2
diserahkan kepadanya, seberapa besarpun itu. Jika diperhatikan, kedudukannya adalah
yang paling tinggi, akan tetapi jika dilihat
dari sifat ketergantungan, dia bagaikan
seorang bayi dalam pangkuan ibu. Hal ini juga bisa dihubungkan dengan pendapat Doi
(1992, hal. 37) yang lain, yaitu seseorang yang berlaku amae akan memperlihatkan sikap
meninggikan diri dan sombong, apabila dia tidak mungkin melakukan amaeru.
Doi (1992, hal. 23) juga memberikan penjelasan bahwa kosa kata dan istilah amae
itu sendiri bukanlah satu-satunya ungkapan yang dipakai di dalam psikologi. Di samping
kata amae tersebut, masih terdapat sejumlah besar kata-kata lain. Doi mengumpamakan
hal ini pada kata sifat amai
yang dipakai bukan saja untuk mengartikan rasa manis
yang dirasakan oleh lidah, akan tetapi juga dipakai untuk mengungkapkan sifat
seseorang.
Hubungan ini diberi contoh oleh Doi; jikalau seseorang mengatakan bahwa si A
bersikap amai terhadap si B, maka itu berarti bahwa si A membiarkan si B berlaku
amaeru terhadap si A, yaitu bersikap mengandalkan diri dan juga mengharapkan sesuatu
dari tali perhubungan antara si A dan si B tersebut.
Doi (1992:76-77) menjelaskan prototipe dari psikologis amae ini terletak di dalam
psikologi kanak-kanak dalam membuat hubungan dengan ibunya. Dalam perkataan lain,
amae ini dipakai untuk menunjuk kepada perilaku sang anak dalam usahanya untuk
mendekatkan diri kepada sang ibu. Doi juga menambahkan bahwa seorang bayi baru
disebut berlaku amaeru sampai enam bulan kelahirannya. Hal ini dikarenakan pada
waktu sebelum itu, sang bayi dan sang ibu masih merupakan suatu kesatuan. Dalam kata
lain, kehidupan mental
dari
sang bayi masih merupakan suatu kelanjutan dari
kehidupannya ketika masih dalam kandungan ibu.
|