Home Start Back Next End
  
masyarakat
Baduy
mempunyai
jadwal
pertanian
yang
tertentu
setiap
tahunnya
dan
didasarkan
kepada
letak
benda
astronomi
tertentu,
seperti
kemunculan bintang
tertentu
dan
letak
matahari.
Adapun
patokan
bintang
yang
digunakan
adalah
bintang
kidang
(Waluku
atau
rasi
Orion)
dan
bintang Kartika atau bintang
Gumarang. Dalam prakteknya bintang kidang
lebih banyak dipakai
karena
lebih
jelas
terlihat
(Permana, 2001).
Kemunculan bintang
kidang
tersebut
menandai
dimulainya
proses
berladang
karena
masyarakat
mulai
bersiap-siap
turun
ke
ladang
dan
mulai
mengolah
lahan
pertanian.
Dalam
ungkapan
mereka
disebutkan: “Mun
matapoe
geus
dengek
ngaler,
lantaran
jagad
urang
geus
mimiti
tiis,
tah
dimimitian ti
wayah
eta
kakara
urang
nanggalkeun kidang, tanggal kidang
mah
laju
turun
kujang”. (Terjemahan: “Jika
matahari
telah
condong ke
utara,
ketika
bumi
kita
telah
mulai
dingin,
mulai
saat
itu
baru
kita
mengamati
penanggalan dengan
munculnya
bintang
kidang,
waktu
muncul
bintang
kidang
kita
mulai
menggunakan alat
pertanian
(kujang)”
(Permana,
2001)Adapun
alat
pertanian
yang
mereka
gunakan
adalah
terbatas
sekali,
dan prinsip
pengolahan lahan
mereka
adalah
sesedikit
mungkin
mengganggu tanah.
Mereka
membuka
huma
dengan
bedog
atau
parang
panjang
dan
kujang
(parang pendek atau pisau), dan
menanam benih padi dengan cara
menugal atau
melubangi tanah
dengan
sepotong
kayu.
Pengolahan
lahan
dengan
cara
mencangkul atau
membajak
adalah
terlarang.
Kalender
sebagai
penanda
waktu
pada
masyarakat Baduy
adalah
kalender
yang
berpatokan pada
perputaran bulan
(komariah). Satu
tahun
dibagi
menjadi
12
bulan.
Menurut
Narja,
seorang
penduduk
kampung
Cibeo,
urutan
bulan-bulan tersebut
adalah
sebagai
berikut:
Kapat, Kalima, Kanem, Katujuh, Kadalapan, Kasalapan, Kasapuluh, Hapit
Lemah, Hapit Kayu,
Kasa,
Karo,
Katiga.
Urutan
bulan
tersebut
juga
mengikuti
tahapan
dalam
proses
perladangan.
Bulan
Kasa,
Karo,
dan
Katiga,
yang
merupakan
bulan-bulan
akhir
masa
berladang
dan
masa
Word to PDF Converter | Word to HTML Converter