26
(lima)
warna
berjumlah
9
tanding/paket
beserta
lauk
pauknya,
seperti
ayam
brumbun
(berwarna-warni) disertai
tetabuhan
arak/tuak.
Buta
Yadnya
ini
ditujukan
kepada
Sang
Buta
Raja,
Buta
Kala
dan
Batara
Kala,
dengan
memohon supaya
mereka
tidak
mengganggu umat.
Mecaru
diikuti
oleh
upacara
pengerupukan,
yaitu
menyebar-nyebar
nasi
tawur,
mengobori-obori
rumah
dan
seluruh
pekarangan,
menyemburi
rumah
dan
pekarangan
dengan
mesiu,
serta
memukul
benda-benda apa
saja
(biasanya
kentongan)
hingga
bersuara ramai/gaduh. Tahapan
ini dilakukan
untuk
mengusir Buta Kala dari
lingkungan
rumah,
pekarangan, dan
lingkungan
sekitar.
Khusus
di
Bali,
pengrupukan
biasanya
dimeriahkan dengan
pawai
ogoh-ogoh
yang
merupakan
perwujudan
Buta
Kala
yang
diarak keliling
lingkungan, dan kemudian dibakar.
Tujuannya sama
yaitu
mengusir
Buta
Kala dari lingkungan sekitar.
Tahap
terakhir
adalah
melasti,
yaitu
menghanyutkan
segala
leteh
(kotoran)
ke
laut,
serta
menyucikan
pretima.
Upacara
ini
dilakukan
di
laut,
karena
laut
dianggap
sebagai sumber amerta. Selambat-lambatnya pada tilem sore, melasti harus selesai. Nyepi
Keesokan
harinya,
yaitu
pada
panglong
ping
15
(atau
tilem
Kesanga),
tibalah
Hari
Raya
Nyepi
sesungguhnya.
Pada
hari
ini
dilakukan
puasa
Nyepi
yang
disebut
"Catur Brata" Penyepian dan terdiri dari amati geni (tiada berapi-api/tidak menggunakan
dan
atau
menghidupkan api),
amati
karya
(tidak
bekerja),
amati
lelungan
(tidak
bepergian),
dan
amati
lelanguan
(tidak
mendengarkan
hiburan).
Brata
ini
dilakukan
sejak sebelum matahari terbit. Menurut
umat
Hindu,
segala
hal
yang bersifat peralihan,
selalu
didahului
dengan
perlambang gelap.
Misalnya
seorang
bayi
yang
akan
beralih
menjadi
anak-anak
(1
oton/6
bulan),
lambang
ini
diwujudkan
dengan
'matekep
|