3
BAB 2
LANDASAN PERANCANGAN
2.1. Tinjauan Data
2.1.1.Film Pendek
Film pendek merupakan primadona bagi para pembuat film indepeden. Selain dapat
diraih dengan biaya yang relatif lebih murah dari film cerita panjang, film pendek
juga memberikan ruang gerak ekspresi yang lebih leluasa. Meski tidak sedikit juga
pembuat film yang hanya menganggapnya sebagai sebuah batu loncatan menuju film
cerita panjang.
Film pendek pada hakikatnya bukanlah sebuah reduksi dari film cerita panjang,
ataupun sekedar wahana pelatihan belaka. Film pendek memiliki karakteristiknya
sendiri yang berbeda dengan film cerita panjang, bukan lebih sempit dalam
pemaknaan, atau bukan lebih mudah.
Secara teknis, film pendek merupakan film-film yang memiliki durasi dibawah 50
menit (Derek Hill dalam Gotot Prakosa, 1997) . Meskipun banyak batasan lain yang
muncul dari berbagai pihak lain di dunia, akan tetapi batasan teknis ini lebih banyak
dipegang secara konvensi. Mengenai cara bertuturnya, film pendek memberikan
kebebasan bagi para pembuat dan pemirsanya, sehingga bentuknya menjadi sangat
bervariasi. Film pendek dapat saja hanya berdurasi 60 detik, yang penting ide dan
pemanfaatan media komunikasinya dapat berlangsung efektif. Yang menjadi menarik
justru ketika variasi-variasi tersebut menciptakan cara pandang-cara pandang baru
tentang bentuk film secara umum, dan kemudian berhasil memberikan banyak sekali
kontribusi bagi perkembangan sinema.
Femina (2011) Hal unik lain dari film pendek, menurut Lulu Ratna, penggagas
festival film independen dari komunitas Boemboe (komunitas yang menyimpan arsip
film pendek dan menyelenggarakan festival film pendek), adalah semangat
independennya. Karena dari awal tidak dibuat untuk produk komersial, film pendek
biasanya lebih bebas dan liar imajinasinya. Kalau kita melihat buku pedoman
penjurian festival film Indonesia, film pendek adalah film yang tidak perlu disensor.
|