Home Start Back Next End
  
10
dan
mulailah dirintis kerjasama dengan PSSI. Sebagai tahap awal NIVU
mendatangkan
tim dari Austria “Winner Sport Club “ pada tahun 1936.
Pada
tahun
1938
atas
nama Dutch
East
Indies,
NIVU
mengirimkan
timnya ke
Piala Dunia
1938,
namun
para pemainnya bukanlah
berasal
dari
PSSI
melainkan
dari
NIVU walaupun terdapat 9 orang pemain pribumi / Tionghoa. Hal tersebut sebagai aksi
protes Soeratin, karena beliau
menginginkan adanya pertandingan antara tim NIVU dan
PSSI terlebih dahulu sesuai dengan perjanjian kerjasama antara
mereka,
yakni perjanjian
kerjasama
yang
disebut
“Gentelemen’s
Agreement”
yang
ditandatangani
oleh
Soeratin
(PSSI) dan Masterbroek (NIVU) pada 5 Januari 1937 di Jogyakarta. Selain
itu, Soeratin
juga
tidak
menghendaki
bendera yang dipakai adalah bendera NIVU
(Belanda). Dalam
kongres PSSI 1938 di Solo, Soeratin
membatalkan
secara
sepihak Perjanjian
dengan
NIVU tersebut.
Soeratin
mengakhiri tugasnya di PSSI
sejak tahun 1942, setelah sempat
menjadi
ketua kehormatan antara tahun 1940 – 1941, dan terpilih kembali di tahun 1942.
Masuknya balatentara
Jepang ke Indonesia menyebabkan PSSI pasif dalam
berkompetisi, karena Jepang
memasukkan PSSI sebagai bagian dari Tai
Iku
Kai,
yakni
badan
keolahragaan
bikinan
Jepang,
kemudian
masuk
pula menjadi
bagian
dari
Gelora
(1944) dan baru lepas otonom kembali dalam kongres PORI III di Yogyakarta (1949).
Sepeninggalan
Soeratin
Sosrosoegondo,
prestasi
tim nasional
sepak
bola
Indonesia
tidak
terlalu
memuaskan
karena
pembinaan
tim nasional tidak
diimbangi
dengan
pengembangan
organisasi
dan
kompetisi.
Pada
era
sebelum tahun
1970-an,
beberapa pemain Indonesia sempat bersaing dalam kompetisi
internasional, di antaranya
Ramang,
Sucipto
Suntoro,
Ronny
Pattinasarani,
dan
Tan
Liong
Houw. Dalam
perkembangannya,  PSSI 
telah 
memperluas 
kompetisi  sepak  bola  dalam 
negeri,  di
Word to PDF Converter | Word to HTML Converter