6
Bakat seninya tak
lepas dari pengaruh sang kakek, dua engkong
Benyamin
yaitu
Saiti,
peniup
klarinet
dan
Haji
Ung,
pemain
Dulmuluk,
sebuah
teater
rakyat
-
menurunkan
darah
seni
itu
dan
Haji
Ung
(Jiung)
yang
juga
pemain
teater
rakyat
di
zaman kolonial Belanda. Sewaktu kecil, bersama 7 kakak-kakaknya, Benyamin sempat
membuat orkes kaleng.
Benyamin bersama saudara-saudaranya membuat alat-alat musik dari barang
bekas. Rebab dari kotak obat, stem basnya dari kaleng drum minyak besi, keroncongnya
dari kaleng biskuit. Dengan alat musik
itu mereka sering membawakan lagu-lagu
Belanda tempo dulu.
Kelompok musik kaleng rombeng yang dibentuk Benyamin saat berusia 6 tahun
menjadi
cikal
bakal
kiprah
Benyamin
di dunia
seni.
Dari
tujuh
saudara
kandungnya,
Rohani (kakak pertama), Moh Noer (kedua),
Otto Suprapto (ketiga), Siti Rohaya
(keempat), Moenadji (kelima), Ruslan (keenam), dan Saidi (ketujuh), tercatat hanya
Benyamin yang memiliki nama besar sebagai seniman Betawi.
Benyamin memulai Sekolah Dasar (dulu disebut Sekolah Rakyat) Bendungan
Jago sejak umur 7 tahun. Sifatnya yang periang, pemberani, kocak, pintar dan disiplin,
ditambah suaranya yang bagus dan banyak teman, menjadikan Ben sering ditraktir
teman-teman sekolahnya.
SD
kelas
5-6
pindah
ke
SD
Santo
Yusuf
Bandung.
SMP
di
Jakarta lagi, masuk
Taman Madya Cikini. Satu sekolahan dengan pelawak Ateng. Di sekolah Taman Madya,
ia tergolong nakal. Pernah melabrak gurunya ketika akan kenaikan kelas, ia mengancam,
Kalau
gue
kagak
naik
lantaran
aljabar, awas!
Lulus
SMP
ia
melanjutkan
SMA
di
Taman Siswa Kemayoran. Sempat setahun kuliah di Akademi
Bank Jakarta, tapi tidak
tamat.
|