berbeda
dengan
keluarga
individu
yang
mengalami
gangguan
ini. Pada
umumnya
kepribadian
yang
muncul
sangat
bertolak
belakang.
Di
suatu
waktu
muncul
individu
yang ekstrovert, di lain waktu muncul
individu yang introvert dan menarik diri.
Menurut
Kaplan
dan
Sadock
dalam
Fausiah
dan
Widuri
(2008:52)
berdasarkan
suatu penelitian, menurut para ahli diketahui bahwa populasi individu yang
mengalami
gangguan
identitas
disosiatif
berhasil
diketahui
bahwa
0,5
persen
hingga
2 persen
pasien
gangguan
kejiwaan
yang
dirawat
di
rumah
sakit
jiwa
mengalami
gangguan
ini dan
5 persen
dari seluruh
pasien
jiwa (baik yang
dirawat
maupun
tidak)
mengalami
gangguan
identitas
disosiatif.
Dari seluruh
sempel
diketahui
bahwa
90
hingga
100 persen
individu
dengan
gangguan
identitas
disosiatif
adalah
perempuan,
namun
peneliti
memiliki
keyakinan
bahwa
laki-laki
yang
mengalami
gangguan
ini
tidak
terdeteksi
atau
tidak
dilaporkan
karena
kebanyakan
laki-laki
dengan
gangguan
ini dimasukan
kedalam penjara dan bukan kerumah sakit.
Selain
itu
diketahui
pula
bahwa
dua
pertiga
dari
seluruh
individu
dengan
gangguan
identitas
disosiatif
pernah
melakukan
percobaan
bunuh
diri
ketika
mereka
mengalami
gangguan ini.
Menurut
Fausiah
dan Widury
(2008:52)
penyebab
gangguan
identitas
disosiatif
sejauh
ini
belum
diketahui
secara
pasti,
namun
berdasarkan
riwayat
kehidupan
para
psien,
hampir
seratus
persen
dari
para
pasien
memiliki
peristiwa
traumatik,
terutama
di
masa
kanak-kanaknya. Peristiwa
traumatik
di masa
kanak-kanak
biasanya
meliputi
penyiksaan
fisik
dan
seksual.
peristiwa
traumatik
lainnya
misalnya
kematian
saudara
atau teman
dan menyaksikan
kematian
tersebut
ketika
individu
masih
kanak-kanak.
Terapi yang dilakukan
dalam penyembuhan
gangguan
identitas disosiatif
adalah
dengan
menggunakan
terapi
psikoanalisis.
Terapi
ini
banyak
dipilih
untuk
gangguan
identitas
disosiatif
di
banding
dengan
gangguan
psikologis
lain.
Terapi
ini
di
capai
|