4
2.1.1 Sejarah Wayang
Wayang
yang
berasal
dari
kata bayang,
mulai
pada
zaman
purbakala
sebagai
upacara memanggil arwah dengan memasang lampu minyak kelapa dan menayangkan
bayangan pada dinding atau kain putih yang dibentangkan. Wayang kemudian
berkembang sejak abad ke-9 dan ke-10 sebagai media untuk pementasan lakon-lakon
yang diciptakan bertemakan sastra epos
(sejenis karya sastra tradisional yang
menceritakan
kisah
kepahlawanan)Ramayana dan
Mahabharata,
dan
kemudian
sejak
abad-abad pertengahan diciptakan pula lakon-lakon bertemakan agama Islam. Jenis-jenis
wayang
berkembang
pesat
dari
zaman
ke
zaman, sehingga
pada
saat
ini,
terdapat
lebih
dari 60 jenis wayang, tersebar di seluruh Indonesia.
Beberapa
jenis
wayang
berupa
boneka dua
dimensi,
terbuat
dari
kulit,
dioperasikan
oleh dalang di depan layar kain diterangi oleh lampu, dapat ditonton dari depan atau dari
belakang layar, misalnya Wayang Kulit Purwa. Beberapa jenis wayang terdiri dari
boneka-boneka
tiga dimensi
terbuat dari kayu,
misalnya Wayang Golek.
Adapun
wayang yang peran-perannya dimainkan oleh manusia, misalnya Wayang Orang, bahkan
ada yang menggunakan gambar pada gulungan kain (Wayang Beber).
Wayang istiwewa sebagai bentuk kesenian karena memiliki sifat-sifat yang dalam
bahasa Jawa disebut adiluhung atau edipeni, yaitu sangat agung dan luhur, dan juga
sangat indah (etika dan estetika). Para
sarjana dunia telah menyebutkan wayang sebagai
bentuk drama yang paling canggih di dunia. Wayang berfungsi sebagai tontonan dan
tuntunan, dan merupakan gabungan lima jenis seni; yakni:
1.
Seni Widya (filsafat dan pendidikan)
2.
Seni Drama (pentas dan musik)
|