1. Alih kode yang digunakan pada perubahan situasi, kondisi, dan
topik.
2. Alih kode yang digunakan untuk meyakink an pendengar
3. Alih kode yang digunakan sebagai sarana negosiasi hak dan
kewajiban antara p endengar dan pembicar a
4. Alih kode yang digunakan untuk memastikan bahasa mana yang
sebaiknya
digunakan ketika seseorang bingun g harus memilih
satu dari dua bah asa.
2.3.3 Campur Kode
Pembicaraan mengenai alih kode biasanya diikuti dengan p embicaraan
mengenai campur kode. Kedua peristiwa yang sering terjadi dalam masyarakat
bilingual ini mempunyai kesamaan yang besar, sehingga seringkali sukar d ibedakan.
Kesamaan antara alih kode dan campur kode adalah digunakann ya dua bahasa atau
lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur. Perb edaann ya
adalah dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan masih
memiliki fungsi otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, d an
sengaja
dengan sebab-sebab tertentu. Sedangkan dalam campur kode ada sebuah kode utama
atau kode dasar yan g digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya,
sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa
serpihan-serpihan saja, tanpa ada fungsi atau keotonomian sebagai seb uah kode.
Misalnya seoran g penutur bahasa Indonesia yang men yelipkan bahasa daerahnya
saat sedang berbicara.
Rohmadi (2004:59-65) membagi campur kode menjadi 4 jenis berdasar kan
wujudnya, yaitu:
1. Campur kode berwujud kata
Contoh: Idealnya memang pemilihan Ketua SM UNS harus diulang, tetapi
saya kira impossible untuk dilakukan (RWSNS, 1 April 1998 dalam
Rohmadi).
Kalimat tersebut mengalami peristiwa campur kode ke luar yang b erwujud
kata. Peristiwa campur kode ke luar adalah peristiwa campur kode yang
bersumber dari bahasa asing, yaitu bahasa Inggris. Kata yang mengalami
percampuran kode adalah kata impossible yang dalam bahasa Indonesia
|