![]() 6
biasa.
Secara keseluruhan, Edward
Tulane
merasa
dirinya
makhluk yang
luar
Pemilik Edward adalah
anak
perempuan berumur
sepuluh
tahun
dan
... .
berambut gelap
yang
bernama Abilene Tulane,
yang
menganggap Edward
hampir
seistimewa anggapannya sendiri.
Setiap pagi
setelah
berganti
pakaian
untuk
ke sekolah,
ia
mendadani Edward.
Kelinci porselen
itu
mempunyai koleksi
pakaian
sangat
banyak,
yang
terdiri
atas
setelan
sutra,
sepatu
dari
kulit
paling
bagus
dan
didesain khusus
untuk
kaki
kelincinya, dan
berbagai topi
yang
dilengkapi lubang
supaya
bisa
dengan
mudah
dimasuki kuping
Edward
yang
besar
dan
ekspresi£
Masing
masing
celananya dilengkapi saku
kecil
untukjam saku
emas
Edward. Setiap
pagi
Abilene
memutarkan per
jam
untuknya.
"Nah, Edward,'4
katanya setelah
se1esai memutar per
jam,
"kalau
jarum
besar
di angka
dua
belas
danjarum kecil
di angka
tiga, aku
akan
pulang
dan
menemuimu."
Di
malam
hari,
Edward duduk
di
meja
ruang
makan
bersama
anggota
anggota
lain
keluarga
Tulane:
Abielene; ibu
dan
ayahnya;
dan
nenek
Abilene,
Y,ang bernama Pellegrina. Orangtua Abilene
senang
Abilene
menganggap
Edward makhluk sungguhan, dan
bahwa
ia
kadang
meminta
suatu
frase
atau
cerita
diulang
karena
Edward tidak
mendengarnya.
,
"Papa,",begitu Abilene berkata," kurasa
Edward tidak
menangkap
·
bagiim terakhir
tadi."
.
Ayah
Abilene
lalu
berpaling ke arah
telinga
Edward
dan
berbicara
pelaii.-pelan; mengulangi apa
yang
barusan diucapkannya untuk
kelinci
porselen
tersebut.
Nenek
Abilene,
Pellegrina, sudah
sangat
tua.
Hidungnya besar
dan
tajam,
matanya
hitam,
bersinar
bagai
bintang
kelam.
Pellegrina-lah yang
bertanggungjawab atas
keberadaan Edward. Dialah
yang
meminta
Edward
.
dibuat,
ia
yang
memesan setelan sutra
dan
jam
sakunya,
topi-topinya yang
gaya dan
telinganya yang
Jentur, sepatu
kulitnya yang bagus
dan
lengan
serta
kakinya
yang
bersendi, semua
berasal
dari ahli
boneka
di negeri
asalnya,
Perancis.
Pellegrina-lah yang
memberikan Edward pada
Abilene
sebagai
kado
ulang
tahun
ketujuh.
Dan
Pellegrina yang
setiap malam
menidurkan Abilene
di ranjangnya,
begitu
juga
Edward.
"Maukah kau
bercerita
pada
kami,
Pellegrina?" Abilene
bertanya
pada
neneknya setiap
malam.
"Malam ini
tidak,
Nona," jawab
Pellegrina.
"Kapan?" tanya
Abilene.
"Malam apa?"
"Segera," sahut
Pellegrina. "Tidak
lama
Jagi akan
ada
cerita."
Lalu
ia
mematikan Jampu,
dan Edward serta
Abilene pun
berbaring
dalam
kegelapan kamar.
"Aku
sayang
padamu,
Edward," kata
Abilene
setiap
malam
setelah
Pellegrina
pergi.
|