Home Start Back Next End
  
2.4
Data Cerita dan Karakter
2.4.1
Stasiun Kereta di Indonesia
Stasiun kereta api
adalah tempat di mana para penumpang dapat naik-turun dalam
memakai sarana transportasi kereta api. Selain stasiun, pada masa lalu dikenal juga dengan halte
kereta api yang memiliki fungsi nyaris sama dengan stasiun kereta api. Untuk daerah atau kota
yang baru dibangun mungkin stasiun portabel dapat dipergunakan sebagai halte kereta.
Stasiun besar biasanya diberi perlengkapan yang lebih banyak daripada stasiun kecil
untuk menunjang kenyamanan penumpang maupun calon penumpang kereta api, seperti ruang
tunggu (VIP ber AC), restoran, toilet, mushola, area parkir, sarana keamanan (polisi
khusus
kereta api), sarana komunikasi, dipo lokomotif, dan sarana pengisian bahan bakar.
Peron adalah tempat naik-turun para penumpang di stasiun, jadi peron adalah lantai
pelataran tempat para penumpang naik-turun dan jalur rel melintas di stasiun. Sekarang ada dua
macam konstruksi lantai peron, yaitu yang dibuat sebelum Perang Dunia II umumnya dengan
lantai rendah; sedangkan bentuk kedua adalah yang dibangun setelah Proklamasi umumnya
dengan lantai modifikasi yang ditinggikan. Dewasa ini
pada stasiun besar umumnya ada dua
macam lantai peron, yang asli berlantai rendah dan yang telah disesuaikan dengan lantai tinggi.
Memang pada waktu itu belum ada pemikiran peron tinggi yang memudahkan para penumpang
naik-turun kereta. Di stasiun Tanah Abang, seperti halnya kebanyakan stasiun kereta di Jepang,
para penumpang tidak dapat menyeberang jalur begitu saja, harus melalui jembatan
penyeberangan.
Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan
jalan KA di desa Kemijen, Jum’at tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda,
Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh “Naamlooze Venootschap
Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij” (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de
Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan
ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867.
Keberhasilan swasta, NV. NISM membangun jalan KA antara Kemijen -
Tanggung,
yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang -
Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong minat investor untuk membangun jalan KA di daerah
lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864 - 1900 tumbuh
dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 Km, tahun 1870 menjadi 110 Km, tahun 1880
mencapai 405 Km, tahun 1890 menjadi 1.427 Km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 Km.
Word to PDF Converter | Word to HTML Converter