5
penelitian. Sekitar abad 10, raja Kediri berusaha menciptakan gambaran dari roh
leluhurnya dan digoreskan di atas daun
lontar.
Bentuk
gambaran
wayang
tersebut
ditiru
dari
gambaran
relief cerita
Ramayana
pada
Candi
Penataran
di
Blitar. Setelah berganti generasi pada kerajaannya, gambar-gambar wayang dari
daun
lontar
hasil
ciptaan
leluhurnya
dipindahkan pada kertas dengan tetap
mempertahankan bentuk
yang ada pada daun
lontar.
Pada
masa
itu sementara
pengikut agama Islam ada yang beranggapan bahwa
gamelan dan wayang
adalah
kesenian
yang
haram karena
berbau
Hindu.
Timbulnya
perbedaan
pandangan antara sikap menyenangi dan mengharamkan tersebut mempunyai
pengaruh yang sangat penting terhadap perkembangan kesenian wayang itu
sendiri. Untuk menghilangkan kesan yang serba berbau Hindu dan kesan
pemujaan
kepada
arca,
maka
timbul
gagasan baru untuk menciptakan wayang
dalam wujud
baru
dengan
menghilangkan
wujud
gambaran
manusia.
Berkat
keuletan dan ketrampilan para pengikut Islam yang menggemari kesenian
wayang, terutama para Wali, berhasil menciptakan bentuk baru dari Wayang
Purwa dengan bahan kulit kerbau
yang agak ditipiskan dengan wajah
digambarkan
miring,
ukuran
tangan
di-buat lebih panjang dari ukuran tangan
manusia, sehingga sampai dikaki. Wayang dari kulit kerbau ini diberi warna
dasar putih yang dibuat dari campuran bahan perekat dan tepung tulang,
sedangkan pakaiannya di cat dengan tinta.
Menurut
Wawan
Susetya
dalam bukunya
yang
bertajuk
Dhalang,
Wayang
dan
Gamelan,
2007.
Wayang
kulit
adalah pedalangan dan drama
tradisional
Indonesia,
yang
sudah
digemari
oleh
rakyat
Indonesia
sejak
zaman
|