3
Doi (1992, hal. 77) kemudian melanjutkan penjelasannya, bahwa
seiring
dengan
pertumbuhan mental dari sang bayi tersebut,
lambat laun sang bayi menyadari bahwa
dirinya dan ibunya bukan lagi suatu kesatuan, bahwa mereka adalah bentuk kehidupan
yang berdiri sendiri-sendiri, dan sang bayi merasa ibunya adalah seorang yang mutlak
bagi dirinya. Hasrat yang kuat untuk mengikat hubungan erat itulah yang disebut Doi
sebagai amaeru.
Doi (1992, hal. 74) berpendapat bahwa pengucapan kata amae
berakar dari istilah
ama, dari bahasa bayi uma-uma yang berarti mengungkapkan hasrat seorang bayi untuk
menyusu, atau untuk makan.
Pendapat Doi ini didukung oleh Kitayama (2009, hal. 2) yang mengatakan bahwa
kata ma memang memiliki hubungan dengan kata-kata yang diucapkan oleh seorang
bayi, dan memberi contoh hal yang sama yang juga ada di dalam bahasa lainnya dan
bukan hanya di dalam bahasa Jepang. Contohnya adalah dalam bahasa inggris, melalui
kata mother, mouth, dan munch yang dalam pengucapannya menjadi mather, mauth,
dan manch.
Hal ini
juga menunjuk pada salah satu pendapat Doi (1992, hal. 10) yang
mengatakan
bahwa,
walaupun istilah amae merupakan istilah yang unik ada di dalam
bahasa Jepang, perilaku amae itu sendiri
merupakan perilaku yang universal dan ada di
tempat-tempat lainnya di luar Jepang.
Pendapat
yang dikatakan oleh
Doi tersebut didukung oleh Vogel dalam Smith dan
Nomi (2000) yang mengatakan bahwa,. I see amae (indulgence) as the universal basic
instinct, more universal than Freud's two instincts, sex and aggression." (para. 2). Yang
berarti . Saya melihat amae
sebagai insting dasar yang universal, lebih universal lagi
daripada dua insting Freud, sex dan agresi.
|