18
lantas menasbihkannya menjadi Singa Podium. Semua kisah itu yang
menobatkannya menjadi orator ulung.
Terlebih sekeluarnya dari penjara Sukamiskin tahun 30-an, Sukarno menjadi
lebih matang. Bung Karno menjadi rajin keliling berbagai daerah untuk
membakar semangat rakyat. Dari sanalah lahir cerita-cerita menarik yang
berhubungan dengan pidato-pidatonya.
Yang merepotkan adalah di saat musim hujan. Karena sulitnya medan, tidak
jarang Bung Karno baru tiba di tempat rapat umum pukul 15.00, meski rapat
itu dijadwalkan berlangsung pukul 09.00, dan akibatnya massa sudah
bercerai-berai. Akan tetapi, ketika melihat Sukarno datang, dalam sekejap
massa sudah menyemut di depan podium.
Meski hujan terus mengguyur, Bung Karno tetap berpidato. Massa berpayung
daun pisang, juga tak beranjak dari tempatnya berdiri. Tidak lama kemudian,
air pun menembus jas hujan Bung Karno, sehingga ia basah kuyup. Daun-
daun pisang pun koyak, sehingga massa pun kebasahan. Derasnya hujan,
membuat mereka sesekali menyeka air dari wajah-wajah yang tetap
menengadah menyimak pidato Bung Karno.
Kalau sudah begitu, Bung Karno akan berujar, Nah, sekarang, untuk
memanaskan badan kita, bagaimana kalau kita menyanyi bersama-sama?
Alhasil, di sela-sela petir yang menggemuruh, terdengarlah satu suara
mengikuti Bung Karno menyanyi. Disusul, sepuluh orang menyanyi. Lalu,
seratus orang ikut menyanyi. Tidak lama kemudian, menggemalah 20.000
suara menjadi satu paduan lagu gembira. Bung Karno sadar betul, tembang
|