10
lain; pohon tom, mengkudu, kayu tinggi. Sedangkan bahan kain putihnya juga
memakai buatan sendiri dari tenunan gendong. Kain putih
import baru dikenal di
Indonesia kira-kira akhir abad ke-19.
Pembuatan
batik
cap
di
Ponorogo
baru
dikenal
setelah
perang
dunia
pertama
yang dibawa oleh seorang Cina bernama Kwee Seng dari Banyumas. Daerah
Ponorogo
awal
abad
ke-20
terkenal
batiknya
dalam
pewarnaan
nila
yang
tidak
luntur dan itulah sebabnya pengusaha-pengusaha batik dari Banyumas dan Solo
banyak memberikan pekerjaan kepada pengusaha-pengusaha batik di Ponorogo.
Akibat
dikenalnya
batik
cap
maka produksi Ponorogo setelah perang dunia
petama
sampai
pecahnya
perang
dunia
kedua
terkenal
dengan
batik
kasarnya
yaitu
batik
cap
mori
biru.
Pasaran
batik cap
kasar
Ponorogo
kemudian
terkenal
seluruh Indonesia.
Batik Solo dan Yogyakarta
Dari kerajaan-kerajaan di Solo dan
Yogyakarta
sekitamya
abad
17,18
dan
19,
batik
kemudian
berkembang
luas,
khususnya di wilayah Pulau
Jawa.
Awalnya
batik
hanya sekadar
hobi dari para keluarga raja di dalam berhias
lewat pakaian.
Namun perkembangan selanjutnya, oleh masyarakat batik dikembangkan
menjadi komoditi perdagangan.
Batik Solo terkenal dengan corak dan pola
tradisionalnya batik dalam proses cap
maupun dalam batik tulisnya. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk pewarnaan
masih
tetap banyak
memakai bahan-bahan dalam
negeri seperti soga Jawa
yang
|