3
Keadaan sosial Tununetra di Indonesia juga tidak berbeda jauh
dengan negara-negara berkembang lainnya, banyak yang kehilangan
kedudukan sosialnya untuk berperan sebagai pribadi yang aktif di masyarakat
yang disebabkan oleh keterbatasan-keterbatasannya. Mayoritas Tunanetra di
Indonesia belum bisa berbaur dengan masyarakat pada umumnya, tidak bisa
mendapatkan pekerjaan dan secara tidak langsung mendapatkan perlakuan
yang diskriminatif.
Menanggapi inisiatif VISION 2020 oleh WHO, Departemen
Kesehatan RI melakukan gerakan Mata Sehat 2020 yang bertujuan agar
setiap penduduk Indonesia memperoleh kesempatan/hak untuk melihat secara
optimal pada tahun 2020.
2.2.3
Tunanetra
Pertuni (2004) mendefinisikan tunanetra sebagai mereka yang tidak
memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih
memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya
untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya
normal meskipun dibantu dengan kaca mata (kurang awas).
Dari definisi diatas, maka bisa diambil bahwa secara umum ada 2
jenis kutunanetraan berdasarkan kemampuan mereka untuk melihat tulisan,
yang pertama yaitu mereka yang sama sekali tidak bisa melihat tulisan
sehangga harus menggunakan alat bantu berupa Braille atau alat audio, dan
yang kedua adalah mereka yang masih bisa melihat namun sangat terbatas
pengelihatannya (low vision).
Menurut Krech, Crutchfield, & Ballachey (1982) Setiap orang
mempunyai pencitraan
dunianya masing-masing karena citra tersebut
merupakan produk yang ditentukan oleh faktor-faktor berikut: (1) Sosial, (2)
Fisiologisnya, (3) Keinginan dan tujuannya, dan (4) Pengalaman masa
lalunya. (Didi Tarsidi, 2011, Dampak ketunanetraan dalam pembelajaran
bahasa, http://d-
tarsidi.blogspot.com/search/label/Dampak%20Ketunanetraan).
Dari keempat faktor diatas, bisa disimpulkan bahwa individu
tunanetra mengalami kelainan dalam struktur fisiologisnya, sehingga mereka
|