BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan
Deregulasi
industri
penerbangan
di Indonesia
telah
mendorong
munculnya
maskapai
Low
Cost Carrier.
Hal
ini
mengakibatkan
lebih
banyak
lagi
penumpang
yang berpergian melalui
angkutan udara karena adanya penurunan tarif yang
substansial. Kemudahan untuk masuk ke dalam industri dan penetapan harga yang
fleksibel telah mengubah industri yang tadinya didominasi oleh pemerintah,
menjadi
sebuah industri yang terbuka, memacu persaingan, inovasi dan dinamisme. Maskapai
penerbangan di Indonesia harus merestrukturisasi managemennya, beberapa bahkan
menambahkan   anak   perusahaan   penerbangan   murah   untuk   bersaing   dengan
pendatang baru.
Citilink
merupakan
salah
satu
maskapai
penerbangan
yang
dibentuk oleh
Garuda
Indonesia
untuk
bersaing
dengan pendatang baru, khususnya pada segmen
Low Cost Carrier. Karena persaingan antar maskapai penerbangan begitu ketat, maka
Citilink terus berjuang dengan menggunakan strategi
yang tepat,
bahkan
Citilink
sempat  menutup  operasinya  untuk  merestrukturisasi  ulang  kebijakan  dan  strategi
yang digunakan. Beberapa strategi yang digunakan oleh Citilink antara lain:
78
  
79
Pertama, Citilink menggunakan bisnis model Low Cost Carrier, dimana
Citilink berusaha memotong biaya serendah mungkin dengan menyediakan pelayanan
minimal dalam memenuhi
berbagai
segmen
pasar.
Hal
ini dilakukan
oleh
Citilink
melalui
efisiensi
pada
maskapai, efisiensi
pada rute penerbangan,
karyawan
sampai
dengan hal-hal operasional. Kedua, Citilink menggunakan konsep Low Cost Provider
dimana Citilink juga berusaha untuk memotong biaya serendah mungkin, namun juga
melakukan  beberapa  diferensiasi  untuk  dapat  bersaing  karena  strategi  Low  Cost
sendiri tak dapat dipertahankan apabila strategi tersebut dapat dengan gampangnya
ditiru oleh pesaing.
Pada faktanya, harga tiket Citilink tidak
berbeda
jauh
dengan
maskapai
penerbangan 
murah 
lainnya. 
Namun 
diferensiasi 
yang 
tidak  dapat 
ditiru 
oleh
maskapai
penerbangan
lainnya adalah
Citilink
sebagai Strategic
Business
Unit
dari
PT. Garuda Indonesia. Hampir semua kebutuhan Citilink di-supply oleh perusahaan
induknya. 
Citilink 
tentunya 
akan 
mendapatkan  keuntungan 
yang  lebih 
banyak
daripada menjadi badan yang independen. Ketiga, Citilink melakukan kegiatan
outsourcing
dalam
beberapa
aktifitas
lainnya
sehingga
operasionalnya
lebih efisien,
misalnya Call Centre Citilink di-outsource kepada PT. Infomedia Nusantara (Telkom
Group) dan Human Resource oleh PT. Wahanagaruda Punakarya. Sebagai tambahan,
kegiatan
outsourcing
lainnya
juga dipegang
oleh
anak
perusahaannya
PT.
Garuda
Indonesia,  yaitu  pelayanan  teknik  ke  GMF,  dan  ground handling  oleh  Gapura
Angkasa karena tentunya mereka memiliki keahlian di bidang tersebut.
  
80
Keempat, Citilink juga mengembangkan inovasi
untuk bersaing dengan para
pesaing, salah satunya yaitu dengan slogan “Bayar Seperlunya” untuk meyakinkan
penumpang akan value for money yang disediakan oleh Citilink. Di sisi lain, inovasi
yang dilakukan adalah
mengenai seragam
yang digunakan oleh awak kabin, sangat
sporty sehingga memudahkan awak kabin untuk bergerak dan selalu siap siaga dalam
melayani penumpang. Untuk rute penerbangan, Citilink, yang baru saja masuk ke
dalam industri
penerbangan,
menggunakan
tiga
kota
besar
sebagai
basis
untuk
mengembangkan 
wilayah 
geografisnya. 
Jakarta 
menjadi 
basis 
penerbangan 
di
wilayah barat, Surabaya menjadi basis di wilayah tengah dan Makassar untuk wilayah
Timur Indonesia.
Beberapa
strategi
diatas
dipakai
oleh Citilink
dalam menghadapi
persaingan
Low Cost Carrier. Namun tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengukur
apakah
strategi
Citilink
cukup
efisien dalam menghadapi
maskapai
penerbangan
lainnya.
Efisiensi strategi
yang digunakan oleh Citilink dapat dilihat melalui market
share dan Passenger Load Factor (PLF), khususnya pada rute penerbangan Jakarta-
Medan dan Jakarta-Surabaya.
Pada rute Jakarta-Medan, dapat disimpulkan bahwa strategi yang digunakan
oleh Citilink cukup efisien karena walaupun Citilink baru saja masuk ke dalam rute
tersebut pada tahun 2010, namun PLF Citilink sudah mencapai lebih dari 50%. Tidak
semua
pendatang
baru
dapat
mendapatan PLF setinggi itu, apalagi maskapai
penerbangan
yang baru saja
masuk ke dalam
industri. Hal
ini dikarenakan Citilink
  
81
memiliki 
back-up  yang
kuat  dengan 
menjadi  Strategic Business
Unit 
Garuda
Indonesia.
Pada rute Jakarta-Surabaya, Citilink, yang baru saja masuk pada
tahun 2009
dan  juga 
memiliki  PLF  yang  cukup  tinggi,  bahkan  jika  dibandingkan  dengan
maskapai penerbangan lainnya, Citilink adalah satu-satunya
maskapai penerbangan
yang  mengalami  kenaikan  hingga  5.78%.  Dengan  demikian,  dapat  disimpulkan
bahwa strategi yang diambil oleh Citilink cukup efisien.
Jika dilihat dari sisi market share, dapat dilihat bahwa PT. Lion
Air berada
pada peringkat pertama, sedangkan PT. Garuda Indonesia menempati urutan kedua
terbesar. Namun Citilink, pada faktanya hanya memiliki sekitar 15% dari maket share
Garuda Indonesia, yang artinya hanya sekitar 3%. Jadi sebenarnya, pesaing Citilink
dalam kategori Low Cost Carrier adalah PT. Indonesia Air Asia, PT. Wings Abadi dan
PT. Mandala Airlines. Namun ketiga maskapai penerbangan tersebut sudah tidak lagi
mengoperasikan rute penerbangan Jakarta-Medan dan Jakarta-Surabaya, bahkan PT.
Mandala
Airlines sudah
menutup operasinya pada tahun 2011. Mungkin
ini
adalah
salah satu alasan mengapa maskapai penerbangan lainnya tidak
dapat
menyaingi
pendatang baru dan menujukan bahwa strategi
yang
dipakai
oleh
Citilink
adalah
efektif.
  
82
5. 2 Saran
Untuk memenuhi tingginya permintaan
tiket penerbangan murah, yang
kemudian akan menghasilkan keuntungan, PT. Garuda Indonesia mendirikan Citilink
untuk
bersaing
dengan
maskapai
penerbangan
Low Cost
Carrier
lainnya. Pada
awalnya,   PT.   Garuda   Indonesia   mendirikan   Citilink   untuk   menggarap   pasar
menengah ke bawah, sedangkan pangsa pasar untuk Garuda Indonesia tetap konsisten
pada
pasar
menengah ke
atas. PT.
Garuda
Indonesia,
yang memiliki 
pengalaman
industri serta sumber daya yang berlimpah dapat dengan mudahnya meniru strategi
biaya rendah dengan
menambahkan Citilink. Namun, Garuda Indonesia hanya akan
berhasil jika operasi tradisional Garuda Indonesia akan menjadi lebih kompetitif dan
Citilink akan memperoleh beberapa keuntungan yang tidak akan didapat jika menjadi
entitas yang independen.
Di sisi lain, perspektif oleh Kumar (2006) menyatakan sebaiknya sebuah
perusahaan
mendirikan
sebuah
unit
yang independen
dimana
perusahaan
dapat
menciptakan  operasi  start-up  dengan  struktur,  sistem,  staf  dan  nilai-nilai  yang
berbeda dengan perusahaan tradisional. Selain itu, dengan menjadi perusahaan yang
independen,
operator
biaya
rendah
juga
akan lebih bebas dalam mengambil suatu
keputusan strategis. Beberapa keuntungan lainnya adalah perusahaan induk juga tidak
perlu lagi khawatir apabila operator biaya rendah yang didirikan akan merebut pangsa
pasar yang sama dalam suatu industri.
  
83
Sebagai contoh, Citilink memiliki beberapa rute penerbangan (Surabaya,
Medan,
Balikpapan,
Denpasar
dsb)
yang
sama
dengan
Garuda
Indonesia.
Seperti
yang telah diketahui hampir semua aktifitas Citilink di-supply oleh Garuda Indonesia,
mulai dari pesawat yang beroperasi, pemeliharaan pesawat, maintenance, pemasaran
sampai dengan tenaga kerja. Dengan kesamaan fasilitas yang disediakan, penumpang
yang
memiliki pengetahuan tersebut umumnya akan memilih maskapai penerbangan
Citilink, terutama
jika
dilihat
dari
sisi
harga.
Pertama,
hal
tersebut
dapat
menjadi
suatu
ancaman
terhadap
keberlangsungannya PT.
Garuda
Indonesia
sebagai
satu-
satunya maskapai penerbangan yang menggunakan strategi Full-Service Carrier. Dan
yang kedua adalah Citilink
menjadi tidak efisien dalam mengambil suatu keputusan
karena
keputusan
strategis
yang diambil tentunya akan
mempengaruhi
operasional
Garuda Indonesia.
Oleh karena itu, hal yang sebaiknya dilakukan oleh PT. Garuda Indonesia
adalah menjadikan Citilink sebagai anak perusahaan PT. Garuda Indonesia, bukan
sebagai Strategic Business Unit. Terkait proses pemisahan bisnis Citilink (spin off)
dari PT. Garuda Indonesia sebenarnya sudah mulai sejak tahun 2008, namun PT.
Garuda  Indonesia  tidak  menjadikannya  sebagai  program  yang  krusial.  Prosesnya
terus berjalan hingga kini.
PT.
Garuda
Indonesia
menunda
pemisahan
(spin-off) Citilink
menjadi
perusahaan penerbangan yang berdiri sendiri karena kesulitan
mendapat pilot dalam
mengawaki  10  unit  pesawat,  sebagai  salah  satu  syarat  pendirian  maskapai  baru.
  
84
Citilink membutuhkan sebanyak 80 pilot, padahal jumlah ikatan dinas saat ini baru 40
pilot. Sebagai tambahan, sesuai dengan UU No. 1/2009 tentang Penerbangan, setiap
maskapai baru
yang telah
mendapat SIUP
harus
memiliki
minimal 10
unit pesawat
dalam waktu maksimal 1 tahun
untuk
memperoleh Air Operator Certificate (AOC).
Dan saat ini Citilink hanya mengoperasikan 8 unit pesawat.
Oleh
karena itu,
kemungkinan
besar
pada
tahun
mendatang
Citilink
masih
berada
di
bawah
Garuda
Indonesia
sebagai
Strategic
Business
Unit. Rekomendasi
untuk Citilink adalah Citilink harus menambah pilot, yakni dari sekolah penerbangan
atau
juga
dapat
menggunakan
pilot
asing. Namun, berdasarkan
sumber,
seseorang
membutuhkan
waktu
sekitar
18 bulan
dari
kadet
untuk menjadi
pilot
yang
siap
menerbangkan
pesawat
penumpang
sipil.
Jika
memakai
pilot
asing,
Citilink
juga
harus
mempertimbangkan
bagaimana
ketahanannya. Di samping itu, Citilink juga
harus
menambah
pesawat
yang
beroperasi paling tidak menjadi 10 unit. Jika
persyaratan tersebut
sudah dipenuhi, maka Citilink
baru dapat
menjadi badan
yang
independen.
Kemudian, rekomendasi untuk Citilink agar dapat sukses pada jangka panjang
adalah Citilink cukup melanjutkan apa yang mereka sudah terapkan dengan
menambahkan rute penerbangan serta frekuensi penerbangan sehingga  Citilink dapat
memperluas wilayah geografis dan meningkatan pangsa pasar yang sudah ada. Selain
itu, dengan memperluas pangsa pasar, masyarakat akan mengetahui keberadaan
Citilink dalam melayani berbagai
wilayah dengan
harga
yang bersaing
jika Citilink
  
85
tidak ingin melakukan pemasaran yang berlebihan. Pemasaran yang berlebihan
memang dapat memperkuat brand awareness konsumen, namun pada akhirnya hanya
akan
menyebabkan
tingginya
biaya
yang dikeluarkan,
metode
yang
berlawanan
dengan model bisnis yang diadopsi oleh Citilink. Namun, metode tersebut sangat
efektif jika biaya pemasaran tersebut
dapat
menghasilkan pendapatan,
sama
halnya
seperti strategi yang diadopsi pada maskapai penerbangan Air Asia dan Lion Airlines.
Pada
saat
ini,
persaingan
Citilink pada
rute Jakarta-Medan
dan
Jakarta-
Surabaya
mengalami
sedikit
kelonggaran karena
beberapa
maskapai
penerbangan
menutup
operasi
pada
rute
tersebut.
Mengingat
PT.
Mandala Airlines
juga
telah
menutup
operasinya
pada
awal
2011
dan
PT.
Indonesia Air
Asia
telah
menutup
beberapa rute penerbangan domestik, kesempatan
untuk
memperluas
wilayah
geografis akan
menjadi lebih besar. Citilink dapat
mengambil
rute-rute penerbangan
dari
atau
menuju
Tarakan
yang
dimiliki
oleh
PT.
Mandala Airlines
atau
rute
penerbangan Batam,
Padang,
Makasssar
dan
Balikpapan yang
ditutup
oleh
PT.
Indonesia Air Asia pada Juni 2009. Citilink dapat
menambah frekuensi penerbangan
pada rute tersebut.
Rekomendasi
untuk
hal-hal
operasional
lainnya
adalah sebagai
berikut:
penggunaan website
versi
Bahasa Inggris untuk Citilink sampai saat
ini
tidak dapat
diakses. Hal kecil tersebut penting untuk diperhatikan mengingat target pasar Citillink
mencangkup semua penumpang mengengah ke bawah, termasuk warga negara asing
yang  juga 
ingin 
menggunakan 
maskapai  penerbangan, 
apalagi 
Citilink 
sudah
  
86
berencana
untuk
masuk
ke
pasar internasional setelah sukses
pada
pasar
domestik.
Selain itu, rekomendasi lainnya untuk Citilink adalah bila Citilink dapat menambah
fitur-fitur seperti advanced booking pada makanan dan minuman yang telah diadopsi
oleh Air Asia. Advanced booking dapat
memberikan
efisiensi pada maskapi Citilink
dimana, inventory handling dapat dikontrol. Kekhawatiran akan kurangnya makanan
yang dapat dijual akan lebih terminimalisir.