1
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Jepang merupakan negara yang sangat maju, memiliki hukum yang sangat
ketat serta pendidikan yang cukup baik. Bagi orang Jepang, dapat masuk ke sekolah
yang bagus merupakan hal yang sangat membanggakan. Karena, apabila mereka
dapat masuk ke sekolah yang bagus maka reputasi mereka meningkat. Dapat masuk
ke universitas yang bagus serta mendapatkan pekerjaan yang bagus setelah lulus
adalah prestasi. Akan tetapi, untuk masuk ke sekolah yang bagus bukan hal yang
mudah. Karena mereka harus melewati ujian masuk yang sangat sulit. Untuk
menghadapi ujian masuk tersebut, banyak anak-anak yang mengikuti les tambahan
dan juga belajar mati-matian. Semua waktu mereka digunakan untuk belajar. Tidak
sedikit anak yang merasa stress sehingga mencoba bunuh diri bila tidak berhasil
masuk ke sekolah yang mereka inginkan. Fenomena ini disebut dengan Juken Jigoku
(neraka ujian masuk).
Kebanyakan remaja di Jepang sudah dituntut untuk belajar banyak hal dari
kecil, seperti mengikuti les piano, ballet, les tambahan untuk pelajaran sekolah, dan
sebagainya. Mereka tidak punya banyak waktu untuk bermain-main. Hal ini yang
membuat remaja di Jepang dewasa sebelum masanya. Remaja sebenarnya tidak
mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga
golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon dalam Monk,
Knoers, dan Haditono (2006, hal.262) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas
sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan
tidak lagi memiliki status anak.
|