Home Start Back Next End
  
Kota Medan Menyambut Kemerdekaan Republik Indonesia
Dimana-mana diseluruh Indonesia menjelang tahun 1945 bergema persiapan
Proklamasi demikian juga di Kota Medan tidak ketinggalan para tokoh pemudanya
melakukan berbagai macam persiapan. Mereka mendengar bahwa bom atom telah
jatuh melanda Kota Hiroshima, berarti kekuatan Jepang sudah lumpuh. Sedangkan
tentara sekutu berhasrat kembali untuk menduduki Indonesia.
Khususnya di kawasan kota Medan dan sekitarnya, ketika penguasa Jepang
menyadari kekalahannya segera menghentikan segala kegiatannya, terutama yang
berhubungan dengan pembinaan dan pengerahan pemuda. Apa yang selama ini
mereka lakukan untuk merekrut massa pemuda seperti Heiho, Romusha, Gyu Gun
dan Talapeta mereka bubarkan atau kembali kepada masyarakat. Secara resmi
kegiatan ini dibubarkan pada tanggal 20 Agustus 1945 karena pada hari itu pula
penguasa Jepang di Sumatera Timur yang disebut Tetsuzo Nakashima mengumumkan
kekalahan Jepang. Beliau juga menyampaikan bahwa tugas pasukan mereka dibekas
pendudukan untuk menjaga status quo sebelum diserah terimakan pada
pasukan
sekutu. Sebagian besar anggota pasukan bekas Heiho, Romusha, Talapeta dan latihan
Gyu Gun merasa bingung karena kehidupan mereka terhimpit dimana mereka hanya
diberikan uang saku yang terbatas, sehingga mereka kelihatan berlalu lalang dengan
seragam coklat di tengah kota.
Beberapa tokoh pemuda melihat hal demikian mengambil inisiatif untuk
menanggulanginya. Terutama bekas perwira Gyu Gun diantaranya Letnan Achmad
Tahir mendirikan suatu kepanitiaan untuk menanggulangi para bekas Heiho,
Romusha yang famili/saudaranya tidak ada di kota Medan. Panitia ini dinamai dengan
“Panitia Penolong Pengangguran Eks Gyu Gun“ yang berkantor di Jl. Istana No.17
(Gedung Pemuda sekarang).
Tanggal 17 Agustus 1945 gema kemerdekaan telah sampai ke kota Medan walupun
dengan agak tersendat-sendat karena keadaan komunikasi pada waktu itu sangat
sederhana sekali. Kantor Berita Jepang “Domei" sudah ada perwakilannya di Medan
namun mereka tidak mau menyiarkan berita kemerdekaan tersebut, akibatnya
masyarakat tambah bingung.
Sekelompok kecil tentara sekutu tepatnya tanggal 1 September 1945 yang dipimpin
Letnan I Pelaut Brondgeest tiba di kota Medan dan berkantor di Hotel De Boer
(sekarang Hotel Dharma Deli). Tugasnya adalah mempersiapkan pengambilalihan
kekuasaan dari Jepang. Pada
ketika itu pula tentara Belanda yang dipimpin oleh
Westerling didampingi perwira penghubung sekutu bernama Mayor Yacobs dan
Letnan Brondgeest berhasil membentuk kepolisian Belanda untuk kawasan Sumatera
Timur yang anggotanya diambil dari eks KNIL dan Polisi Jepang yang pro Belanda.
Akhirnya dengan perjalanan yang berliku-liku para pemuda mengadakan berbagai
aksi agar bagaimanapun kemerdekaan harus ditegakkan di Indonesia demikian juga di
kota Medan yang menjadi bagiannya. Mereka itu adalah Achmad Tahir, Amir
Bachrum Nasution, Edisaputra, Rustam Efendy, Gazali Ibrahim, Roos Lila, A.malik
Munir, Bahrum Djamil, Marzuki Lubis dan Muhammad Kasim Jusni.
2.1.3 Potensi Pariwisata
Kota Medan merupakan salah satu tujuan wisata di Indonesia yang paling sering
dikunjungi. Peninggalan kebudayaan dapat disaksikan dari bangunan bersejarah yang
telah menjadi saksi dari keberadaan Kota Medan lebih dari 10 Dekade.
11
Word to PDF Converter | Word to HTML Converter