Home Start Back Next End
  
16
Keesokan harinya, Pak Tani kembali sambil membawa boneka besar yang sudah dilapisi
getah lengket dari pohon nangka. Ia meletakkannya di sebuah tonggak di tengah
mentimun-mentimun di kebunnya.
”Uh hup!” bunyi pasak tertancap. “Awas, kalau nanti hewan pencuri itu kembali, pasti ia
takut melihat boneka ini” kata Pak Tani. ”Hihihi... Pak Tani kembali membawa teman!
Tapi, hihihi lihat tuh! Temennya kaku banget! Nggak gesit kaya Pak Tani, hihihi... Siapa
ya dia?” Kancil heran.
Kancil bertanya-tanya mengapa teman petani yang kaku itu ditinggal di ladang dan tidak
diajak pulang bersama Pak Tani. Ia ingin memakan mentimun lagi di kebun Pak Tani,
tapi teman Pak Tani selalu melihat dia.
”Hu uh, kapan sih ia pergi! Aku udah laper nih! Tiap angin bertiup, ia bergerak. Angin
bergerak ke kanan, ia juga ikut ke kanan! Ayo, ayo pergi! Aah, kuhampiri juga, biar ia
kaget, ha..ha...!” kata Kancil berusaha menakuti boneka jerami.
Semakin dekat semakin sadar Si Kancil. Sosok teman Pak Tani yang ia lihat hanya
sebuah boneka yang tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali bergoyang di tengah hembusan
angin. ”Ah... manusia ini bahkan ngga bisa berjalan, apalagi berlari. Kenapa aku harus
takut?” ujar Kancil memberanikan diri.
Kancil sekarang sudah benar-benar dekat dengan boneka besar itu. Ia menatap lekat-
lekat kedua mata boneka dan hendak mengejeknya. ”Nih, kuberi kau beberapa
Word to PDF Converter | Word to HTML Converter