2
Menurut WHO ada beberapa tingkatan gangguan pengelihatan:
a.
Moderate visual impairment (gangguan pengelihatan menengah)
b.
Severe visual impairment (gangguan pengelihatan parah)
c.
Blindness (kebutaan)
Tiga point di atas pada dasarnya terbagi atas dua bagian besar yaitu Low
Vision dan Kebutaan. Saat ini WHO bekerjasama dengan IAPB menjalankan
gerakan VISION 2020: The Right to Sight, yaitu inisiatif global untuk
mencegah kebutaan dengan cara meningkatkan kualitas hidup melalui
layanan kesehatan yang menyeluruh.
2.2.2
Kebutaan di Indonesia
Indonesia adalah salah satu negara dengan risiko kebutaan tinggi di
dunia. Dibandingkan dengan angka kebutaan-kebutaan di negara asia
tenggara lain, angka kebutaan Indonesia (1,5%) adalah yang tertinggi
(Bangladesh 1%, India 0,7%, Thailand 0,3%).
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2005), Pemicu
tingginya angka kebutaan di Indonesia antara lain dilatar belakangi oleh
rendahnya taraf ekonomi masyarakat yang berada di daerah terpencil.
Contohnya, selama krisis ekonomi dan situasi politik yang tidak stabil, terjadi
kecenderungan meningkatnya jumlah ibu dan anak yang mengalami
Kekurangan Vitamin A (KVA). Menurut data survey dari Hellen Keller
International (HKI) tahun 1998, tercatat bahwa pada wilayah kumuh
perkotaan, hampir 10 Juta balita menderita KVA Sub-klinis, dimana 60.000
diantaranya terancam buta.
Menurut Survei Kesehatan Indra Pengelihatan dan Pendengaran
(1993-1996), penyebab utama kebutaan da Indonesia adalah katarak (0,78%),
glaukoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%), dan penyakit-penyakit lain
yang berhubungan dengan usia lanjut (0,38%). Masyarakat Indonesia
memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibanding
daerah subtropis lain, hal ini diduga berkaitan erat dengan faktor degeneratif
akibat masalah gizi.
|