27
guwungan'
(ditutup
sangkar
ayam).
Wanita
yang
beralih
dari
masa
kanak-kanak ke
dewasa
(Ngeraja
Sewala),
upacaranya didahului dengan ngekep
(dipingit).
Demikianlah
untuk
masa
baru,
ditempuh
secara
baru
lahir,
yaitu
benar-benar
dimulai
dengan
suatu
halaman baru
yang putih bersih. Untuk
memulai
hidup dalam caka/tahun baru pun, dasar
ini dipergunakan, sehingga ada masa amati geni.
Intisari
dari
perlambang-perlambang lahir
itu
(amati
geni),
menurut
lontar
"Sundari
Gama"
adalah
"memutihbersihkan hati
sanubari",
yang
merupakan
kewajiban
bagi umat Hindu.
Tiap
orang
berilmu
(sang
wruhing
tattwa
jñana)
melaksanakan
brata
(pengekangan hawa nafsu), yoga
(
menghubungkan
jiwa
dengan
paramatma
(Tuhan),
tapa
(latihan ketahanan menderita), dan samadi (manunggal kepada
Tuhan, yang tujuan akhirnya adalah kesucian lahir batin).
Semua
itu
menjadi
keharusan bagi
umat
Hindu
agar
memiliki
kesiapan
batin
untuk
menghadapi setiap tantangan kehidupan di tahun
yang baru. Kebiasaan merayakan
hari
raya
dengan
berfoya-foya, berjudi,
mabuk-mabukan adalah
sesuatu
kebiasaan
yang
keliru dan mesti diubah.
Ogoh-Ogoh
Ogoh-ogoh
di
Bali
lahir
awal
1980-an.
Idenya
dari
Gubernur
Bali
saat
itu,
Ida
Bagus
Mantra.
Ogoh-ogoh
menjadi
simbol
hal
buruk
berupa
patung
dari
bambu
atau
kayu
dengan
wujud
raksasa
jahat
(buta
kala).
Dulunya, ogoh-ogoh
dibuat
menjelang
Nyepi di
hampir tiap banjar. Sehari
menjelang Nyepi
(disebut pengrupukan), ogoh-ogoh
itu
diarak ke
kuburan terdekat
lalu dibakar. Ini sebagai simbol
membakar hal-hal buruk
sebelum penyucian pas Nyepi yang juga tahun baru dalam kalender Bali.
|