
17
1. Monoimi
Artinya
adalah
pembersihan atau
penyucian
diri.
Secara
simbolik
monoimi
merupakan
pintu
gerbang
yang
dilalui
ketika
pesertanya
meninggalkan dunia
sehari hari (ke)
untuk memasuki dunia khusus (hare).
2. Persembahan Sesajian
Persembahan sesajian kepada para dewa merupakan unsur kedua yang penting dalam
suatu
matsuri.
Sesajian
yang paling
umum
adalah
mochi dan
sake,
sayur-sayuran,
dan buah buahan.
3. Komuni atau Naorai
Komuni atau
Naorai adalah acara
makan bersama diantara
para
pesertanya.
Yang
disantap adalah sesajian yang telah disediakan bagi para dewa
Perayaan
festival
di
Jepang
sering
ditandai
dengan
penyucian benda-benda
keramat kepunyaan kuil yang diletakkan di atas kereta yang sudah dihias dengan sangat
indah.
Terkadang selama
festival
berlangsung,
juga
diadakan
perlombaan-perlombaan
atau
permainan
keterampilan serta
tarian
rakyat
yang
tujuannya
adalah
memberi
kesempatan kepada para
pesertanya supaya bisa
berkomunikasi satu
sama lain.
Semua
itu
dilakukan sebagai bagian dari
upacara pemujaan kepada para
dewa.
Diadakannya
festival
ini
juga dimaksudkan
untuk
memberi
kesempatan
kepada
setiap
orang
melakukan
pembaharuan
spiritual
(
Danandjaja,
1997:301-302 ).
Selain
itu,
festival-
festival
dan
perayaan
lain
yang
sejenis
bertujuan
untuk
melepaskan energi
dan
melepaskan diri dari persoalan hidup sehari-hari, khususnya
sebagai penyeimbang dari
tekanan hidup yang meningkat dalam kehidupan sehari-hari.
|
18
Festival dan perayaan yang dirayakan di kuil dijadikan sebagai penandaan yang
tepat dalam
kalender
orang Jepang untuk
menandai pergantian
musim di
Jepang. Di
samping itu, festival
juga digunakan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat itu sendiri.
Setelah
Perang
Dunia
kedua,
Jepang
mengalami perubahan
pesat
dalam
penyebaran penduduk dan struktur komunitas tradisional. Perubahan ini secara langsung
maupun
tidak
langsung
telah
mempengaruhi bentuk
dari
matsuri.
Walaupun banyak
dari pola-pola tradisional yang
masih dipertahankan, tetapi dalam pelaksanaannya lebih
berpusat pada
hubungan antar
manusia.
Sedangkan hubungan
antara
manusia dengan
dewa makin dikesampingkan. (Kodansha 1994:530).
Salah satu bentuk dari praktek Shinto adalah matsuri.
Ada banyak matsuri yang
masih dirayakan di Jepang setiap tahunnya. Dari sekian banyak matsuri yang dirayakan
di
Jepang,
penulis
membatasinya, yaitu
dengan
membahas
dua
festival
khusus
yang
mempunyai hubungan erat. Kedua festival itu adalah festival
Tango no
Sekku
(
???
??
)
dan
festival Hinamatsuri (
????
)
yang akan penulis bahas dalam skripsi
ini.
Kedua festival ini dirayakan khusus setiap tahunnya secara meriah hingga saat ini.
2.3 Tango no Sekku
Dalam kalender perayaan tahunan di Jepang, setiap tanggal 5 Mei anak laki-laki
merayakan festival Tango no Sekku
(?????) atau lebih dikenal sebagai hari anak-
anak Kodomo no Hi (
????
).
Tango no Sekku
(
?? ? ??
)
merupakan perayaan bagi
anak
laki -
laki di Jepang. Perayaan
ini
sudah dilakukan di
negeri
matahari terbit
itu
sejak tahun 1948, dan dinyatakan sebagai
hari
libur
nasional.
|
19
angonosekku.htm). Tango no Sekku (
?????
) sekaligus
dijadikan
sebagai
Kodomo no Hi (
????
) yang berarti hari perayaan bagi anak-anak.
maksud dari Tango no Sekku adalah:
???
???
????????
?
?
???
??
??
????
??(???)????????????????????
???
??
??
??????????????(???)??(??)???
??
??????5??????????????????????
??
??
?
?(?)??(?)???????????5???????
??
??????5?5????????????????
Apa itu Tango no Sekku?
Tango
no
Sekku adalah
perayaan
kuno
yang
sudah ada sejak
zaman Nara
dan
terus
berlanjut
hingga
saat
ini.
Tango
no
Sekku pada
mulanya
adalah
untuk
menyebutkan tanggal
lima
yang
pertama pada
bulan
yang
sama,
yaitu
5
Mei
(festival untuk hari pertama dimana mempunyai tanggal 5 pada bulan yang sama).
Tetapi karena bunyi dari kata
go
pada kata
tango, sama dengan bunyi
go yang
artinya
adalah
lima,
menunjuk bulan ke
5, dan tidak
lama
kemudian tanggal
5
bulan 5 dijadikan hari perayaan Tango no Sekku.
Pendapat
yang
sama
juga
dikemukakan oleh
Corpuz,
seorang
Profesor
dari
Universitas De La Salle Amerika. Dia mengungkapkan tentang arti dari Tango no Sekku,
yaitu:
The Japanese word Tango means the first 5. Checking it out more specifically,
Tan is the top or edge, go is five. The different Kanji character which has the
same pronunciation go but meaning a horse of twelve zodiac sign is used for this
case recently, originally it was five (the horse day or horse time exists, but it
means
7th from the beginning). Japanese no is used for English or of, and Sekku
means seasonal festival. Therefore, Tango no Sekku means the festival for the
first day which has the number 5 in a month, not 15 nor 25.
Kata
Tango
dalam bahasa
Jepang
artinya
adalah
lima
yang
pertama. Arti
khususnya, Tan adalah atas atau permukaan, go adalah lima. Perbedaan karakter
kanji
yang
mempunyai pengucapan
yang
sama
go , juga berarti
kuda
dari
|
20
perlambangan dua
belas
zodiak.
Saat
ini
lambang
ini
lebih
sering digunakan
dalam kasus ini. Pada awalnya itu adalah lima (hari kuda atau adanya hari kuda ,
tetapi
itu
berarti
yang
ketujuh
dari
awalnya). Kata
no
dalam
bahasa
Jepang
digunakan seperti bahasa Inggris yang berarti atau, kata penghubung, dan Sekku
artinya
adalah
festival
musiman.
Oleh
karena
itu,
Tango
no
Sekku secara
keseluruhan artinya
adalah
festival
yang
pada
hari
pertama
memiliki
angka
5
dalam sebulan, bukan 15 juga 25).
Bulan Mei adalah satu-satunya bulan
yang memiliki angka 5
ganda
(hari
yang kelima
dalam
bulan
yang
kelima
/
5-5) dalam
satu
tahun,
yang
dalam
bahasa Jepang disebut
Tango.
Festival ini memiliki sejarah yang menarik, dahulu pada mulanya merupakan hal
yang berhubungan
dengan pertanian, dan tampaknya menjadi sebuah festival yang
sangat populer pada zaman Nara. Hal ini mungkin disebabkan dimana pertama kalinya
nama
itu
ditemukan
Tango
no
Sekku. Dalam
Jepang
kuno,
nama
itu
mengarah
pada
sebuah
festival
yang
diadakan pada
saat waktu
tertentu di sekitar bulan
Mei, sebuah
musim yang pendek. Tango no Sekku pada mulanya dikenal sebagai Festival Bunga Iris,
dan
dahulu
merupakan
sebuah
festival
untuk
menghindari
penyakit
dan
hawa
jahat
( Sargent, 2001 ).
Selama zaman Kamakura (1192-1333) keluarga samurai
mengendalikan Jepang.
Kata
dari
bahasa
Jepang
shobu
berarti
untuk
menghormati kekuatan
militer
atau
keberanian. Calamus Iris yang digunakan sebagai jimat keberuntungan selama perayaan
Tango
no Sekku juga disebut dengan shobu. Tango no Sekku diubah
menjadi Shobu no
Sekku (hari untuk menghormati kekuatan dan keberanian) oleh samurai ( Sargent, 2001 ).
Pada
masa
Shogun
Tokugawa,
suasana
festival
mengalami
banyak perubahan.
Festival Bunga Iris dirayakan dengan menggunakan simbol dan
ide dari
tradisi samurai
untuk menciptakan sebuah festival yang pada saat ini dikenal sebagai Hari anak laki-laki.
|
21
Bulan
Mei
adalah
bulan
dimana
serangga merusak
lahan
petani.
Pada
zaman
dahulu
mereka
menggunakan sosok
prajurit
perang
yang
sangat
menakutkan
untuk
koinobori (bendera ikan) agar dapat
mengusir serangga dan
hama dari
ladang
mereka.
Sebuah kisah mengatakan bahwa salah satu dari Shogun Tokugawa diperlihatkan dengan
warna
yang sangat mencolok dan menarik disana. Tango
no Sekku dijadikan
sebuah
festival
atau
pesta
rakyat
oleh
keturunan
Tokugawa dan
telah
diresmikan
menjadi
perayaan
tahunan
untuk
anak
laki-laki
dari
keluarga
bangsawan di
seluruh
negeri.
Kebiasaan ini pun segera menyebar luas di masyarakat umum pada zaman Edo (1600-
1868). ( Sargent, 2001 ).
Adapun simbol dari semangat
bertempur
dan kekuatan
yang ditampilkan
di
rumah orang Jepang pada saat festival Tango no Sekku adalah hiasan pada rak bertingkat,
seperti kabuto (helm atau
topi baja), yoroi (baju baja), katana
(pedang). Selain dengan
benda-benda
ini,
juga terlihat bendera-bendera, panah,
drum,
hiasan kecil
dari bendera
ikan, kipas, berbagai mainan anak laki-laki, dan tentu saja sebuah vas yang berisi bunga
iris. Kadangkala ada juga sebuah pedang samurai atau satu set boneka yang memegang
senjata,
memegang
pedang, dan sebagainya.
Kesatuan dari
benda-benda
hari
anak
ini
disebut
dengan
gogatsu
ningyo
yang
merupakan sebuah
barang
pusaka
turun
temurun
dalam keluarga. Gogatsu
ningyo atau boneka yang dipajang pada saat festival Tango
no
Sekku
lebih
sering diletakkan
di
ruangan
kecil pada
suatu
kamar
atau
tokonoma pada
ruangan utama di sebuah rumah bila sebuah keluarga memilikinya ( Sargent, 2001 ).
Ada beberapa permainan yang sangat erat dengan hari anak laki-laki yang tentu
saja berhubungan dengan
perkelahian.
Salah satunya
disebut dengan
chambara
gokko
dan
sangat
sederhana
permainan perang
dari sebuah
pedang
kayu
dan
helm
kertas.
Helm kertas
ini
menampilkan
helm samurai tradisional pada zaman
Edo yang sering
|
22
dibuat
pada
Taman
Kanak-kanak dan
Sekolah Dasar
di
seluruh
Jepang
untuk
menyambut
liburan. Anak-anak
juga
menyanyikan beberapa
lagu tradisional
hari
anak
laki-laki, dua
diantaranya yang terkenal adalah
Koinbori
dan
Seikurabe. Seikurabe
adalah
sebuah
tiang
yang
digunakan
untuk
membandingkan tinggi
anak.
Ini
adalah
sebuah
tradisi
pada
hari
ini
untuk
memberi tanda
tinggi
mereka
dengan
tiang,
dan
membandingkan tinggi mereka dengan tiang dari tahun lalu ( Sargent, 2001 ).
Perayaan festival Tango no Sekku jatuh pada tanggal 5 Mei bertepatan dengan
Golden Week atau pekan emas yang merupakan pekan liburan di akhir bulan April dan
awal bulan Mei. Pada pekan itu ada empat hari libur resmi yang hampir berurutan, yakni
???
tanggal
29 April
Hari
Berkebun
( ? ??
) dahulu
merupakan
hari
libur
untuk
memperingati ulang tahun Kaisar Hirohito, tetapi sekarang dijadikan sebagai Hari
???? ? ? ? ?
Berkebun, 3
Mei
Hari
Peringatan Konstitusi
(
????? )
merupakan
hari
mulai
????
?????
berlakunya Konstitusi Jepang, 4 Mei (
?? ?? ?
) merupakan hari libur yang
ditetapkan pemerintah karena merupakan hari yang terjepit diantara dua hari libur resmi,
???
5
Mei Hari Anak-Anak (
????
)
merupakan hari kesehatan dan kesejahteraan anak-
anak,
hari
anak-anak
adalah
nama
lain
dari
festival
Tango
no
Sekku (
Safarindiyah,
2002 ).
Di bawah ini adalah gambar dari boneka yang dipajang pada saat festival Tango
no Sekku. Kesatuan
boneka
yang dipajang
pada
festival
Tango
no
Sekku dinamakan
Gogatsu Ningyo.
|
![]() 23
2.4 Hinamatsuri
Hinamatsuri
adalah
festival
anak-anak
perempuan
yang
dirayakan
di
Jepang
setiap
tanggal 3
Maret.
Hinamatsuri
berasal
dari
kata Hina
yang
berarti
boneka, dan
matsuri yang
artinya
festival. (Kodansha
1994).
Jadi
festival
ini
bila
diterjemahkan
dalam
bahasa
Indonesia artinya
adalah
festival
boneka. Perayaan
ini
termasuk
dalam
salah satu festival utama untuk para gadis atau anak-anak perempuan di Jepang.
Menurut The Kodansha Billingual Encyclopedia of Japan (1998), Hinamatsuri
adalah:
?????
??
???
???
???
???
????
???????
??? ?????
3?3?? ? ???????????????????(?? ? ? ?
???????
??? ??
????
???
??
??
???
?? ? ??????????????????????)??????
????
?
?????
??
????
?
????
??
????????? ??????????????????????
????
???????
???
??
??
??
????????
??? ??? ?????????????????????????
???
???
???
??
?????
??
???
??????????????? ? ????????? ? ?????
???
???
??
???
???
??????????????????????
Hinamatsuri
Festival
untuk anak-anak perempuan yang diadakan pada
tanggal 3
Maret. Rak
bertingkat
untuk
menyusun
boneka-boneka hina
(satu
set
terdiri
dari
boneka-
boneka
yang
mewakili
kaisar,
permaisuri,
pelayan-pelayan,
dan
pemusik
yang
mengenakan pakaian
istana
kuno)
di
dalam
rumah.
Keluarga
merayakannya
dengan makanan lengkap, makan hishimochi yang berbentuk wajik, dan minum
|
24
shirozake
(dibuat
dengan beras ketan
dan
sake).
Boneka-boneka dalam festival
modern
adalah
kombinasi
dari
katashiro
(korban
dari
ritual
penyucian), dan
boneka-boneka hina yang terbuat dari kertas dimana dijadikan mainan oleh anak-
anak
perempuan pada
zaman
Heian.
Festival
ini
juga
disebut
Joshi
no
Sekku,
Momo no Sekku, dan Sangatsu Sekku.
Sejarah Hinamatsuri pada awal mulanya berasal dari zaman Heian. Seperti yang
tertulis pada artikel http://www.ningyo-kyokai.or.jp/
????
???
???? ??? ????
??
??
?????????????????????(?
1000
??)????
??
??
?
????????
??
??
????????????????????????????????
????
????
???
????? ?
?
???
??
??
??????????(??????? ? ?????????????
???
?????
??
????
??
???? ? ????????????????????????????
Sejarah Hinamatsuri
sangat tua, dimulai dari pertengahan zaman Heian (794-
1192) kira-kira 1000 tahun yang lalu. Pada bulan tiga, orang-orang mengadakan
upacara untuk memohon agar terhindar dari segala macam penyakit. Orang-
orang ini mengundang ahli nujum untuk berdoa kepada Dewa Langit dan Bumi
dengan mempersembahkan makanan dan memindahkan hal-hal buruk dari tubuh
kedalam boneka, lalu menghanyutkannya ke sungai.
Pada
zaman
Heian
inilah
festival
Hinamatsuri
untuk
pertama kalinya
diselenggarakan di
Jepang.
Tradisi
mengusap-usapkan
boneka
ke
tubuh
sendiri
mempunyai
tujuan
untuk
memindahkan hal-hal
buruk
yang
ada
pada
tubuh
seperti
penyakit supaya
berpindah ke
boneka,
lalu
menghanyutkan boneka
yang telah diusap-
usap
itu ke sungai
disebut dengan
nagashibina. Tradisi
ini dilakukan oleh
masyarakat
Jepang pada zaman Heian ( Inoue, 2003 ).
Selanjutnya pada pertengahan zaman Heian, permainan Hiina sangat
populer di kalangan anak gadis bangsawan. Hiina disini disebut sebagai boneka. Mereka
bermain
boneka
dari
kertas
yang
menyerupai peralatan
rumah
tangga,
istana,
dan
perlengkapan lainnya untuk menggambarkan kehidupan di istana pada masa itu. Hal ini
|
25
juga dapat
dilihat dari kisah Genji Monogatari oleh Murasaki
Shikibu
dan kisah
Makura No Shoushi oleh Seishounagon ( http://www.kanshundo.co.jp/ ).
Pada
zaman Muromachi
(
1338-1573
), boneka
Hina
terbuat dari
kertas dan
tanah, dibuat dengan posisi berdiri. Bentuk dan modelnya pun menjadi lebih artistik dan
modern ( Inoue, 2003 ).
Pada zaman Edo, tradisi menghanyutkan boneka ke sungai menjadi sulit dilakukan
karena
alasan
tercemarnya air sungai
akibat
banyaknya
boneka
yang
dihanyutkan ke sungai. Oleh karena itu, pada masa ini boneka Hina dipajang di dalam
rumah.
Pada
awal
zaman
Edo
(
1629
)
diselenggarakan festival
Hinamatsuri
yang
terbesar
di
Istana
Kyoto.
Festival Hinamatsuri
yang
terbesar
pada
zaman
Edo
ini
dilakukan pada saat Putri Noriko, putri dari Shogun kedua Tokugawa masuk ke istana
sebagai
istri Kaisar. Sejak saat
ini, pelaksanaan festival Hinamatsuri
juga dibantu oleh
para istri Shogun. Tidak lama kemudian
tradisi ini menyebar luas. Festival Hinamatsuri
yang semula hanya dilakukan oleh
kaum bangsawan dan aristokrat, berkembang luas di
kalangan rakyat jelata,
dari
ibukota sampai
ke
pedesaan,
yang
diselenggarakan hingga
saat ini ( http://www.kanshundo.co.jp/ ).
Pada pertengahan zaman Edo, perayaan Hinamatsuri
menjadi sangat populer di
Jepang.
Tradisi
perayaan
pertama
kali
adalah
memperingati hari
lahirnya
bayi
perempuan. Di
dalam
ibukota,
tempat
menjual
boneka
Hina,
seperti
di
Nihonbashijyuukendana
dan
Asakusayachou yang
terkenal
sangat
ramai
didatangi
masyarakat
untuk
membeli boneka dan perlengkapannya pada
zaman
itu. Bahkan pada
masa
ini,
banyak
sekali
dibuat
boneka
Hina
yang
mewah,
sehingga pemerintah
mengeluarkan pengumuman yang berisi larangan bagi boneka Hina yang terlalu mewah.
|
26
Saat
memasuki
zaman Meiji, pemerintah baru
menghapus
festival tahunan, dan
menetapkan perayaan
nasional
yang
baru.
Festival
tahunan
mengalami
kemunduran
sesaat, tetapi peristiwa yang telah berakar dalam kehidupan orang-orang Jepang dalam
jangka
waktu
yang
lama
itu
tidak
dapat
dengan
mudah dihilangkan
begitu saja.
Oleh
karena
itu,
tidak
lama
kemudian festival
itu pun
hidup
kembali sebagai
perayaan atau
festival
rakyat.
Begitu
juga dengan
Tango No Sekku atau
festival
anak
laki-laki
yang
memiliki hubungan erat dengan anak-anak pun menjadi semakin populer sebagai festival
rakyat pada zaman ini hingga sekarang ( http://www.kanshundo.co.jp/ ).
Boneka yang dipajang pada festival Hinamatsuri biasanya satu set terdiri dari 15
boneka.
Kebiasaan memajang boneka
ini
mulai
terkenal
di
Jepang
pada
zaman
Edo
(1603-1868).
Seperti yang tertulis pada artikel
During the Edo period (1603-1868), the Tokugawa shoguns established
Hinamatsuri, and by the end of the period, the hina ningyou set had grown to the
fifteen-doll set known today. Now the dolls are believed to bring good fortune,
health, and a good marriage to the young girl who owns them, so long as she
treats them correctly. She must offer them shirozake, which is sweet; mochi, a
sticky and sweet rice cake, which may be round or diamond-shaped
(hishimochi).
Selama zaman Edo (1603-1868), Shogun Tokugawa mengadakan festival
Hinamatsuri, dan pada akhir zaman Edo, boneka hina telah bertambah
jumlahnya menjadi lima belas boneka dalam satu set hina ningyou. Boneka-
boneka tersebut dipercaya membawa keberuntungan, kesehatan, dan sebagai
harta benda pernikahan bagi anak perempuan yang memiliki boneka tersebut dan
merawatnya dengan baik. Anak perempuan wajib mempersembahkan kepada
dewa, shirozake yang manis dan mochi kue yang terbuat dari beras ketan,
rasanya manis dan berbentuk wajik yang disebut hishimochi.
Jadi festival Hinamatsuri adalah perayaan khusus bagi keluarga di Jepang yang memiliki
???????
anak perempuan usia sekolah, terdapat tradisi untuk memajang boneka hina (
???
).
|
![]() 27
Di bawah
ini adalah gambar dari satu
set boneka
hina
yang dipajang pada saat
festival
Hinamatsuri di Jepang. Kesatuan dari boneka-boneka
ini disebut sebagai
Hina
Ningyo.
|
28
|