21
(terutama bentuk stilisasi bunga-bungaan),
motif
geometris dan
motif campuran
antara tumbuh-tumbuhan dan geometris.
Motif-motif
tersebut
dari
dahulu
hingga
sekarang
diwariskan
secara
turun-
temurun, sehingga polanya tidak berubah, karena cara memola motif itu sendiri hanya
dilakukan oleh orang-orang tertentu, dan
tidak setiap penenun dapat membuat motif
sendiri. Orang yang menenun tinggal melaksanakan pola yang telah ditentukan. Jadi,
kerajinan
menenun
merupakan
suatu
pekerjaan
yang
sifatnya
kolektif.
Sebagai
catatan, para penenun di Palembang seluruhnya dilakukan oleh kaum perempuan baik
tua
maupun
muda.
Keahlian
menenun
tersebut
pada umumnya diwariskan secara
turun-temurun dari generasi ke generasi lainnya.
Beberapa nama ragam
hias atau motif tenun songket Palembang antara lain adalah:
lepus piham, lepus polos, lepus puler lurus, lepus puler ombak-ombak, lepus bintang,
lepus
naga
besaung,
lepus
bungo
jatuh,
lepus
berantai,
lepus
lemas
kandang,
tetes
meder, bungo cino, bungo melati, bungo inten, bungo pacik, bungo suku hijau, bungo
bertabur, bungo mawar, biji pare, jando berhias, limas berantai, dasar limai, pucuk
rebung, tigo negeri dan emas jantung.
Selain sebagai sesuatu yang berfungsi memperindah tenunan (songket), ragam hias
juga mempunyai makna. Salah satu contohnya adalah bentuk ragam
hias yang tekenal
yaitu
naga besaung (naga bertarung). Dalam hal ini naga dianggap sebagai
binatang yang melambangkan kemakmuran dan kejayaan. Orang yang memakai
tenun
songket
motif
nago besaung
tentulah
mengharapkan
akan
mendapatkan
kemakmuran
dan
kejayaan
dalam
hidupnya.
Motif
ini
diambil
dari
salah
satu
unsur
|