13
BAB
II
KAJIAN
TEORITIS
2.1.
DESKRIPSI TEORI
2.1.1.   Efektivitas  Organisasi
Efektivitas
setiap
organisasi
sangat
dipengaruhi oleh
perilaku
sumber
manusianya.   Hal tersebut
dikarenakan
manusia
adalah sumber
masukan
utama
pada
semua 
jenis  organisasi,  setiap  organisasi  perlu  kehadiran  manusia  di  dalamnya.
Perilaku
seseorang
yang
merupakan salah
satu
prinsip
dalam
aspek
psikologi
bahwasanya setiap orang selalu berbeda.  Setiap orang mempunyai persepsi yang unik,
pribadi
dan
masing-masing mempunyai
pengalaman
hidup
yang
berlainan. 
Masing-
masing juga
mempunyai kemampuan belajar
yang
berbeda-beda, daya
tahan terhadap
stress
yang berbeda,
tingkah
laku, kepercayaan dan
level aspirasi
yang juga
berlainan
(Ivancevich dan Matteson, hal. 7).  Untuk menjadikannya efektif maka seorang manajer
pada
suatu
perusahaan
harus
memandang
seorang
karyawan
sebagai
hal
yang
unik
dalam segala faktor yang membahas perihal perilaku.
Menurut Seeker dan Wilson (1999, hal. 6) di saat penyedia jasa menyusun suatu
rencana
kinerja karyawan
maka
suatu
hal
yang
harus
diperhatikan adalah rangkaian
Siklus
Manajemen Kinerja. 
Siklus
Manajemen Kinerja
terdiri
dari
tiga
fase
yaitu:
perencanaan, pembinaan dan evaluasi.
Fase perencanaan merupakan
fase awal pada saat melakukan pemberian makna
ataupun
pendefinisian
dan  juga  pada  saat  pembahasan
peran,  tanggung
jawab  dan
  
14
ekspektasi yang terukur.  Fase awal di dalam perencanaan tersebut kemudian membawa
penyedia jasa pada fase selanjutnya yaitu fase pembinaan, dimana pada fase ini seorang
karyawan diberikan bimbingan dan pengembangan untuk mendorong dan mengarahkan
apa
yang
mereka
kerjakan
melalui
upaya-upaya dukungan,
umpan
balik
maupun
pemberian suatu penghargaan.  Sedangkan pada fase yang terakhir yaitu fase evaluasi,
dilakukanlah pengkajian, pembandingan ataupun pengukuran kinerja sesungguhnya dari
karyawan dengan berlandaskan ekspektasi yang telah ditetapkan dalam rencana kerja di
awal atau tahap pertama di dalam Siklus Manajemen Kinerja
di atas.
Berikut ini adalah
gambaran dari siklus tersebut:
PEMBELAJARAN BERKELANJUTAN
PERENCANAAN
EVALUASI
PEMBINAAN
Gambar 2.1.  Siklus Manajemen Kinerja
Sumber:
Seeker and Wilson, Menyusun Rencana Kerja Karyawan (hal. 5)
  
15
Dengan demikian setiap fase di dalam siklus didasarkan pada masukan dari fase
sebelumnya
dan
menghasilkan keluaran
yang
pada
waktunya akan
menjadi
masukan
pada fase berikutnya lagi.  Oleh karena itu keberhasilan dan kegagalan dari
setiap fase
akan sangat berpengaruh terhadap fase berikutnya dan dengan demikian ketiganya harus
diberlakukan dengan
benar,
dengan
hati-hati
dan
yang
sangat
jelas
adalah
harus
berurutan.
Siklus
Manajemen Kinerja
merupakan
langkah
terakhir
saat
melakukan
implementasi dari Model Keterkaitan Pengukuran (Measurement Linkage Model) yang
membahas penentuan dalam Bidang Hasil Utama (Key Result Area/KRA) dan Indikator
Utama (Key Indicator/KI).  KRA adalah sasaran dari kategori kinerja pokok yang harus
dicapai
pada
suatu
organisasi. 
Indikator
Utama
(KI)
adalah pengukuran yang
lebih
spesifik guna membantu menentukan seberapa baik kinerja karyawan di dalam KRA.
Lubis
(1991,
hal.
37)
secara
lebih
mendalam sebagaimana dalam
bukunya
Pengantar Teori Organisasi, Suatu Pendekatan Makro menyatakan bahwa dalam kaitan
dengan
tujuan
dan
sasaran,
efektivitas
organisasi
merupakan tingkat
keberhasilan
organisasi dalam
usaha
untuk
mencapai
tujuan 
atau
sasarannya. 
Dengan demikian,
efektivitas
merupakan suatu
konsep
yang
memiliki
pengertian
luas
mengingat
pencapaian tujuan bagi sebuah organisasi tentunya melibatkan seluruh aspek baik yang
bersifat internal maupun eksternal.
Pendekatan dalam
pengukuran efektifitas
dilakukan
dengan
memperhatikan
bahwa
organisasi
terdiri
dari
beberapa
bagian
yang
berbeda,
sebagaimana gambar
berikut:
  
16
LINGKUNGAN
INPUT
Sumber
ORGANISASI
Kegiatan dan proses
internal
OUTPUT
Produk dan Jasa
LINGKUNGAN
?
?
?
Pendekatan Sumber
Pendekatan Proses
Pendekatan Sasaran
Gambar 2.2.  Pendekatan dalam Efektivitas Organisasi
Sumber: Lubis, Pengantar Teori Organisasi, Suatu Pendekatan Makro (hal.56)
Ketiga 
pendekatan 
di 
atas 
mempunyai  kemampuan  untuk 
melakukan
pengukuran terhadap
suatu
dimensi
tertentu
dari
efektivitas
namun
mempunyai
kelemahan dimana
tidak
dapat
memberikan gambaran
yang
lengkap
mengenai
keseluruhan aspek
efektivitas
organisasi.   
Karena
itu
kemudian
muncul
suatu
pendekatan   yang   lebih   integratif   di   dalam   pengukuran   efektivitas   organisasi.
Pendekatan
ini
bermula
dari
kenyataan
bahwa
suatu
organisasi
mempunyai berbagai
jenis keluaran.  Karena itu, tidak
mungkin pengukuran efektivitas organisasi dilakukan
hanya dengan pendekatan tunggal.
Pendekatan  terakhir 
yang 
dimaksud 
adalah 
Pendekatan  Constituency.
Pendekatan
ini
memandang keseluruhan kegiatan di dalam dan di
luar (input, proses
  
17
internal  dan  output)  dari  yang  dilakukan  pada  suatu  organisasi  secara  bersamaan
ataupun  simultan  dan 
melihat  segala  kepentingan  atau  unsur  pokok  yang  terkait
terhadap
performansi organisasi,
seperti:
karyawan,
pemegang
saham,
suplier
bahan
peralatan, pemilik dan sebagainya.
Dengan pendekatan ini efektivitas organisasi diukur
melalui tingkat kepuasan pada unsur-unsur pokok organisasi di atas.
Adapun Kriteria Efektivitas di dalam Organizational Behavior and Management
(Ivancevich dan
Matteson,
hal.
27–29)
mempunyai lima kriteria sesuai dimensi waktu
jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
Kelima kriteria tersebut adalah:
1.
Production,
yang merefleksikan kemampuan organisasi menghasilkan sejumlah
kuantitas dan kualitas keluaran sesuai kebutuhan lingkungannya.
2.         Efficiency, didefinisikan sebagai ratio keluaran terhadap masukan.
3.
Satisfaction,
merupakan
konsep
organisasi
sebagai
bagian
sistem
sosial
yang
memberikan keuntungan yang dapat diterima oleh pelanggannya atau klien.
4.
Adaptiveness, adalah kemampuan organisasi untuk memberikan respon terhadap
perubahan internal dan eksternal.
5.
Development,
adalah kriteria kemampuan suatu organisasi  untuk meningkatkan
kapasitasnya agar dapat menyesuaikan kebutuhan lingkungan.
Setelah melihat faktor-faktor dari kelima dimensi di atas dan juga relevansinya
dengan
penelitian
ini
maka
penulis
perlu
untuk
mengadopsi kriteria
tersebut
pada
pertanyaan-pertanyaan
yang
tertuang
di
dalam
kuesioner
penelitian
ini.  
Pertanyaan
yang terdapat di dalam kuesioner tersebut akan mengarah pada kepuasan (satisfaction)
secara
luas
dan
kemudian
dijabarkan
diantaranya
dengan
menggambarkan ukuran
efektivitas (effeciency) pelayanan dari
Building Management dan
juga seberapa besar
  
18
tingkat responsivitas organisasi, yaitu di dalam hal
ini adalah respon dari sumber daya
manusia Building Management (adaptiveness) termasuk juga kaitannya dengan tingkat
kecepatan pelayanan yang diberikan, setelah timbul adanya suatu respon.
2.1.2.   Konsep
tentang  Learning Organization
Pada
era
saat
ini,
tidak
bisa
lagi
berpandangan bahwa
dalam
satu
organisasi
dapat dikendalikan oleh
satu
orang yang berperan penuh
untuk selalu
membawa arah
perkembangan bagi
organisasi. 
Organisasi
yang
akan
benar-benar
berkembang
dan
sukses adalah organisasi
yang
mempunyai
komitmen
penuh dan
memberikan
seluruh
kemampuannya untuk belajar dan berkembang serta berpikir secara sistem.  Inilah yang
merupakan konsep dasar Learning Organization.
Learning
Organization
menurut pencetusnya, Senge (1990,
hal. 3) adalah suatu
organisasi yang
mana
setiap
orang
yang
berada
di
dalamnya secara
terus
menerus
mengembangkan   kapasitas   dan   kemampuannya   untuk   menciptakan   hasil   yang
diinginkan
dengan
pola
pikir
yang
diperluas
dan
baru
serta
memperhatikan aspirasi
kolektif secara terus menerus untuk belajar bersama dan bertumbuh bersama.
Pembelajaran 
Organisasi 
terdiri 
dari 
disiplin 
seperti 
dalam 
The 
Fifth
Discipline (Senge, 1990, hal. 6-9):
1.   System Thinking
Dalam konsep
learning organization, sangat ditekankan
untuk berpikir, belajar
dan
bekerja
secara
sistematis.  
Bisnis
dan
hal
lain
di
dalam
kehidupan ini
merupakan suatu
sistem
yang saling terkait.  Suatu aksi terhadap satu hal akan
memberikan efek terhadap
hal
lain.   Oleh karena
itu,
di
dalam
penyelesaian
  
19
suatu masalah perlu
untuk berpikir dan
belajar
menyelesaikan masalah
dengan
memandang seluruh aspek secara keseluruhan.
2.   Personal Mastery
Disiplin 
ini 
memfokuskan 
untuk 
mengembangkan  kepribadian 
atau 
lebih
bersifat
spiritual. 
Setiap
personal
dalam
organisasi
diharapkan untuk
secara
pribadi
mengembangkan dan
memperdalam
visi
pribadinya,
kesabaran
dan
ketekunannya,  memfokuskan  energinya  untuk  melihat  hal  yang  positif  dan
secara objektif.
3.   Mental Models
Disiplin
ini
mengajarkan bagaimana
penyedia
jasa
melihat
dunia
ini
dan
beritndak
dengan
tidak
mendasarkan pada
generalisasi, asumsi,
persepsi
dan
kesan pribadi.  Setiap personal dalam organisasi diharapkan dapat
mengekspos
pikiran
secara
efektif
dan
membuat mereka
berpikir secara
terbuka
untuk
mempengaruhi personal lain sehingga bersama tumbuh dengan baik.
4.   Building Shared Vision
Disiplin
ini
mengajarkan
penyedia
jasa
untuk
menerjemahkan visi
individu
menjadi
visi bersama
dengan prinsip dan pedoman
yang baik.   Visi
dan
misi
formal dapat sebagai dasar untuk bertindak dan melangkah.
5.   Team Learning
Tim di dalam pembelajaran sangatlah penting karena tim adalah dasar dari unit
yang belajar
dalam
organisasi
yang
modern.   Apabila tim tidak dapat belajar
untuk mencapai hasil yang baik maka berarti organisasi juga tidak akan belajar.
  
20
Adapun sebelas (11) hukum dasar yang merupakan inti Learning Organization
adalah:
1.   problem yang timbul hari ini merupakan efek dari solusi kemarin
2.   semakin
keras
penyedia
jasa  mendorong
maka
semakin
keras
pula  desakan
baliknya
3.   perilaku akan tumbuh lebih baik sebelum tumbuh ke arah yang buruk
4.   jalan keluar yang gampang biasanya tidak memecahkan masalah
5.   memperbaiki masalah bisa saja menghasilkan hal lebih buruk dari masalah itu
sendiri
6.   upaya lebih cepat malahan akan dapat memperlambat suatu upaya lebih luas
7.   penyebab dan akibat masalah tidak saling berhubungan pada tempat dan waktu
yang sama
8.   perubahan yang kecil dapat membawa perubahan yang besar
9.   penyedia
jasa
dapatkan porsi
penyedia
jasa
tetapi
tidak
dapat
penyedia
jasa
peroleh lainnya sekaligus
10. membagi gajah tidak berarti menghasilkan dua gajah
11. tidak ada istilah “mempersalahkan”.
Beberapa hal yang merupakan hambatan dalam proses belajar adalah:
1.   I am in my position
Bila seseorang hanya
melihat dari posisinya sendiri
maka akan terbentuk rasa
tanggung jawab yang rendah terhadap interaksi seluruh posisi organisasi
2.   The enemy
is out there
Kecenderungan untuk menyalahkan
orang lain
  
21
3.   The illusion of taking charge
Sikap selalu proaktif sering mengakibatkan harga yang mahal dan akan menjadi
beban organisasi
4.   The fixation on events
Dengan
hanya melihat pada satu kejadian saja
tidak akan mampu
melihat pola
jangka panjang dan tidak mengerti penyebab dari pola perubahan tersebut.
5.   The parable of the boiled frog
Seringkali
tidak
mau
menyadari atau
tidak
waspada
terhadap perubahan
kecil
hingga perubahan tersebut terakumulasi.
6.   The delusion of learning from experience
Pelajaran
yang
berharga
adalah
belajar
dari
pengalaman meskipun
terkadang
penyedia
jasa
tidak
pernah
secara
langsung
belajar
dari
konsekuensi yang
ditimbulkan.
7.   The myth of the management team
Tim manajemen umumnya terdiri dari orang berpengalaman namun hal itu sama
sekali
tidak
berarti bila
masing-masing saling beradu atau
menutupi kesalahan
sendiri.
Ulasan teori dari Senge merupakan suatu hal tersendiri yang memang memiliki
kaidah
mendasar
dari
setiap
bagian
operasional
yang
pada
intinya
selalu
berada
di
dalam organisasi
dan selalu belajar.    Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan
ini,
dimana
dibahas perihal organisasi
yaitu
Building
Management beserta
efektivitas
dan kualitas
sumber daya
manusianya 
yang
tidak
akan pernah berhenti belajar
untuk
mencapai  kedua 
hal 
tersebut. 
Kuesioner  penelitian  inipun  akan 
mengarah  pada
  
22
pencerminan
terhadap
bagian
dari
sistematika
pemikiran
(system thinking),
melihat
secara
positif
(personal
mastery),
bersikap terbuka
dan
berusaha dalam
tim
(mental
models,
team
learning).  
Dua hal dari 11 hukum dasar Senge
juga berkaitan
dengan
faktor
yang
masuk dalam kuesioner penelitian di atas bahwa suatu permasalahan yang
dihadapi oleh organisasi, tidak berarti sama dengan membagi ‘gajah’ yang akan menjadi
‘dua  gajah’ 
yang 
lebih  kecil  serta  tidak  dikenal 
istilah  ‘mempersalahkan’  yang
terkadang dihadapi oleh Building Management sendiri.
2.1.3.   Konsep
tentang  Pelanggan/Konsumen
Menurut
Yoeti
(hal.
9)
dalam
bukunya Customer Service
Cara
Efektif
Memuaskan Pelanggan, dikenal 2
macam pelanggan dalam suatu pemberian pelayanan
atau dukungan, yaitu:
1.
Internal Customer
2.
External Customer
Internal
Customer
adalah
orang-orang yang
terlibat
dalam
proses
produksi
produk
atau jasa
yang dihasilkan.  Di dalam
lingkup kampus UBiNus,
sebagai contoh
adalah
Rektorat,
Direktorat, Dekanat,
Kepala
Biro,
Kepala
Sub
Biro
juga
termasuk
karyawan yang sejajar dan
yang berada di bawahnya.
Sedangkan 
External   Customer 
adalah  setiap  orang 
yang 
berada 
di 
luar
organisasi suatu perusahaan yang menerima barang atau jasa dari perusahaan tersebut.
Sebagai contoh, external customer
pada Marketing
UBiNus
berarti diantaranya adalah
setiap calon mahasiswa baru yang mendaftar.
  
23
2.1.4.   Konsep
tentang  Kepuasan Pelanggan
Menurut  Kotler  (hal.  458)  tingkat  perasaan  senang  atau  kecewa  seseorang
karena adanya
perbandingan
antara
kesan
terhadap
kinerja
(atau
hasil)
suatu
produk
dengan harapan dari orang tersebut.  Dengan demikian kepuasan konsumen merupakan
fungsi dari kesan kinerja dan harapan.
Menurut Yoeti (hal. 31), tingkat kepuasan pelanggan dapat ditemukan melalui 3
tingkatan yang berbeda, yaitu :
1.
Menemukan kebutuhan pokok pelanggan (the basic needs of the customers)
2.
Mencari latar belakang sebenarnya
yang
menjadi harapan pelanggan sehingga
mereka akan kembali datang
3.
Selalu  memperhatikan  apa 
yang 
menjadi 
harapan  pelanggan  dengan  cara
melakukan lebih dari apa yang diharapkannya
Menghadapi pelanggan
yang
semakin kritis dan
juga
iklim
persaingan
antara
perusahaan yang
memiliki
kesamaan
jenis
usaha
maka penyedia
jasa dituntut
untuk
menyusun
strategi
yang
lebih
canggih. 
Bila
diamati secara
lebih
cermat, kepuasan
pelanggan lebih banyak ditentukan oleh kualitas performa di lapangan.  Bila pelayanan
tidak
sama atau
tidak
sesuai dengan
harapan
pelanggan maka dari
sudut
pelanggan,
pelayanan
yang
penyedia
jasa
berikan
dinilai
sesuai
yang
diharapkan atau
tidak
memuaskan.
Oleh karena itu, Yoeti menyusun rumus dari fungsi kepuasan (hal. 36):
Satisfaction  
=  f [Performance – Expectation]
Kemungkinan dari persamaan tersebut adalah:
  
24
Performance < Expectation:
Apabila kemungkinan ini
terjadi
maka pelanggan
mengatakan bahwa pelayanan
yang diberikan jelek, karena harapan pelanggan tidak terpenuhi atau dengan perkataan
lain pelayanan yang diberikan kurang baik, belum memuaskan konsumen.
Performance = Expectation:
Pelanggan   tidak   memiliki   keistimewaan 
apapun   karena   pelayanan   yang
diberikan biasa saja, belum memuaskan konsumen.
Performance > Expectation:
Performance adalah ukuran atau hasil dari pelayanan yang diberikan sedangkan
ukuran 
expectation 
adalah 
harapan-harapan  dari 
pelanggan 
terhadap 
hasil 
yang
diberikan tersebut.
Apabila
kondisi
performance
lebih
besar
dari
expectation terjadi,
disaat
pelayanan
pelanggan
dinilai
baik
dan
memuaskan
karena
telah
dipenuhinya harapan
maka
pelanggan akan mengatakan pelayanan yang diberikan adalah baik dan menyenangkan.
Dari konsep mengenai Kepuasan Pelanggan di atas maka terkait dengan penelitian
ini, pelayanan akan dapat dikatakan optimal bila Building Management, dalam
hal
ini
sebagai penyedia jasa dapat
memenuhi dan
memperhatikan apa yang
menjadi
harapan
pelanggan atau
konsumennya. 
Sampai pada
tahap dapat
melebihi apa
yang
menjadi
harapan seluruh pelanggannya maka
pelanggan akan
merasa puas dan kepuasan inilah
yang menjadi pembahasan utama penelitian sebagai tujuan dari analisis efektivitas serta
dukungan kualitas sumber daya manusia pada bagian Building Management.
  
25
2.1.5.   Harapan
Pelanggan
Seperti
telah
disebutkan
di
atas
bahwasanya dengan
menemukan kebutuhan
pelanggan
maka penyedia jasa dapat
menyusun
langkah
untuk
memuaskan pelanggan
yang penyedia
jasa
layani.   Untuk itu penyedia jasa harus selangkah
lebih
maju dari
keinginan 
itu  sendiri.   
Dengan  cara 
mengetahuinya    terlebih  dahulu  diharapkan
penyedia jasa dapat mengantisipasi kebutuhan atau keinginan pelanggan.
Mengingat pelanggan dapat digolongkan
menjadi dua maka kebutuhannya juga
kemudian dibedakan menjadi dua.
Kebutuhan pelanggan internal:
a. 
team work and cooperation
karyawan secara umum menghendaki agar manajemen menganggap
mereka
sebagai
mitra dan sebaliknya
manajemen
mengharapkan seluruh
karyawan
dapat bekerja sama, dapat
memahami kebijakan
maupun tujuan perusahaan
secara luas.  Karena itulah diperlukan kerja sama tim dan kebersamaan yang
baik
b.
efficient structure and system
bila
organisasi
berjalan
secara
efisien
maka
karyawan akan
dapat
memaksimalkan potensinya
c.
quality of work
sikap
dan
tingkah
laku
yang baik
menunjukkan kualitas
yang
baik
dimana
hal tersebut akan membantu perusahaan mencapai tujuannya
d.
delivery
  
26
agar seluruh proses kerja dapat berjalan sempurna maka setiap bagian harus
dapat
menyerahkan pekerjaannya sesuai tuntutan yang telah ditetapkan oleh
bagian sebelum dan sesudahnya.
Sedangkan harapan pelanggan eksternal adalah :
a. 
Conformance to product or service requirements
pelanggan selalu
berharap
agar
produk
yang
dibelinya
akan
dapat
memuaskannya dan jangan sampai mengecewakannya.
b.
Competitive prices
Kepuasan
pelanggan
juga
termasuk
masalah
harga barang-barang dan jasa
yang ditawarkan
c.
Quality dan Reability
pelanggan menginginkan barang yang tidak hanya kelihatannya bagus tetapi
hendaknya   juga   tahan   lama   dipakai.   Konsumen   juga   mengharapkan
pelayanan
yang
diberikan dapat
dipercaya
dan
dengan
kualitas
yang
tidak
perlu disangsikan lagi.
d.
Delivery
cara
penyampaian atau
pengiriman barang
pada
konsumen juga
dapat
mempengaruhi
kepuasan 
konsumen.  Hampir 
semua 
pelanggan
mengharapkan agar
barang-barang yang
dibeli
atau
jasa
yang
diharapkan
dapat diterima pada waktu yang diinginkan atau dijanjikan dan barang atau
jasa
tersebut
dikirim
secara
efisien
serta
dengan
cara
penyampaian yang
menyenangkan.
e.
After Sales Service
  
27
bagi pelanggan, pelayanan purna jual sangat penting terutama untuk barang-
barang
yang
tahan
lama
untuk
beberapa waktu
lamanya.  
Kelanjutan
hubungan yang baik pada pelayanan jasa juga satu hal yang sangat penting
sebagaimana harapan dari pelanggan.
2.1.6.   Kualitas  pelayanan kepada  Pelanggan
Kualitas
adalah
keseluruhan
adalah
fitur
dan
karakteristik
pada
suatu
produk
atau
jasa
yang
berhubungan dengan
kemampuan
untuk
memenuhi
kepuasan
atau
kebutuhan. Penjual dapat
dikatakan telah memberikan kualitas apabila penjual produk
atau
jasa
telah
memenuhi
atau
melebihi
harapan
konsumen. 
Pelayanan adalah
setiap
perbuatan  atau  kinerja  yang  ditawarkan  seseorang  kepada  orang  lain  yang  pada
dasarnya
tidak
dapat
diraba dan tidak
menghasilkan sesuatu pada
pemiliknya (Kotler,
hal. 83).
Maka
dengan
itu
dapat
dikatakan
bahwa
kualitas pelayanan
merupakan suatu
kemampuan
usaha
untuk
memberikan
kepuasan
atau
memenuhi
keinginan
konsumen
melalui  perbuatan  atau  kinerja  yang  dihasilkan  dari  suatu  produk  atau  jasa  yang
memiliki manfaat bagi penggunanya.
Kepuasan pelanggan adalah faktor yang sangat penting yang harus diperhatikan,
terlebih
lagi
dalam
tingkat
persaingan usaha
yang
semakin
tinggi
dimana
setiap
perusahaan
berlomba
untuk
mendapat
konsumen
atau
pelanggan
sebanyak
mungkin
yang
bertujuan
untuk
meningkatkan profit
dan
kinerja
perusahaan
beserta
seluruh
karyawan yang berada di dalamnya.
  
28
2.1.7.   Hubungan antara
pelayanan/dukungan, kualitas
dan
kepuasan
Pengukuran
penilaian
kepuasan
konsumen cenderung bersifat
abstrak
dan
intanjibel   serta   hanya   dapat   diketahui   melalui   opini,   persepsi   dan   ekspektasi
masyarakat. 
Demikian juga
tidak ada definisi
yang
tepat
mengenai ukuran
kualitas
pelayanan, untuk manufaktur akan
lebih
mudah didefinisikan karena secara fisik dapat
dilihat
atau diraba.   Dalam
manufaktur
juga
mudah
dirasakan
dan ada standar
teknis
yang  digunakan  serta 
mudah  diukur.     Akan 
tetapi  tidak  demikian  halnya  pada
perusahaan  jasa  atau  non  manufaktur.    Kualitas  layanan  lebih  bersifat  subyektif
daripada
obyektif
dan
terkait
dengan
perasaan dan kepuasan
pribadi konsumen yang
menerimanya.
Kotler dalam
manajemen pemasaran
mendefinisikan kualitas sebagai
gambaran
dan
karakteristik secara
keseluruhan dari
produk
atau
jasa
yang
sesuai
dengan
kemampuan untuk
memuaskan kebutuhan
yang
dinyatakan
atau
yang
diharapkan.
Kepuasan  dapat  diartikan  tingkat  perasaan 
yang diterima
pribadi
yang
dinyatakan
dari
hasil
perbandingan
kinerja  produk atau  layanan  yang
diterima
dan
dirasakan
dalam kaitannya
dengan harapan pribadi.
Semakin   tinggi   tingkat   kesesuaian   antara   yang   dirasakan   dengan   yang
diharapkan maka semakin tinggi kepuasan konsumen.
Sebaliknya makin rendah tingkat
kesesuaian
antara
yang
dirasakan
dengan
yang
diharapkan maka
makin
rendah
pula
tingkat kepuasan pelanggan.
Menurut
Zeithaml, terdapat
10
aspek  
kualitas
pelayanan
yang
secara
umum
dapat memuaskan pelanggan.
Kesepuluh aspek tersebut adalah:
1.
Tangible : penampilan fisik peralatan, personalia dan materi komunikasi.
  
29
2.
Reliability
:
kemampuan untuk
melaksanakan layanan
yang
dijanjikan secara
bertanggung jawab dan akurat.
3.
Responsiveness  : 
keinginan  untuk 
membantu  pengguna  dan 
menyediakan
layanan yang cepat.
4.
Competency : penguasaan kemampuan dan pengetahuan yang diperlukan untuk
melaksanakan pelayanan.
5.
Courtesy : sopan santun, respek dan bersahabat dari personalia penghubung
6.
Credibility : dapat dipercaya adan pemurah dari penyedia layanan
7.
Security
:
bebas dari bahaya resiko dan keraguan
8.
Access : kemudahan dihubungi dan dedikasi
9.
Communication :
menjaga pengguna selalu diinformasikan dalam bahasa yang
mudah dimengerti dan selalu mau mendengarkan keluhan pengguna
10.
Understanding  the
customer
:
selalu
berusaha
untuk
mengerti
pengguna
dan
kebutuhannya.
Zeithaml 
mengidentifikasikan  penyebab  kegagalan  dalam  kualitas 
layanan
dalam 5 kesenjangan antara persepsi konsumen dengan penyedia yaitu :
Kesenjangan   pertama,   yaitu   antara   layanan   yang   diharapkan   dengan   persepsi
manajemen tentang ekpektasi pengguna.
Kesenjangan kedua, yaitu spesifikasi kualitas layanan.
Kesenjangan ketiga, yaitu antara hasil penyerahan layanan dengan spesifikasi kualitas
layanan.
Kesenjangan keempat, yaitu antara hasil penyerahan layanan dengan nilai komunikasi
eksternal pengguna.
  
30
2.2.
KERANGKA
BERPIKIR
Dari
kajian
literatur-literatur yang
telah dikemukakan di
atas
maka
hubungan-
hubungan yang terdapat antara variabel bebas dengan variabel terikat pada penelitian ini
dapat lebih terlihat.
Sesuai
dengan
penelaahan literatur
di
atas
maka
bagi
penyedia
jasa
dapat
diketahui
suatu
hubungan
yang
lebih
jelas
bahwa
variabel kepuasan
adalah
termasuk
salah 
satu 
tujuan 
utama 
di  dalam 
pelayanan  atau 
dukungan  kepada  karyawan.
Kepuasan adalah
juga
merupakan
kriteria
di
dalam
pembahasan yang terkait
dengan
analisis efektivitas organisasi dimana dalam hal
ini dapat ditunjukkan melalui kinerja
sumber daya manusia di dalam organisasi Building Management.
Sedangkan  pendekatan  constituency
dipilih 
sebagai 
pendekatan  dalam
mengamati efektivitas karena pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling dapat
menggambarkan  hubungan  antara  kepuasan  pelanggan  dengan  efektivitas  kinerja
sumber
daya
manusia.   Hubungan
yang
dapat
dilihat
melalui
pendekatan
ini
adalah
dapat diketahuinya gambaran hubungan yang menyeluruh dimana efektivitas organisasi
merupakan
konsep
yang
secara
luas
berpandangan perlunya
penggunaan
beberapa
kriteria secara bersamaan, terutama kinerja sumber daya
manusia
yang
menjadi objek
penelitian ini.
Berikut adalah deskripsi kerangka pemikiran dalam melakukan penelitian:
  
31
KONSEP KUALITAS
DUKUNGAN
SUMBER
DAYA
MANUSIA
LEARNING
ORG.
EFEKTIVITAS
ORGANISASI
SEBAGAI
PENDUKUNG
KEPUASAN
KARYAWAN
KONSEP HARAPAN
PELANGGAN
BUILDING MANAGEMENT
UNIV. BINA NUSANTARA
Gambar 2.3.  Kerangka Pemikiran Penelitian
2.3.
PENGAJUAN
HIPOTESIS
Hipotesis yang diajukan dalam awal penelitian ini untuk diketahui jawabannya
pada akhir penelitian yang penulis lakukan adalah:
1.
Ada
pengaruh
antara
kualitas sumber
daya
manusia,
efektivitas dan
pembelajaran terhadap peningkatan kepuasan karyawan pada Building
Management di Universitas Bina Nusantara.
2.
Ada
hubungan
antara
kualitas sumber
daya
manusia,
efektivitas dan
pembelajaran dengan peningkatan kepuasan karyawan pada organisasi
Building Management di Universitas Bina Nusantara