Home Start Back Next End
  
Melayu yang diterbitkan dan dicetak oleh perusahaan Gebroeders Gimberg & Co.
mengalami kesulitan keuangan. Krisis pun datang ketika A. Johannes, manajer bisnis
perusahaan tersebut mengumumkan bahwa Gebroeders Gimberg & Co. Mengalami
kebangkrutan dan
meminta agar semua pelanggan Bintang Timor
untuk
segera
melunasi
tunggakan 
hutang 
mereka 
sebelum  diambil 
langkah 
hukum.  Pada  Desember  1886,
Bintang
Timor
menerbitkan
iklan
besar
menandakan
percetakan
tersebut
ditutup.
Pada
hari penjualan, seorang Tionghoa Surabaya tampil sebagai penawar yang berhasil
mendapatkan hak milik atas perusahaan tersebut dan mendapatkan hak menerbitkan
Bintang Timor.
Untuk komunitas Tionghoa, penjualan percetakan Gebroeders Gimberg sangat
penting
secara
simbolik.
Ini
menandai
awal
kesertaan
orang
Tionghoa
dalam penerbitan
surat kabar dan mengantar era baru perkembangan pers berbahasa Melayu. Di
Buitenzorg
(Bogor)  pada  akhir  1885,  seorang  Tionghoa  peranakan  lain    memperoleh  hak  milik
sebuah perusahaan percetakan
Lie Kim Hok, ketika
itu berusia sekitar 33 tahun,
membeli
percetakan itu dari janda mendiang D.J.van der Linden, seorang misionaris Protestan dan
editor
Bintang
Djohar.
Lie
Kim Hok
membeli percetakan
tersebut
seharga
1000
gulden.
Sumbangsih
terbesar
Lie
Kim Hok
bagi
komunitas
Tionghoa
adalah
dalam
memperkenalkan
gagasan
organisasi
pan-Tionghoa
di
Hindia-Belanda,
yang
berpuncak
pada kelahiran Tiong Hoa Hwee Koan(THKK)
9
,
organisasi
masyarakat
uang bergerak di
bidang sosial dan pendidikan  pada 1900.
Kendati  bukan  orang  Tionghoa  pertama  yang  memiliki  percetakan  di  Hindia
Belanda,
Tjoa
Tjoan
Lok-lah
yang
pertama
mewarisi
koran
yang
dikenal
luas
dengan
9
Agus Sudibyo, Pers Tionghoa, Sensibilitas, Budaya, dan Pamali Politik, Juni 2001,
Word to PDF Converter | Word to HTML Converter