11
2.2 Definisi Peranakan Tionghoa
Menurut salah satu literatur dari Internet yaitu, http://asalusulbudayationghoa.
blogspot.com. Tionghoa atau tionghwa, adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang
keturunan Cina di Indonesia, yang berasal dari kata zhonghua
dalam Bahasa
Mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa.
Sedangkan istilah peranakan Tionghoa pertama kali digunakan oleh Bangsa Belanda
di abad ke 18 untuk menyebut para keturunan imigran Tionghoa yang datang dari
Tiongkok beberapa waktu sebelumnya.
Seiring dengan berjalannya waktu, istilah peranakan Tionghoa disingkat menjadi
peranakan saja. Dalam bahasa Indonesia, semua sudah seperti sepakat bahwa
sebutan Tionghoa adalah yang paling menyenangkan. Tionghoa sudah berarti
''orang dari ras Cina yang memilih tinggal dan menjadi warga negara Indonesia''.
Kata Tionghoa sudah sangat enak bagi suku Cina tanpa terasa ada nada, persepsi,
dan stigma mencina-cinakan. Kata Tionghoa sudah sangat pas untuk pengganti
sebutan ''nonpri'' atau ''cina''.
Masyarakat Tionghoa di Indonesia pernah terbagi dalam tiga golongan besar: totok,
peranakan, dan hollands spreken.
Yang tergolong totok adalah mereka yang baru satu turunan di Indonesia (orang
tuanya masih lahir di Tiongkok) atau dia sendiri masih lahir di sana lalu ketika
masih bayi diajak xia nan yang, atau istilah totok juga disebutkan kepada mereka
yang saat ini masih memegang teguh adat istiadat leluhurnya. Sama seperti suku
lainnya di Indonesia misalnya yang masih memegang teguh urutan upacara
pernikahan, persalinan ataupun lainnya.
Yang hollands spreken
adalah yang dimana pun lahirnya-
menggunakan bahasa
Belanda, mengenakan jas dan dasi, kalau makan pakai sendok dan garpu, dan ketika
Imlek tidak mau menghias rumah dengan pernik-pernik yang biasa dipergunakan
oleh peranakan maupun totok karena dianggap kuno atau tidak sesuai
atau tidak
logis akibat tidak memahami sama sekali arti dibalik asal usul tersebut.
Sedangkan yang disebut peranakan adalah yang sudah beberapa keturunan lahir di
tanah yang kini bernama Indonesia, kebanyakan tidak lagi menggunakan bahasa
suku (Hokkian, Hakka atau lainnya) ataupun Bahasa Mandarin sebagai bahasa ibu
yang dipercakapkan dirumah. (Irfan Utamin, http://asalusulbudayationghoa.
blogspot.com, 2012)
Berdasarkan Volkstelling (sensus) pada masa Hindia Belanda, populasi Tionghoa-
Indonesia mencapai1.233.000 (2,03%) dari penduduk Indonesia di tahun 1930.
Tidak ada data resmi mengenai jumlah populasi Tionghoa di Indonesia dikeluarkan
pemerintah sejak Indonesia merdeka. Namun ahli antropologi Amerika, G.W.
Skinner, dalam risetnya pernah memperkirakan populasi masyarakat Tionghoa di
Indonesia mencapai 2.505.000 (2,5%) pada tahun 1961. (Wikipedia, Tionghoa-
Indonesia, 2012)
|