4
mengadopsi anak tersebut dan memberikan nama keluarganya. Pharr & Lo (1993:1704)
juga menulis bahwa wanita dibedakan dari para pria dengan keharusan mereka
menggunakan
kata-kata
sopan
kepada
pria,
menunduk
lebih
dalam daripada
pria,
dan
berjalan
di
belakang
suami
mereka
ketika
berada
di
depan
umum.
Hal
ini
adalah
salah
satu contoh bagaimana kedudukan wanita Jepang.
Menurut Andrew
(1983:259)
dalam
Kodansha
encyclopedy
Japan,
berdasarkan
buku
Onna Daigaku yang terbit pada abad ke-18, perselingkuhan yang dilakukan oleh seorang
wanita dapat dikenakan hukuman mati, sedangkan untuk pria yang kaya diijinkan untuk
memiliki
gundik/selir
baik
di
dalam
maupun di
luar
rumah
mereka.
Ditambahkan
pula
bahwa status
yang cukup tinggi dari
istri kedua seperti selir/gundik
yang
telah disebut di
atas,
atau
dengan
kata
lain mistresses
(mekake),
mengalami
penurunan
sampai
hampir
sederajad dengan pembantu (servant).
Salah satu dampak dari kedudukan
wanita
yang
rendah
seperti
yang
telah disebutkan
di atas
memunculkan konsep baru dalam kehidupan kaum pria,
yaitu dengan kepemilikan
gundik/selir. Menurut
Joseph
(1994:41),
kepemilikan gundik/selir telah menjadi institusi
sosial
di
Jepang
yang
nyaris
tidak
nampak,
hal
ini
selalu
menjadi
lambang
kesuksesan
dan kemampuan superior seorang pria ketika ia mampu membiayai dua keluarga bahkan
dua
keluarga
yang
berkembang.
Kepemilikan gundik/selir menurut Dore (1958:160)
adalah sebuah hubungan pibadi antara seorang pria dan wanita, dan merupakan
perlawanan
terhadap
prinsip
sempurna
dari monogami.
Hubungan
seperti
ini
tidak
bisa
mendapatkan
pengakuan
dan
status
dari
gundik/selir juga merupakan status yang tidak
dapat diakui sebagai status resmi.
|