6
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Teori Omiai.
Salah
satu
tradisi
Jepang
yang
menjadi
ciri
khas
dalam
kehidupan
masyarakatnya
yaitu tradisi perkawinan yang diatur (dijodohkan), yang lebih dikenal dengan sebutan Omiai
Kekkon. (Kodansha Ltd, 1993).
Pada umumnya, Miai memiliki dua pengertian diantaranya pengertian dalam arti luas
dan dalam arti sempit. Miai dalam pengertian luas yaitu
mempertemukan orang-orang yang
bersangkutan untuk
tujuan
tertentu.
Sedangkan
Miai
dalam
pengertian
sempit
yaitu
perkawinan yang dijodohkan atau perkawinan yang terjadi karena bantuan seorang perantara
mempertemukan kedua
calon
pengantian Miai
(
???
)
dalam pengertian
harafiah berarti
"saling melihat" (Lebra, 1984 : 102).
Dalam Ensiklopedia Jepang, Miai adalah suatu pertemuan resmi dimana dilakukannya
perkenalan antara
seorang
pria
dan
seorang
wanita
yang
diatur
oleh
nakoodo
(seorang
perantara) dengan
tujuan
mencari
pasangan
untuk
menikah
atau
lebih
dikenal
dengan
perjodohan (Swann, 1983 : 115).
Omiai
dapat
dilakukan dengan
beberapa cara,
bentuk
Omiai
antara
masa
sebelum
Perang
Dunia
II
dengan
masa
sesudah
Perang
Dunia
II
mengalami
perubahan. Sebelum
Perang
Dunia
II
di
Jepang,
sebelum
mengadakan upacara
perkawinan biasanya
calon
pengantin
pria
terlebih
dahulu
mencari
calon
pasangannya secara
sembunyi-sembunyi
(kagemi) yang biasanya dilakukan pada saat
natsu
matsuri (perayaan musim panas), dimana
banyak para pengunjung berdoa di kuil-kuil. Saat seperti itu merupakan saat yang baik bagi
  
7
calon pengantin pria bersama dengan nakoodo (perantara)
memilih dan
menilai para
wanita
yang sedang berdoa di kuil. Apabila pada tahap
ini berhasil,
maka
nakoodo boleh meminta
izin
kepada pihak
orang
tua
pria
untuk
meminta pihak
wanita
datang
ke
rumah
pria
yang
diharapkan menjadi pasangan.
Peranan
nakoodo
dan  fungsi  Omiai  itu  sendiri  memiliki
arti  yang  besar  dimana
dimulai
dengan
perkenalan antara
satu
sama
lain
sampai
pada
acara
resepsi
perkawinan.
Peranan nakoodo dan
fungsi Omiai
memegang peranan penting.Namun, lambat laun seiring
dengan
berkembangnya negara
Jepang
pada
periode
Heisei
telah
banyak
mengalami
perubahan dalam
kehidupan
masyarakat Jepang
termasuk dengan
peranan
nakoodo
dalam
perkawinan yang bersifat modern.
Peranan nakoodo pada masa
sebelum Perang Dunia II sebagai perantara perkawinan
yang
bertugas
memperkenalkan seorang
pria
dengan
seorang
wanita
dengan
tujuan
menjodohkan nereka. Perkenalan
antara kedua orang
tersebut dilakukan secara resmi
yang
dikenal dengan sebutan Omiai. Namun sekarang ini, peranan nakoodo dan fungsi Omiai itu
sendiri dalam tata cara perkawinan Jepang sudah mengalami perubahan (Swann, 1983 : 116).
Miai
diadakan
di
sebuah restoran,
bioskop atau
pertunjukkan musik
di
teater
oleh
nakoodo dan orang tua kedua calon pasangan. Kedua calon pasangan
itu akan
melanjutkan
hubungan
mereka
atau
tidak,
tergantung
pada
perasaan
mereka
masing-masing setelah
pertemuan itu dimana mereka saling menilai satu sama lain (Swann, 1983 : 115-116).
Miai
juga
dapat
dilakukan di
rumah
calon
pengantin wanita,
dengan
cara
calon
pengantin pria datang bersama
nakoodo dan orang tuanya.
Mereka dipertemukan di sebuah
ruangan
bersama
para
tamu
lainnya.
Dengan
diadakannya
Miai,
calon
pengantin pria
dan
orang tuanya dapat melihat bagaiman pembawaan diri dan tingkah lakunya, tidak saja hanya
  
8
melihat dari penampilan luar (kecantikan) saja. Dapat dilihat ketika calon pengantin wanita
memiliki
keterampilan
dalam
menyambut
para
tamu
dan
cara
menyajikan makanan
dan
minuman (Lebra, 1984 : 103).
Miai memiliki cara lain yaitu, dimana seorang nakoodo membawa seorang pria untuk
melihat sekilas seorang wanita kemudian sang pria memikirkannya beberapa waktu sebelum
ia
memutuskan
untuk
melakukan pendekatan langsung
kepada
wanita
tersebut.
Tindakan
seperti ini disebut kagemi (
??
). Kagemi berarti "melihat secara sembunyi" karena biasanya
sang
pria
melihar
secara
tersembunyi dan
sang
wanita
tidak
menyadari
bahwa
ia
sedang
diperhatikan. Bahkan pada perayaan
Matsuri,
banyak para pengunjung yang datang ke
kuil
dimana ini
merupakan kesempatan yang baik untuk para pria mencari calon istri dari daerah
lain. Selain itu,
masih ada cara lain yaitu sang pria bersama nakoodo menunggu di sebuah
jalan
dimana banyak
para
wanita
yang
akan
melalui
jalan
itu.
Biasanya para
wanita
tidak
akan dengan sengaja menolak dari pandangan pria
yang sedang memperhatikannya. Apabila
hal
ini
berhasil
maka
nakoodo akan
meminta izin
untuk
memanggilnya dan
bersama-sama
calon pengantin pria ke
rumah wanita
itu,
bahkan bersama orang
tua dari keduanya
untuk
saling diperkenalkan.
Suatu 
kewajiban 
bagi 
nakoodo 
sejak   dilakukannya  Omiai   untuk 
memelihara
hubungan
antara
kedua belah pihak
yang
bersangkutan
dan
membangun
komunikasi
yang
baik diantara keduanya. Apabila berjalan dengan baik, maka tugas ini menjadi sesuatu yang
menyenangkan.
Tetapi,
jika
tidak
berjalan
dengan
baik
maka
dibuat
perjanjian
yang
sah
secara
hukum
mengenai
penolakan
yang diadakan
guna
mencegah
kehilangan muka
bagi
pihak yang ditolak (Hendry, 1981 : 138). Keluarga dari pihak wanita dapat menolak karena
  
9
menganggap anaknya itu masih terlalu mud untuk menikah, belum menguasai keterampilan
dalam mengurus rumah. (Hendry, 1981 : 139).
Omiai Kekkon biasanya dilakukan pada saat seorang wanita telah memasuki usia yang
tepat untuk menikah. Usia
yang tepat untuk menikah antara 20-24 tahun. Pada saat seorang
anak
perempuan sudah
memasuki
usia
tersebut,
maka
para
orang tua
akan
menghubungi
nakoodo
(seorang
perantara) untuk
meminta bantuan
mencari
pasangan
bagi
anak
perempuannya.
Nakoodo tersebut
akan
mencari
wali
pada
saat
anak
tersebut
menikah
sehingga orang yang dapat menjadi nakoodo biasanya orang yang terpandang (Saito, 1981 :
16).
Keputusan perjodohan pada
zaman
dahulu
tidak
hanya
berada
di
salah
satu
pihak
namu semua pihak.
Dalam
pelaksanan Omiai
sekarang
ini
dibantu oleh
pihak
yang
sangat
mengerti akan masalah perkawinan. Hal ini di ungkapkan dalam :
Artinya :
???????????????????????????????
???????????????????????????????
????
(Yasuko, 1997 : 11).
Perjodohan pada zaman dahulu sebagian besar tidak hanya ditentukan diantara
kedua
keluarga dan
teman
dekat
tetapi
semua
pihak
yang
bersangkutan.
Perjodohan sekarang
ini dilakukan
melalui pertukaran pemikiran kedua belah
pihak
dan
adanya
bantuan
dari orang
yang
mempunyai
banyak
pengalaman
hidup.
Sampai
sekarang
ini
masih
ada
kebiasaan-kebiasaan
lama
pada
masyarakat Jepang
yaitu
penggunaan nakoodo
(perantara
atau
mak
comblang)
dan
diadakan
Miai
(suatu
pertemuan menjelang perkawinan), meskipun hal tersebut sudah mengalami perubahan.
Perkawinan yang terbentuk melalui pertemuan seperti ini disebut Omiai
Kekkon atau
perkawinan yang
dijodohkan. Setelah
Perang
Dunia
II,
hubungan
antara
pria
dan
wanita
  
10
mulai bebas, sehingga perkawinan karena cinta atau Ren'ai Kekkon (sebuah perkawinan yang
terjadi
berdasarkan atas
cinta)
menjadi
lebih
populer,
meskipun
demikian
Omiai
Kekkon
masih tetap ada (Swann, 1983 : 117)
Sejak
masa
sebelum
Perang Dunia
II,
Omiai
Kekkon telah
dilakukan bahkan
pada
zaman Edo (masa pemerintahan Tokugawa) dimana perkawinan dianggap sebagai alat politik
di kalangan para samurai dan daimyo untuk memperkuat kekuasaannya (Masatsugu, 1982 :
104).
Dewasa 
ini,  perkawinan 
yang  diatur  oleh  orang 
tua,  dimana  pasangan  belum
mengenal satu sama lain sampai pada hari perkawinannya, hal
ini
merupakan suatu hal
yang
langka
dan
aneh. Oleh
karena
itu,
sekarang
munculnya
perkawinan
yang
berdasarkan atas
cinta
atau
yang
lebih
dikenal
dengan
sebutan
Ren'ai  Kekkon dimana
Ren'ai  Kekkon ini
menjadi
populer
di
kalangan
masyarakat sekarang
ini
(Swann,
1983
:
117).
Tingkat
masyarakat
yang
melakukan
Ren'ai
Kekkon mengalami
peningkatan
dibandingkan dengan
Omiai Kekkon.
Hal
tersebut
dapat
dilihat
pada
tabel
berikut di
bawah
ini,
dimana
telah
terjadi
perubahan tingkat jumlah bentuk perkawinan yang dilakukan masyrakat Jepang.
  
11
Perubahan Bentuk Perkawinan
Tahun
Bentuk
Perkawinan
Miai Kekkon
Ren'ai Kekkon
1940
86,7%
13,3%
1945
84,5%
15,5%
1950
71,8%
28,2%
1955
65,5%
34,5%
1960
62,1%
37,9%
1965
54,1%
45,9%
1970
43,6%
56,4%
1975
34,9%
65,1%
Sumber Data : dalam buku berjudul Nihonjin no Isshoo, Tikoyo : Nihonggo Kyooiku Gakkai,
1982 yang dikutip oleh Saitoo.
Sekarang
ini
masih ada orang-orang
Jepang
yang
masih
melakukan Omiai
dalam
kehidupannya namun tidak sebanyak dahulu sebelum Perang Dunia II.
Masyarakat Jepang sekarang ini telah mengalami perubahan pandangan terhadap perkawinan,
hal
ini diungkapkan oleh Yasuko (1997). Yasuko
melihat adanya perubahan pandangan di
kalangan anak muda Jepang seperti yang tampak dalam kutipan berikut :
Artinya :
????????????????????????(Yasuko, 1997 : 2).
Pandangan anak muda Jepang sekarang ini mengenai perkawinan telah
mengalami perubahan besar.
  
12
Selain itu,
Yasuko
(1997) juga
menemukan bahwa sekarang
ini anak
muda Jepang
melihat kelebihan-kelebihan dari Omiai.
Akan tetapi,
miai yang sekarang telah
mengalami
perubahan, seperti dalam kutipan dibawah ini.
Artinya :
???????????????????????????????
???????????????????????????????
???????????????????????(???????
???????)???????????(???????????
??)??????????????????????
(Yasuko, 1997 :
2).
Anak
muda
Jepang
telah   
mengetahui dengan
jelas
sisi
positif
dari
dilakukannya Omiai, berbeda dengan Ren'ai. Bentuk perkawinan sekarang ini
telah
berbeda
sekali
dengan
yang
dahulu.
Omiai
sekarang
tergantung dari
perkenalan
yang cocok
dan
event (perayaan)
perkenalan
perjodohan
seperti
pesta-pesta
yang diselenggarakan
di
hotel,
adanya
biro
jodoh
yang
mencari
pasangan melelui komputer. Itu semua
termasuk salah satu contoh dari suatu
perjodohan.
Hal ini berbeda dengan Omiai pada masa sebelum periode Showa sekitar tahun 1926,
Omiai
dilakukan demi kepentingan Ie,
atas dasar kebutuhan keluarga dan keputusan Omiai
berada
di
tangan
orang
tua.
Selain
itu,
pihak
yang
dijodohkan tidak
boleh
menolak
dilakukannya Omiai. Pemikiran masyarakat mengenai suatu perjodohan dinyatakan dalam :
Artinya :
???????????????????????????????
???????????????????????????????
?????????????????????????????,?
???????????????????????????????
??
(Yasuko, 1997 : 3).
Karena
banyaknya orang
zaman
sekarang
yang berpikiran
mengapa adanya
perjodohan,
pemberian
mahar
(pemberian kepada
pasangan),
serta
adanya
seorang perantara (atau yang lebih dikenal dengan mak comblang). Mengapa
terdapat
kesulitan
seperti
hal
tersebut
untuk
sampai
pada
jenjang
menjelang
perkawinan. Meskipun demikian, apabila dipikirkan kemudian akan mengerti
bahwa itu adalah hal
yang sudah seharusnya Omiai adalah pengetahuan yang
ada sejak dahulu hingga sekarang.
  
13
Menurut Yasuko
(1997),
adanya
kecenderungan anak
muda sekarang
lebih
mudah
mendapatkan
pasangan  bermain  dibandingkan
dengan  mencari  pasangan  hidup.  Hal  ini
dinyatakan dalam :
Artinya :
???????????????????????????????
???????????????????????????????
???????????????????????????????
??????????????
(Yasuko, 1997 : 10).
Terdapat
kecenderungan bahwa
orang
muda
Jepang
sekarang
ini
bisa
menemukan beberapa
pasangan
bermain
tetapi
tidak
menemukan pasangan
hidupnmya yang tepat. Hal tersebut merupakan suatu masalah.
Dengan
adanya
perubahan pandangan anak
muda
Jepang
dewasa
ini
terhadap
perkawinan
yang
menganggap
bahwa
perkawinan
bukanlah
satu-satunya
tujuan
utama
dal
kehidupan mereka, kesulitan
mencari jodoh (pasangan
hidup), Yasuko
(1997)
menawarkan
suatu
cara
untuk
menemukan pasangan
hidup
yaitu,
dengan
cara
Omiai.
Bentuk
Omiai
sekarang
mengalami
beberapa
perubahan. Sebelum
zaman
Showa
(sebelum
tahun
1926),
Omiai
diputuskan
oleh
keluarga demi
kepentingan Ie,
pihak
yang dijodohkan tidak dapat
menolak Omiai, adanya kecenderungan paksaan orang tua kepada anak. Akan tetapi, Yasuko
(1997)
melihat
Omiai
itu
sebagai bentuk
perjodohan, dimana keputusan
Omiai
berada
di
tangan pihak yang dijodohkan yang boleh terjadi penolakan apabila salah satu pihak merasa
tidak cocok. Sekarang ini, pada periode Heisei (1989-sekarang), tidak banyak wanita dipaksa
untuk menikah apabila hal tersebut berlawanan dengan keinginannya. Mereka juga diberikan
hak
untuk memilih pasangan hidup mereka sendiri tanpa campur tangan orang tua, dengan
  
14
kata lain orang tua tidak berhak menentukan dan memutuskan pasangan hidup untuk anaknya
(Reischauer, 1987 : 295).
Tujuan  akhir  dari  dilakukannya  Omiai  adalah  suatu  perkawinan,  dimana  Omiai
Kekkon dilakukan
atas
dasar
kesadaran
kedua
belah
pihak
tanpa
adanya
paksaan
dan
keputusan akhir Omiai berada pada pihak yang melakukan perjodohan tersebut.
2.2
Teori
Perkawinan.
Perkawinan
dalam
bahasa
Jepang
disebut dengan
istilah
kekkon
(
??
)
atau
kon'in
(
??
)
.
Istilah kekkon terdiri dari dua karakter Kanji yaitu ketsu (
?
yang berarti ikatan) dan
kon
(
?
yang
berarti perkawinan).
Sedangkan kon'in
terdiri
dari
kon
(
?
yang
berarti
perkawinan) dan in (
?
yang juga berarti perkawinan (Nelson, 1994 : 304-305).
Perkawinan
merupakan
rencana
untuk
meneruskan keturunan,
yaitu
untuk
menjaga
kesinambungan suatu keluarga. (Stephen, 1987 : 322-323).
Sebuah perkawinan bagi
masyarakat Jepang dianggap sebagai salah
satu cara untuk
menempati
posisi
tertentu
dalam
keluarga.
Misalnya,
pengantin
wanita  akan
menempati
posisi sebagai shufu (
??
: nyonya rumah), sementara suaminya sebagai shujin (
??
: kepala
keluarga).
Masyarakat Jepang
memiliki
adat
istiadat
perkawinan
yang
mungkin terlihat
tidak
umum
bagi
orang-orang
negara
lain. Konsep
perkawinan
bagi
masyarakat
Jepang
berbeda
dengan masyarakat Barat. Hal ini dikarenakan kehidupan masyarakat Jepang sebelum tahun
1946  terbentuk  berdasarkan  sistem  Ie 
(sistem  kekerabatan  pada  masyarakat  Jepang),
demikian pula halnya dengan perkawinan.
  
15
Menurut Masatsugu
(1982),
tujuan
dari
adanya
perkawinan  
adalah
perkawinan
merupakan sesuatu
hal
yang letaknya diatas
segala-galanya, sebuah lembaga yang dibentuk
untuk meneruskan nama baik keluarga (Masatsugu, 1982 : 107). Dengan adanya perkawinan,
maka
akan
terjadi
sebuah
ikatan
diantara dua
keluarga. Oleh
karena
itu,
seorang anak
perempuan akan
dijaga dengan
sangat
hati-hati
oleh
orang
tuanya.
Bagi
orang
tua,
anak
perempuan
dianggap
memiliki
nilai
lebih
sehingga
dapat
digunakan untuk
kepentingan
keluarga.
Menurut Mitsuyuki Masatsugu, perkawinan adalah :
Artinya :
A marriage was arranged to suite the family's needs. Since the marriage    
was
not result of attraction between the young couple, conjugal love was secondary
development, to be achieve letter by the pair. In this system, the sexual fidelity
of the couple was considered most important, as it played  role
in keeping the
family together. (Masatsugu, 1982 : 104).
Sebuah perkawinan telah
dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga,
karena perkawinan bukanlah disebabkan oleh rasa
tertarik diantara pasangan
muda, cinta
merupakan
pengembangan
kedua
berikutnya),
yang
akan dapat
dicapai
kemudian oleh
pasangan
tersebut.
Dalam
sistem
ini,
kesetiaan
dari
pasangan dianggap
sebagai
hal
yang
sangat
penting,
karena
berperan
dalam
menjaga keutuhan dari sebuah keluarga.
Dalam
kehidupan
masyarakat
Jepang,
juga
dikenal
dengan
adanya
suatu
kegiatan
yang
termasuk
dalam kategori
hare  dan
ke.
Hare  dapat berupa kegiatan
yang
dilakukan
setiap tahun yang bersifat ritual (nenchugyoji)
dan upacara yang berhubungan dengan siklus
kehidupan
manusia
(tsukagirei).
Sedangakn
ke, merupakan
kegiatan
yang
dilakukan
masyarakat Jepang secara rutin setiap tahun dimana berkaitan dengan kegiatan sosial dalam
kehidupan sehari-harinya.
  
16
Dalam
masyarakat
Jepang,
upacara
perkawinannya termasuk
dalam
hare,
yaitu
tsukagirei
karena
upacara
perkawinannya berkaitan
dengan
keagamaan
dalam
lingkaran
kehidupan manusia.
Pada
umumnya
semua
masyarakat diseluruh dunia
melakukan upacara perkawinan
dimana hal
itu merupakan proses peralihan pada tingkatan kehidupan manusia yang bersifat
universal,
karena
pada
suatu
upacara
perkawinan terdapat
suatu
sistem
suku
bangsa
yang
berbeda-beda  dimana  sangat  dipengaruhi  oleh  adat  dan  tradisi  masyarakat  yang  masih
berlaku secara turun temurun dari nenek moyang.
Penyelenggaraan upacara
perkawinan diatur
oleh
etika
dan
tata
cara
upacara
yang
berlaku supaya perkawinan tersebut terlaksana dengan
lancar dan
baik, karena perkawinan
masih  dianggap  sebagai  suatu 
hal 
yang  sakral  dan  suci  dalam 
nilai-nilai  kehidupan
masyarakat Jepang.
Pandangan
masyarakat Jepang
mengenai
sebuah
perkawinan bukan
hanya
sebagai
suatu
kewajiban yang
harus
dipenuhi
oleh
setiap
manusia
dalam
rangka
mempertahankan
kelangsungan
Ie,
(Ie adalah suatu sistem
keluarga atau
kekerabatan tradisional
masyarakat
Jepang)
tetapi
juga
mengungkapkan eksistensi
manusia
secara
alami,
hal
ini
dibebankan
kepada kaum wanita terutama para wanita yang lahir pada tahun 1935, yang dibesarkan oleh
nilai-nilai sebelum perang yang disebut dengan Ie. (Iwao, 1935).
Perkawinan
masyarakat
Jepang
berhubungan erat
dengan
sistem
kekerabatan
tradisional, karena
suatu perkawinan bukan
hanya antara
individu saja
melainkan keluarga.
Perkawinan merupakan
suatu
sistem kekerabatan tradisional
atau
Ie,
yang juga
berkaitan
dengan keturunan dalam menjaga kesinambungan Ie.
Negara
Jepang dalam
kehidupan
masyarakatnya
mengalami perubahan
yang
sangat
besar dan
cepat sesudah
Perang
Dunia II.
Masa
sesudah
Perang Dunia II,
sistem Ie
pada
  
17
kehidupan
masyarakat
Jepang
mulai
kehilangan
fungsinya
yang
saat
ini
dianggap
sebagai
sisa peninggalan
feodal pramodern (Hendry, 1981
:
14). Semenjak
itu, Ren'ai Kekkon yang
didahului dengan proses pacaran semakin banyak.
Masalah
yang
sering
muncul
di  kalangan
wanita
muda
mengenai
pilihannya
akan
jenis
perkawinan.
Artinya :
???????????????????????????????
???????????????????????????????
????????
(Yasuko, 1997 : 10).
...boleh
dikatakan dalam
tema
yang selalu
muncul bagi
kaum
wanita
muda
yang sering sekali diterbitkan di majalh wanita, seperti apakah ingin menikah
secara Omiai (perjodohan) atau Ren'ai (cinta).
Pada
masyarakat Jepang
yang
telah
modern
ini,
perkawinan dilakukan
atas
dasar
keinginan kedua calon pengantin tersebut karena sebelumnya pasangan tersebut telah saling
mengenal
satu sama
lain
dan
telah
mengalami proses
pacaran
sehingga
peranan nakoodo
hanya
dijadikan
sebagai
pendamping kedua
mempelai
calon
pengantin
pada
saat
belangsungnya resepsi perkawinan serta mengatur tata cara perkawinan.
Sekarang
ini
perkawinan
di
Jepang
dipengaruhi oleh
tingkat
kehidupan
masyarakat
Jepang modern, dimana masyarakat modern Jepang sekarang ini tergolong dalam masyarakat
yang
bersifat
konsumerisme
yaitu
kecenderungan
masyarakat
dimana
memiliki
dorongan
yang
kuat
untuk
membeli
suatu
barang
yang
bukan
merupakan kebutuhan primer
demi
mempertahankan prestise atau sekedar mengikuti trend mode yang terjadi sekarang ini.
2.3
Teori Konsumerisme.
  
18
Masyarakat Jepang sekarang ini lebih modern, hal ini dipengaruhi oleh perkembangan
zaman. Sekarang
ini,
masyarakat Jepang modern cenderung untuk hidup konsumtif, dimana
mereka
banyak
menghabiskan uang
mereka
untuk
membeli
barang atau
jasa
yang
bukan
kebutuhan primer mereka.
Pengertian konsumerisme menurut Wikipedia Free Encyclopedia (2005) adalah suatu
istilah  yang  digunakan  untuk  menjelaskan  pengaruh  menyamakan  kebahagiaan  pribadi
dengan membeli barang umtuk dimiliki.
Marx
(2004)
berpendapat bahwa ekonomi
kapitalis
memimpin
masyarakat
ke
arah
pemujaan
terhadap
barang-barang dan
jasa,
dan
kenaikan
dari
kualitas
barang
dan
jasa
difokuskan pada harga barang dan jasa itu di pasar. di banyak konteks yang kritis istilah ini
digunakan
untuk
menjelaskan
kecenderungan dari
orang-orang
untuk
mengidentifikasikan
produk atau jasa yang mereka konsumsi, terutama yang memiliki merek dagang terkenal dan
perbandingan nilai tambah yang jelas, contohnyamobil yang mahal, permata yang mahal. Ini
merupakan
istilah
merendahkan
yang
banyak
disangkal
oleh orang,
yang
memiliki
sedikit
banyak rasionalisasi atau alasan yang spesifik untuk konsumsi di luar daripada gagasan yang
mereka sebut sebagai "konsumsi" (John Storey, 2003).
Menurut Steven Miles dalam Wikipedia Free Encyclopedia (2005) suatu kultur yang
mengandung
tingkat
konsumerisme yang
tinggi
disebut
sebagai
budaya
konsumtif,
yaitu
dorongan
yang kuat
untuk membeli suatu barang yang bukan
merupakan kebutuhan primer
demi
mempertahankan prestise
atau sekedar
mengikuti
trend
mode. Istilah dan konsep dari
"konsumsi berlebihan" muncul pada abad 20
melalui tulisan seorang ahli ekonomi Thorstein
Veblen. Istilah ini
menjelaskan tentang pernyataan yang tidak logis dan kondisi yang kacau
dari prilaku ekonomi.
  
19
Konsumerisasi  merupakan  wujud  ekonomi  yang  terus  menerus  pada  pembelian
barang
dan
jasa,
dengan
perhatian kecil
terhadap
kebutuhan yang
sesungguhnya,
kualitas,
produk
asli
atau
konsekuensi lingkungan
terhadap
perbuatan
dan
penjualan.
materialisme
adalah salah satu hasil dari konsumerisasi.
Robert Graves
(
2004
)
mengatakan bahwa konsumerisme berhubungan dengan cara
berpikir
masyarakat yang
wajar
itu
keinginan
untuk
mencukupi kebutuhan
hidupnya,
komunitas, keluarga,
dan
hubungan
sehat
dengan
permintaan
yang
tidak
pernah
puas
dan
bersifat sementara terhadap barang dan uang yang digunakan untuk membeli barang-barang
tersebut akhirnya menimbulkan sedikit penyesalan apa yang telah dibeli tidak sesuai dengan
kegunaan sebenarnya.
Dengan
adanya
kehidupan
masyarakat Jepang
modern
sekarang
ini
yang konsumtif
mengakibatkan  tingkat  kehidupan  mereka  pun 
meningkat  dari  segi  kebutuhan  mereka
maupun dari segi mereka mencari pasangan hidup, dimana mereka menjadi memiliki kriteria
khusus untuk pasangan mereka.
Konsumerisme
menyebabkan setiap
orang
itu
melawan
dirinya
sendiri
terhadap
permintaan
yang
tidak
pernah
berakhir
untuk
mencapai
barang-barang
material
atau dunia
khayalan yang muncul dan membuat dunia khayalan yang muncul itu menjadi nyata dengan
membeli barang-barang tersebut,
seperti
:
tranning
berat
badan,
diet
center
bedah
plastik,
make-up,
fashionable, dan
sebagainya
merupakan
suatu
contoh
di
mana
orang-orang
mengubah
diri 
merka
menjadi
alat  konsumsi
manusia.
Featferstone
(1991),  mengatakan
bahwa  penciptaan  gaya  hidup  terpusat  pada  konsumsi  tanda  estatis  yang  diasosiasikan
dengan pergeseran relative signifikasi dari produksi ke konsumsi.
  
20
Dalam
kaitannya
dengan
perilaku
simbolik,
Nur
(2003
:
20)
menyatakan
konsumsi
dilakukan karena barang tersebut mempunyai makna bagi konsumennya, jadi barang-barang
konsumsi merupakan suatu simbol, karena mempunyai nilai atau makna yang diberikan oleh
orang-orang
yang
mengkonsumsinya dengan
baik
sebagai
pemenuhan
kebutuhan
maupun
kesan prestise jika mengkonsumsinya.
BAB 3
ANALISIS
DATA