kepada Datuk Kota Bangun dan kemudian memperdalam tentang agama Islam ke
Aceh.
Keterangan yang menguatkan bahwa adanya Kampung Medan ini adalah keterangan
H. Muhammad Said yang mengutip melalui buku Deli In Woord en Beeld ditulis oleh
N.Ten Cate. Keterangan tersebut mengatakan bahwa dahulu kala Kampung Medan ini
merupakan Benteng dan sisanya masih ada terdiri dari dinding dua lapis berbentuk
bundaran yang terdapat dipertemuan antara dua sungai yakni Sungai Deli dan sungai
Babura. Rumah Administrateur terletak diseberang sungai dari kampung Medan.
Kalau kita lihat bahwa letak dari Kampung Medan ini adalah di Wisma Benteng
sekarang dan rumah Administrateur tersebut adalah kantor PTP IX Tembakau Deli
yang sekarang ini.
Sekitar tahun 1612 setelah dua dasa warsa berdiri Kampung Medan, Sultan Iskandar
Muda yang berkuasa di Aceh mengirim Panglimanya bernama Gocah Pahlawan yang
bergelar Laksamana Kuda Bintan untuk menjadi pemimpin yang mewakili kerajaan
Aceh di Tanah Deli.
Gocah Pahlawan membuka negeri baru di Sungai Lalang, Percut. Selaku Wali dan
Wakil Sultan Aceh serta dengan memanfaatkan kebesaran imperium Aceh, Gocah
Pahlawan berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga meliputi Kecamatan
Percut Sei Tuan dan Kecamatan Medan Deli sekarang. Dia juga mendirikan
kampung-kampung Gunung Klarus, Sampali, Kota Bangun, Pulau Brayan, Kota
Jawa, Kota Rengas Percut dan Sigara-gara.
Dengan tampilnya Gocah pahlawan mulailah berkembang Kerajaan Deli dan tahun
1632 Gocah Pahlawan kawin dengan putri Datuk Sunggal. Setelah terjadi perkawinan
ini raja-raja di Kampung Medan menyerah pada Gocah Pahlawan.
Gocah Pahlawan wafat pada tahun 1653 dan digantikan oleh puteranya Tuangku
Panglima Perunggit, yang kemudian memproklamirkan kemerdekaan Kesultanan Deli
dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669, dengan ibukotanya di Labuhan, kira-kira 20
km dari Medan.
Jhon Anderson seorang Inggris melakukan kunjungan ke Kampung Medan tahun
1823 dan mencatat dalam bukunya Mission to the East Coast of Sumatera bahwa
penduduk Kampung Medan pada waktu itu masih berjumlah 200 orang tapi dia hanya
melihat penduduk yang berdiam dipertemuan antara dua sungai tersebut. Anderson
menyebutkan dalam bukunya Mission to the East Coast of Sumatera (terbitan
Edinburg 1826) bahwa sepanjang sungai Deli hingga ke dinding tembok mesjid
Kampung Medan di bangun dengan batu-batu granit berbentuk bujur sangkar. Batu-
batu ini diambil dari sebuah Candi Hindu Kuno di Jawa.
Pesatnya perkembangan Kampung "Medan Putri", juga tidak terlepas dari perkebunan
tembakau yang sangat terkenal dengan tembakau Delinya, yang merupakan tembakau
terbaik untuk pembungkus cerutu. Pada tahun 1863, Sultan Deli memberikan kepada
Nienhuys
Van der Falk dan Elliot dari Firma Van Keeuwen en Mainz & Co, tanah
seluas 4.000 bahu (1 bahu = 0,74 ha) secara erfpacht 20 tahun di Tanjung Sepassi,
dekat Labuhan. Contoh tembakau deli. Maret 1864, contoh hasil panen dikirim ke
Rotterdam di Belanda, untuk diuji kualitasnya. Ternyata daun tembakau tersebut
sangat baik dan berkualitas tinggi untuk pembungkus cerutu.
Kemudian di tahun 1866, Jannsen, P.W. Clemen, Cremer dan Nienhuys mendirikan
de Deli Maatscapij di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi perkebunan baru di
daerah Martubung, Sunggal (1869), Sungai Beras dan Klumpang (1875), sehingga
7
|