terhadap
kekuatan-kekuatan
yang baik
maupun
yang
buruk,
kemudian
beralih
rnenjadi
pemujaan
terhadap
dewa-dewi
atau
raksasa,
untuk
rnengenang
atau
mengusir
mereka.
Kemudian
karena
timbul
anggapan
bahwa
raja
adalah
penjelmaan
dewa,
maka
tari-tarian
dipersembahkan
pula
kepada raja
dan keluarganya.
Sebelum
tahun
1918
tari
serimpi
tidak
boleh
dipertunjukan
diluar
tembak
karaton,
karena
serimpi
dianggap
sebagai
tarian
yang
mengandung
kekuatan
magis yang
dapat
menambah
kesaktian
raja.
Seni
tari
klasik
berkembang
dengan
terpelihara
didalam
lingkungan karaton dan
istana.
Tarian
Indonesia
berpusat pada
tradisi
kebudayaan
di
seluruh
tanah
air
sebagai
bagian
dari
upacara
keagamaan,
yang juga
merupakan
hiburan
atau
tontonan,
kemudian karena
pengaruh
agama serta pengaruh
jaman
modem,
maka
unsur
hiburan
dan tontonannya menjadi
lebih
kuat,
secara
berangsur-angsur
tarian
berkembang
ke
panggung
terutama
sebagai
hiburan,
sebagai
bagian
dari
kesenian
tersendiri dan
terpelihara karena
keindahannya.
U.L4.
Fungsi Tari di
Indonesia
Ditinjau dari
fungsinya, seni
tari
di
Indonesia dapat dibagi
menjadi:
o
Tari
ceremonial (tari
upacara adat
atau
keagamaan).
Masih
terpelihara
pada
masyarakat
pedalaman
yang
masih
primitive.
Tari
tarian
ini
antara
lain tari
magis,
digunakan
untuk
mempengaruhi
alam,
dan
tari
ritual.
o
Tari
hiburan,
rnenitik-beratkan
pada
segi
hiburan
sekaligus
rnerupakan
pelepas
Ielah
dan
rnerupakan
tari
pergaulan.
Jenis
tarian
ini
yang
terkenal
adalah
Tari Joged
(Bali),
Tari Ledek (Jawa), Ketuk Tilu
(Sunda),
Ronggeng
(Sumatra), Lenso (Ambon), dsb.
o
Tari
Pertunjukan,
merupakan
tari
yang
mengutamakan
nilai
artistic
atau
nilai
seninya,
sehingga
tari
pertunjukan
Indonesia
dapat
dikatakan
benar-benar
berselera
tinggi,
dirnana
membutuhkan
ketekunan,
bakat,
dan
rasio
untuk
mempelajarinya.
(Soedarsono, Drs.
Pola-pola
Perkembangan
Tari
di
Indonesia, Yogyakarta, ASTI,
Januari 1968,
hal.l5).
|