3
Universitas
Tokyo
dalam
Doi
(1992:6)
berpendapat bahwa
bahkan
seekor
anjingpun
berperilaku
Amae.
Pernyataan
tersebut
ia
kemukakan
sebagai
tanggapannya
mengenai
fakta
bahwa
istilah
yang
menggambarkan gejala
universal
yang
tidak
hanya
ditemukan
dikalangan
manusia, tetapi juga pada kalangan binatang
ini,
tetap
tidak
dapat ditemukan
istilahnya dalam bahasa
lain
selain bahasa
Jepang.
Doi
menambahkan pernyataan Yushi
bahwa Freud
yang
merupakan bapak dari teori psikoanalisis pernah
menyinggung
gejala
psikologis
Amae
dalam
menjelaskan
salah
satu
teorinya
the
childs
primary
object-
choice
atau
sasaran pilihan primer bayi,
namun
tidak
menyorot detail keberadaan Amae
secara
langsung.
Ia
menjelaskan bahwa
the
childs
primary
object-choice
adalah
timbulnya emosi
yang mengandung kasih sayang
yang dirasakan oleh seorang bayi pada
waktu
disusui
oleh
ibunya
yang
disusul
oleh
tumbuhnya Oedipus
Complex
dalam
psikoanalisis.
Padahal
menurut
Doi,
emosi
tersebut
timbul
karena
Amae.
Balint
dalam
salah satu bukunya,
menurut Doi
(1992:13), menyinggung secara langsung Amae,
sebagai passive object love atau sasaran cinta
yang
pasif.
Namun Balint
menambahkan
bahwa
semua
bahasa-bahasa
Eropa
tidak
mampu
membeda-bedakan
antara
cinta
aktif
dan
cinta
pasif,
yang
berarti
walaupun
keberadaan Amae
pun
dirasakan
di
eropa,
ungkapan
khususnya
tetap
tidak
ditemukan.
Doi
(1992:23)
menjelaskan
bahwa
Amae
memiliki akar kata dari kata amaeru yang berarti
memanjakan diri, dan amai yang selain
manis,
arti
katanya
adalah
sifat
halus
dalam
menerima suatu
keadaan.
Menurut
Doi
(1999:165),
Amae
adalah kata
yang
hanya dapat ditemukan dalam bahasa Jepang,
yang
berarti
pernyataan
hasrat
akan
ketergantungan terhadap orang
lain.
Menurut
Doi,
Balint
mengungkapkan
hasrat
ini
sebagai cinta
objek
pasif
(Passive
object
love).
Bester
dalam
Doi (1992:viii) mengibaratkan Amae dengan perasaan dalam setiap bayi dalam pelukan
ibunya,
ketergantungan
dan
keinginan
untuk
dicintai
secara
pasif,
keengganan
untuk
|