13
2.2
Sejarah PD.Taru Martani
Pabrik
cerutu
PD
Taru
Martani
yang kini
berusia
93
tahun
(1918-2011)
memiliki
sejarah
penting
bagi
industri
rokok
di
dalam negeri.
Taru
berarti
daun,
sementara
Martani
berarti
kehidupan.
Jadi,
Taru
Martani
adalah
daun
yang
memberi
kehidupan. Itulah nama
yang diberikan Sri
Sultan
Hamengku
Buwono
(HB)
IX
untuk pabrik cerutu yang dahulunya berlokasi di Baciro, Yogyakarta. Meski tak
luput dilanda krisis yang menerpa Indonesia dan pernah pula menghentikan ekspor
ke mancanegara, pabrik cerutu ini masih eksis hingga kini dengan mempekerjakan
sekitar 356 karyawan. Didirikan tahun 1918 dengan
nama
Firma
(Fa)
Negresco
dengan
25
pekerja,
pada
awalnya
produksi cerutu Taru Martani hanya untuk
konsumsi orang-orang Belanda di Yogyakarta yang tetap ingin
menikmati cerutu
setelah bertahun-tahun kekurangan akibat Perang Dunia I.
Namun dalam
perkembangannya, cerutu ini juga dijual ke daerah Hindia Belanda
dan ketika itu mendapat sambutan yang cukup baik. Dan di tahun 1930, Fa
Negresco melakukan ekspansi dengan menambah pekerja menjadi 1.000 orang
yang sebagian besar untuk membuat cerutu buatan tangan. Tak lama kemudian,
Jepang masuk Indonesia, dan ini menimbulkan
perubahan
besar.
Nama
Negresco
berubah menjadi Jawa Tobacco Kojo. Setelah PD II berakhir, HB IX mengambil
inisiatif
untuk
mengambil
alih
dan
mengganti nama perusahaan ini menjadi Taru
Martani. Namun pada tahun 1949, Belanda kembali menguasai Yogya, dan pabrik
pun jatuh ke tangan Negresco. Selang setahun kemudian, pemerintah Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Bank Indonesia membeli perusahaan ini dan
namanya kembali menjadi PT Taru Martani.
Sehubungan dengan aksi Irian Barat yang terjadi tahun 1960, semua perusahaan
Belanda diambil alih oleh Pemerintahan RI. Karena PT. taru Martani belum dibayar
lunas maka statusnya masih milik Belanda, perusahaan ini kemuadian
dinasionalisaikan
dan
dimasukkan
ke
dalam Departemen
Perindustrian
Rakyat
(PNPR) bujana
Yasa dengan
nama Pabrik Cerurtu dn
Tembakau Shag Taru
Martani. Pada tahun 1966 perusahaan itu kembali diserahkan kepada Pemerintah
Daerah.
Untuk melebarkan sayap pada tahun 1972, pemerintah DIY bekerjasama dengan
perusahaan Douwe Egberts di Utrecht, Holland. Membuat perusahaan dengan nama
PT.
Taru
Martani
Baru.Dengan
lahirnya perusahaan
patungan
dengan
harapan
PT.
Taru Martani Baru dapat berkembang lebih pesat, tetapi kenyataannya tidak seperti
yang
diharapkan
perusahaan.
Selama
14
tahun
perusahaan
ini
belum mendapatkan
laba dan sebaliknya terus merugi. Melihat
kondisi tersebut pada tahun 1986 pihak
Douwe Egberts menarik diri, dan mulai pada saat itu juga PT. Taru Martani Baru
kembali menjadi Perusahaan Daerah, pemerintah daerah akhirnya memperoleh
pinjaman sebesar 700 juta rupiah dari Bapindo. Sesudah mendapat pinjaman
perkembangan PD. Taru Martani cukup menggembirakan, tahun 1989 mulai dapat
mengekspor
produknya
ke
manacnegara
yaitu Belgia, Belanda, dan Jerman serta
Amerika
Serikat.
Saat
ini
dengan
kondisi perusahaan
yang
terus
berkembang
PD
Taru Martani sudah mulai merambah pasar Perancis, Republik Ceko, Taiwan dan
Australia serta ASEAN.
|