bagian belakang len gan, dan sepasang di bagian dada bagian atas (Mila
Karmila:2010).
Berb eda halnya dengan irotomesode, kimono ini tidak selalu harus dihiasi
lima buah lambang kelu arga. Sesuai formalitas acara yang ingin dihadiri pemakai,
irotomesode cukup dilengkapi tiga buah lambang k eluar ga, antara lain adalah ada
satu di bagian punggung, sepasang di bagian belakang lengan atau cukup satu di
bagian punggung. Irotomesode dikenak an oleh wanita yang sudah berumur tetapi
belum menikah sebagai pakaian formal sewaktu diundang ke pesta pernikahan sanak
keluarga, pesta dan upacara resmi. Kain untuk irotomesode bisa berupa kain
sutra keras tanpa motif tenun atau kain krep dengan motif tenun
seperti monisho, rinzu, dan shusuji (Mila Karmila :2010).
1.1.2 Asal Usul Kimono Tomesode
Sejak periode Edo (1804-1829 tahun), wanita yang telah berusia delapan
belas tahun atau wanita yang telah menikah akan memotong lengan p anjang pada
kimono mereka. Dan kimono yang telah dipoton g tersebut dianggap kimono formal.
Kimono Tomesode adalah untuk mewakili para wanita yang sudah menikah. Setelah
di era Meiji, tomesode dipakai untuk menghadiri acara formal, seperti acara syukuran
atau pernikahan (Soseki : 2012).
Selain itu, masih menurut Soseki (2012), dengan motif yang ada, kimono
memiliki 2 level warna. Antara lain adalah warna hitam yang dianggap atas atau u e
( ) dan warna lainn ya dinggap warna bawah atau shita ( ). Proses pencelupan
tersebut dianggap sebagai kisah lahirnya kata "kimono resmi", dan mulai
menggeneralisasi sebagai kimono atau gaun pertama perempuan menikah.
1.1.3 Ciri Khas atau Bagian dari Tomesode
Kimono memiliki banyak jenis yang disesuaikan dengan acara yang akan
dihadiri oleh pemakainya. Selain itu, setiap kimono memiliki ciri khas yang
membedakan dari setiap jenisnya, seperti kimono furisode yang merupakan kimono
paling formal untuk wanita muda yan g belum menikah. Bahan berwarna-warni cerah
dengan motif mencolok di seluruh bagian kain dan memiliki ciri khas yaitu bagian
lengan yang sangat lebar dan menjuntai ke bawah (Mila Karmila :2010).
|