![]() 1
Sarpakenaka
Sayempraba
Sempati
Sinta
Sumitra
Tara dan Tari
Trijata
2.4.4
Ramayana di Indonesia
Naskah Ramayana tertua di Indonesia adalah Ramayana,
yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dalam bentuk kakawin, yaitu
syair yang dilagukan (selanjutnya kita sebut Ramayana
Kakawin).Menurut cerita di Bali, Ramayana Kakawin ditulis oleh
Yogiswara.Tapi pendapat tersebut disangkal oleh Prof. Dr RM
Ng.Poerbatjaraka, pakar epigraf pertama Indonesia. Menurut
Poerbatjaraka, kata Yogiswara yang tertera di bagian akhir naskah
tersebut bukan nama orang melainkan istilah yang berarti pendeta.
Pengarang kitab tersebut hingga kini belum diketahui dengan pasti.
Mengenai kapan Ramayana Kakawin ditulis, masih terdapat
perbedaan di antara para ahli. Prof. Dr H Kern, sarjana Belanda
yang pada 1906 menerbitkan buku tersebut dalam bahasa Jawa,
menduga Kakawin ditulis pada abad ke-13. Poerbatjaraka, yang
melakukan penelitian mendalam pada naskah tersebut, berpendapat
bahwa Ramayana Kakawin ditulis pada zaman Raja Mataram Rakai
Watukara Dyah Balitung (900-908 M). Hasil penelitian terakhir dari
sarjana Jerman, W Archele, menyatakan tahun yang lebih awal,
yaitu tahun 850, pada zaman Raja Mataram Rakai Pikatan.Kalau
pendapat kedua sarjana terakhir itu benar, berarti Ramayana
Kakawin merupakan karya sastra Jawa Kuno tertua.
Poerbatjaraka memuji Ramayana Kakawin sebagai karya
sastra Jawa Kuno terindah. Ucapnya, "Seumur hidup belum pernah
saya membaca kitab Jawa yang memadai kitab Ramayana Kakawin
dalam hal bahasanya. Betapa pandainya sang pujangga menyusun
kata dan bermain metafora, seperti terlihat dalam cuplikan bait 24
dan 25 dari sarga VIII Ramayana Kakawin, yang melukiskan
kesedihan dan rindu dendam Rama setelah kehilangan Sinta:
"Bila kulihat kijang,
kuterkenang kan pandang matamu yang jelita.
Bila ku melihat gajah,
Sadarlah aku betapa besar keterlibatanmu dalam kesusahan.
Air dalam kedalaman telaga berombak-ombak,
|