4
ticle&id=276:anicca-ketidakkekalan&catid=9:dhamma&Itemid=8; 5
Maret 2013; 11:51)
2.
Manusia berpikir bahwa kematian merupakan akhir segala-galanya.
Tetapi, Yesus menegaskan sebaliknya bahwa kematian bukan akhir
segala-galanya. Kematian justru merupakan awal kehidupan yang baru.
Itulah sebabnya orang yang ditinggal tidak boleh berlarut-larut di dalam
kesedihan. Bagaimanapun cara orang percaya itu meninggal, itu tetap
merupakan gerbang kehidupan yang baru. Entah dia meninggal dengan
cara tenggelam, entah dia meninggal dengan cara sakit, atau dengan
cara yang lain, dia tetap akan memulai perjalanan di kehidupan yang
baru. Dunia baru yang penuh dengan damai sejahtera sudah
menantinya. Kesedihan orang yang ditinggal hanya akan memuaskan
perasaannya sendiri di dalam waktu yang singkat saja. Tetapi, jika
berlarut-larut justru akan merugikan dirinya sendiri. Sangkut pautnya
dengan orang percaya yang masih hidup. Daripada berlarut-larut dalam
kesedihan, lebih baik memahami makna Yesus adalah kebangkitan dan
hidup serta mengalaminya.
(http://mannasorgawi.net/artikeld.php?kid=2&id=184 ; 5 Maret 2013;
11:59)
3.
Itulah gambaran dari kesedihan yang disebabkan meninggalnya
seseorang yang sangat dicintai. Bahkan terkadang kesedihan ini lalu
memberi kesan bahwa dia tidak terima ketika orang yang sangat
dicintai dicabut nyawanya oleh sang pemilik, yaitu Allah. Dan ini tidak
bisa dibiarkan. Maka dari itu, islam memberi aturan bahwa masa
berkabung tidak boleh lebih dari tiga hari. Di samping itu, tidak boleh
meratapi orang yang sudah meninggal sehingga lalu air matanya
menetes pada si mayat tersebut. Kesimpulan dari paparan di atas adalah
bagaimana seseorang tidak terlalu sedih ketika orang yang dicintai
meninggal. Jangan sampai kesedihan itu mengantarkannya seakan-akan
tidak setuju dengan takdir Allah. Kesedihan boleh saja, karena sudah
merupakan fitrah manusia, hanya saja harus tahu sebatas mana
kesedihan itu. Apalagi terkadang kematian itulah yang sangat
diharapkan, misalnya oleh para Waliyullah yang sudah merasa gerah
|