biasanya akan memperbesar tingkat
absent karyawan dikarenakan faktor kelelahan
fisik
pekerja. Kebalikan dari
kondisi diatas adalah bila
perusahaan mempunyai
kelebihan tenaga
kerjadimandingkan dengan jumlah tenaga kerja
yang dibutuhkan
untuk kegiatan produksi. Tenaga
kerja berlebih ini
kadang
kadang bisa
dialokasikan untuk kegiatan lain yang produktif
meskipun tidak selamanya efektif.
Bila tidak dapat dialokasikan yang efektif. Maka perusahaan dianggap menanggung
ongkos menganggur yang
besarnya merupakan perkalian antara jumlah yang
tidak
terpakai dengan tingkat uaph dan tunjangan lainnya.
4. Inventory cost dan back order cost (ongkos
persediaan dan ongkos kehabisan
persediaan)
Persediaan mempunyai fungsi mengantisipasi
timbulnya kenaikan permintaan pada
saat
saat
tertentu. Konsekuensi dari kebijakakan perusahaan
adalah timbulnya
ongkos penyimpanan (Inventory
cost dan back order cost) yang berupa ongkos
tertahannya modal, pajak, asuransi, kerusakan
bahan, dan ongkos sewa gudang.
Kebalikan dari
kondisi diatas, kebijakkan tidak mengadaaan persediaan. Seolah
olah menguntungkan tetapi
sebenarnya dapat menimbulkan kerugian dalam
bentuk
ongkos kehabisan persediaan. Ongkos kehabisan persediaan ini dihitung berdasarkan
berapa permintaan yang datang tetapi tidak
dilayani karena barang yang diminta
tidak tersedia.
Kondisi ini pada sistem MTO. Akan
mengakibatkan jadwal
penyerahan order terlambat,
sedangkan pada sistem MTS akan mengakibatkan
beralihnya pelanggan ke produk lain. Kekecewaan pelanggan karen tidak tersedianya
barang yang
dibutuhkan sehingga akan diperhitungkan
sebagai
kerugian bagi
perusahaan, dimana kerugian tersebut angakas dikelompokan sebagai ongkos sebagai
ongkos kehabisan persediaan. Ini sama
nilainya dengan pemesanan kembali bila
konsumen masih bersedia menungu.
5. Sub-contract (ongkos SubKontrak)
Pada saat permintaan melebihi kemampuan
kapasitas reguler, biasanya perusahaan
menSubKontrak kelebihan permintaan yang tidak
bisa ditanganinya sendiri kepada
perusahaan lain.
Konsekuensinya dari kebijakan ini adalah
timbulnya ongkos
SubKontrak, dimana biasanya
ongkos menSubKontrak ini menjadi lebih mahal
dibandingkan memproduksi sendiri dan adanya
resiko terjadinya keterlambatan
penyerahan dari kontraktor.
|