Home Start Back Next End
  
2.2.1.3.3. Gara
-Gara
Para
dalang dalam  setiap  bagian  pertengahan pementasan
wayang, hampir
selalu 
mengisahkan adanya peristiwa gara-gara yaitu  sebuah keadaan di
mana terjadi
bencana besar  menimpa bumi.
Antara  lain
gunung meletus, banjir,
gempa bumi,
bahkan sampai korupsi
yang
merajalela. Panjang-pendek serta  keindahan tata bahasa 
yang  diucapkan
urttuk
melukiskan keadaan gara-gara tidak  ada
standar
baku,  karena semuanya
kembali pada
kreativitas dalang masing-masing.
Para
dalang kemudian mengisahkan bahwa
setelah
gara-gara
berakhir, para
punakawan muncul dengan ekspresi bahagia, menebar humor,  dan
bersenda
gurau.
Hal
ini
merupakan simbol bahwa  setelah  munculnya peristiwa
kekacauan atau
kerusuhan yang  menimpa suatu  negara, maka
diharapkan rakyat  kecil
adalah  pihak
pertama yang
mendapatkan
keuntungan, bukan  sebaliknya.
Akibat kesalahpahaman, istilah  gara-gara saat
ini
dianggap sebagai saat
kemunculan para
punakawan. Gara-gara dianggap sebagai waktu  untuk  dalang
menghentikan sementara kisah  yang
sedang dipentaskan, dan
menggantinya
2.2.1.3.4. Ragam Punakawan
Dalam pementasan
wayang, baik
itu
gaya
Yogyakarta, Surakarta, Sunda,
ataupun Jawa
Timuran, tokoh  Semar  dapat  dipastikan selalu  ada,
meskipun dengan
pasangan yang  berbeda-beda.
Pewayangan gaya
Jawa
Tengah  menampilkan empat  orang  punakawan golongan
kesatriya, yaitu  Semar dengan ketiga
anaknya, yaitu
Gareng, Petruk, dan
Bagong.
Selain itu
terdapat pula
punakawan golongan raksasa, yaitu
Togog  dan
Bilung.
Word to PDF Converter | Word to HTML Converter